Kajian Persepsi Pengembangan Karir Perawat Di Rsu ‘X’ Medan (Analysis of Nurse’s Career Development Perception in RSU ‘X’ Medan)

(1)

KAJIAN PERSEPSI PENGEMBANGAN KARIR PERAWAT

DI RSU ‘X’ MEDAN

(Analysis of

Nurse’s

Career Development Perception in

RSU ‘X’ Medan

)

TESIS

SHIRLEY MELITA SEMBIRING MELIALA

097029014

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, Yesus Kristus karena atas berkat dan anugerah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Kajian Persepsi Pengembangan Karir Perawat di RSU „X‟ Medan” ini. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada kedua orangtua, Ayahanda Drs. Eddy Dermawan Sembiring Meliala dan Ibunda Pinta Malem Tarigan atas semua doa, kasih sayang, dan motivasi yang tidak putus-putusnya diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada suami penulis, dr. Harry Andila Sinuhaji, sahabat setia dalam suka dan duka yang menjadi penyemangat bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga kepada adik-adik penulis, Roy Freddy Sembiring Meliala, SH., dan Maxwell Edinta Sembiring Meliala, S.Psi., yang selalu menjadi penghibur dan penguat penulis untuk menyelesaikan tesis ini.

Ucapan terima kasih setulusnya penulis haturkan kepada semua pihak yang telah memberi petunjuk, dukungan serta bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini, khususnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara dan dosen penguji penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan serta membagikan ilmunya yang sangat berarti bagi penulis demi penyempurnaan tesis ini.


(3)

2. Bapak Zulkarnain, Ph.D., psikolog selaku dosen pembimbing penulis. Terima kasih banyak atas bimbingan dan arahan, kesabaran dalam membimbing dan motivasi yang selalu Bapak berikan yang menginspirasi penulis untuk terus menyelesaikan tesis ini. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan Bapak.

3. Kepada seluruh dosen pengajar di Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara Kekhususan PIO, terima kasih atas ilmu dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Kepada ayah dan ibu mertua, adik-adik ipar, dan keluarga besar Sinuhaji, terima kasih untuk semua kasih sayang, doa, semangat, dan pengertian yang telah diberikan kepada penulis selama ini. Saya merasa beruntung dan diberkati karena menjadi bagian dari keluarga besar ini.

5. Kepada Natalie Sakri, BA., dan Della Simatupang, ST., yang telah menjadi dua saudara perempuan terbaik yang penulis miliki. Terima kasih untuk persaudaraan yang telah teruji, doa, dan kasih sayang yang tulus ikhlas diberikan kepada penulis sejak 13 tahun lalu hingga hari ini. Kalian tidak akan pernah tergantikan.

6. Kepada rekan-rekan angkatan 4 Magister Psikologi Profesi Universitas Sumatera Utara Kekhususan PIO : Marintan Octarina, Dian Siska, Annisa Rizki, Farhah Meuthia, Laila Maya, Suryati, Kerry Desiana, Frandawati, Fauzi Kurniawan, dan Fahmi, terima kasih untuk semua kebersamaan dan bantuan yang telah diberikan selama penulis menjalani masa studi di P4JM USU. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan teman-teman satu per satu.

7. Kepada dr. Radar Radius Tarigan, Sp.PD dan keluarga besar, terima kasih karena sudah dengan tulus ikhlas membantu peneliti selama proses pengerjaan tesis ini,


(4)

8. Kepada pihak manajemen RSU „X‟ Medan dan seluruh staff perawatnya, terima kasih sudah mau membuka diri dan membantu peneliti selama proses penelitian berlangsung. Sukses dan maju terus!

9. Kepada Mami Destina Tarigan, terima kasih untuk semua informasi khususnya yang berhubungan dengan keperawatan yang sudah diberikan. Semoga Mami sukses selalu!

Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini bermanfaat.

Medan , Oktober 2012

Penulis


(5)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran persepsi pengembangan karir perawat di RSU „X‟ Medan. Metode pengumpulan data menggunakan skala persepsi pengembangan karir yanag terdiri dari tiga aspek yaitu peran individu, peran

supervisor, dan peran organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan sampel berjumlah 86 perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan. Dalam penelitian ini, persepsi pengembangan karir perawat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu positif, tidak terklasifikasi, dan negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pengembangan karir perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan tergolong negatif dibandingkan populasi secara umum. Jika ditinjau lebih jauh, mayoritas perawat memiliki persepsi perkembangan karir yang positif berdasarkan peran individu, sedangkan persepsi pengembangan karir berdasarkan peran supervisor

dan peran organisasi tergolong negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran

supervisor dan peran organisasi dalam pengembangan karir perawat RSU „X‟ Medan tergolong negatif sehingga perlu adanya upaya dari pihak manajemen agar persepsi pengembangan karir perawat menjadi positif. Salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen RSU „X‟ Medan adalah melakukan penilaian kinerja. Dengan dilakukan penilaian kinerja dapat dievaluasi perilaku dan hasil kerja yang ditunjukkan seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kepada kliennya. Setiap tahapan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan membutuhkan kompetensi tertentu yang harus dimiliki perawat. Kompetensi yang dibutuhkan dapat membantu supervisor dan pihak manajemen Rumah Sakit dalam mengenali dan merancang jenis pelatihan yang berguna untuk meningkatkan kompetensi perawat serta sebagai bahan masukan dalam membuat keputusan promosi untuk mengembangkan karir perawat. Oleh karena itu, penilaian kinerja berbasis kompetensi disarankan untuk digunakan sebagai intervensi.


(6)

Abstract

The purpose of this study is to describe of the perception of nurse career development at the 'X' Hospital Medan. The data was collected using scale of perception of career development which consisted of three aspects such as individual roles, supervisor roles, and organizational roles. This study used a descriptive quantitative approach and number of sample were 86 practitioners nurse at the 'X' Hospital Medan. In this study, the perception of nurse career development classified into three categories: positive, unclassified, and negative. The results showed that the average of practitioners nurse perception of career development nurse was negative compared than general population. The majority perception of career development was positive based on individual roles, meanwhile the perception of career development based on supervisor roles and organizational roles were classified as negative. These results described that supervisor roles and organizational roles classified as negative, hence the management need do some effort to create a positive perception of career

development at „X‟ Hospital Medan be positive. One of effort it can be done by the management was performance appraisal. In performance appraisal, it could be evaluated the performance and behavior of nurse in providing professional nursing care to clients. Each stage in the implementation of nursing care requires specific competencies that should be possessed by nurses. Competencies required to assist supervisors and management in identifying and designing of training that was useful to improving the competence of nurses as well as inputs in making promotion decisions in

order to develop nurse‟s career. Therefore, performance appraisal based competence is recommended to be used as an intervention.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... 0

LEMBAR PENGESAHAN ... 0

LEMBAR PERNYATAAN ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... ii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah… ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

1.Manfaat Teoritis ... 10

2.Manfaat Praktis … ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 11

F. Kerangka Konsep Permasalahan ... 12

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 13


(8)

A.1. Pengertian Persepsi ... 13

A.2. Pengertian Pengembangan Karir ... 14

A.3. Pengertian Persepsi terhadap Pengembangan Karir ... 14

B. Bentuk Pengembangan Karir ... 17

C. Peran Karyawan, Manajer, dan Perusahaan dalam Pengembangan Karir ... 20

C.1. Peran Karyawan ... 21

C.2. Peran Manajer... 21

C.2. Peran Perusahaan ... 23

D. Keperawatan ... 24

E. Rumah Sakit ... 25

E.1. Pengertian Rumah Sakit ... 25

E.2. Klasifikasi Rumah Sakit ... 26

E.2.1. Klasifikasi Rumah Sakit Pemerintah ... 26

E.2.2. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta ... 27

F. Profil RSU „X‟ Medan ... 29

F.1. Gambaran Umum RSU „X‟ Medan ... 29

F.2. Visi, Misi, dan Tujuan RSU „X‟ Medan ... 29

F.3. Jenis Pelayanan RSU „X‟ Medan... 30

F.4. Data Tenaga Kerja Perawat RSU „X‟ Medan ... 34

F.5. Gambaran Pengembangan Karir Perawat di RSU „X‟ Medan ... 35

F.6. Struktur Organisasi Bidang Keperawatan RSU „X‟ Medan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

A. Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional ... 39


(9)

A.2. Definisi Operasional ... 40

B. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling ... 41

B.1. Populasi Penelitian ... 41

B.2. Sampel Penelitian ... 42

B.3. Teknik Sampling ... 42

C. Instrumen Penelitian ... 43

D. Validitas, Daya Beda Aitem, Dan Reliabilitas Alat Ukur ... 44

D.1. Validitas Alat Ukur ... 44

D.2. Daya Beda Aitem ... 45

D.3. Reliabilitas Alat Ukur ... 46

D.4. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 46

E. Metode Analisis ... 48

F. Prosedur Penelitian ... 48

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Hasil Penelitian ... 52

A.1. Gambaran Umum Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan ... 53

A.2.Gambaran Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan Berdasarkan Dimensi Peran Individu,Supervisor, dan Perusahaan ... 54

A.2.1. Gambaran Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan Berdasarkan Dimensi Peran Individu ... 54

A.2.2. Gambaran Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan Berdasarkan Dimensi Peran Supervisor ... 56


(10)

A.2.2. Gambaran Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟

Medan Berdasarkan Dimensi Peran Supervisor ... 57

B. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

B.1. Saran Metodologis ... 63

B.2. Saran Praktis Untuk RSU „X‟ Medan ... 64


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Data Jumlah Tenaga Kerja Perawat RSU „X‟ Medan… ... 34 Tabel 2.2. Data Tenaga Kerja Perawat RSU „X‟ Medan Berdasarkan Tingkat

Pendidikan……….… ... 34 Tabel 3.1. Definisi Operasional Persepsi Perawat terhadap Pengembangan Karir di

RSU „X‟ Medan… ... 40 Tabel 3.2. Blue Print Distribusi Aitem dalam Skala Persepsi Pengembangan Karir

Perawat Sebelum Uji Coba… ... 43 Tabel 3.3. Rincian Skor dari Pilihan Respon pada Skala Persepsi Pengembangan Karir

Perawat RSU „X‟ Medan… ... 44 Tabel 3.4. Blue Print Distribusi Aitem dalam Skala Persepsi Pengembangan Karir

Perawat Setelah Uji Coba… ... 47 Tabel 3.5. Tabel Pembagian Sampel… ... 50 Tabel 4.1. Pengkategorisasian Persepsi Pengembangan Karir Perawat di RSU „X‟

Medan… ... 52 Tabel 4.2. Uji Normalitas Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan… 53 Tabel 4.3. Skor Empirik dan Hipotetik dari Persepsi Pengembangan Karir Perawat

RSU „X‟ Medan… ... 53 Tabel 4.4. Kriteria Kategorisasi Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟

Medan… ... 54 Tabel 4.5. Skor Empirik dan Hipotetik dari Persepsi Pengembangan Karir Perawat

RSU „X‟ Medan Dimensi Peran Individu…... 55 Tabel 4.6. Kriteria Kategorisasi Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟


(12)

Tabel 4.5. Skor Empirik dan Hipotetik dari Persepsi Pengembangan Karir Perawat

RSU „X‟ Medan Dimensi Peran Individu ... 50 Tabel 4.6. Kriteria Kategorisasi Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟

Medan Dimensi Peran Individu ... 51 Tabel 4.7. Skor Empirik dan Hipotetik dari Persepsi Pengembangan Karir Perawat

RSU „X‟ Medan Dimensi Peran Supervisor ... 56 Tabel 4.8. Kriteria Kategorisasi Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟

Medan Dimensi Peran Supervisor ... 56 Tabel 4.9. Skor Empirik dan Hipotetik dari Persepsi Pengembangan Karir Perawat

RSU „X‟ Medan Dimensi Peran Perusahaan ... 57 Tabel 4.10. Kriteria Kategorisasi Persepsi Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟


(13)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Hasil Survey Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan ... 8 Bagan 2.1. Model Pengembangan Karir Organisasional ... 17


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Modul Penilaian Kinerja Berbasis Kompetensi Sebagai Bagian Pengembangan Karir Perawat di RSU „X‟ Medan

Lampiran B : Skala Tryout dan Skala Penelitian Lampiran C : Hasil Analisa Aitem

Lampiran D : Hasil Analisa SPSS

Lampiran E : Gambaran Persepsi Pengembangan Karir Pada Perawat RSU „X‟ Medan


(15)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran persepsi pengembangan karir perawat di RSU „X‟ Medan. Metode pengumpulan data menggunakan skala persepsi pengembangan karir yanag terdiri dari tiga aspek yaitu peran individu, peran

supervisor, dan peran organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan sampel berjumlah 86 perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan. Dalam penelitian ini, persepsi pengembangan karir perawat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu positif, tidak terklasifikasi, dan negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persepsi pengembangan karir perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan tergolong negatif dibandingkan populasi secara umum. Jika ditinjau lebih jauh, mayoritas perawat memiliki persepsi perkembangan karir yang positif berdasarkan peran individu, sedangkan persepsi pengembangan karir berdasarkan peran supervisor

dan peran organisasi tergolong negatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran

supervisor dan peran organisasi dalam pengembangan karir perawat RSU „X‟ Medan tergolong negatif sehingga perlu adanya upaya dari pihak manajemen agar persepsi pengembangan karir perawat menjadi positif. Salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen RSU „X‟ Medan adalah melakukan penilaian kinerja. Dengan dilakukan penilaian kinerja dapat dievaluasi perilaku dan hasil kerja yang ditunjukkan seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kepada kliennya. Setiap tahapan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan membutuhkan kompetensi tertentu yang harus dimiliki perawat. Kompetensi yang dibutuhkan dapat membantu supervisor dan pihak manajemen Rumah Sakit dalam mengenali dan merancang jenis pelatihan yang berguna untuk meningkatkan kompetensi perawat serta sebagai bahan masukan dalam membuat keputusan promosi untuk mengembangkan karir perawat. Oleh karena itu, penilaian kinerja berbasis kompetensi disarankan untuk digunakan sebagai intervensi.


(16)

Abstract

The purpose of this study is to describe of the perception of nurse career development at the 'X' Hospital Medan. The data was collected using scale of perception of career development which consisted of three aspects such as individual roles, supervisor roles, and organizational roles. This study used a descriptive quantitative approach and number of sample were 86 practitioners nurse at the 'X' Hospital Medan. In this study, the perception of nurse career development classified into three categories: positive, unclassified, and negative. The results showed that the average of practitioners nurse perception of career development nurse was negative compared than general population. The majority perception of career development was positive based on individual roles, meanwhile the perception of career development based on supervisor roles and organizational roles were classified as negative. These results described that supervisor roles and organizational roles classified as negative, hence the management need do some effort to create a positive perception of career

development at „X‟ Hospital Medan be positive. One of effort it can be done by the management was performance appraisal. In performance appraisal, it could be evaluated the performance and behavior of nurse in providing professional nursing care to clients. Each stage in the implementation of nursing care requires specific competencies that should be possessed by nurses. Competencies required to assist supervisors and management in identifying and designing of training that was useful to improving the competence of nurses as well as inputs in making promotion decisions in

order to develop nurse‟s career. Therefore, performance appraisal based competence is recommended to be used as an intervention.


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah Sakit Umum (RSU) „X‟ Medan merupakan salah satu Rumah Sakit swasta di kota Medan yang resmi dibuka sejak tahun 2009 lalu. Sebagai sebuah organisasi jasa pelayanan kesehatan yang berstatus sebagai profit hospital, RSU „X‟

Medan sangat menyadari pentingnya kelangsungan usaha mereka di tengah-tengah ketatnya persaingan antar Rumah Sakit saat ini. Oleh karena itu, Rumah Sakit yang memiliki visi untuk menjadi Rumah Sakit terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu ini, berusaha semaksimal mungkin agar mampu memberikan pelayanan yang terbaik bagi para konsumennya. Salah satu usahanya adalah dengan memperhatikan betul kualitas tenaga kerjanya karena merekalah motor pelaksana pelayanan kesehatan dalam organisasi ini.

Komitmen RSU „X‟ Medan terhadap kualitas tenaga kerjanya dapat dilihat dari butir ketiga tujuan berdirinya Rumah Sakit ini yang berbunyi sebagai berikut : “Menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen, produktivitas lebih besar, serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta pegawai dalam memajukan organisasi” (Company Profile, RSU „X‟ Medan, 2009). Dan salah satu elemen sumber daya manusia yang berperan penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit adalah perawat.

Yatnikasari (2010) mengemukakan bahwa perawat adalah aset penting dan merupakan komponen utama dalam sistem pelayanan kesehatan karena perawat


(18)

adalah kelompok pekerja yang paling besar dalam sistem tersebut. Karsinah (dalam Wirawan, 1998) mengemukakan bahwa perawat termasuk unsur vital dalam sebuah Rumah Sakit karena perawat merupakan penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien khususnya pasien rawat inap. Oleh karena itu, kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan perawat kepada para pasien akan menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan kesehatan di sebuah Rumah Sakit secara umum.

Pentingnya peran perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan maupun pembentukan kepuasan pada diri pasien dan keluarganya juga dirasakan oleh pihak manajemen RSU „X‟ Medan. RM, seorang staff Personalia RSU ‟X‟ Medan mengungkapkan bahwa perawat adalah subyek yang memiliki waktu interaksi yang lebih panjang dalam melayani pasien. Sementara itu, pasien di RSU ‟X‟ Medan umumnya berasal dari sosial ekonomi menengah ke atas yang memiliki tuntutan yang lebih tinggi terhadap kualitas pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan perawat terhadap pasien menjadi hal yang diperhatikan oleh manajemen RSU ‟X‟ Medan karena mencerminkan kualitas pelayanan Rumah Sakit secara umum dan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien terhadap Rumah Sakit (Komunikasi personal, Juni 2011).

Sejauh ini RSU „X‟ Medan telah memiliki 168 orang tenaga perawat. Dari 168 orang tenaga perawat ini, satu orang menjabat sebagai Kepala Seksi Keperawatan, sembilan orang menjabat sebagai Kepala Ruangan/Supervisor, dan sisanya berperan sebagai Perawat Pelaksana di unit kerjanya masing-masing. Sesuai dengan tekad perusahaan untuk memperhatikan kualitas tenaga kerja yang dimilikinya, maka manajemen RSU „X‟ Medan berusaha menciptakan kehidupan kerja yang berkualitas bagi para karyawannya, termasuk perawat. Secara umum,


(19)

pengembangan karir (Kalimono, dalam Zulkarnain, Mahamood, & Omar, 2010). Di antara ketiga aspek yang menentukan kualitas kehidupan kerja karyawan seperti yang disebutkan di atas, pengembangan karir menjadi hal yang masih dikeluhkan oleh para perawat RSU „X‟ Medan.

Berdasarkan komunikasi personal dengan A, salah seorang perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan diketahui bahwa sejauh ini sistem gaji ataupun suasana hubungan sosial antar karyawan di Rumah Sakit tersebut tergolong cukup baik. Namun dalam hal pengembangan karir, para perawat merasa pengembangan karir keperawatan mereka di Rumah Sakit tersebut sangat terbatas, salah satunya diakibatkan oleh kurang tersedianya kesempatan bagi para perawat untuk naik jabatan/promosi (Komunikasi personal, Juli 2011).

Masalah pengembangan karir keperawatan yang dirasakan terbatas memang kerap dijumpai di kalangan perawat di berbagai Rumah Sakit (Houston & Marquis, 2010). Perasaan tersebut umumnya timbul karena perawat mengalami kebosanan akibat indiferensiasi pekerjaan mereka sehari-hari (Houston & Marquis, 2010). Hal ini ditemui pula di kalangan perawat RSU „X‟ Medan. Berdasarkan komunikasi personal dengan beberapa perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan diketahui bahwa umumnya mereka memandang pekerjaan mereka bersifat rutin, monoton dan jarang berubah baik dari segi prosedur kerja maupun tantangan/ kesulitan yang dihadapi sehingga membuat mereka rentan terhadap perasaan bosan. Mereka menghayati bahwa rutinitas tugas mereka sehari-hari terbatas pada usaha melayani pasien, mendampingi dokter, dan mengurus kegiatan administratif. Mereka juga tidak sering menemui kasus-kasus langka (jarang terjadi) ataupun kasus lainnya dengan tingkat kesulitan lebih tinggi. Terlebih lagi dalam bekerja, mereka banyak disupervisi oleh dokter, sehingga kesempatan mereka untuk memecahkan kasus pun


(20)

menjadi sangat terbatas. Keadaan ini menyebabkan para perawat menjadi kurang tertantang dalam belajar dan meningkatkan kualitas ketrampilan diri yang dimiliki (Komunikasi personal, Juli 2011).

Selanjutnya, MS (seorang Perawat Supervisor Poliklinik RSU „X‟ Medan) menambahkan bahwa pandangan para perawat RSU „X‟ Medan mengenai karir keperawatan mereka yang mentok juga dilatarbelakangi oleh pendeknya jenjang karir perawat dan minimnya kesempatan promosi yang disediakan manajemen Rumah Sakit bagi para perawat mereka. Di RSU „X‟ Medan, jenjang karir yang tersedia bagi para perawat terbatas pada tiga tingkatan, yaitu perawat pelaksana,

supervisor, dan kepala perawat. Kepala perawat menjadi jenjang karir yang tertinggi dan hanya dipegang oleh satu orang perawat saja (Komunikasi personal, Juli 2011).

RM, salah seorang staff Personalia RSU „X‟ Medan dalam suatu kesempatan wawancara juga mengemukakan mengenai minimnya kesempatan promosi bagi para perawat di Rumah Sakit tersebut. Jenjang karir perawat yang terdiri dari tiga tingkatan dinilai tidak sebanding dengan jumlah perawat yang tersedia. Jabatan kepala perawat hanya dipegang oleh 1 orang perawat saja, jabatan supervisor

dipegang oleh 9 orang, dan sisanya (158 orang) berperan sebagai perawat pelaksana. Lebih lanjut, RM mengemukakan bahwa belum ada ketentuan perusahaan yang mengatur lamanya masa jabatan bagi seorang supervisor ataupun kepala perawat. Promosi perawat biasanya dilakukan ketika jabatan lini tengah (supervisor) atau lini atas (kepala perawat) kosong. Dengan demikian, waktu promosi tidak dapat diprediksi (dapat terjadi sewaktu-waktu) dan kesempatan promosi menjadi sangat terbatas. Kondisi seperti ini membuat para perawat khususnya perawat pelaksana menjadi kurang bergairah untuk saling berkompetisi


(21)

secara positif dalam rangka merebut posisi/jabatan yang lebih tinggi (Komunikasi personal, Juli 2011).

Terbatasnya kesempatan karir yang tersedia bagi para perawat RSU „X‟ Medan telah menyebabkan timbulnya masalah tertentu, diantaranya membuat perawat menjadi kurang termotivasi untuk mengembangkan keterampilan diri. MS, salah seorang Perawat Supervisor Poliklinik RSU „X‟ Medan mengemukakan adanya kecenderungan di antara para perawat untuk enggan meningkatkan kualifikasi pendidikannya karena pertimbangan minimnya kesempatan promosi yang tersedia yang dinilai tidak sebanding dengan waktu, tenaga, dan biaya yang harus dikeluarkan jika kembali bersekolah. Hal ini menyebabkan para perawat khususnya perawat pelaksana cenderung cukup merasa puas hanya dengan memiliki pekerjaan dan kualifikasi pendidikan yang ada saat ini (Komunikasi personal, Juli 2011).

Selain mengurangi motivasi perawat untuk mengembangkan ketrampilan diri, pandangan mengenai karir yang mentok juga menyebabkan para perawat RSU „X‟ Medan memiliki kecenderungan untuk berpindah tempat kerja (Komunikasi personal, Juli 2011). MS, salah seorang perawat supervisor di RSU „X‟ Medan mengemukakan bahwa kecederungan yang dimiliki para perawat untuk mudah berpindah tempat kerja membawa dampak tertentu bagi perusahaan, diantaranya waktu dan biaya yang lebih besar untuk seleksi ataupun training perawat baru, berkurangnya para perawat yang performa kerjanya tergolong memuaskan terutama ketika performa kerja mereka meningkat akibat pelatihan yang diterima selama bekerja di RSU „X‟ Medan, dan penyesuaian diri antar anggota kelompok kerja ketika ada perawat baru yang masuk ke dalam kelompok tersebut (Komunikasi Personal, Juli 2011).


(22)

Dari uraian yang telah dikemukakan diatas diketahui bahwa pandangan perawat mengenai kecilnya kesempatan yang disediakan bagi mereka untuk mengembangkan karir keperawatan di RSU „X‟ Medan membawa masalah-masalah tertentu ke dalam perusahaan, seperti rendahnya minat untuk belajar dan mengembangkan keterampilan diri, rendahnya persaingan kerja yang positif antara sesama rekan perawat, dan kecenderungan perawat untuk berpindah tempat kerja yang berpengaruh terhadap biaya perusahaan hingga hubungan kerja antar perawat. Menanggapi fenomena yang telah dikemukakan diatas, RM, selaku staff Personalia RSU „X‟ Medan, menyatakan bahwa sejauh ini usaha manajemen untuk mengatasi masalah pengembangan karir perawat mereka juga masih terbatas. RM mengemukakan bahwa kemampuan RSU „X‟ Medan untuk memenuhi kebutuhan pengembangan karir para perawatnya masih terbatas pada penyediaan jenjang karir yang pendek (Komunikasi personal, Maret 2012).

Masalah berikutnya yang timbul adalah pihak manajemen sendiri belum memiliki alat ukur pengembangan karir yang obyektif bagi perawatnya. Berdasarkan komunikasi personal dengan RM selaku staff Personalia RSU „X‟ Medan diketahui bahwa selama ini keputusan promosi ditentukan oleh Direktur RS. Direktur RS membuat keputusan mengenai perawat yang berhak promosi berdasarkan pertimbangan pribadinya sendiri sehingga subyektivitas dalam membuat penilaian menjadi lebih besar, dan kriteria penilaian yang digunakan menjadi kurang jelas bagi orang lain (Komunikasi personal, Maret 2012).

Menurut Noe (2002), ada tiga pihak yang berperan penting dalam pengembangan karir karyawan di suatu perusahaan. Ketiga pihak tersebut adalah individu (karyawan yang bersangkutan), manajer, dan perusahaan. Ketiga pihak ini memiliki tanggung jawabnya masing-masing dalam hal pengembangan karir


(23)

karyawan. Persepsi seorang karyawan mengenai sejauh apa peran dirinya sendiri, peran manajer, dan peran perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab pengembangan karir akan membentuk persepsi karyawan terhadap pengembangan karir yang ada di perusahaan tersebut secara umum. Persepsi pengembangan karir yang positif akan terbentuk dalam diri individu ketika ia menilai dirinya sendiri, manajer, dan perusahaan telah menjalankan usaha untuk membantu pengembangan karirnya dengan optimal. Sebaliknya, persepsi pengembangan karir yang negatif akan terbentuk dalam diri individu ketika ia menilai ada pihak tertentu (diri sendiri, manajer, atau perusahaan) yang tidak menjalankan usaha untuk membantu pengembangan karirnya dengan optimal (Noe, 2002).

Robbins (1996) mengemukakan bahwa karyawan yang mempersepsi pengembangan karirnya secara positif cenderung mempunyai sikap kerja yang baik dan kepuasan kerja yang tinggi, sehingga akan menghindari berbagai sikap dan perilaku kerja yang menghambat pencapaian tujuan organisasi, seperti pemogokan, ketidakhadiran (absensi), ataupun perpindahan kerja. Karyawan yang memiliki persepsi pengembangan karir yang positif cenderung lebih bersemangat ketika bekerja, lebih produktif, serta efisien dan efektif dalam menghadapi dan menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu, karyawan yang mempersepsi pengembangan karirnya secara negatif cenderung menampilkan sikap dan perilaku kerja yang menghambat tujuan organisasi, seperti bekerja dengan seenaknya, kurang memanfaatkan waktu yang ada untuk mengembangkan diri, lebih suka berbincang-bincang dengan rekan sekerja daripada menyelesaikan pekerjaan, kecenderungan berpindah tempat kerja meningkat, dan berbagai perilaku lainnya yang dapat menghambat produktivitas kerja (Robbins, 1996).


(24)

Peneliti melakukan survey awal kepada para perawat RSU „X‟ Medan untuk melihat gambaran penilaian mereka mengenai pengembangan karir perawat di Rumah Sakit tersebut. Hasil yang diperoleh dari survey tersebut awal tersebut dapat dilihat pada bagan 1.1 berikut ini :

Bagan 1.1 Hasil Survey Pengembangan Karir Perawat RSU „X‟ Medan

Keterangan :

Pertanyaan 1 : Apakah anda merasa karir anda di RS ini terbatas/kurang berkembang? Pertanyaan 2 : Apakah anda merasa akan terus berada di posisi/jabatan yang sama seperti

sekarang hingga akhir masa kerja anda di RS ini?

Pertanyaan 3 : Apakah pengembangan karir perawat di RS ini sudah dikelola dengan efektif?

Pertanyaan 4:Apakah perusahaan perlu melakukan perbaikan terhadap pola pengembangan karir perawat?

Hasil survey yang digambarkan dalam bagan 1.1 diatas menunjukkan bahwa dari 12 orang perawat yang menjadi peserta survey awal, mayoritas peserta menilai bahwa pengembangan karir keperawatan mereka di RSU „X‟ Medan terbatas, mereka merasa akan terus berada di posisi/jabatan yang sama seperti yang didudukinya saat ini hingga akhir masa kerja di RSU „X‟ Medan nanti, pihak manajemen belum melakukan pengelolaan karir dengan efektif, dan diperlukan adanya perbaikan terhadap pola pengembangan karir perawat oleh pihak manajemen RSU „X‟ Medan. Hasil survey awal ini mengindikasikan bahwa para perawat RSU „X‟ Medan mempersepsi pengembangan karir mereka belum dikelola

0 2 4 6 8 10 12 14

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4

YA


(25)

secara optimal. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka peneliti ingin meneliti bagaimana persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap pengembangan karir keperawatan mereka, khususnya terkait dengan peran individu, manajer, dan perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Penulis bermaksud melakukan penelitian untuk memperoleh gambaran persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap pengembangan karir keperawatan mereka di Rumah Sakit tersebut.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mendapatkan gambaran mengenai persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap pengembangan karir keperawatan mereka

2. Memberikan informasi mengenai kondisi tersebut kepada pihak manajemen RSU „X‟ Medan


(26)

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat diperoleh manfaat dan kegunaan penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan wawasan terutama dalam bidang Psikologi Industri & Organisasi

b. Memberi tambahan informasi mengenai persepsi pengembangan karir khususnya pada perawat bagi peneliti lain yang tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai topik yang serupa

2. Manfaat Praktis

a. Setelah didapatkan gambaran mengenai persepsi perawat RSU „X‟ Medan terhadap pengembangan karir mereka maka diharapkan hasilnya dapat digunakan sebagai masukan oleh perawat dalam memanajemen karir keperawatannya

b. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak manajemen RSU „X‟ Medan dalam rangka mengelola program pengembangan karir perawat mereka dengan lebih efektif


(27)

E. Sistematika Penelitian

Adapun sistematika penulisan tesis ini adalah :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan latar belakang masalah yang diteliti, kerangka berpikir, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

Bab II : Tinjauan Teoritis

Bab ini memaparkan tinjauan pustaka yang menjadi dasar teoritis dari penelitian yang dilakukan.

Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang variabel penelitian yang diamati, subjek penelitian, defenisi operasional dari variabel yang teliti, validitas, reliabilitas alat ukur, instrumen penelitian, prosedur penelitian, pelaksanaan penelitian dan metode analisis.

Bab IV : Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan mengenai analisa dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan hasil penelitian

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini menjelaskan mengenai kesimpulan dari pembahasan hasil penelitian dan saran dari peneliti.


(28)

F. Kerangka Konsep Permasalahan

Keterangan :

: menyebabkan : temuan

: klarifikasi

PERAWAT adalah komponen utama dalam menjalankan sistem pelayanan kesehatan RS (Yatnikasari, 2010). Hal ini dikarenakan perawat adalah :

- Penjalin kontak pertama dan terlama dengan pasien

- Merupakan kelompok pekerja dengan jumlah terbesar

RSU ‘X’ MEDAN

Visi : menjadi RS terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu Misi :

1. melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan waktu tanggap yang cepat dan tepat

2. komitmen kinerja profesional yang disertai dengan peningkatan mutu berkelanjutan 3. memberikan kepuasan kepada pasien, pelaksana, pemilik, dan pemerintah

Menurut Noe (2002) : karyawan, supervisor, dan perusahaan memiliki tanggung jawabnya masing-masing dalam hal pengembangan karir karyawan.

Persepsi seorang karyawan mengenai sejauh apa peran dirinya sendiri, peran supervisor, dan peran perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab pengembangan karir akan membentuk persepsi karyawan terhadap pengembangan karir yang ada di perusahaan tersebut secara umum.

Mengkaji persepsi perawat mengenai pengembangan karir mereka di RSU „X‟ Medan

Sumijatun (2010) : Agar dapat memberikan pelayanan bermutu, kualitas kehidupan kerja perawat perlu diperhatikan.

Kalimono (dalam Zulkarnain, Mahamood, & Omar, 2010) : kehidupan kerja berkualitas dapat berupa sistem kompensasi, hubungan sosial, dan pengembangan karir

Penelitian awal (wawancara dengan perawat dan manajemen, survey terhadap perawat) menunjukkan : - Jenjang karir perawat dalam RSU „X‟ Medan tergolong pendek/terbatas

- Minimnya kesempatan promosi bagi perawat

- RSU „X‟ Medan belum memiliki alat ukur pengembangan karir yang obyektif

Secara umum mengindikasikan pengembangan karir perawat di RSU „X‟ Medan belum dikelola secara maksimal


(29)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

F. Persepsi Terhadap Pengembangan Karir

A.1. Pengertian Persepsi

Persepsi adalah proses mengorganisir dan menafsirkan pola stimulus di dalam lingkungan (Atkinson, 2006). Chaplin (2008) memandang persepsi sebagai proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra. Proses perseptual ini dimulai dengan perhatian, yaitu merupakan proses pengamatan selektif, yang didalamnya mencakup pemahaman dan mengenali atau mengetahui objek-objek serta kejadian-kejadian (Chaplin, 2008).

Robbins (1996) mengemukakan bahwa persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indra mereka agar memberikan makna. Proses persepsi ini meliputi pemberian perhatian dimana perhatian menunjukkan bagaimana seorang individu memfokuskan pikiran pada sesuatu. Perhatian tidak terlepas dari seleksi yaitu pemilihan info yang dianggap berguna dan sesuai dengan masing-masing individu. Proses penafsiran dari perhatian inilah yang memberi makna dalam persepsi yaitu setelah terjadi rangkaian seleksi dan penyusunan, individu akan mengidentifikasikan atau menarik kesimpulan dari stimulus yang diterima.

Menurut Chaplin (2008), persepsi secara umum bergantung pada faktor-faktor perangsang, cara belajar, keadaan jiwa atau suasana hati, dan faktor-faktor-faktor-faktor motivasional. Maka, arti suatu objek atau satu kejadian objektif ditentukan baik


(30)

oleh kondisi perangsang maupun faktor-faktor organisme. Dengan demikian, persepsi mengenai dunia oleh pribadi-pribadi yang berbeda juga akan berbeda karena setiap individu menanggapinya berkenaan dengan aspek-aspek situasi tadi yang mengandung arti khusus sekali bagi dirinya.

A.2. Pengertian Pengembangan Karir

Nawawi (2008) dalam bukunya mengemukakan beberapa pengertian pengembangan karir, yaitu sebagai berikut :

1. Pengembangan karir adalah suatu rangkaian (urutan) posisi atau jabatan yang ditempati seseorang selama masa kehidupan tertentu, yaitu sejak awal memasuki suatu organisasi/perusahaan sebagai pekerja sampai saat berhenti, baik karena pensiun atau berhenti/diberhentikan maupun karena meninggal dunia. Oleh karena pengertian ini dilihat dari segi posisi/jabatan yang berada di luar diri seorang pekerja, maka disebut juga pengertian obyektif.

2. Pengembangan karir adalah perubahan nilai-nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi pada seseorang seiring dengan penambahan/peningkatan usianya yang semakin matang. Pengertian ini menunjukkan bahwa fokus pengembangan karir adalah peningkatan kemampuan mental yang terjadi karena pertambahan usia. Perkembangan mental itu dapat juga berlangsung selama seseorang menjadi pekerja pada sebuah organisasi/perusahaan, yang terwujud melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tugas pokoknya. Oleh karena perubahan itu berkenaan dengan proses mental yang berada di dalam diri setiap pekerja sebagai individu, maka disebut juga pengertian subyektif.


(31)

3. Pengembangan karir adalah usaha yang dilakukan secara formal dan berkelanjutan dengan difokuskan pada peningkatan/penambahan kemampuan seorang pekerja.

Dari ketiga pengertian pengembangan karir diatas, terlihat bahwa pengertian pertama dan kedua mengakui karir yang bersifat individual, merupakan bagian dari ketentuan nasib seseorang sebagai manusia. Dengan kata lain, setiap pekerja telah ditetapkan posisi/jabatannya oleh Tuhan YME, selama menjalani kehidupannya. Akan tetapi karena nasib tidak diketahui manusia, maka dapat dimanipulasi melalui kesempatan berusaha secara maksimal agar mencapai karir yang sukses dan memberikan kepuasan. Pengembangan karir harus diusahakan secara aktif, dengan tidak sekedar menunggu kematangan bersamaan dengan pertambahan usia. Di samping itu, posisi/jabatan yang dimaksud dalam pengertian pertama, tidak boleh sekedar ditunggu tetapi harus diperjuangkan. Oleh karena itulah di dalam pengertian yang ketiga dikatakan bahwa pengembangan karir merupakan usaha formal untuk meningkatkan/menambah pengetahuan yang diharapkan berdampak pada pengembangan dan perluasan wawasan yang membuka kesempatan bagi pekerja untuk mendapatkan posisi/jabatan yang memuaskan.

A.3. Pengertian Persepsi terhadap Pengembangan Karir

Berdasarkan konsep persepsi dan pengembangan karir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka persepsi terhadap pengembangan karir dapat diartikan sebagai penilaian individu yang bersifat pribadi (individual) mengenai usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan/ketrampilannya yang berguna untuk mendukung kelancaran


(32)

pelaksanaan tugas-tugas jabatannya sekaligus memperluas kesempatan untuk meraih posisi atau bentuk keuntungan lainnya yang lebih baik dari yang dimiliki saat ini.

Robbins (1996) mengemukakan bahwa adanya perbedaan karakteristik dalam diri individu akan menimbulkan perbedaan pula di dalam mempersepsikan pengembangan karir. Selanjutnya, Robbins (1996) mengemukakan bahwa jika individu merasa organisasi tempatnya bekerja menyediakan peluang bagi dirinya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan karirnya maka individu yang bersangkutan akan membentuk persepsi yang positif mengenai pengembangan karirnya dalam organisasi tersebut. Sebaliknya, jika individu merasa organisasi tempatnya bekerja kurang menyediakan peluang bagi dirinya untuk dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan karirnya maka individu yang bersangkutan akan membentuk persepsi yang negatif mengenai pengembangan karirnya dalam organisasi tersebut.

Robbins (1996) mengemukakan bahwa karyawan yang mempersepsi pengembangan karirnya secara positif cenderung mempunyai sikap kerja yang baik dan kepuasan kerja yang tinggi, sehingga akan menghindari berbagai sikap dan perilaku kerja yang menghambat pencapaian tujuan organisasi, seperti pemogokan, ketidakhadiran (absensi), ataupun perpindahan kerja. Karyawan yang memiliki persepsi pengembangan karir yang positif cenderung lebih bersemangat ketika bekerja, lebih produktif, serta efisien dan efektif dalam menghadapi dan menyelesaikan pekerjaannya. Sementara itu, karyawan yang mempersepsi pengembangan karirnya secara negatif cenderung menampilkan sikap dan perilaku kerja yang menghambat tujuan organisasi, seperti bekerja dengan


(33)

lebih suka berbincang-bincang dengan rekan sekerja daripada menyelesaikan pekerjaan, kecenderungan berpindah tempat kerja meningkat, dan berbagai perilaku lainnya yang dapat menghambat produktivitas kerja (Robbins, 1996).

B. Bentuk Pengembangan Karir

Bernardin (2003) mengemukakan bahwa pengembangan karir adalah usaha yang bersifat formal, terorganisir, dan terencana, untuk meraih keseimbangan antara kebutuhan karir individu dan kebutuhan organisasional. Lebih lanjut, Bernardin (2003) menyampaikan bahwa untuk memahami pengembangan karir dalam suatu organisasi diperlukan pemeriksaan terhadap dua proses : bagaimana individu merencanakan dan mengimplementasikan tujuan karir mereka sendiri (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi mendesain dan mengimplementasikan program pengembangan karir mereka (manajemen karir). Proses-proses tersebut diilustrasikan dalam bagan 2.1. berikut ini :

Bagan 2.1. Model Pengembangan Karir Organisasional


(34)

Perencanaan karir adalah proses dimana individu melakukan identifikasi mengenai tujuan-tujuan karirnya dan merencanakan usaha untuk mencapai tujuan karirnya tersebut (Bernardin, 2003). Lebih lanjut, Bernardin (2003) mengemukakan bahwa proses perencanaan karir individu dapat berupa :

 Pilihan jabatan : dalam memilih jabatan atau pekerjaan yang akan digeluti, individu harus memiliki gambaran makro mengenai bidang kerjanya yang dihubungkan dengan tujuan jangka panjang karirnya. Gambaran itu harus memberikan keyakinan bahwa jabatan atau pekerjaan yang akan dilaksanakannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan sehingga diharapkan ia akan dapat melaksanakannya secara efektif dan efisien.

 Pilihan organisasional : individu mengidentifikasi berbagai pilihan organisasi atau perusahaan yang tersedia di lingkungannya, kemudian menyeleksi organisasi atau perusahaan yang dianggap menawarkan jenis pekerjaan atau jabatan yang sesuai dengan kepribadian, minat, bakat, dan kemampuan yang dimiliki oleh individu yang bersangkutan.

 Pilihan penugasan pekerjaan : individu mengidentifikasi jenis tugas yang sesuai dengan karakteristik diri yang dimilikinya. Individu perlu menilai seberapa jauh tingkat penguasaannya akan pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dipersyaratkan untuk dapat melaksanakan suatu tugas pekerjaan dan melakukan usaha tertentu agar dapat memenuhi persyaratan tersebut.

 Pilihan pengembangan diri : individu mengidentifikasi keterbatasan-keterbatasan diri yang dimilikinya yang dapat menghambat pelaksanaan


(35)

pekerjaannya serta peluang untuk memperbaiki ataupun mengembangkan diri ke arah yang lebih baik, diantaranya dengan berpartisipasi dalam program pendidikan, kursus keterampilan, seminar atau pelatihan, dan sebagainya.

Manajemen karir adalah proses yang dilakukan oleh organisasi dalam mempersiapkan, mengimplementasikan, dan mengawasi rencana karir baik yang dilakukan oleh individu sendiri ataupun yang ada di dalam sistem karir organisasi (Bernardin, 2003). Proses manajemen karir menekankan pada aktivitas organisasional yang dapat berupa :

 Rekrutmen dan seleksi

Organisasi dapat menggunakan rekrutmen dan seleksi sebagai bentuk usaha pengembangan karir karyawan. Proses rekrutmen dan seleksi dimaksudkan agar organisasi memperoleh pekerja yang potensial dan memenuhi persyaratan sesuai kebutuhan organisasi.

 Alokasi sumber daya manusia

Organisasi harus menetapkan secara jelas mengenai kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang diperlukannya, kemaudian melakukan usaha untuk memadankan sumber daya manusia yang diperoleh dengan jabatan atau posisi yang tepat. Selain itu, alokasi sumber daya manusia idealnya bersifat jangka panjang yang menuntut kemampuan organisasi untuk meramal kemungkinan-kemungkinan yang akan dialami organisasi di masa depan, misalnya kemungkinan ekspansi, pengurangan pengoperasian, ataupun perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi kebutuhan organisasi akan sumber daya manusia tertentu.


(36)

 Penilaian dan evaluasi

Organisasi atau perusahaan berkewajiban membantu para karyawan untuk mengetahui tentang kemampuan dan keterampilan yang diperlukannya dalam melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu, organisasi perlu melakukan penilaian dan evaluasi sehingga karyawan memperoleh gambaran mengenai seberapa jauh kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya dapat memenuhi tuntutan pekerjaan. Proses penilaian dan evaluasi ini dapat dilakukan melalui pelaksanaan analisis jabatan dan penilaian kinerja yang berisi informasi-informasi yang perlu dikomunikasikan kepada para karyawan.

 Pelatihan dan pengembangan

Pelatihan dan pengembangan karyawan dalam rangka pengembangan karir sangat luas cakupannya, tidak terbatas pada pelatihan atau pengembangan yang diselenggarakan secara melembaga dan formal saja. Pelatihan dan pengembangan karyawan dalam rangka pengembangan karir dapat pula dilakukan dengan menyelenggarakan coaching sambil melaksanakan pekerjaan sehari-hari, atau melakukan diskusi secara spontan dengan

supervisor.

C. Peran Karyawan, Manajer, dan Perusahaan dalam Pengembangan Karir

Noe (2002) mengemukakan bahwa karyawan, manajer, dan perusahaan adalah pihak-pihak bertanggung jawab dalam hal pengembangan karir karyawan dalam suatu perusahaan. Masing-masing pihak memiliki peran tertentu dalam


(37)

pengembangan karir karyawan. Usaha pengembangan karir karyawan akan berlangsung optimal jika ketiga pihak bertanggung jawab dalam melaksanakan perannya masing-masing (Noe, 2002).

C.1. Peran Karyawan

Menurut Noe (2002), peran karyawan dalam hal pengembangan karir antara lain adalah :

 Mengidentifikasi kebutuhan karir diri sendiri

 Berinisiatif untuk meminta umpan balik dari manajer dan rekan kerja sehubungan dengan kekuatan dan kelemahan dari skill yang mereka miliki  Mencari tantangan dengan membuka diri terhadap berbagai kesempatan belajar

(misalnya terlibat dalam tugas penjualan, tugas desain produk, tugas administratif)

 Berinteraksi dengan karyawan dari berbagai kelompok yang berbeda baik di dalam maupun luar perusahaan

 Menciptakan visibilitas (kemampuan untuk „dilihat‟ orang lain) dengan cara menampilkan performa kerja yang memuaskan

C.2. Peran Manajer

Noe (2002) mengemukakan bahwa manajer memainkan peran penting dalam proses manajemen karir. Dalam banyak kasus, karyawan biasanya mencari manajer mereka untuk meminta saran karir. Mengapa? Karena manajer umumnya mengevaluasi kesiapan karyawan untuk mobilitas pekerjaan (promosi). Selain itu, manajer juga seringkali menjadi sumber informasi utama mengenai pembukaan


(38)

lowongan jabatan, kursus/pelatihan, dan kesempatan perkembangan lainnya. sayangnya, banyak manajer menghindar untuk terlibat dalam aktivitas perencanaan karir karyawan karena mereka tidak merasa berkualifikasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan karyawan yang berhubungan dengan karir, mereka memiliki waktu yang terbatas untuk membantu karyawan mengatasi isu karir, dan mereka kurang memiliki kemampuan interpersonal yang dibutuhkan untuk memahami isu karir sepenuhnya.

Menurut Noe (2002), untuk membantu karyawan mengatasi isu-isu karir, manajer harus bertindak secara efektif dalam empat peran : pelatih (coach), penilai (appraiser), penasehat (advisor), dan agen perujuk (referral). Dalam melakukan

coaching, manajer bertugas untuk merumuskan, mendalami dan memperjelas masalah-masalah yang dimiliki karyawan sehubungan dengan karirnya dalam perusahaan. Manajer perlu mengkomunikasikan ataupun menunjukkan dengan jelas kepada karyawan mengenai hal-hal tertentu dalam diri karyawan yang dinilai menghambat karirnya, terutama ketika karyawan yang bersangkutan tidak menyadari adanya masalah tersebut. Dalam melakukan penilaian (appraising), manajer bertugas untuk memberikan umpan balik kepada karyawan mengenai perilaku dan hasil kerjanya. Dalam hal ini, manajer juga perlu menginformasikan dengan jelas kepada karyawan mengenai standar perusahaan, tuntutan pekerjaan, ataupun standar kebutuhan perusahaan yang dijadikan kriteria dalam memberikan penilaian terhadap perilaku dan hasil kerja karyawan tersebut. Selanjutnya, dalam bertindak sebagai penasehat (advisor), manajer bertugas untuk memberikan saran atau rekomendasi yang diperlukan bagi pengembangan karir karyawan. Manajer juga dapat membantu karyawan dalam melihat pilihan-pilihan peluang perbaikan diri yang dimilikinya ataupun berbagi pengalaman khususnya terkait dengan


(39)

pekerjaan. Sebagai agen perujuk (referring), manajer bertugas untuk menghubungkan karyawan dengan sumber daya lain yang dapat membantu karyawan meraih peningkatan dalam karirnya, misalnya merujuk karyawan kepada konselor karir, bagian personalia, dan sebagainya.

C.3. Peran Perusahaan

Perusahaan bertanggung jawab dalam menyediakan sumber daya yang dibutuhkan karyawan untuk sukses dalam perencanaan karir mereka (Noe, 2002). Sumber daya ini mencakup program maupun proses spesifik untuk perencanaan karir, yang antara lain :

 Memberikan peluang pelatihan dan pengembangan : misalnya dengan mengikutsertakan karyawan dalam seminar dengan topik manajemen karir, mengadakan pelatihan bagi manajer agar dapat lebih memahami dan mampu melaksanakan peran mereka dalam memanajemen karir pribadi maupun bawahannya, memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan keterampilan kerja karyawan sehingga menambah nilai bagi proses pengembangan karir, dan sebagainya.

 Memberikan informasi mengenai karir dan kesempatan kerja : misalnya mengumumkan kepada karyawan sehubungan dengan adanya posisi/jabatan yang sedang kosong dalam perusahaan, menerbitkan majalah atau bulletin perusahaan, membentuk website, dan usaha-usaha lainnya yang dapat membuat karyawan memperoleh informasi karir dan kesempatan kerja dalam perusahaan.


(40)

 Menyediakan fasilitas bimbingan karir : perusahaan berupaya untuk memberikan bantuan ataupun layanan kepada karyawan agar dapat lebih mengenali dan memahami potensi diri, mengenal lingkungan perusahaan agar dapat menentukan pilihan karir, ataupun mampu mengambil keputusan karir yang sesuai dengan keadaan dirinya atau persyaratan tugas/pekerjaan yang ditekuninya.

 Menyediakan jalur karir : membentuk jalur karir dan menginformasikannya secara jelas kepada karyawan. Selain jalur karir, perusahaan juga dapat memberikan informasi mengenai keahlian ataupun persyaratan lainnya yang harus dipenuhi karyawan agar dapat menduduki suatu posisi/jabatan dan langkah-langkah untuk memenuhi persyaratan tersebut.

D. Keperawatan

Direktorat Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (dalam Sumijatun, 2010) mengemukakan bahwa perawat adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal keperawatan serta mempunyai wewenang untuk melaksanakan peran fungsinya.

Peran perawat dalam lembaga kesehatan adalah memberikan pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan didasarkan pada kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan


(41)

karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri (Direktorat Pelayanan Keperawatan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan, dalam Sumijatun, 2010).

Berdasarkan uraian di atas maka pengertian keperawatan adalah pelayanan profesional yang diberikan oleh seorang perawat dalam rangka memenuhi kebutuhan kesehatan yang tidak dapat dipenuhi oleh seorang atau sekelompok individu akibat keterbatasan yang dimilikinya.

E. Rumah Sakit

E.1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Keputusan Menteri Republik Indonesia nomor

983.MENKES/SK/1992 mengenai pedoman Rumah Sakit Umum dinyatakan bahwa : ”Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan”.

WHO (dalam Sumijatun, 2010) menyatakan bahwa: ”The hospital is an

integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care both curative and whose outpatient service reach out to the family and as home environment, the hospital is also a center for the training of health workers and for bio social research”.

Definisi menurut WHO di atas menyebutkan bahwa Rumah Sakit adalah suatu bagian menyeluruh dari organisasi sosial dan medis, yang berfungsi


(42)

memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana layanannya menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan. Selain itu, Rumah Sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.

E.2. Klasifikasi Rumah Sakit

E.2.1. Klasifikasi Rumah Sakit Pemerintah

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 986/Menkes/Per/11/1992 tentang pedoman Rumah Sakit Umum menyebutkan bahwa Rumah Sakit Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit Umum tipe A, B, C, D, dan E yang didasarkan pada unsur pelayanan yang dimiliki. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Rumah Sakit Kelas A

Rumah Sakit kelas A adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah, Rumah Sakit ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi (top referral hospital) atau disebut juga Rumah Sakit Pusat.

2. Rumah Sakit Kelas B

Rumah Sakit kelas B adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan Rumah Sakit tipe B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari Rumah Sakit kabupaten. Rumah Sakit pendidikan yang tidak termasuk tipe A juga diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit tipe B.


(43)

3. Rumah Sakit Kelas C

Rumah Sakit kelas C adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran subspesialis terbatas. Terdapat empat macam pelayanan spesialis disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit tipe C ini akan didirikan di setiap kabupaten/kota (regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari puskesmas.

4. Rumah Sakit Kelas D

Rumah Sakit ini bersifat transisi karena pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan Rumah Sakit tipe D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan rumah sakit tipe C, Rumah Sakit tipe D juga menampung pelayanan yang berasal dari puskesmas.

5. Rumah Sakit Kelas E

Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit khusus (special hospital) yang menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak tipe E yang didirikan pemerintah, misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit jantung, dan rumah sakit ibu dan anak.

E.2.2. Klasifikasi Rumah Sakit Swasta

a. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama, yaitu Rumah Sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, setara dengan Rumah Sakit pemerintah kelas D.


(44)

b. Rumah Sakit Umum Swasta Madya, yaitu Rumah Sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabang, setara dengan Rumah Sakit pemerintah kelas C.

c. Rumah Sakit Umum Swasta Utama, yaitu Rumah Sakit swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik, setara dengan Rumah Sakit pemerintah kelas B.

Berdasarkan Fasilitas Pelayanan dan Kapasitas Tempat Tidur :

a. Rumah Sakit Kelas A : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dan subspesialistik luas, dengan kapasitas lebih dari 1000 tempat tidur.

b. Rumah Sakit Kelas B :

 Rumah Sakit B1, yaitu Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan medik minimal 11 (sebelas) spesialistik dan belum memiliki sub spesialistik luas, dengan kapasitas 300-500 tempat tidur

 Rumah sakit B2, yaitu Rumah Sakit yang melaksanakan pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik terbatas dengan kapasitas 500-1000 tempat tidur.

c. Rumah Sakit Kelas C : Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar, yaitu penyakit dalam, bedah, kebidanan atau kandungan, dan kesehatan, dengan kapasitas 100-500 tempat tidur.

d. Rumah Sakit Kelas D : Rumah Sakit Umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar, dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100.


(45)

F. Profil RSU ‘X’ Medan

F.1. Gambaran Umum RSU ‘X’ Medan

Klasifikasi RS : madya (kelas C)

Luas tanah : 1.358 m2

Luas bangunan : 111.665 m2

Luas perparkiran : 800 m2

Jumlah karyawan : 153 orang

Tenaga medis : 80 orang

Paramedik perawat : 168 orang

Paramedik non perawat : 20 orang

F.2. Visi, Misi, dan Tujuan RSU ‘X’ Medan

Visi : Menjadi Rumah Sakit terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu

Misi : Melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bermutu, terpadu, waktu tanggap yang cepat dan tepat, dan komitmen kinerja yang profesional disertai dengan peningkatan mutu berkelanjutan, sehingga dapat memberikan kepuasan kepada pasien, pelaksana, pemilik, dan pemerintah


(46)

Tujuan :

 mewujudkan pelayanan kesehatan yang bermutu, terpadu, waktu tanggap yang cepat dan tepat, untuk semua golongan masyarakat sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta peraturan berlaku

 menciptakan peningkatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bersifat spesialistik dan subspesialistik, bermutu, profesional, dan etis  menghasilkan semangat kerja yang tinggi, komitmen, produktifitas lebih

besar, serta memberi peluang inovatif dan meningkatkan peran serta pegawai dalam memajukan organisasi

F.3. Jenis Pelayanan RSU ‘X’ Medan

Adapun jenis pelayanan kesehatan yang disediakan oleh RSU „X‟ Medan adalah sebagai berikut :

a.Pelayanan rawat jalan

Pelayanan rawat jalan RSU „X‟ Medan dilaksanakan di lantai 1, pada waktu pagi, sore, dan malam hari. Pola pelayanan ditata dengan baik dan dilaksanakan oleh tenaga spesialis dan subspesialis yang berpengalaman. Pelayanan rawat jalan terdiri dari :

1. Poliklinik umum

2. Poliklinik gigi

3. Spesialis dan sub spesialis


(47)

5. Poliklinik diabetes

Bidang spesialis meliputi :

1. Spesialis bedah dan sub spesialis

2. Spesialis saraf

3. Spesialis jantung

4. Spesialis mata

5. Spesialis penyakit dalam dan sub spesialis

6. Spesialis anak dan sub spesialis

7. Spesialis paru dan saluran pernafasan

8. Spesialis gigi

9. Spesialis obstetrikdan ginekologi

10. Spesialis kulit dan kelamin

11. Spesialis ginjal dan hipertensi

12. Spesialis THT

b. Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap RSU „X‟ Medan dilengkapi dengan 89 tempat tidur dengan kelas yang bervariasi (Standar sampai dengan Executive) dan ditata secara baik, bersih dan nyaman.


(48)

c. Pelayanan Rawat Intensif

Pelayanan perawatan intensif RSU „X‟ Medan disediakan dan diberikan kepada pasien dalam keadaan sakit berat yang dikoordinir oleh dokter anestesi khusus

intensive care.

d. Pelayanan Bedah

Pelayanan bedah sebagai sarana layanan terpadu untuk tindakan operatif terencana maupun darurat dan diagnostik. Instalasi Bedah merupakan ruang operasi yang dilengkapi dengan peralatan canggih, terdiri dari 2 (dua) kamar operasi, ruang persiapan, dan ruang pulih sadar.

e. Pelayanan Bersalin

Memberikan pelayanan khusus kepada wanita dan ibu bersalin yang dilengkapi dengan kamar rawat inap serta kamar bayi. Selain itu, kenyamanan dan ketentraman keluarga pasien juga ikut diperhatikan.

f. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Adalah pelayanan 24 jam yang dilayani oleh para dokter dan perawat. Fasilitas pelayanan IGD meliputi emergensi 24 jam, bencana/disaster, observasi, bedah minor, kasus non emergensi diluar poliklinik, dan lain-lain.

g. Pelayanan Penunjang :

- Instalasi laboratorium : berada di Gedung C lantai dasar, dilengkapi dengan peralatan canggih serta fasilitas ruang tunggu yang nyaman dan pelayanan profesional


(49)

- Instalasi radiologi : memberikan pelayanan 24 jam dalam hal pemeriksaan foto rontgen dengan fasilitas antara lain radiologi konvensional tanpa kontras, USG (Ultra Sono Graf), dan USG color Doppler ( 4D )

- Instalasi farmasi : berada di lantai I dengan pelayanan 24 jam untuk pasien dalam dan luar rumah sakit sehingga memudahkan pasien memperoleh kebutuhan obat

- Instalasi gizi : melayani terapi gizi pasien rawat inap dan rawat jalan. Instalasi gizi juga melayani keluarga pasien dan masyarakat umum yang memesan makanan diet.

- Pelayanan pemeliharaan kesehatan : RSU „X‟ Medan melakukan pelayanan berupa layanan kesehatan secara preventif, kuratif dan rehabilitatif melalui berbagai paket medical check up.

h. Fasilitas penunjang pelayanan

RSU „X‟ Medan menyediakan armada ambulans untuk kebutuhan pasien rujukan, evakuasi kasus gawat darurat, dan menjemput/mengantar pasien dalam/luar kota.


(50)

F.4. Data Tenaga Kerja Perawat RSU ‘X’ Medan

Tabel 2.1. Data Jumlah Tenaga Kerja Perawat RSU „X‟ Medan

JABATAN JUMLAH TENAGA

Kepala Perawat 1 orang

Kepala Ruangan Poli Perawat Poli

1 orang

19 orang Kepala Ruangan UGD

Perawat UGD

1 orang

21 orang Kepala Ruangan ICU

Perawat ICU

1 orang

17 orang Kepala Ruangan OK

Perawat OK

1 orang

16 orang Kepala Ruangan Perawat VK

Perawat VK

1 orang

11 orang Kepala Ruangan Lantai 3 Nifas

Perawat Lantai 3

1 orang

7 orang Kepala Ruangan Perawat Lantai 5

Perawat Lantai 5

1 orang

23 orang Kepala Perawat Lantai 6

Perawat Lantai 6

1 orang

24 orang Kepala Ruangan Lantai 7

Perawat Lantai 7 Perawat HD

1 orang

13 orang 7 orang

TOTAL 168 orang

Sumber : Personalia RSU „X‟ Medan, April 2012

Tabel 2.2. Data Tenaga Kerja Perawat RSU „X‟ Medan berdasarkan Tingkat Pendidikan

PENDIDIKAN JUMLAH PERAWAT

Profesi Keperawatan 1 orang

S1 Keperawatan 5 orang

DIII Akademi Kebidanan 34 orang

DIII Akademi Perawat 120 orang

DI Kebidanan 3 orang

SPK 5 orang

Total 168 orang

Sumber : Personalia RSU „X‟ Medan, April 2012

Sampai dengan bulan April 2012, RSU „X‟ Medan memiliki 168 orang tenaga perawat yang terdiri dari kepala perawat, kepala ruangan/supervisor, dan


(51)

perawat pelaksana. Jabatan kepala perawat dipegang oleh satu orang saja, sementara jabatan kepala ruangan/supervisor dipegang oleh sembilan orang, dan sisanya (158 orang) berperan sebagai perawat pelaksana. Dari 168 orang tenaga perawat yang dimiliki oleh RSU „X‟ Medan, mayoritas perawat (120 orang) memiliki latar belakang pendidikan DIII Akademi Perawat.

F.5. Gambaran Pengembangan Karir Perawat di RSU ‘X’ Medan

Sejauh ini, pihak manajemen RSU „X‟ Medan menyediakan tiga tingkatan/jenjang karir bagi para perawatnya, yaitu kepala perawat sebagai jabatan keperawatan tertinggi, kepala ruangan/supervisor, dan perawat pelaksana. Umumnya, para perawat yang baru masuk untuk bekerja di RSU „X‟ Medan akan ditempatkan sebagai perawat pelaksana. Selanjutnya, dari antara para perawat pelaksana yang ada, dipilihlah beberapa orang perawat yang dinilai cocok untuk menduduki posisi kepala ruangan/supervisor. Biasanya perawat pelaksana yang terpilih ini adalah mereka yang telah berprofesi sebagai perawat selama minimal lima tahun karena diasumsikan telah memiliki keterampilan dan pengalaman kerja keperawatan yang memadai. Dengan demikian mereka diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan para perawat pelaksana yang menjadi bawahannya dalam melaksanakan tugas profesi mereka dengan baik. Sementara itu, posisi kepala perawat sebagai jabatan keperawatan tertinggi di RSU „X‟ Medan diduduki oleh satu orang perawat saja. Untuk posisi kepala perawat, RSU „X‟ Medan memilih perawat dengan kualifikasi pendidikan keperawatan yang cukup tinggi yaitu Profesi Keperawatan dengan asumsi telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kerja keperawatan yang memadai sehingga mendukung kemampuannya untuk mengarahkan para perawat bawahannya ke hasil


(52)

RSU „X‟ Medan belum memiliki aturan/ketentuan yang khusus mengatur mengenai persyaratan atau kualifikasi tertentu yang harus dimiliki oleh seorang perawat agar dapat naik ke jenjang karir tertentu. RSU „X‟ Medan juga tidak memiliki aturan/ketentuan yang khusus mengatur mengenai lama masa jabatan seorang perawat di tingkatan/jenjang karir tertentu. Promosi jabatan biasanya dilakukan ketika ada jabatan lini tengah (supervisor) ataupun lini atas (kepala perawat) yang kosong. Kekosongan jabatan tersebut biasanya dikarenakan pemegang jabatan mengundurkan diri ataupun diberhentikan dari jabatannya berdasarkan keputusan pihak manajemen. Hal ini menyebabkan waktu promosi tidak dapat diprediksi karena dapat terjadi sewaktu-waktu. Selain itu, keputusan mengenai pengangkatan seorang perawat ke jenjang karir tertentu ataupun keputusan mengenai masa jabatan seorang perawat berada sepenuhnya di tangan Direktur sebagai pimpinan tertinggi Rumah Sakit. Dalam hal ini, faktor subyektivitas Direktur dalam membuat suatu keputusan menjadi besar dan kriteria yang digunakan dalam membuat keputusan juga menjadi tidak jelas bagi orang lain


(53)

F.6. Struktur Organisasi Bidang Keperawatan RSU ‘X’ Medan DIREKTUR

KA. KEPERAWATAN

KOOR. ETIKA, MUTU &DIKLAT

KOOR. ASUHAN & PELAYANAN LOGISTIK

KA. UGD KA. RAWAT JALAN KA. UNIT HEMODIALISA KA. RAWAT INAP

POLI UMUM POLI GIGI POLI ANAK POLI MATA POLI P. DALAM POLI SYARAF POLI BEDAH POLI THT POLI KULKEL POLI OBGYN POLI PSIKIATRI POLI PARU POLI ENDOKRIN LT. 2

OK VK ICU/NICU

LT. 3

KEBIDANAN PERINATOLOGI/

NEONATI

LT. 5 LT. 6

KA. BAG PERBEKALAN &

UMUM


(54)

Dari gambar struktur organisasi keperawatan RSU „X‟ Medan diketahui bahwa lapis tertinggi diduduki oleh Direktur sebagai pucuk pimpinan Rumah Sakit. Di bawah Direktur adalah Kepala Perawat yang membawahi para Kepala Ruangan (supervisor) dan perawat pelaksana di masing-masing unit kerja. Selain itu, Kepala Perawat juga berkoordinasi dengan Bagian Asuhan dan Pelayanan; Bagian Etika, Mutu, dan Diklat Perawat; Bagian Logistik; Bagian Perbekalan dan Umum; serta Bagian Instalasi Gizi dalam menjalankan fungsi keperawatan di Rumah Sakit. Bagian Asuhan dan Pelayanan; Bagian Etika, Mutu, dan Diklat Perawat; serta Bagian Logistik dikelola oleh Personalia yang bekerjasama dengan Kepala Perawat.


(55)

BAB III

METODEPENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan hasil suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan keputusan hasil penelitian. Pembahasan dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subyek penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisis (Hadi, 2002).

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran mengenai objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2007).

Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara sistematik dan akurat mengenai fakta dan karakteristik populasi atau bidang tertentu. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif sehingga tidak mencari penjelasan, menguji hipotesis, maupun membuat prediksi (Azwar, 2004).

A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

A.1. Variabel Penelitian

Penelitian ini terdiri dari satu variabel yaitu persepsi perawat terhadap pengembangan karir di RSU „X‟ Medan.


(56)

A.2. Definisi Operasional

Suatu definisi operasional merupakan spesifikasi kegiatan peneliti dalam mengukur suatu variabel atau memanipulasinya. Suatu definisi operasional merupakan semacam buku pegangan yang berisi petunjuk bagi peneliti. Definisi ini memberikan batasan atau arti suatu variabel dengan merinci hal yang harus dikerjakan oleh peneliti untuk mengukur variabel tersebut (Kerlinger, 2003).

Variabel dalam penelitian ini adalah persepsi perawat terhadap pengembangan karir di RSU „X‟ Medan. Pengukuran persepsi perawat terhadap pengembangan karir di RSU „X‟ Medan dilakukan dengan menggunakan skala Persepsi Pengembangan Karir Perawat yang dikonstruk oleh peneliti berdasarkan teori pengembangan karir yang dikemukakan oleh Noe (2002). Noe (2002) mengemukakan bahwa karyawan, manajer, dan perusahaan adalah tiga pihak yang berperan penting dalam hal pengembangan karir karyawan dan masing-masing pihak ini memiliki tanggung jawab tertentu dalam pelaksanaan program pengembangan karir yang ada di perusahaan tersebut. Berdasarkan hal ini, persepsi perawat terhadap pengembangan karir di RSU „X‟ Medan dapat didefinisikan sebagai penilaian perawat RSU „X‟ Medan mengenai peran diri sendiri (individu), peran manajer, dan peran perusahaan dalam melakukan usaha untuk mencapai tujuan karir individu dan perusahaan.

Tabel 3.1. Definisi Operasional Persepsi Perawat Terhadap Pengembangan Karir di RSU „X‟ Medan

No. PIHAK DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR

1. Individu Penilaian perawat mengenai peran dirinya sendiri dalam mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan karir serta melakukan usaha untuk mencapai tujuan tersebut

- Mengidentifikasi kebutuhan karir diri sendiri

- Meminta umpan balik dari

supervisor dan rekan kerja

- Membuka diri terhadap berbagai kesempatan belajar


(57)

dari berbagai kelompok berbeda baik di dalam/luar perusahaan

- Menciptakan visibilitas diri 2. Manajer Penilaian perawat mengenai peran

supervisor dalam memberikan

coaching, penilaian, nasehat, dan

rujukan yang berguna untuk mengembangkan karir perawat

- Merumuskan, mendalami, dan memperjelas masalah karir yang dimiliki perawat

- Memberikan umpan balik kepada perawat mengenai perilaku dan hasil kerjanya - Memberikan saran atau

rekomendasi yang diperlukan bagi pengembangan karir perawat

- Menghubungkan perawat dengan sumber daya lain yang dapat membantu peningkatan karirnya

3. Perusahaan Penilaian perawat mengenai peran manajemen RSU „X‟ Medan dalam mengarahkan perawat untuk mencapai tujuan karir perawat dan RS

- Memberikan peluang pelatihan dan pengembangan - Memberikan informasi

mengenai karir dan kesempatan kerja

- Menyediakan fasilitas bimbingan karir

- Menyediakan jalur karir

Skor tinggi pada Skala Persepsi Pengembangan Karir Perawat di RSU „X‟ Medan menunjukkan adanya persepsi positif perawat mengenai pengembangan karirnya di RSU „X‟ Medan dan skor rendah pada skala ini menunjukkan adanya persepsi negatif perawat mengenai pengembangan karirnya di RSU „X‟ Medan.

B. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling

B.1. Populasi Penelitian

Hadi (2002) menyatakan bahwa populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk yang


(58)

sedikitnya memiliki satu sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat RSU „X‟ Medan.

B.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dimiliki dan harus memiliki paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2002). Sampel dalam penelitian ini adalah perawat RSU „X‟ Medan yang telah bekerja dua tahun atau lebih. Adapun alasan dipilihnya perawat tetap yang telah bekerja selama dua tahun atau lebih adalah karena dengan masa kerja minimal dua tahun dianggap perawat tersebut telah cukup memiliki pemahaman tentang situasi dan aturan-aturan dalam Rumah Sakit (McShane & Glinow, 2000).

B.3. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dalam penggunaan teknik sampling ini, peneliti menentukan karakteristik dari populasi yang diminati dan kemudian mencoba untuk mencari individu yang memenuhi karakteristik tersebut (Johnson & Christensen, 2004).

Sebagai contoh, seorang peneliti yang tertarik untuk meneliti para wanita dewasa berusia lebih dari 65 tahun yang mengikuti program pendidikan lanjutan. Ketika kelompok sudah ditemukan, peneliti meminta mereka yang memenuhi kriteria untuk berpartisipasi dalam penelitian. Ketika jumlah partisipan sudah dirasa cukup, peneliti tidak lagi meminta yang lainnya untuk ikut berpartisipasi. Singkatnya, teknik purposive sampling adalah teknik sampling nonrandom dimana peneliti mengumpulkan individu-individu dengan karakteristik tertentu untuk berpartisipasi dalam penelitian (Johnson & Christensen, 2004).


(59)

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data penelitian yang diperlukan. Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa skala Persepsi Pengembangan Karir Perawat yang dikonstruk oleh peneliti berdasarkan teori pengembangan karir yang dikemukakan oleh Noe (2002).

Skala Persepsi Pengembangan Karir Perawat mengukur sejauh mana peran ketiga elemen yang bertanggungjawab dalam pengembangan karir karyawan dalam suatu perusahaan, yaitu : karyawan, manajer, dan perusahaan. Pengukuran terhadap peran masing-masing elemen tersebut akan diuraikan ke dalam sejumlah pernyataan dengan empat pilihan respon yaitu SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Setiap pilihan respon tersebut memiliki skor masing-masing tergantung dari jenis aitem, apakah favourable atau

unfavourable.

Tabel 3.2. Blue Print Distribusi Aitem dalam Skala Persepsi Pengembangan Karir Perawat Sebelum Uji Coba

No Pihak Indikator Aitem Total

Favourable Unfavourable

1. Individu Mengidentifikasi

kebutuhan karir diri sendiri

1, 27 14, 38 4

4

4

4 4 Meminta umpan balik

dari manajer dan rekan kerja

2, 28 15, 39

Membuka diri terhadap berbagai kesempatan belajar

3, 29 16, 40

Berinteraksi dengan perawat dari berbagai kelompok berbeda baik di dalam/luar perusahaan

4, 30 17, 41

Menciptakan visibilitas diri


(1)

rekan sekerja daripada menyelesaikan pekerjaan, dan kecenderungan berpindah tempat kerja meningkat (Robbins, 1996).


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara umum mean empirik persepsi pengembangan karir perawat pelaksana di RSU „X‟ Medan tergolong rendah dibandingkan populasi secara umum.

2. Persepsi pengembangan karir berdasarkan peran individu tergolong positif, ini berarti perawat mempersepsi dirinya telah menjalankan perannya dalam mengidentifikasi kebutuhan dan tujuan karir serta melakukan usaha-usaha pribadi untuk mencapai tujuan karirnya tersebut, seperti meminta umpan balik dari supervisor dan rekan kerja, membuka diri terhadap berbagai kesempatan belajar, berinteraksi dengan perawat dari berbagai kelompok berbeda baik di dalam/luar perusahaan, dan menciptakan visibilitas diri dalam lingkungan kerjanya.

3. Persepsi pengembangan karir berdasarkan peran supervisor tergolong negatif, ini berarti perawat mempersepsi supervisor belum berperan aktif dalam merumuskan, mendalami, dan memperjelas masalah karir yang dimiliki perawat; belum memberikan umpan balik kepada perawat mengenai perilaku dan hasil kerjanya; belum memberikan saran atau rekomendasi yang diperlukan bagi pengembangan karir perawat; dan belum menghubungkan perawat dengan sumber daya lain yang dapat membantu peningkatan karirnya.


(3)

4. Persepsi pengembangan karir berdasarkan peran perusahaan tergolong negatif, ini berarti perawat mempersepsi pihak manajemen RSU „X‟ Medan belum berperan aktif dalam mengarahkan perawat untuk mencapai tujuan karir perawat dan Rumah Sakit, diantaranya belum berperan aktif dalam memberikan peluang pelatihan dan pengembangan, belum berperan aktif dalam memberikan informasi mengenai karir dan kesempatan kerja, dan belum menyediakan fasilitas bimbingan karir ataupun jalur karir yang sesuai bagi perawat.

B.Saran

B.1. Saran metodologis

1. Untuk peneliti yang tertarik dengan penelitian ini disarankan untuk membuat kategorisasi persepsi ke dalam dua kategori yaitu persepsi positif dan negatif sehingga dengan demikian akan dapat memberikan batasan yang tegas tentang perbedaan persepsi yang dimiliki oleh subyek penelitian.

2. Peneliti lain diharapkan dapat mengkaji lebih dalam mengenai atribut yang dimiliki oleh sampel penelitian yang dapat mempengaruhi persepsi pengembangan karir, misalnya usia, lama bekerja, tingkat pendidikan, dan sebagainya.

3. Penggunaan wawancara sebagai salah satu instrumen pengambilan data merupakan hal yang penting sehingga peneliti selanjutnya perlu meningkatkan kemampuan dalam melakukan wawancara agar hasil yang diperoleh menjadi lebih informatif.


(4)

B.2. Saran praktis untuk RSU ‘X’ Medan

Mayoritas perawat RSU „X‟ Medan mempersepsi pengembangan karir mereka di Rumah Sakit tersebut terbatas pada usaha yang dijalankan oleh perawat sendiri sementara supervisor dan pihak manajemen RSU „X‟ Medan dinilai belum menjalankan perannya dalam usaha pengembangan karir perawat. Oleh karena itu, pihak manajemen sebaiknya menyusun suatu instrumen untuk pengembangan karir perawat. Salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan adalah penilaian kinerja perawat berbasis kompetensi. Bagi para perawat, informasi mengenai kompetensi yang dibutuhkan dapat memberikan gambaran mengenai pengetahuan, keterampilan, dan karakteristik pribadi seperti apa yang diharapkan oleh pihak manajamen Rumah Sakit sehingga perawat dapat membuat rencana pengembangan diri dalam rangka memenuhi kompetensi yang diharapkan tersebut. Bagi supervisor dan pihak manajemen Rumah Sakit, informasi mengenai kompetensi yang dibutuhkan dapat dijadikan panduan untuk menilai apakah pengetahuan, keterampilan, dan karakteristik pribadi yang ditunjukkan oleh seorang perawat di suatu unit kerja tertentu telah sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan di unit kerja tersebut. Hasil penilaian tersebut kemudian dapat digunakan untuk membantu supervisor dan pihak manajemen Rumah Sakit dalam mengenali dan merancang jenis pelatihan yang berguna untuk meningkatkan kompetensi perawat serta sebagai bahan masukan dalam membuat keputusan promosi dalam rangka mengembangkan karir perawat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L. 2006. Pengantar Psikologi. 11th ed. Jakarta : Interaksara.

Azwar, S. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Bernardin, H.J. 2003. Human Resource Management : An Experiential Approach. 3rd ed. New York : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Chaplin, J.P. 2008. Kamus Psikologi Lengkap. Jakarta : PT Raja Grafindo.

Depkes RI. 1992. Pedoman Rumah Sakit Umum. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/Menkes/Per/11/1992.

Depkes RI. 1992. Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992.

Hadi, S. 2002. Methodology Research Jilid I, II, III & IV. Yogyakarta: Andi Offset.

Johnson, B. & Christensen, L.2004. Educational Research : Quantitative, Qualitative, And Mixed Approches. 2nd ed. USA : Pearson Education Inc.

Kerlinger, F.N. 2003. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Houston & Marquis, B. 2000. Leadership Roles And Management Function In Nursing. Philadelphia : Lippincott Company.

McShane, S.L. & Glinow, M.A.V. 2003. Organizational Behavior. 2nd ed. New York : McGraw-Hill.


(6)

Nawawi, H.H. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Noe, R.A. 2002. Employee Training And Development. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc.

Robbins, S.P. 1996. Personnel, The Management of Human Resources. USA : Prentice-Hall, Inc.

Sugiyono. 2007. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.

Sumijatun. 2010. Konsep Dasar Menuju Keperawatan Profesional. Jakarta : CV Trans Info Media.

Zulkarnain, Mahamood Y, & Omar F. 2010. Implication of Career Development And Demografic Factors on Quality of Work Life. Jurnal Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Volume 37. Juni 2010. Hal : 1 – 129.