Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di RSU.Dr.Pirngadi Medan

(1)

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSU Dr.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

TESIS

Oleh

BENI SATRIA 087013003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF PHYSICAL ENVIRONMENT ON WORKING SPIRIT OF THE NURSES AT Dr. PIRNGADI GENERAL HOSPITAL

MEDAN IN 2012

THESIS

By

BENI SATRIA 087013003/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BENI SATRIA 087013003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH LINGKUNGAN FISIK

TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

Nama Mahasiswa : Beni Satria Nomor Induk Mahasiswa : 087013003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Dra. Syarifah, M.S Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada tanggal : 26 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R.Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, M.S.I.E 3. Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH LINGKUNGAN FISIK TERHADAP SEMANGAT KERJA PERAWAT DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

BENI SATRIA


(7)

ABSTRAK

Semangat Kerja pada hakekatnya adalah perwujudan moral kerja yang tinggi. Semangat kerja harus menjadi perhatian, sebab semangat kerja yang timbul akan meningkatkan professional kerja dan juga meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan Keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan mengalami penurunan kualitas pelayanan 9 % perawat yang berstatus PNS sering mangkir (2008) menjadi 12 % pada tahun 2009, rata-rata ketidakhadiran mencapai 2-5 hari (2008) meningkat menjadi 4-9 hari (2009), keterlambatan perawat 11-18 % (2008) meningkat menjadi 15-20 % pada tahun 2009 dari jumlah perawat yang bertugas.

Jenis penelitian ini merupakan explanatory survey yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 596 orang. Sampel penelitian berjumlah 240 orang yang diambil dengan simple random sampling. Data diperoleh melalui pengisisan kuesioner angket dan pengamatan, dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan lingkungan fisik yang meliputi pencahayaan, dan sikap kerja mempunyai pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat.

Disarankan kepada pihak manajemen RSUD Dr. Pirngadi Medan agar memperhatikan kenyamanan perawat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melalui fasilitas fisik Rumah Sakit terutama ruang kerja perawat. Kepada Kepala ruangan perawat agar memantau dan memperhatikan secara rutin lingkungan kerja fisik perawat sehingga ruangan perawat menjadi tempat yang nyaman dalam bekerja demi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(8)

ABSTRACT

Working spirit is in fact a manifestation of high working moral. Working spirit must be paid attention because it will improve work professionalism and service quality. Nursing service at Dr. Pirngadi General Hospital Medan has experienced a decline in service quality. Of all the nurses on duty, 9% of the nurses with Civil Servant status frequently were absent from work in 2008 and the percentage increased to 12% in 2009; the average absence of the nurses reached 2 – 5 days in 2008 and increased to 4 – 9 days in 2009; and 11 – 18% of the nurses came late to work in 2008 and the percentage increased to 15-20% in 2009.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of physical environment (temperature, lighting, noise, ventilation, sanitary and work attitude) on the working spirit of the nurses at Dr. Pirngadi General Hospital Medan. The population of this study was all of the 596 nurses working at Dr. Pirngadi General Hospital Medan and 240 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through chi-square test.

The result of this study showed that physical environment including lighting and work attitude had a significant influence on working spirit of the nurses.

The management of Dr. Pirngadi General Hospital Medan is suggested to pay attention to the comfort of the nurses in doing their duties and responsibilities through the physical facilities of the hospital especially the nurses’ station. The Head of Nurse’s Station should monitor and routinely pay attention to the physical working environment of the nurses that the nurse’s station becomes a comfortable working place to achieve the health service quality in a hospital.


(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘Alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya dan atas izinNya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul ” Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di RSU.Dr.Pirngadi Medan”.

Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan guna memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen RSU.Dr.Pirngadi Medan guna lebih meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan. Banyak sekali bantuan dari berbagai pihak yang telah penulis dapatkan selama menjalani pendidikan, melaksanakan penelitian serta menyusun tesis ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp. A (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S.


(10)

3. Komisi Pembimbing Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Dra. Syarifah, MS yang telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian serta dukungan semangat dari awal hingga selesainya tesisi ini.

4. Komisi penguji Prof. Dr. A. Rahim Matondang, M.S.I.E. dan Siti Zahara Nasution,S. Kp, MNS yang telah memberi masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini.

5. Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit RSU.Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum dr. PIRNGADI Medan

6. Terima kasih Ibu Linny Lumongga,S.Kp selaku kepala bidang keperawatan RSU.dr.Pirngadi Medan yang telah sangat banyak membantu dalam pengumpulan data juga memberi masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

7. Terima kasih kepada bapak Ir.Khairuddin selaku Insinyur Teknis RSU dr.Pirngadi Medan yang banyak membantu dalam pengumpulan data fisik juga masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini.

8. Sumber kekuatan dan inspirasi, orang tua tercinta ayahanda (H.Juadi) dan ibunda (Almh.Hj.Laisyah), yang selalu dengan sabar mendidik, memberi semangat, doa dan kasih sayang serta menanamkan nilai-nilai luhur yang tidak pernah terlupakan. Semoga ayah panjang umur dan sehat selalu dan ibunda tenang, tentram di sisi-Nya


(11)

9. Istri tercinta dr.Fitriana Nasution terima kasih atas cintanya, kesabarannya dan perhatiannya, ketulusannya, dan dorongan semangatnya, semoga kita berdua dapat mencapai cita-cita kita.

10. Teman-teman di Universitas Sumatera Utara, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Administrasi Rumah Sakit angkatan 2008.

11. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari, tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun penulisan. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini. Ahirnya penulis mengharapkan agar tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2012 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

BENI SATRIA, lahir pada tanggal 30 Oktober tahun 1980 di Medan Propinsi Sumatera Utara, anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Juadi dan Ibunda Almh.Hj.Laisyah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari Sekolah Dasar Swasta Laks.Martadinata selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 9 Medan selesai 1996, SMU Negeri 7 Medan selesai tahun 1999, Fakultas Kedokteran UISU Medan selesai tahun 2006.

Penulis bekerja sebagai Dokter Jaga IGD di RSU.Imelda Medan tahun 2005, Dokter Jaga IGD di RSU Bandung Medan tahun 2006 – 2007, Dokter Jaga Klinik Citra Medika Medan tahun 2006, Dokter Kontrak PT.Arindo I & II Petapahan,Kampar,Riau tahun 2006. Dokter dan penanggung jawab Klinik dan Rumah Bersalin Mariani tahun 2007 – 2010, Direktur Klinik PKBI SUMUT tahun 2007 – 2011, Direktur Klinik Laisya tahun 2010 – sekarang, Konsultan Medis Natasha Skin care tahun 2010 - sekarang. Narasumber Talkshow All about Woman di Radio LafeMme FM tahun 2010 – sekarang. Anggota IDI Medan 2006-sekarang. Pengurus IDI SUMUT 2009-sekarang. Dan memasuki Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU Minat Studi Administrasi Rumah Sakit sejak tahun 2008 sampai dengan selesai tahun 2012.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Lingkungan Fisik ... 12

2.1.1 Pengertian Lingkungan Fisik ... 12

2.1.2. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)... . 18

2.1.3. Unsur-unsur Lingkungan Fisik... . 21

2.1.4. Unsur-unsur Lingkungan Fisik Terkait Penelitian... 23

2.2. Semangat Kerja ... 41

2.2.1. Pengertian Semangat Kerja ... 41

2.2.2. Aspek-aspek Semangat Kerja ... 46

2.2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Semangat Kerja ... 48

2.2.4. Indikasi Turunnya Semangat Kerja... 50

2.2.5. Sebab-sebab Turunnya Semangat dan Kegairahan Kerja... 52

2.2.6. Cara Meningkatkan Semangat dan Gairah Kerja ... 52

2.2.7. Unsur-unsur yang Memengaruhi Semangat Kerja... ... 54

2.3. Landasan Teori ... 57

2.4. Kerangka Konsep ... 61

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 64

3.1. Jenis Penelitian ... 64

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 64


(14)

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 66

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 68

3.5.1. Identifikasi Variabel ... 68

3.5.2. Definisi Operasional Penelitian ... 69

3.6. Metode Pengukuran ... 71

3.7. Metode Analisis Data ... 72

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 75

4.1. Gambaran Umum ... 75

4.1.1. Sejarah Perkembangan ... 75

4.1.2. Visi dan Misi ... 76

4.1.3. Susunan Pegawai dan Jenis Ketenagaan ... 76

4.2. Karakteristik Responden ... 77

4.2.1. Karakteristik Perawat ... 77

4.2.2. Karakteristik Lingkungan Fisik Perawat ... 78

4.2.3. Karakteristik Lingkungan Fisik Menurut Jawaban Responden ... 82

4.3. Analisis Univariat ... 83

4.3.1. Suhu Udara ... 83

4.3.2. Pencahayaan ... 85

4.3.3. Suara ... 86

4.3.4. Penghawaan Ruangan... 88

4.3.5. Kebersihan ... 88

4.3.6. Sikap Kerja ... 90

4.3.7. Semangat Kerja ... 91

4.3.8. Presensi ... 91

4.3.9. Tanggungjawab ... 92

4.3.10.Kerjasama ... 94

4.3.11.Kegairahan ... 95

4.3.12.Hubungan yang harmonis ... 96

4.4. Analisis Bivariat ... 97

4.5. Analisis Multivariat ... 100

BAB 5. PEMBAHASAN ... 103

5.1. Pengaruh Suhu Udara terhadap Semangat Kerja Perawat ... 103

5.2. Pengaruh Pencahayaan terhadap Semangat Kerja Perawat ... 106

5.3. Pengaruh Suara terhadap Semangat Kerja Perawat ... 110

5.4. Pengaruh Penghawaan Ruangan terhadap Semangat Kerja Perawat ... 113

5.5. Pengaruh Kebersihan terhadap Semangat Kerja Perawat ... 115

5.6. Pengaruh Sikap Kerja terhadap Semangat Kerja Perawat ... 116


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1. Kesimpulan ... 121

6.2. Saran ... 122

DAFTAR PUSTAKA ... 124


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Jumlah Perawat di Ruang Rawat Inap Kelas I,II,III, VIP, Khusus... 65 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian... 69 3.3. Variabel dan Definisi Operasional ... 70 3.4. Pengukuran Variabel Indikator, Skor Maksimum, Hasil Ukur dan

Skala Ukur Penelitian ... 71 4.1. Distribusi Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSU

Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 ... 76 4.2. Karakteristik Perawat di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2012 ... 78 4.3. Karakteristik Lingkungan Kerja Fisik Perawat RSU Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2012 ... 79 4.4. Hasil perbandingan ukuran standar denah Pos Kerja Perawat dan pos kerja RSU Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012... 81 4.5. Distribusi Lingkungan Fisik Perawat RSU Dr. Pirngadi Medan 2012.... 82 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Suhu di Ruang

Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 84 4.7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Pencahayaan

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 86 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Suara di Ruang


(17)

4.9. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Penghawaan

Ruangan di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2... 88 4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kebersihan

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 89 4.11. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Sikap Kerja

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 90 4.12. Distribusi Semangat Kerja Perawat di RSU Dr. Pirngadi Medan 2012. 91 4.13. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Presensi di Ruang

Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 92 4.14. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Tanggungjawab

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 93 4.15. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kerjasama

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 94 4.16. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Kegairahan

di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 95 4.17. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Mengenai Hubungan yang

Harmonis di Ruang Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012 ... 96 4.18. Hubungan Lingkungan Fisik dengan Semangat Kerja Perawat di Ruang

Rawat Inap RSU Dr. Pirngadi Medan 2012... 99 4.19. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Identifikasi Variabel yang akan


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 64 4.1 Denah Pos Kerja Perawat Tampak Atas ... 80 4.2 Denah Pos Kerja Perawat Tampak Samping ... 81


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner ... 119

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 127

3. Distribusi Frekuensi ( Uji Univariat ) ... 142

4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat ) ... 159


(20)

ABSTRAK

Semangat Kerja pada hakekatnya adalah perwujudan moral kerja yang tinggi. Semangat kerja harus menjadi perhatian, sebab semangat kerja yang timbul akan meningkatkan professional kerja dan juga meningkatkan kualitas pelayanan. Pelayanan Keperawatan RSU Dr. Pirngadi Medan mengalami penurunan kualitas pelayanan 9 % perawat yang berstatus PNS sering mangkir (2008) menjadi 12 % pada tahun 2009, rata-rata ketidakhadiran mencapai 2-5 hari (2008) meningkat menjadi 4-9 hari (2009), keterlambatan perawat 11-18 % (2008) meningkat menjadi 15-20 % pada tahun 2009 dari jumlah perawat yang bertugas.

Jenis penelitian ini merupakan explanatory survey yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bertugas di RSUD Dr. Pirngadi Medan yang berjumlah 596 orang. Sampel penelitian berjumlah 240 orang yang diambil dengan simple random sampling. Data diperoleh melalui pengisisan kuesioner angket dan pengamatan, dianalisis dengan menggunakan uji chi-square.

Hasil penelitian menunjukkan lingkungan fisik yang meliputi pencahayaan, dan sikap kerja mempunyai pengaruh yang signifikan dengan semangat kerja perawat.

Disarankan kepada pihak manajemen RSUD Dr. Pirngadi Medan agar memperhatikan kenyamanan perawat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melalui fasilitas fisik Rumah Sakit terutama ruang kerja perawat. Kepada Kepala ruangan perawat agar memantau dan memperhatikan secara rutin lingkungan kerja fisik perawat sehingga ruangan perawat menjadi tempat yang nyaman dalam bekerja demi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit.


(21)

ABSTRACT

Working spirit is in fact a manifestation of high working moral. Working spirit must be paid attention because it will improve work professionalism and service quality. Nursing service at Dr. Pirngadi General Hospital Medan has experienced a decline in service quality. Of all the nurses on duty, 9% of the nurses with Civil Servant status frequently were absent from work in 2008 and the percentage increased to 12% in 2009; the average absence of the nurses reached 2 – 5 days in 2008 and increased to 4 – 9 days in 2009; and 11 – 18% of the nurses came late to work in 2008 and the percentage increased to 15-20% in 2009.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of physical environment (temperature, lighting, noise, ventilation, sanitary and work attitude) on the working spirit of the nurses at Dr. Pirngadi General Hospital Medan. The population of this study was all of the 596 nurses working at Dr. Pirngadi General Hospital Medan and 240 of them were selected to be the samples for this study through simple random sampling technique. The data for this study were obtained through observation and questionnaire distribution. The data obtained were analyzed through chi-square test.

The result of this study showed that physical environment including lighting and work attitude had a significant influence on working spirit of the nurses.

The management of Dr. Pirngadi General Hospital Medan is suggested to pay attention to the comfort of the nurses in doing their duties and responsibilities through the physical facilities of the hospital especially the nurses’ station. The Head of Nurse’s Station should monitor and routinely pay attention to the physical working environment of the nurses that the nurse’s station becomes a comfortable working place to achieve the health service quality in a hospital.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan dengan fungsi yang kompleks dengan padat pakar dan padat modal. Untuk melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang professional baik di bidang teknis medis maupun administrasi kesehatan. Salah satu tenaga di rumah sakit adalah perawat dengan pelayanan keperawatannya. Indikator keberhasilan Rumah Sakit yang efektif dan efesien adalah tersedianya sumber daya manusia yang cukup dengan kualitas yang tinggi, profesional, sesuai dengan fungsi dan tugas setiap personil (Depkes, 2002).

Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini, bukan hanya tugas pimpinan tapi menjadi tugas semua karyawan rumah sakit termasuk pasien dan pengunjungnya. Dengan demikian akan diperoleh suasana yang nyaman, aman, asri, tentram, bebas dari segala gangguan sehingga dapat memberikan kepuasan pasien dalam membantu proses penyembuhan penyakit.

Dalam setiap organisasi maupun perusahaan, karyawan atau pegawai mempunyai peranan penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Karyawan pada hakekatnya merupakan salah satu unsur yang menjadi sumber daya dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia inilah yang menjadikan suatu organisasi bisa menjalankan kegiatan sehari-hari. Karyawan sebagai sumber jalannya bagi


(23)

organisasi, memungkinkan berfungsinya suatu organisasi dan menjadi unsur terpenting dalam manajemen. Oleh karena itu peranan manusia sangat penting dalam usaha pencapaian tujuan suatu organisasi. Hal ini dapat dilihat dari segala aktivitas yang dilakukan oleh para karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, oleh karena itu perlu mendapatkan dorongan untuk dapat bekerja dengan baik sehingga efektivitas dan efesiensi dapat tercapai dengan baik pula. Dorongan tersebut adalah berupa pemenuhan kebutuhan karyawan, yaitu dengan pemberian gaji yang baik, jaminan kesejahteraan dan jaminan kerja. Di samping itu, lingkungan fisik juga dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan dalam pelaksanaan tugas karyawan (Gie, 2000).

Pelayanan perawat dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan salah satu faktor penentu citra dan mutu rumah sakit, disamping itu tuntutan masyarakat terhadap pelayanan perawat yang bermutu semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran akan hak dan kewajiban dari masyarakat. Kualitas pelayanan harus terus ditingkatkan sehingga upaya pelayanan kesehatan dapat mencapai hasil yang optimal (Nursalam, 2002).

Masalah perawat yang sering timbul di rumah sakit pemerintah yang disuarakan oleh masyarakat baik secara langsung maupun melalui media massa seperti majalah, surat kabar, dan televisi menyangkut penurunan pelayanan perawat meliputi penampilan, sikap perawat dalam menjalankan perannya diantaranya mengenai ; ketrampilan, keramahan, disiplin, perhatian, tanggung jawab yang kurang (Rifai, 2000).


(24)

Depkes RI (1994) melaporkan bahwa yang menjadi isu prioritas utama perawat tentang kondisi kerja antara lain perawat membutuhkan lingkungan kerja yang kondusif, melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi, pendidikan dan pelatihan, sistem penghargaan termasuk kesejahteraan, menghargai atau menghormati antar profesi, serta ada sarana dan prasarana yang mendukung terselenggaranya pelayanan.

Lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap semangat kerja dimana perawat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan sebagaimana yang diharapkan tanpa ditunjang lingkungan kerja yang mendukung kenyamanan perawat didalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari sangat tergantung pada lingkungan kerja tempat mereka bekerja. Jika ada hal-hal yang tidak kondusif dan gangguan pada lingkungan tempat pegawai tersebut bekerja secara langsung dan berdampak buruk pada konsentrasi bekerja para perawat yang akhirnya berpengaruh terhadap semangat kerja perawat tersebut (Nawawi, 2001)

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Benny Poliman, di Rumah Sakit Honoris Jakarta, ternyata disain bangunan yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan, akan menghasilkan antara lain : Physical Comfort, meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang sesuai, tidak bising, furniture yang nyaman dan tidak berbau. Social contact, meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak mudah di dengar orang yang tidak berkepentingan). Symbolic meaning, seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang tidak nyaman akan mengesankan kurang menghargai pasien (Miller & Swensson, 1995).


(25)

Kondisi lingkungan fisik ruang perawatan memerlukan situasi yang tenang, nyaman, asri, tentram, bersih dan syarat-syarat tertentu harus dapat dipenuhi untuk dipakai sebagai tempat merawat orang sakit. Untuk menuju kearah itu sebenarnya rumah sakit telah mempunyai dasar acuan berupa PERMENKES No.982/1992, tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit antara lain : (1) Lokasi atau lingkungan rumah sakit yaitu rasa nyaman, ketenangan, aman, terhindar dari pencemaran, dan bersih, (2) Keadaan ruangannya yaitu lantai dan dinding yang bersih, memiliki penerangan yang cukup, tersedia tempat sampah, bebas bau tidak sedap, bebas dari gangguan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Memiliki lubang penghawaan yang cukup sehingga menjamin penggantian udara dalam kamar dengan baik, (3) Begitu juga tentang atap, langit-langit, pintu, harus sesuai dengan yang telah ditentukan.

Kondisi lingkungan kerja dan pelaksanaan praktik keperawatan profesional di Indonesia belum banyak diketahui. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kamil (2002) di salah satu rumah sakit di Banda Aceh, menemukan bahwa penerapan proses keperawatan di ruang rawat inap dilakukan kurang baik sebesar 57,5%. Penelitian Netty (2002) di salah satu rumah sakit di Jakarta juga menemukan bahwa penerapan proses keperawatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana sebesar 41,6% adalah tidak baik. Kedua penelitian tersebut belum menggali secara terperinci tentang kondisi yang dirasakan perawat. Menurut Brook dan Anderson (2004) penyebab penerapan proses keperawatan yang masih kurang baik adalah karena masalah


(26)

lingkungan kerja perawat yang belum diselesaikan dengan baik pula sehingga menurunkan kualitas dari hasil kerjanya.

Menurut Adeyani (2010) sikap kerja dan lingkungan kerja merupakan bagian dari aspek ergonomik yaitu penyesuaian pekerjaan antara alat kerja, lingkungan kerja dan manusia, dengan memperhatikan kemampuan dan keterbatasan manusia itu sehingga tercapai suatu keserasian antara manusia dan pekerjaannya yang akan meningkatkan kenyamanan kerja dan produktifitas kerja. Menurut Yenni (2011) sikap tubuh dalam bekerja merupakan faktor resiko ditempat kerja. Sikap tubuh dalam bekerja berhubungan dengan tempat duduk, meja kerja dan luas pandangan. Sikap tubuh saat melakukan setiap pekerjaan dapat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pekerjaan.

Lingkungan praktik keperawatan yang nyaman, tenang, dan bersih sangat bermanfaat bagi perawat dan dapat meningkatkan kualitas perawatan klien (Mc Cusker, 2004). Komponen dari lingkungan fisik yaitu sesuatu yang berada di sekitar para pekerja yang meliputi warna, cahaya, udara, suara serta musik yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995). Komponen lingkungan fisik ini yang akan digali lebih luas didalam penelitian ini.

Lingkungan fisik yang baik akan mendorong timbulnya semangat kerja karyawan. Dengan semangat kerja yang tinggi, karyawan akan dapat bekerja dengan perasaan senang dan bergairah sehingga mereka dapat berprestasi dengan baik. Sebaliknya apabila lingkungan fisik buruk tentu produktivitas kerja menurun, karena


(27)

karyawan akan merasa tidak nyaman dalam bekerja. Dengan semangat kerja yang tinggi maka kualitas sumber daya manusia dapat meningkat sehingga tujuan organisasi yang telah ditetapkan dapat tercapai (Nitisemito, 2000)

Semangat kerja merupakan sikap yang perlu dimiliki oleh karyawan, sedangkan semangat kerja itu sendiri adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan baik (Nitisemito, 2000). Adanya semangat kerja dapat tercermin jika karyawan merasa senang dengan pekerjaannya, karyawan akan lebih banyak memberikan perhatian, imajinasi dan lebih terampil dalam melakukan pekerjaan mereka.

Semangat kerja dipengaruhi oleh faktor material dan non material. Pemenuhan kebutuhan yang sifatnya material bukanlah satu-satunya faktor penentu yang dapat membuat karyawan bersemangat dalam bekerja. Pemenuhan kebutuhan non material seperti kenyamanan tempat bekerja karyawan adalah faktor yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Dalam menciptakan kenyamanan kerja kondisi lingkungan kerja perlu mendapat perhatian baik dari pimpinan atau manajer maupun karyawannya sendiri dari segi kebersihan, suhu udara dalam ruang kerja, penerangan yang dapat masuk ruangan kerja dan suasana yang dapat mengganggu pendengaran sehingga dapat mengurangi konsentrasi dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Lingkungan kerja atau prasarana fisik yang baik, dapat membantu mengurangi kejenuhan dan kelelahan bagi para karyawan (Nitisemito, 2000)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Depi (2010) di Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan, menemukan bahwa lingkungan kerja yang meliputi :


(28)

kepemimpinan dan manajemen, kendali terhadap beban kerja, kendali terhadap praktik, sumber yang memadai berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku kerja perawat yaitu : kemangkiran, keterlambatan, cepat pulang. Penelitian tersebut belum menggali secara terperinci tentang kondisi lingkungan kerja fisik berupa suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja yang menjadi tempat perawat bertugas yang kemungkinan menjadi penyebab penerapan proses keperawatan masih kurang baik disebabkan oleh karena masalah lingkungan kerja fisik perawat yang belum diselesaikan dengan baik sehingga menurunkan semangat kerja perawat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Norman (2006) menemukan bahwa kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan belum mampu memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada pasien, disebabkan oleh kurangnya kesadaran perawat terhadap tanggungjawab pekerjaan sebagai fungsi pelayanan kesehatan. Hasil survey BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Propinsi) tahun 2009-2010, diperoleh sebagian besar pasien mengatakan bahwa kualitas pelayanan RSUPM biasa-biasa saja yaitu dalam pelayanan medis (dokter) 71,2 %, pelayanan perawat 84,3 %, fasilitas ruangan 62,7 %, sementara dalam hal pelayanan gizi sebanyak 39,8 % pasien menjawab tidak baik.

Banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan yang dikutip dari harian Waspada tertanggal 13 Oktober 2010 diantaranya adalah keterlambatan dokter dalam menangani pasien, kurangnya perhatian perawat terhadap pasien, sikap petugas medis yang kurang ramah terhadap


(29)

pasien terutama di ruang rawat inap kelas III, tidak puas dengan pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD), kekurangan obat dan penempatan pasien yang tidak layak di rumah sakit.

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Pirngadi Medan (RSUPM) adalah rumah sakit tipe B Pendidikan yang merupakan pusat pelayanan tingkat lanjutan (pusat rujukan) untuk pelayanan di kota Medan khususnya, dan bahkan dari kabupaten kota dan propinsi terdekat lainnya. Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan atau pemakai jasanya, salah satu misi RSUPM adalah meningkatkan upaya pelayanan medik, non medik dan pelayanan keperawatan secara professional. Oleh karena itu perlu untuk meningkatkan kualitas pelayanan melalui peningkatan pemanfaatan sumber daya yang sesuai seoptimal mungkin, terutama sumber daya manusia yang professional.

Dalam upaya peningkatan pelayanan, salah satu upaya yang dilakukan adalah peningkatan kinerja perawat, hal ini didasarkan bahwa kinerja perawat di Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan (RSUPM) masih belum sesuai dengan yang diharapkan sebagaimana hasil laporan tahun 2009-2010 dinyatakan oleh kepala seksi keperawatan RSUPM bahwa : 1) Masih rendahnya tingkat sumber daya manusia pada bidang keperawatan; 2) Banyaknya perawat datang terlambat dan pulang cepat sebelum waktunya; 3) Perawat sering meninggalkan pekerjaan jika pemimpin tidak ditempat; 4) Rendahnya determinan tingkat kinerja perawat di RSUPM disebabkan karena visi dan misinya tidak dilaksanakan dengan baik dan ketrampilan kerja perawat kurang baik; dan 5) Masih belum memuaskan tingkat kinerja perawat di RSUPM.


(30)

Berdasarkan pengamatan sementara yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan, di ruang rawat inap kelas, VIP dan ruang khusus, ditemukan lokasi ruang rawat inap yang dekat dengan jalan raya, ramainya pengunjung dan tidak mencukupinya ruang tunggu menimbulkan kebisingan. Kebisingan juga terjadi di ruang kerja perawat pada saat mencetak dokumen karena menggunakan mesin cetak (printer). Tidak adanya pendingin udara (AC) di ruangan, penghawaan mengandalkan sirkulasi udara dengan jendela kecil dan kipas angin yang di tempatkan di langit-langit ruangan, walaupun begitu udara dalam ruangan masih terasa panas saat pengunjung ramai. Selain itu tata penerangan/cahaya yang kurang bagus, ada beberapa bohlam yang belum terpasang, ada yang pencahayaannya kurang terang (redup), terlihat juga beberapa lantai yang kotor, dan kamar mandi yang tidak terawat dan terkadang saluran pembuangan tumpat. Penempatan pos jaga perawat yang kurang sesuai, ditemukan pos jaga perawat tepat dibawah mesin pendingin (AC), dan tempat duduk yang tidak ergonomis. Lift juga masih belum berfungsi dengan baik, di ruang perawat tempat sampah tidak memiliki tampungan kantong plastik dan tidak berpenutup.

Berdasarkan wawancara dengan kepala seksi keperawatan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan, pada tahun 2008 ditemukan 9 % perawat yang berstatus PNS sering mangkir dan 12 % pada tahun 2009. Rata-rata ketidakhadiran pada tahun 2008 mencapai 2-5 hari, dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 4-9 hari, keterlambatan perawat 11-18% pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 15-20% pada tahun 2009 dari jumlah perawat yang bertugas.


(31)

Hasil wawancara ini sesuai dengan penelitian Depi (2010) yang mengemukakan 25 % perawat masuk kerja tanpa izin, dan 58,5 % perawat datang terlambat. Hasil pengamatan tersebut menunjukkan bahwa semangat kerja sebagian perawat PNS cenderung menurun. Walaupun beberapa upaya telah dilakukan, seperti diterbitkannya instruksi direktur tentang wajib apel pagi dan siang, wajib mengisi absensi bagi pegawai yang bertugas, tetapi hasilnya masih jauh dari yang diharapkan. Keadaan ini perlu dicermati dan ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhinya, sebab semangat kerja yang menurun berdampak perawat tidak disiplin, tidak bertanggung jawab dan tidak adanya kerjasama yang dikhawatirkan akan berdampak terhadap kualitas pelayanan keperawatan. Sedangkan berdasarkan teori Moekijat, lingkungan fisik yang baik akan mendorong timbulnya semangat kerja karyawan.

Melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada institusi pelayanan kesehatan, maka Rumah Sakit Umum dr.Pirngadi Medan wajib bertanggung jawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan pada pasien. Semangat kerja harus menjadi perhatian, sebab semangat kerja yang timbul akan meningkatkan profesional akan meningkatkan kualitas pelayanan.

Kerugian akan dialami oleh masyarakat yang memanfaatkan jasa pelayanan dengan tidak diperolehnya pelayanan keperawatan secara optimal. Dampak terhadap institusi berupa pemborosan atau inefesiensi, sebab bagaimanapun pengeluaran dan pelayanan gaji untuk pegawai adalah tetap.


(32)

Hal inilah yang melatar belakangi perlunya dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Lingkungan Fisik terhadap Semangat Kerja Perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah sebagai berikut : apakah terdapat pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan

1.4. Hipotesis

Terdapat pengaruh lingkungan fisik (suhu, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja) terhadap semangat kerja perawat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.


(33)

1.5. Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada direksi Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan dalam merancang kebijakan yang terkait dengan lingkungan fisik di rumah sakit.

2) Penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk penelitan lebih lanjut tentang kualitas pelayanan keperawatan khususnya semangat kerja perawat dalam melayani pasien di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan.


(34)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lingkungan Fisik

2.1.1. Pengertian Lingkungan Fisik

Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis. Sedangkan pengaruhnya itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat bersifat negatif.

Di dalam meningkatkan semangat kerja perawat tidak terlepas dari lingkungan kerja yang mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah salah satu unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut (Sihombing, 2004)

Lingkungan kerja fisik adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nawawi, 2001)

Manusia sebagai mahluk sempurna tetap tidak luput dari kekurangan, dalam arti segala kemampuannya masih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari diri sendiri (intern), dapat juga dari pengaruh luar (ekstern).


(35)

Salah satu faktor yang berasal dari luar adalah kondisi fisik lingkungan kerja yaitu semua keadaan yang terdapat di sekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembapan udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan, warna dan lain-lain. Hal-hal tersebut dapat berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia (Wignjosoebroto, 1995)

Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan, salah satunya adalah lingkungan kerja. Ravianto, (1986) mengemukakan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Faktor-faktor yang termasuk lingkungan kerja dan banyak pengaruhnya terhadap produktivitas kerja antara lain kebersihan,pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, kebisingan.

Lingkungan fisik adalah sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang meliputi cahaya, warna, udara, suara serta musik yang mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan (Moekijat, 1995). Sedangkan menurut Gie (2000) lingkungan fisik merupakan segenap faktor fisik yang bersama-sama merupakan suatu suasana fisik yang meliputi suatu tempat kerja.

Leavitt (1997) mendefinisikan lingkungan sebagai sebuah dunia tempat tinggal kita yang relatif masih lapang, yang masih jarang baik penduduknya maupun organisasi yang ada didalamnya. Menurut Ahyari (1986) secara umum lingkungan kerja didalam perusahaan merupakan lingkungan dimana para karyawan melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari. Kartono (1989) mengatakan bahwa


(36)

lingkungan kerja adalah kondisi – kondisi material dan psikologis yang ada dalam perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja.

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankannya. Jadi lingkungan kerja disini merupakan faktor yang penting dan besar pengaruhnya bagi perusahaan yang bersangkutan. Nitisemito (2000) mendefinisikan lingkungan kerja sebagai sesuatu yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Sedangkan Feldman (1983) bahwa lingkungan fisik adalah sumber kepuasan, keluhan mengenai lingkungan fisik, adalah simbol atau perwujudan dari prestasi yang dalam, karena itu perlu mendapat perhatian dari pengelola lingkungan.

Suasana lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat mempengaruhi karyawan dalam pekerjaannya. Bekerja dalam lingkungan kerja yang menyenangkan merupakan harapan sekaligus impian dari setiap pekerja. Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja dapat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para pegawai, sehingga setiap organisasi atau perusahaan harus mengusahakan agar lingkungan kerja dimana pegawai berada selalu dalam kondisi yang baik.

Seperti dijelaskan di atas bahwa lingkungan kerja juga berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan. Ditambahkan oleh Gibson (1996) bahwa lingkungan kerja merupakan serangkaian hal dari lingkungan yang dipersepsikan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu lingkungan organisasi dan mempunyai peran yang


(37)

besar dalam mengarahkan tingkat laku karyawan. Artinya bagaimana karyawan merasakan bahwa lingkungan kerjanya baik atau buruk, menyenangkan atau tidak menyenangkan, mendukung atau justru menjadi tekanan, tergantung dari bagaimana karyawan akan memandang, menafsirkan dan memberi arti terhadap sesuatu yang terjadi didalam lingkungan kerjanya baik kondisi fisik maupun kondisi perusahaan dan hubungan interpersonal didalamnya. Selanjutnya persepsi tersebut akan berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan.

Harapannya bahwa setiap perusahaan membangun lingkungan kerja yang menyenangkan agar setiap karyawan yang bekerja pada instansi atau perusahaan tersebut mencintai pekerjaannya dan senang melakukan pekerjaannya sehingga akhirnya bisa bekerja pada tingkat optimal. Lingkungan kerja yang menyenangkan, rekan kerja yang kooperatif, pimpinan yang selalu memperhatikan keluh kesah karyawannya, kebijaksanaan yang mempengaruhi kerja dan karier serta kompensasi yang adil merupakan dambaan bagi para karyawan sehingga karyawan bekerja lebih semangat, memiliki komitmen yang tinggi, dan pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Tetapi dalam kenyataannya, penilaian baik atau buruknya lingkungan fisik kerja ditentukan oleh penilaian karyawannya. Seseorang mungkin menganggap lingkungan yang sama adalah buruk sedangkan yang lain menganggap baik. Hal ini disebabkan karena ada perbedaan pandangan masing-masing individu terhadap lingkungan kerja. Perbedaan ini dapat terjadi karena masing-masing individu mempunyai kebutuhan, kepentingan maupun harapan yang berbeda-beda antara satu


(38)

dengan yang lain. Menurut Cary Cooper (Rini, 2002) Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, dan menurunnya produktivitas kerja. Kondisi lingkungan kerja meliputi ruang kerja yang tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruang kerja terlalu padat, lingkungan kerja yang kurang bersih, dan bising atau berisik.

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah keadaan di sekitar rumah sakit seperti suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan ruangan, kebersihan dan sikap kerja yang mempengaruhi perawat dalam menjalankan pekerjaannya. Yang dibahas dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang berada disekitar para pekerja yang meliputi suhu udara, pencahayaan, suara, penghawaan, kebersihan serta sikap kerja yang dapat memengaruhi perawat dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan.

Fokus perhatian pada metode ini adalah manusia atau karakteristik yang harus dipenuhi perawat agar mereka mampu atau akan melaksanakan tugas-tugasnya dengan tepat, benar, dan sempurna sehingga mempunyai prestasi yang bagus. Sihombing (2004) menyatakan bahwa didalam meningkatkan semangat kerja pegawai tidak terlepas dari lingkungan tempat kerja yang harus mendukung seperti kualitas lingkungan fisik. Lingkungan fisik adalah unsur yang harus didaya gunakan oleh organisasi sehingga menimbulkan rasa nyaman, tentram, dan dapat meningkatkan hasil kerja yang baik untuk meningkatkan kinerja organisasi tersebut.


(39)

2.1.2. Evaluasi Pasca Huni (Post Occupancy Evaluation)

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), pengertian dari Evaluasi Paska Huni (EPH) adalah penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada penghuni/pemakai, terutama nilai-nilai (individu maupun kelompok) dan kebutuhannya.

Penggunaan EPH adalah untuk menilai tingkat kesesuaian antara bangunan (lingkungan binaan) dengan nilai-nilai dan kebutuhan penghuni/pemakainya dan sebagai masukan dalam merancang bangunan dengan fungsi yang sama.

Rumah sakit merupakan sebuah fasilitas umum yang sarat dengan prasarana pengguna sarana. Sebuah rumah sakit sangat berpengaruh dengan keadaan dan fungsi dari prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan teknologi maju. Banyak manajemen rumah sakit yang kurang memperhatikan hal ini. Seperti diketahui sebuah bangunan bukan hanya terdiri atas ruangan dan pembatas-pembatasnya saja, tetapi berfungsi juga komponen lain yaitu komponen servis. Komponen servis ini terdiri atas perlengkapan elektrikal dan mekanikal dan perabotan yang jenis dan jumlah serta kualitasnya tergantung dari kegiatan yang berlangsung di dalam rumah tersebut. Dengan demikian ada 2 faktor penting, yaitu manusia sebagai pengguna dan bangunan beserta komponen-komponennya sebagai lingkungan binaan yang mengakomodasi kegiatan manusia.

Peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit merupakan fenomena yang selalu dihadapi oleh para pengelola rumah sakit. Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah


(40)

sakit selalu berdasarkan keadaan sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana dan sarana fisik saat ini perlu dilakukan evaluasi, yaitu evaluasi pasca huni (post occupancy evaluation).

Menurut Haryadi dan Slamet (1996), Evaluasi Pasca Huni (EPH) didefinisikan sebagai pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya. Evaluasi terhadap tingkat kepuasan pengguna atas sebuah bangunan dengan mempelajari Performance (tampilan) elemen-elemen bangunan tersebut setelah digunakan beberapa saat. Pengetahuan tentang performansi bangunan rumah sakit merupakan dasar peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit.

Pengertian dari Evaluasi Pasca Huni adalah :

1. Merupakan sebuah proses evaluasi bangunan dalam suatu cara yang ketat dan sistematis setelah bangunan tersebut dihuni beberapa saat.

2. Evaluasi pasca huni dipusatkan pada pengguna bangunan dan kebutuhan-kebutuhannya.

3. Tujuan adalah untuk menghasilkan bangunan yang lebih baik dikemudian hari. 4. Evaluasi merupakan penilaian performansi bangunan, secara informal telah


(41)

5. Kegunaan

a. Jangka pendek

• Mengidentifikasikan keberhasilan dan kegagalan bangunan. • Membuat rekomendasi untuk mengatasi masalah.

• Memberi masukan untuk tahapan pembiayaan proyek b. Jangka menengah

• Membuat keputusan bagi pengguna kembali dan pembangunan baru • Memecahkan masalah bagi bangunan yang ada.

c. Jangka panjang

• Digunakan sebagai acuan pembangunan mendatang

• Mengembangkan “state of the art” bangunan dengan fungsi yang sama. Tiga tingkatan dari Evaluasi Paska Huni (EPH)

1. Indikatif EPH

Indikasi keberhasilan dan kegagalan bangunan, dilakukan dalam waktu yang sangat singkat (kurang lebih 3 jam). Biasanya evaluator sudah sangat mengenal dengan objek evaluasinya. Perolehan data dapat diperoleh salah satunya dari mempelajari dokumen (blue print), walk in through, kuesioner, wawancara.

2. Investigatif EPH

Berlangsung lebih lama dan lebih kompleks, biasanya dilakukan setelah ditemukan isu-isu (saat indukatif EPH) dikerjakan selama 2-4 minggu.


(42)

3. Diagnostik

Menggunakan metode yang lebih canggih, dengan hasil yang lebih tepat/akurat memerlukan waktu beberapa bulan. Hasilnya merupakan evaluasi yang menyeluruh.

Tahap Kegiatan

1. Planning : rancangan evaluasi (tujuan, sasaran, waktu, tenaga, sumber informasi, cara dan alat.

2. Conducting : pengumpulan data, analisis, temuan dan rekomendasi evaluasi. 3. Applying : tindak lanjut/implementasi

2.1.3. Unsur-unsur Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan, tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi pekerja, terutama lingkungan kerja yang bersifat psikologis, sedangkan pengaruh itu sendiri dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.

Menurut Anoraga dan Widiyanti (2001) kondisi lingkungan kerja fisik meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1) Pertukaran udara, yaitu agar setiap ruang diberi ventilasi yang cukup supaya karyawan merasa nyaman saat bekerja.

2) Penerangan yang cukup, untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian maka diperlukan penerangan yang cukup dan tidak menyilaukan.


(43)

3) Kebisingan, lingkungan kerja yang ramai dapat mengganggu konsentrasi dalam melaksanakan pekerjaan.

Tiffin dan Mc Cormick (Trianasari, 2005) mengemukakan beberapa aspek lingkungan kerja fisik yaitu :

1) Peralatan kerja, perlengkapan yang tersedia merupakan komponen yang menunjang aktivitas kerja.

2) Sirkulasi udara, sirkulasi udara yang cukup didalam ruangan sangat diperlukan terutama jika didalam ruangan yang penuh dengan pegawai.

3) Penerangan atau pencahayaan, fasilitas penerangan dalam ruangan yang cukup memadai akan mendukung kelancaran dalam bekerja.

4) Kebisingan atau suara gaduh, bising yang ada dalam lingkungan kerja akan mengganggu konsentrasi.

5) Tata ruang kerja, penataan, pewarnaan dan kebersihan setiap ruangan akan berpengaruh terhadap karyawan pada saat melakukan pekerjaan.

Menurut As’ad (1999) lingkungan fisik merupakan jenis lingkungan yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja :

1) Tempat kerja di dalam atau di luar, jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, serta suhu.

2) Kondisi – kondisi penerangan. 3) Kondisi – kondisi ventilasi. 4) Kondisi – kondisi keriuhan suara. 5) Segi – segi berbahaya dan tak sehat.


(44)

2.1.4. Unsur-unsur Lingkungan Fisik Terkait Penelitian

Menurut Munandar (2001) kondisi lingkungan kerja fisik mencakup setiap hal dari fasilitas parkir di luar gedung perusahaan, lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah cahaya dan suara yang menimpa meja kerja atau ruang kerja seorang tenaga kerja. Lingkungan kerja fisik yang spesifik antara lain meliputi :

1) Penerangan (iluminasi). Sinar yang menyilaukan merupakan faktor lain yang mengurangi efisiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata (eyestrain). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi adalah kadar (intensity) cahaya, distribusi cahaya, dan sinar-sinar yang menyilaukan.

2) Warna. Penggunaan warna atau kombinasi warna yang tepat akan meningkatkan produksi, menurunkan kecelakaan dan kesalahan, serta meningkatkan semangat kerja.

3) Bising (noise). Dalam kehidupan sekarang ini bising merupakan keluhan yang banyak didengar. Menurut Mc Cormick (Munandar, 2001) bising mempengaruhi tingkat prestasi kerja pada tugas yang menuntut kewaspadaan tinggi, tugas-tugas mental yang majemuk, tugas-tugas-tugas-tugas yang memerlukan ketrampilan dan kecepatan, serta tugas-tugas yang menuntut kemampuan perseptual pada tingkat yang tinggi.

4) Musik dalam bekerja. Musik memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pada pekerjaan-pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan konsentrasi yang tinggi pada pekerjaan,


(45)

pengaruhnya dapat menjadi sangat negatif. Musik menjadi suara yang bising dan mengganggu.

Menurut Nitisemito (2000) lingkungan kerja fisik meliputi :

a. Penerangan. Penerangan dalam suatu lingkungan kerja ditentukan oleh tingkat intensitas cahaya. Penerangan lingkungan kerja harus diatur cukup dan sesuai dengan karakteristik pekerjaan yang sedang dilakukan.

b. Kebisingan. Kebisingan dapat mengganggu ketenangan kerja dan konsentrasi dalam bekerja, serta dapat mengurangi kesehatan, sehingga berdampak pada timbulnya kesalahan kerja.

c. Pewarnaan. Warna dapat mempengaruhi jiwa seseorang yang ada disekitarnya. Warna dari suatu ruangan kerja dapat mempengaruhi semangat dan unjuk kerja karyawan.

d. Kebersihan. Lingkungan kerja yang bersih akan membuat seseorang pekerja bekerja dengan senang dan lebih bersemangat.

e. Musik. Musik diperdengarkan dalam suatu lingkungan kerja akan dapat menimbulkan suasana gembira dan mengurangi kelelahan kerja.

f. Sirkulasi kerja. Sirkulasi udara yang baik akan memberikan kesegaran fisik kepada para pekerja, sehingga semangat dan gairah kerja muncul.

g. Keamanan. Jaminan keamanan yang diberikan oleh perusahaan akan menimbulkan ketenangan dalam bekerja, sehingga semangat dan gairah kerja meningkat.


(46)

Menurut Gie (2000), unsur didalam lingkungan fisik rumah sakit meliputi sebagai berikut :

a. Suhu Udara

Usia sebuah bangunan dapat mencapai 50-100 tahun, karena itu penting sekali dipikirkan mengenai pemakaian energi dalam tahap disain. Apabila kita salah dalam mengambil keputusan dalam tahap disain, akibatnya harus ditanggung selama gedung ini berdiri. Misalnya kalau kita lebih banyak menggunakan AC, padahal bisa dihemat dengan membuka jendela, lubang angin, tanaman, pelindung (awning), beranda. Selain kerugian dalam bentuk materi (uang) juga merusak lingkungan dan menghabiskan energi yang tidak perlu.

Thermal comfort Zone, Moore (1999) adalah kombinasi dari temperature

udara, kelembaban, radiant temperature, arus udara, dan hal yang berpengaruh di dalam comfort zone adalah temperatur udara dan kelembaban.

Menurut American Society for Heating, refrigerating and air conditioning engineers (ASHRAE Standard 55-56). Thermal comfort-that conditioning of mind which expresses satisfaction with the thermal environment. Comfort Zone tidak absolut tetapi tergantung dari kultur, musim, kesehatan, lapisan lemak seseorang, tebalnya baju pakaian, kegiatan fisik. Kalau banyak kegiatan fisik maka comfort zone turun kearah bawah.

Tata laksana penghawaan dan pengaturan suhu udara menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit :


(47)

1. Penghawaan atau ventilasi di rumah sakit harus mendapat perhatian yang khusus. Bila menggunakan sistem pendingin, hendaknya dipelihara dan dioperasikan sesuai buku petunjuk. Sehingga dapat menghasilkan suhu, aliran udara, dan kelembaban nyaman bagi pasien dan karyawan. Untuk rumah sakit

yang menggunakan pengatur udara sentral harus diperhatikan cooling tower-nya agar tidak menjadi perindukan bakteri legionella dan untuk AHU

(Air Handling Unit) filter udara harus dibersihkan dari debu dan bakteri atau jamur.

2. Suplai udara dan Exhaust hendaknya digerakkan secara mekanis, dan exhaust fan hendaknya diletakkan pada ujung sistem ventilasi.

3. Ruangan dengan volume 100 m3 sekurang-kurangnya 1 (satu) fan dengan diameter 50 cm dengan debit udara 0,5 m3

4. Pengambilan suplai udara dari luar, kecuali unit ruang individual, hendaknya diletakkan sejauh mungkin, minimal 7,50 Meter dari exhauster atau perlengkapan pembakaran

/detik, dan frekuensi pergantian udara per jam adalah 2 (dua) sampai dengan 12 kali

5. Tinggi intake minimal 0,9 meter dari atap. 6. Sistem hendaknya dibuat keseimbangan tekanan.

7. Suplai udara untuk daerah sensitif : ruang operasi, perawatan bayi, diambil dekat langit-langit dan exhaust dekat lantai, hendaknya disediakan 2 (dua) buah exhaust fan dan diletakkan minimal 7,50 cm dari lantai.


(48)

9. Suplai udara koridor atau buangan exhaust fan dari tiap ruang hendaknya tidak digunakan sebagai suplai udara kecuali untuk suplai udara ke WC, toilet, gudang.

10.Ventilasi ruang-ruang sensitif hendaknya dilengkapi saringan 2 beds. Saringan I pasang di bagian penerimaan udara dari luar dengan efisiensi 30% dan saringan II (filter bakteri) dipasang 90%. Untuk mempelajari sistem ventilasi sentral dalam gedung hendaknya mempelajari khusus central air conditioning system.

11.Penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan sistem silang (cross ventilation) dan dijaga agar aliran udara tidak terhalang.

12.Penghawaan ruang operasi harus dijaga agar tekanannya lebih tinggi

dibandingkan ruang-ruang yang lain dan menggunakan cara mekanis (air conditioner).

13.Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter di atas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.

14.Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang (indoor) 1 (satu) kali

sebulan harus di disinfeksi dengan menggunakan electron presipitator (resorcinol, trieylin glikol) atau disaring dengan electron presipitator atau


(49)

15.Pemantauan kualitas udara ruang minimum 2 (dua) kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas)

b. Pencahayaan

Pencahayaan merupakan faktor yang sangat penting dalam suatu rumah sakit karena dapat memperlancar pekerjaan di rumah sakit. Apalagi seorang perawat yang pekerjaannya berkaitan dengan jiwa manusia maka kegiatannya seperti memasang infus dan memberi obat-obatan dan ketatabukuan harus terlihat jelas tanpa terlindung oleh bayangan. Penerangan yang cukup akan menambah semangat kerja perawat, karena mereka dapat lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya, matanya tidak mudah lelah karena cahaya yang gelap, dan kesalahan-kesalahan dapat dihindari. Banyak kesalahan-kesalahan pekerjaan disebabkan karena penerangan yang buruk, misalnya ruangan yang terlampau gelap atau karyawan harus bekerja di bawah penerangan yang menyilaukan.

Penerangan atau cahaya yang cukup merupakan pertimbangan yang penting dalam fasilitas fisik rumah sakit. Pelaksanaan pekerjaan yang sukses memerlukan penerangan yang baik. Penerangan yang baik membantu karyawan terlihat dengan cepat, mudah, dan senang. Cahaya matahari tidak dapat diatur dengan sempurna menurut keinginan orang. Lebih-lebih dalam gedung yang luas dan kurang jendelanya, cahaya alam itu tidak dapat menembus sepenuhnya, karena itu sering dipergunakan cahaya lampu untuk mengatur penerangan dalam ruangan. Apabila


(50)

disusun dengan baik maka akan memberikan penerangan yang sempurna untuk ruang kerja yang gelap maupun bekerja pada malam hari.

Cahaya penerangan buatan manusia dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu :

1) Cahaya langsung

Cahaya ini memancarkan langsung dari sumbernya kearah permukaan meja. Apabila dipakai lampu biasa, cahaya bersifat sangat tajam dan bayangan yang ditimbulkan sangat tegas. Cahaya ini lekas melelahkan mata dan menyilaukan pekerja. Pancaran cahaya adalah tinggi, bayangan-bayangan tajam dan langit-langit umumnya menjadi gelap. Biasanya ini merupakan cahaya yang paling tidak disukai.

2) Cahaya setengah langsung

Cahaya ini memancar dari sumbernya dengan melalui tudung lampu yang biasanya terbuat dari gelas yang berwarna seperti susu. Cahaya ini tersebar sehingga bayangan yang ditimbulkan tidak begitu tajam. Akan tetapi kebanyakan cahaya tetap langsung jatuh ke permukaan meja dan memantul kembali ke arah mata pekerja, sehingga hal ini masih kurang memuaskan walaupun sudah lebih baik daripada cahaya langsung.

3) Cahaya setengah tidak langsung

Penerangan ini terjadi dari cahaya yang sebagian besar merupakan pantulan dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung kaca. Cahaya ini sudah lebih baik daripada cahaya setengah tidak langsung


(51)

karena sifat dan bayangan yang diciptakan sudah tidak begitu tajam dibandingkan dengan cahaya setengah langsung.

4) Cahaya tidak langsung

Cahaya ini sumbernya memancarkan kearah langit-langit ruangan, kemudian baru dipantulkan ke arah meja. Hal ini memberikan cahaya yang lunak dan tidak memberikan bayangan yang tajam. Sesungguhnya langit-langit merupakan sumber cahaya bagi ruang kerja, karena itu langit-langit mempunyai daya pantul yang tinggi. Sifat cahaya ini benar-benar sudah lunak, tidak mudah menimbulkan kelelahan mata karena cahaya tersebar merata keseluruh penjuru. Sistem penerangan ini merupakan sistem penerangan yang terbaik (Gie, 2000).

Keuntungan penerangan yang baik adalah : a) Perpindahan pegawai kurang

b) Semangat kerja lebih tinggi c) Prestise lebih besar

d) Hasil kerja lebih banyak e) Kesalahan berkurang

f) Keletihan berkurang (Moekijat, 2002)

Keuntungan tersebut dapat terwujud bila mutu penerangan yang ada bermutu baik. Penerangan yang bermutu baik penerangan yang secara relatif tidak menyilaukan mata dan dipancarkan secara merata. Kejernihan penerangan yang relatif sama. Bayang-bayangan harus dikurangi sebanyak-banyaknya, meskipun


(52)

tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali (Moekijat, 2002). Pencahayaan menurut Simha (2001) bertujuan untuk :

1. Untuk mendukung aktivitas dan kegiatan lain pengguna bangunan. 2. Untuk mendukung fungsi keamanan.

3. Untuk menciptakan lingkungan yang sesuai dan menyenangkan

Cahaya sendiri dapat dibagi dua, yaitu cahaya alam (matahari) dan cahaya buatan (lampu). Kenyamanan dari sebuah cahaya menurut Moore (1999) ditentukan oleh : kondisi fisiologis mata, latar belakang objek, bentuk/wujud objek yang dipandang, mengontrol silau tingkat kekuatan penyinaran.

Menurut KEPMENKES RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit bahwa tata laksana pencahayaan adalah sebagai beikut :

1. Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus mendapat cahaya dengan intensitas cukup berdasarkan fungsinya.

2. Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk menyimpan barang /peralatan perlu diberi penerangan.

3. Ruangan pasien harus diberikan penerangan umum dan penerangan untuk malam hari dan disediakan saklar dekat pintu masuk, saklar individu ditempatkan pada titik yang mudah dijangkau dan tidak menimbulkan berisik. Disetiap setiap area pencahayaan adalah faktor yang sangat penting, sebaiknya digunakan sistem pencahayaan dengan standar yang tinggi. Masing-masing cahaya perlu mempunyai suatu tenaga 30,000 lux, untuk menerangi suatu ukuran


(53)

bidang sedikitnya 150 mm dan dengan konstruksi yang sempurna. Pertimbangan lain sebaiknya area klinis juga tetap harus diberikan pencahayaan walaupun dalam keadaan siang karena hal ini dapat mengurangi efek disorientasi bagi para staff dan pasien.

d. Suara

Suara bising yang keras, tajam dan tidak terduga adalah penyebab gangguan yang kerap dialami pekerja tulis menulis. Gangguan ini seringkali didiamkan saja walaupun tindakan perbaikan yang sederhana dapat dilakukan apabila waktu dan pikiran diluangkan untuk masalah itu. (Budiyanto, 1991).

Sebagian besar dari pekerjaan kantor merupakan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi pikiran, oleh karena itu diusahakan agar jangan banyak terjadi suara-suara gaduh. Suara yang gaduh menyebabkan kesulitan memusatkan fikiran, dalam menggunakan telepon dan dalam melaksanakan pekerjaan kantor dengan baik. Seorang mungkin tidak menyadari pengaruh kegaduhan suara, tetapi setelah beberapa waktu orang akan menjadi sangat lelah dan lekas marah sebagai pengaruh suara yang gaduh. Pengaruh suara yang gaduh adalah :

1) Gangguan mental dan syaraf pegawai 2) Kesulitan mengadakan konsentrasi

3) Kelelahan yang bertambah dan semangat kerja yang berkurang (Moekijat, 2002).

Banyak sumber suara terdapat dalam kantor antara lain percakapan, gesekan kursi-kursi pada lantai, dan mesin mesin kantor yang mengeluarkan suara. Kondisi


(54)

suara yang baik adalah kondisi suara yang tidak gaduh atau tenang, tidak terganggu dari alat-alat kantor itu sendiri maupun dari luar kantor sehingga pegawai dapat bekerja sebaik mungkin. Kebisingan dapat dikurangi dengan pengaturan maupun pengendalian sumber suara, isolasi dari suara, penggunaan peredam suara, penggunaan sistem akuistik dan pemakaian alat pelindung telinga.

Bunyi mempunyai definisi:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastic seperti udara. Ini adalah bunyi objektif.

2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang digambarkan di atas. Ini adalah bunyi subjektif. Menurut Doelle (1998) Bunyi dapat dihasilkan :

1. Di udara (airborne sound), misalnya suara manusia bercakap atau bernyanyi. 2. Karena benturan/tumbukan (impact sound) atau bunyi struktur (structure sound). 3. Karena getaran mesin.

Telinga normal tanggap terhadap bunyi diantara jangkauan frekuensi audio sekitar 20 sampai 20.000 Hz. Gelombang bunyi yang merambat dari sumbernya dengan muka gelombang berbentuk bola yang terus-menerus membesar, segera melemah bila jarak dari sumbernya bertambah. Sebagian energinya akan dipantulkan, diserap, disebarkan, dibelokkan atau ditransmisikan ke ruang yang berdampingan, tergantung pada sifat akustik dindingnya.

Bising adalah semua bunyi yang mengalihkan perhatian, mengganggu atau berbahaya bagi kegiatan sehari-hari. Dengan kata lain tiap bunyi yang tidak


(55)

diinginkan oleh penerima dianggap sebagai bising. Jadi pembicaraan atau musik dianggap sebagai bising bila mereka tidak diinginkan. Seseorang cenderung mengabaikan bising bila bising itu secara wajar menyertai pekerjaan, seperti mesin ketik atau mesin di pabrik. Sumber bising dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) bising interior bisa dari alat-alat seperti mobil, motor, kipas angin, AC, televisi, radio, penghisap debu, mesin bor, dan (2) outdoor, seperti bunyi air hujan, angin, air mengalir. Bising berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari pada bising frekuensi rendah. Secara umum bising bias menghasilkan gangguan yang jauh lebih besar pada malam hari dari pada siang hari.

Sebuah rumah sakit adalah jenis bangunan yang penghuninya sangat dipengaruhi oleh bising. Karena itu pemilihan lokasi yang sesuai harus dipertimbangkan agar dapat mengurangi bising outdoor. Sedangkan bising interior dalam rumah sakit disebabkan oleh:

• Peralatan mekanik ( mesin diesel, kompresor, AC, elevator )

• Fasilitas operasional ( unit pipa ledeng, mesin cuci, mesin cetak, fasilitas masuk ) • Fasilitas pelayanan pasien ( tangki oksigen, trolley, alat-alat kesehatan )

• Kegiatan karyawan dan pasien (pembicaraan, langkah orang berjalan)

Menurut Doelle (1998), bising yang cukup keras di atas 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan (nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras, di atas 85 dB dapat menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada


(56)

umumnya dan bila berlangsung lama, kehilangan pendengaran sementara atau permanen dapat terjadi, juga penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan luka perut.

Pengaruh bising dapat menurunkan produktivitas dari pekerja. Hal ini telah dibuktikan dalam bidang industri, produksi akan turun dan pekerja-pekerja akan membuat lebih banyak kesalahan. Bila dipengaruhi oleh bising di atas 80 dB untuk waktu yang lama. Sebaliknya, juga terbukti bahwa hal yang sama dapat terjadi bila pekerja bekerja di tempat yang terlalu sunyi. Ini dibuktikan bahwa bising dalam jumlah tertentu dapat ditolerir dan sebenarnya sejumlah bising dibutuhkan untuk mempertahankan kesehatan jiwa. Bising buatan disebut acoustical deodorant. Misalnya musik latar belakang yang dipilih secara tepat dan didistribusikan dengan baik, seperti di ruang tunggu, hotel dan restoran.

Untuk mengendalikan bising yang disebabkan bantingan pintu dapat dihindari dengan menggunakan penahan pintu karet. Lantai dapat ditutup dengan penutup elastic (tegel karet, tegel gabus, tegel vinyl atau linoleum) untuk mengurangi bising benturan. Selain itu petugas rumah sakit juga dilatih untuk berbicara dengan sopan dan menghargai orang lain, seperti tidak berbicara atau tertawa keras-keras.

d. Penghawaan Ruangan

Pertukaran udara yang cukup terutama dalam ruangan sangat diperlukan, apalagi dalam ruangan tersebut penuh pegawai. Pertukaran udara yang cukup dalam ruangan akan menyebabkan kesegaran fisik karyawan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sebaliknya pertukaran udara yang kurang akan dapat menimbulkan rasa pengap sehingga mudah menimbulkan kelelahan dari karyawan (Nitisemito, 2000)


(57)

Suhu udara yang baik harus dipertahankan di tempat orang yang bekerja (kecuali untuk jangka waktu singkat), yaitu minimum 160C (60,80

1) Produktivitas yang lebih tinggi.

F) setelah jam pertama. Thermometer harus disediakan pada setiap lantai agar pegawai dapat mengecek suhu (Budiyanto, 1991). Keuntungan udara yang baik adalah :

2) Mutu pekerjaan yang lebih tinggi.

3) Kesenangan dan kesehatan pegawai yang bertambah.

4) Kesan yang menyenangkan bagi para tamu (Moekijat, 2002)

Sedangkan menurut Prof.Soetarman mengemukakan beberapa hal sebagai usaha udara yang baik (Gie, 2000) yaitu:

1) Mengatur suhu dalam kantor dengan alat air conditioning. Walaupun alat tersebut mahal harganya, tetapi bagi pekerjaan-pekerjaan yang menghendaki ketelitian dan ketenangan sebesar-besarnya alat ini merupakan keharusan apabila dikehendaki mutu pekerjaan yang tinggi.

2) Mengusahakan peredaran udara yang cukup dalam ruang kerja. Hal ini dapat tercapai dengan membuat lubang-lubang udara yang cukup banyak pada dinding kamar. Demikian pula sewaktu bekerja jendela haruslah dibuka.

3) Mengatur pakaian kerja sebaik-baiknya yang dipakai oleh para pekerja. Untuk bekerja di Indonesia, mengenakan pakaian jas lengkap dengan dasi secara Barat adalah kurang tepat.

Selain penggunaan air conditioning, ventilasi yang cukup kipas angin, konstruksi gedung juga berpengaruh pada pertukaran udara. Gedung yang


(58)

mempunyai plafon yang tinggi akan menimbulkan pertukaran udara yang baik dari pada yang plafonnya rendah. Demikian pula luasnya ruangan dengan jumlah karyawan yang sedang bekerja akan mempengaruhi pertukaran udara.

Tabel 2.1. Perbandingan Standar Fisika Bangunan Menurut Depkes Performansi Fisik Depkes Building Env. Std Neufert Standard Ies Mangun. W Wiku. A Pencahayaan (lux)

100-300 100-200 200-300 500-200 150 Suhu Udara (0 26-28 C) 24-27

Suara (dB) 52 45 35-45

30-40

Kelembaban 50-60

e. Kebersihan Ruangan

Kebersihan ruangan dan lingkungan di rumah sakit merupakan bentuk rangkaian kegiatan yang penting mendapat perhatian. Kurangnya perhatian terhadap tingkat kebersihan rumah sakit dapat menimbulkan berbagai dampak, antara lain: gangguan estetika, berkembangbiaknya vektor penyakit, penularan penyakit, dan terjadinya infeksi nosokomial (Lestari, 2011).


(59)

Pemeliharaan keberihan ruang dan bangunan harus memenuhi persyaratan sesuai dengan aturan Depkes (2006) bahwa kegiatan pembersihan ruangan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Pembersihan lantai di ruang perawatan dilakukan setelah pembenahan/merapikan tempat tidur pasien (verbeden) setelah jam makan, setelah kunjungan keluarga dan sewaktu-waktu bila dibutuhkan. Cara-cara pembersihan ruang yang dapat menebarkan debu harus dihindari. Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antiseptik yang tepat. Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel tersendiri. Pembersihan dinding dilakukan secara periodik minimal 2 (dua) kali setahun dan di cat ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar. Setiap percikan ludah, darah, eksudat luka pada dinding/lantai harus segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.

f. Sikap Kerja

Sikap kerja juga diartikan sebagai kecenderungan pikiran dan perasaan puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya (Aniek dalam Purwanto, 2008). Kemudian pada saat bekerja perlu diperhatikan postur tubuh dalam keadaan seimbang agar dapat bekerja dengan nyaman dan tahan lama (Merulalia, 2010). Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan sikap kerja adalah proses kerja yang sesuai ditentukan oleh anatomi tubuh dan ukuran peralatan yang digunakan pada saat bekerja. Untuk menerapkan sikap kerja didalam ergonomi maka ada beberapa persyaratan yang harus dilaksanakan antara lain :


(60)

a. Posisi duduk atau bekerja dengan duduk, ada beberapa persyaratan : 1. Terasa nyaman selama melaksanakan pekerjaannya.

2. Tidak menimbulkan gangguan psikologis.

3. Dapat melakukan pekerjaannya dengan baik dan memuaskan. b. Posisi bekerja dengan berdiri :

Berdiri dengan posisi yang benar dengan tulang punggung yang lurus dan bobot badan

terbagi rata pada kedua tungkai (Suma’mur, 1996). Terdapat 3 macam sikap dalam bekerja, yaitu: 1. Kerja posisi duduk

Ukuran tubuh yang penting adalah tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah dan tangan, jarak lekuk lutut dan garis punggung, serta jarak lekuk lutut dan telapak kaki. Posisi duduk pada otot rangka (musculoskletal) dan tulang belakang terutama pada pinggang harus dapat ditahan oleh sandaran kursi agar terhindar dari nyeri dan cepat lelah (Santoso, 2004).

Pada posisi duduk, tekanan tulang belakang akan meningkat dibanding berdiri atau berbaring, jika posisi duduk tidak benar. Tekanan posisi tidak duduk 100%, maka tekanan akan meningkat menjadi 140% bila sikap duduk tegang dan kaku, dan tekanan akan meningkat menjadi 190% apabila saat duduk dilakukan membungkuk kedepan. Oleh karena itu perlu sikap duduk yang benar dapat relaksasi (tidak statis) (Nurmianto dalam Santoso, 2004).


(61)

Sikap kerja yang baik dengan duduk yang tidak berpengaruh buruk terhadap sikap tubuh dan tulang belakang adalah sikap duduk dengan sedikit lordosa pada pinggang dan sedikit kifosa pada punggung dimana otot-otot punggung menjadi terasa enak dan tidak menghalangi pernafasan. Pekerjaan sejauh mungkin dilakukan sambil duduk. Keuntungan bekerja sambil duduk adalah sebagai berikut: kurangnya kelelahan pada kaki, terhindarnya sikap-sikap yang tidak alamiah, berkurangnya pemakaian energi, dan kurangnya tingkat keperluan sirkulasi darah (Suma’mur, 1989).

Duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator bekerja yang bekerja sambil duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih produktif. Sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Tekanan pada bagian tulang belakang akan meningkat pada saat duduk, dibandingkan dengan saat berdiri atau pun berbaring. Jika diasumsikan tekanan tersebut sekitar 100%, maka cara duduk yang tegang atau kaku (erect posture) dapat menyebabkan tekanan tersebut mencapai 140% dan cara yang dilakukan dengan membungkuk kedepan menyebabkan tekanan tersebut sampai 190%.

Sikap duduk yang tegang lebih banyak memerlukan aktivitas otot atau urat saraf belakang dari pada sikap duduk yang condong kedepan. Kenaikan tekanan tersebut dapat meningkat dari suatu perubahan dalam suatu lekukan


(62)

tulang belakang pada saat duduk. Suatu keletihan pada pinggul sekitar 900

2. Kerja posisi berdiri

tidak akan dicapai hanya dengan rotasi dari tulang pada sambungan paha.

Ukuran tubuh yang penting dalam bekerja dengan posisi berdiri adalah tinggi badan berdiri, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, panjang lengan. Bekerja dengan posisi berdiri terus menerus sangat mungkin akan mengakibatkan penumpukan darah dan berbagai cairan tubuh pada kaki (Santoso, 2004).

3. Membungkuk

Berdasarkan penelitian bahwa tenaga kerja yang telah terbiasa bekerja dengan posisi berdiri tegak dirubah menjadi posisi setengah duduk tanpa sandaran dan setengah duduk dengan sandaran menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kelelahan otot biomekanik antar kelompok (Santoso dalam Romanenko, 2004). Yang mana posisi kerja yang baik adalah bergantian antara posisi duduk dan posisi berdiri, akan tetapi antara posisi duduk dan berdiri lebih baik dalam posisi duduk (Romanenko dalam Suma’mur, 1989). Hal itu dikarenakan sebagian berat tubuh di sangga oleh tempat duduk juga konsumsi energi dan kecepatan sirkulasi lebih tinggi dibandingkan tiduran, tetapi lebih rendah dari pada berdiri. Posisi duduk juga dapat mengontrol kekuatan kaki dalam pekerjaan.


(63)

2.2. Semangat Kerja

2.2.1. Pengertian Semangat Kerja

Semangat kerja digunakan untuk menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan para perawat dalam ruangan perawatan. Apabila perawat merasa bergairah, bahagia, optimis menggambarkan bahwa perawat tersebut mempunyai semangat kerja tinggi dan jika perawat suka membantah, menyakiti hati, kelihatan tidak tenang maka perawat tersebut mempunyai semangat kerja rendah. Dengan kata lain bahwa individu ataupun kelompok data bekerjasama secara menyeluruh, seperti halnya Westra (1980) menyatakan bahwa “Semangat kerja adalah sikap dari individu ataupun sekelompok orang terhadap kesukarelaannya untuk bekerjasama agar dapat mencurahkan kemampuannya secara menyeluruh”. Sedangkan menurut Alex S. Nitisemito (2000), semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan dapat diharapkan lebih cepat dan lebih baik.

Semangat dan kegairahan kerja pada hakekatnya adalah perwujudan moral kerja yang tinggi, bahkan ada yang mengidentifikasikan secara bebas, moral kerja yang tinggi adalah semangat dan kegairahan kerja. Pada umumnya terdapat kecenderungan hubungan produktivitas yang tinggi dengan semangat kerja dan kegairahan yang tinggi. Dibawah kondisi semangat dan kegairahan kerja yang buruk akan mengakibatkan penurunan produktivitas kerja secara keseluruhan.

Penurunan produktivitas ini akan mempengaruhi keuntungan yang didapat oleh perusahaan di masa yang akan datang. Hal ini akan memberatkan prospek perusahaan di masa yang akan datang, bila semangat dan kegairahan kerja tersebut


(64)

dibebani secara serius oleh perusahaan. Semangat dan kegairahan kerja yang tinggi tidak harus menyebabkan produktivitas yang tinggi, hal ini hanyalah merupakan suatu pengaruh bagi produktivitas secara keseluruhan, misalnya : sekelompok pekerja yang mempunyai semangat dan kegairahan kerja yang tinggi, tetapi mereka hanya bersenda gurau saja tanpa menghiraukan pekerjaan pada waktu ditinggal oleh pengawasnya.

Semangat kerja adalah sikap individu untuk bekerja sama dengan disiplin dan rasa tanggung jawab terhadap kegiatannya (Lateiner, 1983). Sedangkan menurut Moekijat (1995) menyatakan bahwa : “Semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan mempunyai semangat kerja yang tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka relasi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah”.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan semangat kerja adalah kemampuan atau kemauan setiap individu atau sekelompok orang untuk saling bekerjasama dengan giat dan disiplin serta penuh rasa tanggungjawab disertai kesukarelaan dan kesediaannya untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi untuk mengetahui tinggi rendahnya semangat kerja karyawan suatu organisasi adalah melalui presensi, kerjasama, tanggungjawab, kegairahan dan hubungan yang harmonis (Westra, 1980).


(1)

penghawaan * katsemangat

Crosstab

Katsemangat

Total

Rendah Tinggi

penghawaan Tidak Sesuai Count 81 61 142

Expected Count 74.6 67.5 142.0

% within penghawaan 57.0% 43.0% 100.0%

% of Total 33.8% 25.4% 59.2%

Sesuai Count 45 53 98

Expected Count 51.5 46.6 98.0

% within penghawaan 45.9% 54.1% 100.0%

% of Total 18.8% 22.1% 40.8%

Total Count 126 114 240

Expected Count 126.0 114.0 240.0

% within penghawaan 52.5% 47.5% 100.0%

% of Total 52.5% 47.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2.877a 1 .090

Continuity Correctionb 2.448 1 .118

Likelihood Ratio 2.880 1 .090

Fisher's Exact Test .114 .059

Linear-by-Linear Association 2.865 1 .091

N of Valid Cases 240

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 46,55. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

kebersihan * katsemangat

kebersihan * katsemangat Crosstabulation

katsemangat

Total

Rendah Tinggi

kebersihan Kurang Baik Count 33 35 68

Expected Count 35.7 32.3 68.0

% within kebersihan 48.5% 51.5% 100.0%

% of Total 13.8% 14.6% 28.3%

Baik Count 93 79 172

Expected Count 90.3 81.7 172.0

% within kebersihan 54.1% 45.9% 100.0%

% of Total 38.8% 32.9% 71.7%

Total Count 126 114 240

Expected Count 126.0 114.0 240.0

% within kebersihan 52.5% 47.5% 100.0%

% of Total 52.5% 47.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value Df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .600a 1 .439

Continuity Correctionb .398 1 .528

Likelihood Ratio .599 1 .439

Fisher's Exact Test .475 .264

Linear-by-Linear Association .597 1 .440

N of Valid Cases 240

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 32,30. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Sikap kerja * katsemangat

Crosstab

Katsemangat

Total

Rendah Tinggi

sikap Kurang Baik Count 108 27 135

Expected Count 70.9 64.1 135.0

% within sikap 80.0% 20.0% 100.0%

% of Total 45.0% 11.3% 56.3%

Baik Count 18 87 105

Expected Count 55.1 49.9 105.0

% within sikap 17.1% 82.9% 100.0%

% of Total 7.5% 36.3% 43.8%

Total Count 126 114 240

Expected Count 126.0 114.0 240.0

% within ergonomic 52.5% 47.5% 100.0%

% of Total 52.5% 47.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 93.577a 1 .000

Continuity Correctionb 91.073 1 .000

Likelihood Ratio 100.791 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 93.187 1 .000

N of Valid Cases 240

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 49,88. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Lampiran 5

4.

Hasil Uji Multivariat (Regresi Berganda)

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 240 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 240 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 240 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Dependent Variable Encoding Original

Value Internal Value

Rendah 0

Tinggi 1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted katsemangat

Percentage Correct

Rendah Tinggi

Step 0 katsemangat Rendah 126 0 100.0

Tinggi 114 0 .0

Overall Percentage 52.5

a. Constant is included in the model. b. The cut value is ,500


(5)

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.100 .129 .599 1 .439 .905

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables Suhu 27.509 1 .000

pencahayaan 6.835 1 .009

Sikap kerja 93.577 1 .000

Overall Statistics 107.562 3 .000

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 123.811 3 .000

Block 123.811 3 .000

Model 123.811 3 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 208.300a .403 .538

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001.

Classification Tablea

Observed

Predicted katsemangat

Percentage Correct

Rendah Tinggi

Step 1 katsemangat Rendah 108 18 85.7

Tinggi 27 87 76.3


(6)

Classification Tablea

Observed

Predicted katsemangat

Percentage Correct

Rendah Tinggi

Step 1 katsemangat Rendah 108 18 85.7

Tinggi 27 87 76.3

Overall Percentage 81.3

a. The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a suhu 1.847 .446 17.177 1 .000 6.342

pencahayaan -.333 .425 .612 1 .434 .717

Sikap kerja 3.116 .375 69.133 1 .000 22.554

Constant -6.715 .900 55.722 1 .000 .001