Uji Mutu Bahan Baku Thiamin Mononitrat Sebagai Bahan Baku Vit. B Kompleks Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

(1)

UJI MUTU BAHAN BAKU THIAMIN MONONITRAT SEBAGAI BAHAN BAKU VIT. B KOMPLEKS YANG DIPRODUKSI OLEH PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN

TUGAS AKHIR

OLEH:

EKA MAYANG SUHEPY UJ. NIM 122410012

pp p

PROGRAM STUDI DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya.Sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Laporan ini ditulis berdasarkan materi yang disampaikan oleh pihak PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan dan tinjauan langsung kelapangan.Selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL), penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak baik berupa arahan, bimbingan, dan masukan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si.,Apt., Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc.,Apt., Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan.

3. Bapak Drs. Agusmal Dalimunthe M.S.,Apt., Dosen Pembimbing, yang telah memberikan pengarahan kepada penulis agar kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dapat berjalan dengan baik.

4. Bapak Drs. Beben Budiman, Apt., Plant Manager PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yang telahmemberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).


(4)

5. Bapak Drs. H. Zulfadli Apt., Asisten Manager Produksi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL).

6. Bapak Yogi Sugianto S.Farm.,Apt. sebagai pembimbing lapangan yang telah membimbing dan memberikan saran serta petunjuk selama pelaksanaan PKL di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Medan.

7. Seluruh staf baik karyawan, PTT, maupun karyawan yang dipekerjakan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, khususnya analis pengawasan mutu atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sofyan Ujung dan Ibunda Maryani serta rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih belum sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan tugas akhir ini.Akhir kata penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca.

Medan, Maret 2015


(5)

UJI MUTU BAHAN BAKU THIAMIN MONONITRAT SEBAGAI BAHAN BAKU VIT. B KOMPLEKS YANG DIPRODUKSI OLEH

PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN Abstrak

Latar Belakang: Pengawasan terhadap bahan baku thiamin mononitrat perlu dilakukan karena jika tidak memenuhi syarat dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap bahan baku thiamin mononitrat harus dilakukan sebelum diproses menjadi sediaan.

Tujuan:Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mutu bahan baku zat aktif Thiamin mononitrat yang akan digunakan dalam formulasi tablet vitamin B kompleks memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

Hasil: Hasil pengukuran didapatkan bahwa thiamin mononitrat memenuhi spesifikasi pemerian hablur atau serbuk putih, kelarutan agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform. Identifikasi memberikan reaksi kandungan, pH 2% 7,09, susut pengeringan 0,46% dan kadar yang diproleh adalah 101,83%.

Kesimpulan: Hasil pemeriksaan bahan baku tiamin mononitrat yang telah ditetapkan pemerian, kelarutan, identifikasi, pH, susut pengeringan, dan kadarnya tersebut telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III dan IV.

Kata kunci: thiamin mononitrat, bahanbaku, identifikasi, kelarutan, pemerian, pH, penetapan kadar, susut pengeringan.


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1 Tujuan ... 2

1.2.2 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pengertian Obat ... 3

2.2 Bahan Awal/Baku ... 3

2.3 Pengawasan Dan Pemeriksaan Bahan Baku ... 4

2.4 Uraian Vitamin ... 5

2.4.1 Fungsi Vitamin ... 5

2.4.2 Vitamin B1 ... 5

2.5 Uji Mutu Bahan Baku Thiamin Mononitrat ... 6

2.5.1 Pemerian ... 6


(7)

2.5.3 Identifikasi ... 6

2.5.4 Ph ... 7

2.5.5 Susut Pengeringan ... 9

2.6 Beri-Beri ... 10

2.6.1 Indikasi ... 11

2.6.2 Farmakologi ... 12

2.7 Metode Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 12

2.7.1 Asas Kerja ... 13

2.7.2 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif ... 13

2.7.3 Instrumen Spektrofotometer Ultraviolet ... 14

2.7.4 Hukum Lambert-Beer ... 15

BAB IIIMETODOLOGI PERCOBAAN ... 18

3.1 Tempat Uji Mutu Bahan Baku Thiamin Mononitrat ... 18

3.2Alat-Alat ... 18

3.3Bahan-Bahan ... 18

3.4 Prosedur Pemeriksaan ... 18

3.4.1 Pengambilan Sampel Uji ... 18

3.4.2 Pemerian ... 19

3.4.3 Kelarutan ... 19

3.4.4 Identifikasi ... 19

3.4.5. pH ……… 19


(8)

3.4.7 Kadar ... 22

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Hasil Pengujian ... 24

4.2 Pembahasan ... 24

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.2 Kesimpulan ... 26

5.3 Saran ... 26 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Thiamin Mononitrat ... 27 Lampiran 2. Gambar Alat ... 29 Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Bahan Baku ... 30


(10)

UJI MUTU BAHAN BAKU THIAMIN MONONITRAT SEBAGAI BAHAN BAKU VIT. B KOMPLEKS YANG DIPRODUKSI OLEH

PT. KIMIA FARMA (PERSERO) TBK. PLANT MEDAN Abstrak

Latar Belakang: Pengawasan terhadap bahan baku thiamin mononitrat perlu dilakukan karena jika tidak memenuhi syarat dapat merugikan konsumen. Oleh karena itu, pemeriksaan terhadap bahan baku thiamin mononitrat harus dilakukan sebelum diproses menjadi sediaan.

Tujuan:Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mutu bahan baku zat aktif Thiamin mononitrat yang akan digunakan dalam formulasi tablet vitamin B kompleks memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi IV.

Hasil: Hasil pengukuran didapatkan bahwa thiamin mononitrat memenuhi spesifikasi pemerian hablur atau serbuk putih, kelarutan agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform. Identifikasi memberikan reaksi kandungan, pH 2% 7,09, susut pengeringan 0,46% dan kadar yang diproleh adalah 101,83%.

Kesimpulan: Hasil pemeriksaan bahan baku tiamin mononitrat yang telah ditetapkan pemerian, kelarutan, identifikasi, pH, susut pengeringan, dan kadarnya tersebut telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi III dan IV.

Kata kunci: thiamin mononitrat, bahanbaku, identifikasi, kelarutan, pemerian, pH, penetapan kadar, susut pengeringan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bahan Baku adalah semua bahan, baik bahan aktif obat dan eksipien, yang berubah atau tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat.

Komponen bahan baku adalah bahan aktif, bahan tambahan dan bahan pengemas. Pada bentuk sediaan tablet bahan bakunya adalah bahan aktif (active pharmacetical ingredient), bahan pengisi, bahan pengikat, bahan pengembang, dan bahan pelicin. Dalam hal tertentu bisa juga ditambahkan bahan lain, bahan pewarna, penambah rasa, antioksidan. Di industri PT. Kimia Farma Plant. Medan salah satu tablet yang diproduksi adalah vitamin B kompleks. Salah satu Bahan aktifnya adalah thiamin mononitrat harus memenuhi spesifikasi Farmakope Edisi III meliputi pemerian, kelarutan, identifikasi, pH, susut pengeringan dan kadar. Guna pemeriksaan Bahan baku untuk menyesuaikan persyaratan spesifikasi, serta menghindari pemalsuan. Setiap siklus pembuatan diperiksa setiap batch dengan spesifikasi bahan baku thiamin mononitrat yang berbeda.

Pada industri PT. Kimia Farma Plant. Medan pemeriksaan bahan baku dilakukan oleh laboratorium Quality Control. Berdasarkan hal diatas maka penulis ingin berpartisipasi ikut melakukan pemeriksaan bahan baku pada industri tersebut. Dalam tugas akhir ini data yang ditampilkan adalah hasil pemeriksaan bahan baku thiamin mononitrat pada siklus pertama tahun 2015 produksi vitamin B kompleks PT. Kimia Farma Plant. Medan.


(12)

1.2 Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mutu bahan baku zat aktif Thiamin mononitrat yang akan digunakan dalam formulasi tablet vitamin B kompleks memenuhi syarat seperti yang tertera pada Farmakope Indonesia edisi IV.

1.2.2 Manfaat

Untuk mengetahui mutu bahan baku Thiamin mononitris, serta menambah pengetahuan dan keterampilan, khususnya tentang uji mutu bahan baku Thiamin mononitras sebagai zat aktif untuk pembuatan vitamin B kompleks.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat

Menurut Dirjen POM (2012) Obat adalah semua sediaan untuk penggunaan manusia dengan tujuan memulihkan atau mengetahui kondisi fisiologis atau patologis untuk kebaikan pengguna sediaan

2.2 Bahan Baku

Adalah semua bahan, baik bahan aktif obat dan eksipien, yang berubah atau tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut akan tertinggal didalam produk ruahan.

Menurut Dirjen POM (2012), bahan aktif obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan dalam pembuatan obat akan menjadi zat aktif obat tersebut. Bahan tersebut bertujuan untuk menghasilkan khasiat farmakologi atau memberikan efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.

Formulasi pembuatan tablet vitamin B kompleks yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma Plant. Medan

R/ Thiamin mononitrat 2 mg Ribofalvina 2 mg Piridoksina 2 mg Nikotinamide 20 mg


(14)

Kalsium Pantotenat 10 mg Bobot vitamin B kompleks 100 mg.

2.3 Pengawasan Dan Pemeriksaan Mutu Bahan Baku

Pengawasan mutu secara keseluruhan berhubungan untuk menghasilkan produk yang sempurna, untuk mencegah atau mengurangi kesalahan pada tiap tahap produksi. Meskipun tanggung jawab pengawasan mutu pada prinsipnya ada ditangan seorang pengawas mutu, namun diperlukan kerjasama yang baik. Mutu harus dijaga mulai dari perencanaan terhadap produk, termasuk perencanaan terhadap bangunan, ruang-ruang, ventilasi, kebersihan, dan sanitasi lingkungan. Produk dan rencana pelaksanaan dimulai dengan penelitian pengembangan, yang meliputi praformulasi, berbagai sifat fisika, kimia, efekterapetik, dan toksisitas, dari bahan tersebut. Harus pula dipertimbangkan bahnnya, proses yang sedang berjalan dan kontrol produksi, pengawasan serta sediaan akhir. Serta menjaga kestabilan obat, bebas dari kontaminasi bakteri, bagaimana cara penyimpanan yang baik, wadah serta label dan cara penutupan yang baik (Lieberman, 1994).

Spesifikasi yang baik mengenai bahan baku harus ditulis secara lengkap, menggunakan istilah yang tepat, mencantumkan metode pengujian secara terperinci, jenis alat dan cara sampling yang digunakan, dan harus diidentifikasi dengan benar. Seperti daftar uji umum, batas, dan data fisika serta kimia lainnyan untuk bahan baku sehubungan dengan identitas, kemurnian, kekuatan, dan mutu (Lieberman, 1994).


(15)

2.4 Uraian vitamin

Yang dimaksudVitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah sangat kecil, dan harus didapatkan dari luar tubuh, karena tidak dapat disintesa atau dibentuk oleh tubuh sendiri. Vitamin ada yang larut dalam air dan larut dalam lemak. Vitamin yang larut dalam air seperti vitamin C dan B komplek, sedangkan vitamin yang larut dalam lemak yakni vitamin A (retinol), vitamin D (kalsiferol), vitamin E (tokoferol), dan vitamin K (quinonon) (Mitayani, 2010).

2.4.1 Fungsi Vitamin

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim. (Mitayani, 2010).

2.4.2 Vitamin B1 Rumus Bangun :

Rumus Molekul : C12H17N5O4S

Berat Molekul : 327,36

Pemerian : Hablur atau serbuk putih biasanya mempunyai bau khas lemah

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform


(16)

Timbul warna kuning

pH : 6,0 – 7,5 (Dirjen POM, 1995).

2.5 Uji Mutu Bahan Baku Thiamin Mononitrat antara lain 2.5.1 Pemerian

Pemerian paparan mengenai sifat zat yang diuraikan secara umum meliputi wujud, rupa, warna, rasa, bau, dan untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisiknya, dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk dalam pembuatan, peracikan dan penggunaan, disamping juga berguna untuk membantu pemeriksaan pendahuluan dalam pengujian. Karena itu, pernyataan yang terdapat didalamnya tidak cukup kuat dijadikan syarat baku (Dirjen POM, 1979).

2.5.2 Kelarutan

Kelarutan untuk menyatakan kelarutan zat kimia, istilah kelarutan dalam pengertian umum kadang kadang perlu digunakan, tanpa mengindahkan perubahan kimia yang mungkin terjadi pada pelarutan tersebut. Jika kelarutan suatu zat tidak diketahui dengan pasti, kelarutannya dapat ditunjukkan dengan kelarutan yang tertera pada kelarutan dalam etanol merupakan syarat baku obat yang bersangkutan (Dirjen POM, 1979).

2.5.3 Identifikasi

Identifikasi dinyatakan mengikat walaupun cara pengujiannya tidak cukup kuat digunakan untuk mengenal obat secara pasti. Uji kualitatif ataupun uji kuantitatif yang dimuat dalam farmakope indonesia cara yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan bagi masing-masing obat (Dirjen POM, 1979).


(17)

2.5.4 pH

Yang dimaksud pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen, elektrode kaca, dan elektrode pembanding yang sesuai seperti elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida (Dirjen POM, 1995).

Perlu ditekankan disini bahwa defenisi pH, skala pH, dan harga yang ditunjukkan oleh larutan dapar untuk pembakuan ditujukan untuk memproleh sistem operasional yang praktis, sehingga hasil dapat dibandingkan antar laboratorium. Harga pH yang diukur disini tidak persis sama dengan yang diproleh dengan defenisi klasik, bahwa pH= -log [H+ ] dalam air. Jika pH larutan yang diukur mempunyai komposisi yang cukup mirip dengan larutan dapar yang digunakan untuk pembakuan, pH yang diukur mendekati pH teoritis. Meskipun tidak ditegaskan hubungan pengukuran kesesuaian sistem untuk aktivitas atau kadar ion hidrogen , harga yang diproleh mendekati aktivitas ion hidrogen dalam air (Dirjen POM, 1995).

Jika pH meter dibakukan menggunakan larutan dapar dalam air, kemudian digunakan untuk mengukur ”pH” larutan atau suspensi dalam pelarut bukan air, maka tetapan pengionan dari asam atau basa, tetapan dielektrik dari medium, potensial sambungan cairan (yang dapat memberikan kesalahan lebih kurang 1 unit pH), dan respons ion hidrogen dari elektrode kaca, semua akan berubah. Oleh karena itu, harga yang diproleh dengan larutan yang sifatnya hanya mengandung


(18)

sebagian air, dapat dianggap hanya sebagai harga pH. Keasaman dapat diukur seksama menggunakan elektrode dan instrumen yang dibakukan (Dirjen POM, 1995).

Larutan Dapar Untuk Pembakuan pH Meter

Larutan dapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel. Simpan dalam wadah tahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Untuk memudahkan, petunjuk diberikan dengan pengenceran hingga volume 1000 mL, bukan dengan menyebutkan penggunaan 1000 g pelarut yang merupakan dasar sistem molalitas dari kadar larutan. Jumlah yang disebutkan tidak dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa informasi tambahan (Dirjen POM, 1995).

Untuk pembakuan pH meter, pilih 2 larutan dapar untuk pembakuan yang mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dan sedemikian rupa sehingga pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya. Isi sel dengan salah satu larutan dapar untuk pembakuan pada suhu yang larutan ujinya akan diukur. Pasang kendali suhu pada suhu larutan, dan atur kontrol kalibrasi untuk membuat pH identik dengan yang tercantum. Bilas elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan dapar untuk pembakuan yang kedua, kemudian isi sel dengan larutan tersebut pada suhu yang sama dengan larutan uji. Atur ”kemiringan” atau ”suhu” hingga pH sesuai. Ulangi pembakuan hingga kedua larutan dapar untuk pembakuan memberikan harga pH tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga yang tertera dalam tabel, tanpa pengaturan lebih lanjut dari pengendali. Jika sistem telah berfungsi dengan baik, bilas elektrode dan sel beberapa kali dengan larutan


(19)

uji, isi sel dengan sedikit larutan uji dan baca harga pH. Gunakan air bebas karbon dioksida P untuk pelarutan atau pengenceran larutan uji. Jika hanya diperlukan harga pH perkiraan dapat digunakan indikator dan kertas indikator (Dirjen POM, 1995).

2.5.5 Susut Pengeringan

Prosedur ini digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Untuk zat yang diperkirakan mengandung air sebagai satu-satunya bahan mudah menguap, cara yang terdapat pada penetapan kadar air sudah memadai dan dicantumkan dalam masing-masing monografi, lakukan penetapan menggunakan 1sampai 2 gram. Apabila zat uji berupa hablur besar, gerus secara cepat hingga ukuran partikel lebih kurang 2 mm. Tara botol timbang dangkal bersumbat kaca yang telah dikeringkan selama 30 menit pada kondisi seperti yang akan digunakan dalam penetapan. Masukkan zat uji kedalam botol beserta isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, ratakan zat uji sampai setinggi lebih kurang 50 mm dan dalam hal zat ruahan tidak lebih dari 10 mm. Masukkan kedalam oven. Panaskan zat uji pada suhu dan waktu tertentu seperti yang tertera pada monografi (Dirjen POM, 1995).

Jika zat uji melebur pada suhu lebih rendah dari suhu yang ditetapkan untuk penetapan susut pengeringan, biarkan botol beserta isinya selama 1 jam hingga 2 jam pada suhu 5º hingga 10º dibawah suhu lebur, kemudian keringkan pada suhu yang telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).


(20)

Jika contoh yang diujiberupa kapsul, gunakan sejumlah campuran isi dari tidak kurang dari 4 kapsul. Jika contoh diuji berupa tablet, gunakan serbuk tablet tidak kurang dari 4 tabletyang diserbukhaluskan (Dirjen POM, 1995).

Jika dalam monografi susut pengeringan ditetapkan dengan analisis termogravimetri, gunakan timbangan analitik yang peka (Dirjen POM, 1995).

Jika dalam monografi ditetapkan pengeringan dalam hampa udara diatas zat pengering, gunakan sebuah desikator vakum atau pistol pengering vakum atau alat pengering vakum lain yang sesuai (Dirjen POM, 1995).

Jika pengeringan dilakukan dalam desikator; lakukan penanganan khusus untuk menjamin zat pengering tetap efektif dengan cara menggantinya sesering mungkin (Dirjen POM, 1995).

2.6 Beri – Beri

Defisiensi vitamin B1, yang dikenal sebagai beri-beri, terlihat terutama pada masyarakat Asia Tenggara, yang menu makanannya tidak seimbang karena terutama terdiri dari beras giling. Gejala beri-beri, adalah gangguan neurologik (kelemahan, lumpuh, neuritis yang nyeri), diare, hilang nafsu makan, dermatitis dan anemia. Semua gejala ini terutama akibat penimbunan piruvat dan laktat (Nogrady, 1992).

Pada akhirnya otot betis dan otot paha akan mengecil (atrofi) dan timbul footdrop dan toedrop (keadaan dimana kaki atau jari-jari kaki tergantung timpang dan tidak dapat diangkat). Hal ini terjadi karena saraf-saraf dan otot-otot tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bisa juga terjadi wristdrop. Gejala awalnya berupa kelainan mental, laringitis dan penglihatan ganda. Selanjutnya penderita


(21)

akan mengarang-ngarang kejadian dan pengalaman untuk kekosongan ingatannya (konfabulasi) (Kristanti, 2010).

Kelainan saraf (beri-beri kering) dimulai dengan sebagai:

• Sensasi rangsangan (seperti tertusuk jarum) di jari-jari kaki

• Sensasi panas terbakar dikaki terutama memburuk pada malam hari

• Kejang otot betis

• Nyeri pada tungkai dan kaki

Kelainan jantung (beri-beri basah) ditandai oleh:

• Tingginya curah jantung

• Denyut jantung yang cepat

• Pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan kulit menjadi hangat dan lembab. Karena kekurangan vitamin B1, jantung tidak dapat mempertahankan curah jantung yang tinggi dan dapat terjadi kegagalan jantung, dimana ditemukan:

• Pelebaran vena-vena

• Sesak napas

• Penahanan cairan di paru-paru dan jaringan perifer (Kristanti, 2010). 2.6.1 Indikasi

Lingkup indikasi meliputi, selain gejala beri-beri, yang praktis terjadi dinegara barat ialah keadaan defisiensi yang disebabkan oleh kebutuhan vitamin B1 yang meningkat. Hal ini berlaku misalnya untuk para pecandu minuman alkohol. Karena kaitannya yang erat dengan metabolisme karbohidrat, kebutuhan akan vitamin B1 meningkat pada penggunaan makanan yang kaya karbohidrat. Sediaan dalam perdagangan yang mengandung vitamin B1 sebagai tiami-klorida-hidroklorida adalah antara lain Benerva®, Betabion®. Sediaan multivitamin yang


(22)

mengandung tiamin Neurobion® diberikan pada neuralgia dan neuritis (Kosasih, 1990).

2.6.2 Farmakologi

Kekurangan vitamin B1 yang berat menyatakan diri sebagai: - Kelemahan otot dan gejala kelumpuhan

- Gangguan fungsi jantung (kerusakan miokardium dan bradikardia) serta udem - Gangguan neurologik seperti kemampuan prestasi mental yang berkurang dan

kebingungan (Kosasih, 1990).

2.7 Metode Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri Ultraviolet

Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Keunggulan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih lebih terseleksi dan ini diproleh dengan alat pengurai seperti prisma, grating ataupun celah optis. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 2010).

Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang gelombang 190 nm - 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak (panjang gelombang 380 nm – 780 nm). Meskipun spektrum pada daerah ultraviolet dan


(23)

daerah cahaya tampak dari suatu zat tidak khas, tetapi sangat cocok untuk penetapan kuantitatif, dan untuk beberapa zat berguna untuk membantu identifikasi (Dirjen POM, 1979).

2.7.1 Asas Kerja

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektrum ultraviolet dan terlihat tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Spektra ultraviolet terlihat dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat transisi-transisi diantara tingkatan-tingkatan tenaga elektronik. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diproleh bila elektron-elektron dalam ikatan –π tereksitasi menimbulkan serapan dalam daerah dari 120 hingga 200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan relatif tidak banyak memberikan keterangan.Diatas 200 nm eksitasi elektron dari orbital-orbital p dan d dan orbital π segera dapat diukur dan spektra yang diproleh memberikan banyak keterangan.Dalam praktek, spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi (Sastrohamidjojo, 2010).

2.7.2 Aspek Kualitatif dan Kuantitatif

Pada data kualitatif yang diproleh adalah panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH, dan pelarut. Yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (Rohman, 2007).

Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang diteruskan dengan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan


(24)

jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang perdetik. Serapan dapat terjadi jika foton/ radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan (Rohman, 2007).

2.7.3 Instrumen Spektrofotometer Ultraviolet

1. Sumber

Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu wolfram. Arus cahaya tergantung pada tegangan lampu. Lampu hidrogen atau lampu deuterium digunakan untuk sumber pada daerah UV. Kebaikan lampu wolfarm adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memproleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial tidak stabil, kita akan mendapatkan energi yang bervariasi. Untuk mengompensasi hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan sampel selalu disertai larutan pembanding (Khopkar, 2010).

2. Monokromator

Digunakan untuk memproleh sumber, sinar yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan (Khopkar, 2010).

3. Sel absorpsi

Pada pengukuran didaerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa


(25)

karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa atau gelas hasil leburan serta seragam keseluruhannya (Khopkar, 2010).

4. Detektor

Peranan detektor penerima adalah memberikan respons terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 2010).

2.7.4 Hukum Lambert – Beer

Hubungan antara serapan radiasi dan panjang jalan melewati medium yang menyerap mula – mula dirumuskan oleh Bouguer (1729), meskipun kadang – kadang dikaitkan kepada Lambert (1768). Hukum Bouguer dan hukum Beer mudah digabungkan menjadi suatu rumus yang nyaman. Kita pelajari bahwa dalam mempelajari efek konsentrasi yang berubah – ubah terhadap absorpsi, panjang jalan melewati larutan dijaga agar konstan, namun hasil-hasil yang diukur akan bergantung pada besarnya nilai konstan itu. Dengan perkataan lain, hukum Beer seperti tertulis k4 = f(b). Serupa pula hukum bouguer, dengan k2 = f(c).

Substitusi hubungan mendasar ini kedalam hukum Bouguer dan hukum Beer memberikan:

log =

��

=

.

.

log =

��

=

.

.

Bouguer Beer Kedua hukum itu harus berlaku serempak pada sebarang titik, jadi


(26)

Keterangan:

P0/p : absorban (serapan)

f/a : absorptivitas c : konsentrasi

b : tebal kuvet (Day, 2002).

Absorptivitas (f/a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi.Satuan a ditentukan oleh satuan c, jika satuan c dalam molar

(M) maka absorptivitas disebut dengan absorptivitas molar disimbolkan dengan ε

yang satuannya M-1cm-1.Jika c dinyatakan dengan persen berat/volume (g/100mL) maka absorptivitas dapat ditulis dengan E dan juga seringkali ditulis dengan A (Rohman, 2007).

Absorpsi energi direkam sebagai absorbans (bukan transmitan seperti dalam spektra inframerah). Absorban pada suatu panjang gelombang tertentu didefenisikan sebagai:

A =

���

��

dengan A= absorbans

Io= intensitas berkas cahaya rujukan (cahaya awal)

I = intensitas berkas cahaya contoh (cahaya yang ditransmisikan setelah melewati sampel) (Fessenden, 1982)


(27)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Tempat Pelaksanaan Uji mutu Bahan Baku Thiamin Mononitat

Penetapan kadar ini dilakukan di laboratorium yang terdapat di PT.Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan yamg beralamat di Jl. Sisingamangaraja Km.9 No. 59 Medan Amplas.

3.2 Alat-Alat

Alat–alat yang digunakan adalah alat–alat gelas, Moisture analyzer, pH meter, spektofotometer Uv-Vis Merk ALIGENT, timbangan analitik digital Merk SARTORIUS type CP-224S, dan Ultrasonic digital Merk ELMA type D-78224.

3.3 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah asam sulfat 0,1N, aquades, asam sulfat pekat, timbal (II) asetat LP, Natrium Hidroksida 2,5N, Besi (II) Sulfat LP, tiamin mononitrat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), dan Sampel yang diuji bahan baku tiamin mononitrat dengan No. Batch UQ40303076.

3.4 Prosedur Pemeriksaan 3.4.1 Pengambilan Sampel Uji

Dari 1 kemasan bahan baku tiamin mononitrat yang dipasok dengan berat 25 kg, maka dengan prosedur tetap perusahaan sampel yang diambil untuk diuji adalah 1 kemasan, dengan berat sampel yang diambil ± 10 gr.


(28)

3.4.2 Pemerian

Diambil sampel lalu diamati biasanya sampel hablur/serbuk putih, biasanya mempunyai bau khas lemah.

3.4.3 Kelarutan

Larutkan 100 mg zat uji kedalam 10 ml aquades, larutkan 100 mg zat uji dalam 100 ml etanol dan larutkan 100 mg zat uji dalam 100 ml kloroform.

3.4.4 Identifikasi

A. Pada 2 ml larutan (1 dalam 50) tambahkan 2 ml asam sulfat pekat, dinginkan secara hati-hati dan tambahkan 2 ml besi (II) sulfat LP. Terbentuk cincin berwarna coklat pada batas kedua cairan.

B. Dilarutkan lebih kurang 5 mg dalam campuran timbal (II) asetat LP dan 1 ml natrium hidroksida 2,5N terjadi warna kuning. Panaskan campuran selama beberapa menit diatas tangas uap, warna berubah menjadi coklat dan biarkan, terbentuk endapan timbal (II) sulfida yang memisah.

3.4.5 pH (2%)

a. Dilarutkan 0,5 mg zat uji dalam 25 ml aquades, kocok hingga larut. b. Cara Kerja Penetapan pH

1. Sebelum bekerja alat harus dalam keadaan bersih, dan siap untuk digunakan

2. Hubungkan steaker adaptor dan stop kontak sehingga arus listrik mengalir ke pH meter

3. sebelum menggunakan pH meter, lakukan kalibrasi dengan cara sebagai berikut:


(29)

a. Angkat elektroda

b. Dicuci hingga bersih dengan aquades bebas CO2

c. Diatur suhu larutan dapar pH 7,0 menjadi ±25ºC d. Celupkan elektroda kedalam larutan pH 7,0 e. Tekan tombol on/off ke posisi on

f. Tekan tombol call sampai menunjuk ke angka 2 g. Tekan tombol read

h. Catat segera hasil yang diproleh sesuai angka yang tertera pada display i. Bersihkan elektroda terlebih dahulu dengan aquades bebas CO2 dan

keringkan dengan tissu

4. Ulangi tahap 3 beberapa kali hinagga diproleh pembacaan pH berturut-turut dalam batas ±0,05 unit pH

5. Angkat elektroda dan cuci hingga bersih dengan aquades bebas CO2

6. Celupkan elektroda kedalam larutan dapar pH 4,0 atau pH 10,0 tergantung pada rentang pH larutan uji (asam/basa)

7. ulangi tahap 5 dan 6 beberapa kali hingga diproleh pembacaan pH tiga kali berturut-turut dalam batas ±0,05 unit pH.

3.4.6 Susut Pengeringan

a. Ditimbang dengan teliti 500 mg sampel, keringkan dengan alat moisture analyzer pada suhu 105ºC selama 2 jam.

b. Cara Kerja Penetapan Susut Pengeringan

1. Tekan tombol “power” untuk menghidupkan printer. Hubungkan steaker alat dengan stop kontak, tekan tombol “on/off” hingga muncul tampilan dasar pada display.


(30)

2. Tekan tombol “menu” kemudian pilih “mhetod” kemudian tekan “sel” lalu dipilih data produk yang akan diuji

3. Untuk mengubah parameter data produk, tekan “edit” lalu pilih “name” lalu “edit” isi nama produk yang akan diuji gunakan “H” untuk huruf capital atas “abc” untuk huruf kecil tekan “ “ untuk pengetikan karakter kedua dan gunakan ^ , bila telah selesai tekan “ ”

4. tekan “v” untuk memilih parameter selanjutnya “target weight” isi dengan bobot sampel yang akan diuji, gunakan”_” atau “+” untuk menambah atau mengurangi bobot kemudian tekan “ “

5. Parameter selanjutnya “drying program” tekan “edit” kemudian pilih “STD”

6. Tekan “v” untuk memilih parameter selanjutnya “temperature” uji dengan syarat suhu pemanasan sesuai dengan sampel yang diuji. Gunakan “_” atau “+” untuk menambah atau mengurangi suhu lalu tekan “ ”

7. tekan “v” untuk memilih parameter selanjutnya “switch of mode” lalu pilih “edit” kemudian pilih “3” yang digunakan untuk tertinggi standartnya yang bisa digunakan untuk semua sampel, lalu tekan “ ” . Gunakan “v” untuk memilih tingkat pemanasan yang lain

8. Setelah semua parameter diisi lalu tekan “Exit” 2x kemudian “Yes” 9. Tekan tombol “A” atau “B” untuk menampilkan sampel yang akan diuji 10. Kemudian buka penutupnya dan tutup kembali, bila alat digunakan


(31)

Kemudian masukkan sampel sesuai dengan bobot mak. Dan min. pada display, lalu angkat pan piringan dan ratakan sampel

11. tutup kembali penutupnya, dan biarkan proses berjalan hingga hasil di proleh

3.4.7 Kadar

a. Larutan Baku

Ditimbang 50 mg Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan ±20 ml asam sulfat 0,1N ultrasonik selama 15 menit ditambahkan asam sulfat 0,1N sampai garis tanda. Kemudian Dipipet 1 ml, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan dengan pelarut sampai garis tanda (konsentrasi 0,01 mcg/ml).

b. Larutan Uji

Ditimbang sampel 50 mg, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, ditambahkan ±20 ml asam sulfat 0,1N, ultrasonik selama 15 menit ditambahkan asam sulfat 0,1N sampai garis tanda. Kemudian Dipipet 1 ml, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml, tambahkan dengan pelarut sampai garis tanda (konsentrasi 0,01 mcg/ml).

c. Cara Kerja Penetapan Kadar

Tahapan kerja penetapan kadar yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Hidupkan seperangkat alat spektofotometerultraviolet (UV).

2. Klik program spektofotometri ultraviolet (UV) yang terdapat dikomputer.

3. Klik menu Quantification, masukkan panjang gelombang maksimum (273 nm) serta jarak batas atas dan batas bawah panjang gelombang (200 nm dan 400 nm). 4. Masukkan larutan pengencer ke dalam kuvet.


(32)

5. Klik blank, lalu spektrum keluar. 6. Masukkan larutan A ke dalam kuvet.

7. Klik standard, lalu Procosed spektrum standar dan calibration curve keluar. Serta 3 buah absorbansi keluar di dalam tabel, dalam perhitungan kadar yang digunakan adalah nilai rata-rata dari ketiga absorbansi.

8. Masukkan larutan B ke dalam kuvet.

9. Klik sampel, lalu Overhaid sampel spectra keluar. Serta 2 buah absorbansi keluar di dalam tabel, dalam perhitungan kadar yang digunakan adalah nilai rata-rata dari kedua absorbansi untuk masing–masing larutan B.

Perhitungan penetapan kadar dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Cs =

���

���

x

C

BPFI Keterangan:

Cs : Kadar Sampel

As : Serapan Larutan Uji/Sampel Ab : Serapan Larutan Baku


(33)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil pengujian

Dari pengujian pemerian, kelarutan, identifikasi, pH, susut pengeringan dan kadar dari bahan baku tiamin mononitras didapatkan hasil sebagai berikut: Pemerian : Hablur atau serbuk putih,

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform

Identifikas : Memberikan reaksi positif pH 2% : 7,09

Susut Pengeringan : 0,46% Kadar : 101,83%

4.2 Pembahasan

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, pemerian tiamin mononitrat bahan baku adalah hablur atau serbuk putih, biasanya mempunyai bau khas lemah. kelarutannya agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol, dan dalam kloroform. Identifikasi menggunakan asam sulfat pekat dan besi (II) LP memberikan reaksi positif berwarna coklat pada batas kedua cairan. Rentang pH tiamin mononitrat adalah 6,0 – 7,5. Susut pengeringan tidak lebih dari 1,0% dan rentang kadar tiamin mononitras adalah 98,0 – 102,0%.

Penetapan kadar tersebut memenuhi syarat Farmakope Indonesia seperti tertera pada tablel 1. Karena penyerapan atau absorptivitasnya tergantung pada


(34)

suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Dengan demikian, hasil dari uji mutu bahan baku tiamin mononitrat memenuhi syarat Farmakope Indonesia Edisi IV pada halaman 786 – 787 (Rohman, 2007).

Jika dibandingkan hasil pengujian dengan persyaratan pada Famakope Indonesia Edisi III seperti tertera pada tablel 1, maka semua spesifikasi pemeriksaan memenuhi syarat.

Tabel 1

Pemeriksaan Persyaratan Hasil

Pemerian Hablur atau serbuk putih biasanya mempunyai bau khas lemah

Hablur atau serbuk putih biasanya mempunyai bau khas lemah

Kelarutan Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform

Agak sukar larut dalam air, sukar larut dalam etanol dan dalam kloroform

Identifikasi Memberikan reaksi positif Memberikan reaksi positif

pH 2% 6,0 – 7,5 7,09

Susut pengeringan

Tidak lebih dari 1,0% 0,46%


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Pengujian mutu bahan baku thiamin mononitrat yang nantinya akan digunakan menjadi bahan baku berkhasiat dalam formulasi pembuatan tablet Vit. B kompleks oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan, memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi ke-IV.

5.2 Saran

Pada uji mutu bahan baku thiamin mononitrat saat ini, hanya berasal dari satu pabrik industri obat saja, maka diharapkan kepada penulis selanjutnya untuk mengembangkan tulisan ini dengan melakukan pemeriksaan dari berbagai industri obat lainnya.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Brosur tablet Vitamin B compleksR Kimia Farma

Day. R., dan Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi IV. Jakarta: Erlangga. Hal. 391-392.

Dirjen, POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. XXIX, 772.

Dirjen, POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 1039, 1043.

Dirjen, POM. 2012. Petunjuk Operasional Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan POM. Hal. 911.

Fessenden, 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid Dua. Jakarta: Erlangga. Hal. 439. Khopkar, 2010. Konsep Dasar Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal.

226-227.

Kristanti, H. 2010. Penyakit Akibat Kelebihan Dan Kekurangan Vitamin Mineral dan Elektrolit. Yogyakarta: Citra Pustaka. Hal. 59,61-62.

Kosasih, 1990. Senyawa Obat Edisi Kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 583-586.

Lieberman, H. 1994. Teori Dan Praktek Farmasi Industri III. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 1603-1604.

Mitayani. 2010. Ilmu Gizi. Jakarta: Trans Info Media. Hal.18

Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 486-488.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 240-242. Wikipedia, Thiamine mononitrate. Diakses dari Wikimedia Inc. Diunduh 10 April 2015


(37)

Lampiran I

Perhitungan Penetapan Kadar thiamin mononitrat

Kadar thiamin mononitrat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Cs =

��

��

x

C

BPFI Keterangan:

Cs : Kadar Sampel

As :Serapan Larutan Sampel Ab : Serapan Larutan Baku

CBPFI : Kadar Baku Pembanding Farmakope Indonesia

Data Absorbansi Thiamin Mononitras BPFI

Absorbansi yang digunakan adalah

Diketahui :Serapan Larutan Baku (Ab) adalah 0,38870.Kadar Baku Pembanding

Farmakope Indonesia (CBPFI ) adalah 101,07%. Pengukuran dilakukan dua kali

dalam waktu yang berdekatan (duplo), jadi serapan yang digunakan adalah rata-rata dari hasil kedua pengukuran masing-masing sampel yang di uji.

No. Nama Sampel Absorbansi <254 nm> 1.

Bahan Baku TM BPFI 0,39087 2.

Bahan Baku TM BPFI 0,38922 3.

Bahan Baku TM BPFI 0,38865 4.

Bahan Baku TM BPFI 0,38819 5.

Bahan Baku TM BPFI 0,38772 6.


(38)

No Nama Sampel Serapan Pengukuran I

Serapan Pengukuran II

Serapan Rata-Rata 1 B. Baku thiamin

mononitras I 0,39180 0,39146 0,39163

Kadar masing-masing bahan baku adalah sebagai berikut:

Kadar B. Baku thiamin mononitrat =As

Ab

C

BPFI

Kadar B. Baku thiamin mononitrat = As

Ab

C

BPFI

=

0,39163

0,38870

×

101,07%


(39)

Lampiran 2 Gambar alat

Gambar 1. Moisture Analyzer Gambar 2. pH meter


(40)

Lampiran 3.


(41)

(42)

(1)

Lampiran I

Perhitungan Penetapan Kadar thiamin mononitrat

Kadar thiamin mononitrat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Cs =

��

��

x

C

BPFI

Keterangan:

Cs : Kadar Sampel

As :Serapan Larutan Sampel Ab : Serapan Larutan Baku

CBPFI : Kadar Baku Pembanding Farmakope Indonesia

Data Absorbansi Thiamin Mononitras BPFI

Absorbansi yang digunakan adalah

Diketahui :Serapan Larutan Baku (Ab) adalah 0,38870.Kadar Baku Pembanding

Farmakope Indonesia (CBPFI ) adalah 101,07%. Pengukuran dilakukan dua kali

dalam waktu yang berdekatan (duplo), jadi serapan yang digunakan adalah rata-rata dari hasil kedua pengukuran masing-masing sampel yang di uji.

No. Nama Sampel Absorbansi <254 nm>

1.

Bahan Baku TM BPFI 0,39087

2.

Bahan Baku TM BPFI 0,38922

3.

Bahan Baku TM BPFI 0,38865

4.

Bahan Baku TM BPFI 0,38819

5.

Bahan Baku TM BPFI 0,38772

6.


(2)

No Nama Sampel Serapan Pengukuran I Serapan Pengukuran II Serapan Rata-Rata

1 B. Baku thiamin

mononitras I 0,39180 0,39146 0,39163

Kadar masing-masing bahan baku adalah sebagai berikut:

Kadar B. Baku thiamin mononitrat =As

Ab

C

BPFI

Kadar B. Baku thiamin mononitrat = As

Ab

C

BPFI

=

0,39163

0,38870

×

101,07% = 101,83%


(3)

Lampiran 2 Gambar alat

Gambar 1. Moisture Analyzer Gambar 2. pH meter


(4)

Lampiran 3.


(5)

(6)