Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Pasca diberlakukannya UUPK No 29 Tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT

KANDUNGAN PASCA DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010

T E S I S

Oleh

ANTONIUS GINTING 087013002/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT

KANDUNGAN PASCA DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANTONIUS GINTING 087013002/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN PASCA

DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : Antonius Ginting Nomor Induk Mahasiswa : 087013002

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si) (

Ketua Anggota

Drs. Amru Nasution, M.Kes)

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 24 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

2. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) 3. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA DOKTER SPESIALIS KEBIDANAN DAN PENYAKIT

KANDUNGAN PASCA DIBERLAKUKANNYA UUPK NO 29 TAHUN 2004 DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 24 Agustus 2010 Penulis

Antonius Ginting 087013002/IKM


(6)

ABSTRAK

Persentase kematian ibu akibat perdarahan, pre-eklamsia dan sepsis di RSUP.H.Adam Malik Medan masih tinggi, melebihi standar Depkes RI, demikian juga dengan persentase kematian bayinya. AKI dan AKB merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kinerja (performance) tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Berlakunya UUPK No 29 tahun 2004 dengan pembatasan 3 tempat praktik bagi dokter bertujuan memberikan pelayanan yang berkualitas.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 52 orang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik individu (jumlah tempat praktik, umur, lama kerja, jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan, sarana pelayanan, serta imbalan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Variabel jumlah tempat praktik merupakan variabel yang memberikan pengaruh paling besar.

Disarankan RSUP. H. Adam Malik Medan mengevaluasi jumlah tempat praktik dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sesuai UUPK No 29 tahun 2004 serta melengkapi sarana pelayanan yang dibutuhkan dalam pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan. Peningkatan peran dan fungsi Komite Medik RSUP. H. Adam Malik Medan dalam pengawasan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sehingga terhindar dari tindakan malpraktik.


(7)

ABSTRACT

Percentage of maternal deaths due to haemorrhage, pre-eclampsia and sepsis in Haji Adam Malik General Hospital is still high, exceeding the Ministry of Health standards, as well as the percentage of infant mortality. AKI (Maternal Mortality Rate) and AKB (Infant Mortality Rate) are the indicator that shows the performance of health workers who play role in maternal and child health services, including specialists, obstetrics and gynecology. The Implementation of UUPK No.29/2004 by limiting third for the doctor's practice aims to provide a quality service.

The purpose of this study to analyze the influence of characteristics of individual (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) on the performance of Obstetrician and Gynecologist after the passing of UUPK No.29/2004 at Haji Adam Malik General Hospital, with an explanatory survey . The population of this study were all of 52 Obstetricians and Gynecologists and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of individual characteristics (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) had significant influence on the performance of Obstetrician and Gynecologist. The variable of number of places of practice was the dominant variable influenced on the performance of Obstetrician and Gynecologist.

Based on UUPK No.29/2004, the management of Haji Adam Malik General Hospital suggested to evaluate the number of places where the Obstetricians and Gynecologists do their medical practice and to equip the places with the service facilities needed by the Obstetrics and Gynecology service. The hospital role and function of the Medical Committee of Haji Adam Malik General Hospital in controlling the performance of the Obstetricians and Gynecologists need to be improved to avoid the Obstetricians and Gynecologists from doing malpractice.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Karakteristik Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan

Penyakit Kandungan Pasca diberlakukannya UUPK No 29 Tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K).

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing


(9)

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Amru Nasution, M.Kes sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. Terima kasih juga

kepada Prof.dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP (K) dan Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku penguji tesis yang telah memberikan masukan dan

koreksi untuk kesempurnaan tesis ini.

Terima kasih kepada Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Irjen. Pol. Oegroseno, SH yang telah mengizinkan penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara dan memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada Kepala Bidang Kedokteran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kombes. Pol. Dr. Didi Agus Mintadi, Sp.JP, D.F.M yang telah memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih kepada Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II Kepolisian Daerah Daerah Sumatera Utara, Kombes. Pol. Drg. Hasrat Ginting, Sp.BM yang telah memberikan dorongan semangat untuk menyelesaikan tesis ini.


(10)

Terima kasih kepada Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit yang dipimpinnya.

Terima kasih kepada Kepala Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan beserta seluruh Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan yang telah bersedia bekerjasama dan menjadi responden dalam penelitian ini.

Terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada kedua orangtua tercinta serta kedua mertua yang telah memberikan motivasi dan dukungan untuk menyelesaikan pendidikan.

Tak terhingga terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Istriku tercinta Roswitha Bukit, SE.Ak, serta putriku tersayang: Sabrina Angelina br Ginting dan Glory Anitha Putri br Ginting yang telah menjadi dukungan selama masa pendidikan.

Selanjutnya terima kasih juga para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada seluruh teman-teman angkatan 2008, khususnya Minat Studi Administrasi Rumah Sakit yang telah memberikan dorongan semangat dan bantuan sumbangan ide-ide untuk penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan


(11)

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2010 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Antonius Ginting, lahir pada tanggal 6 Juli 1965 di Tiga Panah, anak ketiga dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda S. Ginting dan Ibunda R. Br Tarigan.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tiga Panah selesai tahun 1979, Sekolah Menengah Pertama Negeri Kabanjahe selesai tahun 1982, Sekolah Menengah Atas Negeri Pancurbatu selesai tahun 1985, Fakultas Kedokteran USU Medan selesai tahun 1991, Pendidikan Sekolah Perwira Karier Polri (SEPA-PK.Polri) selesai tahun 1992, Pendidikan Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas Kedokteran USU Medan selesai tahun 2003.

Mulai bekerja sebagai Perwira Polri di Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat – IV Pekanbaru Riau tahun 1992 s/d 2004, tahun 2004 pindah tugas ke Polda Sumatera Utara sampai sekarang bekerja pada Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat-II Medan.

Pada tanggal 27 Desember 1994, penulis menikah dengan Roswitha Bukit, SE.Ak, putri dari Pdt (Em). P. Bukit dan Ng br. Sembiring, dan penulis dikaruniai 2 orang putri.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Aministrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1.Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) ... 10

2.1.1. Pengaturan Praktik Kedokteran ... 12

2.1.2. Izin Praktik ... 13

2.1.3. Ketentuan Pidana (Sanksi) ... 15

2.1.4. Pembatasan Tempat Praktik ... 16

2.2. Pelayanan Dokter Spesialis dan Penyakit Kandungan ... 17

2.2.1. Angka Kematian Ibu dan Bayi sebagai Masalah Kebidanan dan Penyakit Kandungan ... 22

2.3. Kinerja ... 26

2.4. Rumah Sakit Milik Pemerintah ... 31

2.5. Landasan Teori ... 32

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 35

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3. Populasi dan Sampel ... 36

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1. Data Primer ... 37

3.4.2. Data Sekunder ... 38

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40


(14)

3.5.2. Definisi Operasional... 40

3.6. Metode Pengukuran ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 45

4.1. Gambaran Umum RSUP H. Adam Malik Medan ... 45

4.2. Karakteristik Individu ... 50

4.3. Karakteristik Organisasi ... 51

4.3.1. Pengawasan ... 51

4.3.2. Sarana Pelayanan ... 53

4.3.3. Imbalan ... 55

4.4. Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan ... 58

4.5. Analisis Bivariat ... 61

4.6. Analisis Multivariat ... 65

BAB 5 PEMBAHASAN ... 67

5.1. Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 67

5.1.1. Pengaruh Jumlah Tempat Praktik terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 67

5.1.2. Pengaruh Umur terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 68

5.1.3. Pengaruh Masa Kerja terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 70

5.1.4. Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 72

5.2. Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 73

5.2.1. Pengaruh Pengawasan terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 73

5.2.2. Pengaruh Sarana Pelayanan terhadap Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan di RSUP H. Adam Malik Medan ... 75 5.2.3. Pengaruh Imbalan terhadap Kinerja Dokter Spesialis


(15)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 78

6.2. Saran ... 78


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Jumlah Kematian Pasien Kebidanan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009 ... 3 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 42 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di RSUP

H. Adam Malik Medan ... 50 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengawasan di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 52 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Sarana Pelayanan di RSUP H. Adam

Malik Medan ... 54 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Imbalan di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 56 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Organisasi di RSUP H.

Adam Malik Medan ... 58 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di RSUP H. Adam Malik

Medan ... 59 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kinerja di RSUP H. Adam

Malik Medan ... 60 4.8. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja di RSUP H. Adam

Malik Medan ... 61 4.9. Hubungan Karakteristik Organisasi dengan Kinerja di RSUP H. Adam

Malik Medan ... 63 4.10. Hasil Uji Multivariat Regresi Ganda ... 65


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson ... 33 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 85

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 89

3. Distribusi Frekuensi (Uji Univariat) ... 90

4. Hasil Uji Chi-Square (Uji Bivariat) ... 96

5. Hasil Uji Regresi Berganda (Uji Multivariat) ... 103

6. Dokumentasi Penelitian ... 104

7. Surat Izin Penelitian dari FKM-USU Medan ... 105

8. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian dari RSUP H.Adam Malik Medan ... 106


(19)

ABSTRAK

Persentase kematian ibu akibat perdarahan, pre-eklamsia dan sepsis di RSUP.H.Adam Malik Medan masih tinggi, melebihi standar Depkes RI, demikian juga dengan persentase kematian bayinya. AKI dan AKB merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kinerja (performance) tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Berlakunya UUPK No 29 tahun 2004 dengan pembatasan 3 tempat praktik bagi dokter bertujuan memberikan pelayanan yang berkualitas.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Jenis penelitian ini survey dengan tipe explanatory. Populasi penelitian sebanyak 52 orang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dan seluruh populasi menjadi sampel. Data diperoleh dengan wawancara, dianalisis dengan uji regresi linear berganda pada α = 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik individu (jumlah tempat praktik, umur, lama kerja, jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan, sarana pelayanan, serta imbalan) berpengaruh signifikan terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Variabel jumlah tempat praktik merupakan variabel yang memberikan pengaruh paling besar.

Disarankan RSUP. H. Adam Malik Medan mengevaluasi jumlah tempat praktik dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sesuai UUPK No 29 tahun 2004 serta melengkapi sarana pelayanan yang dibutuhkan dalam pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan. Peningkatan peran dan fungsi Komite Medik RSUP. H. Adam Malik Medan dalam pengawasan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sehingga terhindar dari tindakan malpraktik.


(20)

ABSTRACT

Percentage of maternal deaths due to haemorrhage, pre-eclampsia and sepsis in Haji Adam Malik General Hospital is still high, exceeding the Ministry of Health standards, as well as the percentage of infant mortality. AKI (Maternal Mortality Rate) and AKB (Infant Mortality Rate) are the indicator that shows the performance of health workers who play role in maternal and child health services, including specialists, obstetrics and gynecology. The Implementation of UUPK No.29/2004 by limiting third for the doctor's practice aims to provide a quality service.

The purpose of this study to analyze the influence of characteristics of individual (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) on the performance of Obstetrician and Gynecologist after the passing of UUPK No.29/2004 at Haji Adam Malik General Hospital, with an explanatory survey . The population of this study were all of 52 Obstetricians and Gynecologists and all of them were selected to be sample. The data for this study were obtained through interviews using questionnaires. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the variables of individual characteristics (number of places of practice, length of service, age, and sex) and the characteristics of organization (control of service provided, service facilities, and reward) had significant influence on the performance of Obstetrician and Gynecologist. The variable of number of places of practice was the dominant variable influenced on the performance of Obstetrician and Gynecologist.

Based on UUPK No.29/2004, the management of Haji Adam Malik General Hospital suggested to evaluate the number of places where the Obstetricians and Gynecologists do their medical practice and to equip the places with the service facilities needed by the Obstetrics and Gynecology service. The hospital role and function of the Medical Committee of Haji Adam Malik General Hospital in controlling the performance of the Obstetricians and Gynecologists need to be improved to avoid the Obstetricians and Gynecologists from doing malpractice.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR) dan Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) di Indonesia masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Tahun 2008 AKI di Indonesia sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 33 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2009). Di Provinsi Sumatera Utara AKI tercatat sebesar 177,36 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 33,11 per 1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2009).

Menurut Roeshadi (2004), tingginya AKI dan AKB di Indonesia terkait dengan semakin kompleksnya faktor penyulit yang dihadapi dalam persalinan seperti: persalinan dengan eklampsia, persalinan dengan perdarahan, persalinan dengan sepsis, waktu rawat inap ibu melahirkan yang panjang/partus tidak maju, persalinan dengan BB lahir < = 2000 gram, serta pelayanan persalinan dengan seksio sesarea.

AKI dan AKB merupakan salah satu indikator yang menunjukkan kinerja (performance) tenaga kesehatan yang berperan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang masih rendah. Menurut Depkes RI (2005), rendahnya kinerja dokter spesialis kebidanan dan


(22)

penyakit kandungan terkait dengan praktik dokter di beberapa tempat, sehingga kualitas pelayanan medik pada saat melakukan pertolongan persalinan belum sesuai dengan yang diharapkan. Kondisi semacam itu antara lain yang melatarbelakangi keluarnya Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) No 29 tahun 2004, yang di dalamnya memuat pembatasan 3 tempat praktik bagi dokter.

Pembatasan tiga tempat praktik yang diatur dalam pasal 37 ayat (2) Undang Undang Praktik Kedokteran didasarkan pada pertimbangan: (a) menjamin tersedianya waktu yang cukup tepat bagi pelayanan medis, (b) menjamin tersedianya waktu yang cukup bagi dokter dan dokter gigi untuk melakukan penelitian, (c) menghindari monopoli pelayanan medis oleh dokter-dokter yang lebih senior, (d) memberikan kesempatan pada dokter untuk bersaing secara positif dalam pemberian pelayanan kepada pasien, (e) untuk menghindari kelelahan sehingga dokter atau dokter gigi dapat bekerja dengan kualitas yang maksimal, serta (f) lebih menyebarluaskan tenaga dokter dan dokter gigi ke seluruh penjuru tanah air.

Pelayanan kedokteran spesialistik di Indonesia yang terkait erat dengan peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan menggunakan indikator utama yaitu AKI dan AKB adalah spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Pentingnya peran ilmu kebidanan karena mempelajari tentang kehamilan, persalinan, kala nifas serta kembalinya alat reproduksi ke keadaan normal.

Berdasarkan data Persatuan Obstetri dan Gynekologi Indonesia (POGI Cabang Propinsi Sumatera Utara) tahun 2009 terdapat 201 orang dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang tersebar di 33 kabupaten/kota. Persentase


(23)

terbesar terdapat di Kota Medan yaitu sebanyak 125 orang (62,19%), hal ini menunjukkan penyebaran dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan belum merata di seluruh kabupaten atau kota.

Salah satu rumah sakit pemerintah di Kota Medan yaitu Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik yang merupakan pusat rujukan. Kejadian ibu meninggal karena melahirkan di rumah sakit ini berdasarkan data yang diperoleh tergolong tinggi (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Jumlah Kematian Pasien Kebidanan di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2009

Bulan Jumlah Pasien Kebidanan tahun 2009 Kematian Ibu

Kematian Bayi Perdarahan Preeklamsi Sepsis Total Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

Jan 8 4 3 15 1 33,3 3 6.0

Peb 8 5 3 16 6 13.3

Mar 9 5 3 18 1 11,1 1 20,0 1 33,3 1 1.8

Apr 8 5 3 15 6 13.6

Mei 7 4 2 14 1 14,3 1 50,0 4 9.8

Jun 10 6 3 20 8 13.8

Jul 10 6 3 18 12 23.1

Agus 10 6 3 19 1 10,0 1 33,3 1 33,3 5 9.4

Sept 13 7 4 24 14 22.6

Okt 12 7 4 22 1 14,3 15 28.3

Nov 11 6 4 21 1 9,1 14 19.7

Des 15 8 5 28 1 12,5 6 7.1

Jlh 120 70 40 231 4 3,3 6 8,6 2 5,0 94 14.1

Sumber: Poli Kebidanan dan Penyakit Kandungan dan IGD RSUP.H.Adam Malik Medan, 2009.

Tabel 1.2. di atas menunjukkan bahwa persentase pasien kebidanan dengan perdarahan paling banyak, yaitu 120 orang, dari jumlah tersebut terdapat 4 orang (3,3%) yang meninggal. Selanjutnya pasien kebidanan dengan preeklamsia sebanyak 70 orang, dari jumlah tersebut terdapat 6 orang (8,6%) yang meninggal. Pasien


(24)

kebidanan dengan sepsis sebanyak 40 orang, dari jumlah tersebut terdapat 2 orang (5,0%) yang meninggal.

Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005) menyebutkan bahwa standar kematian (case fatality rate) ibu akibat perdarahan sebesar < 1%, akibat pre-eklamsia sebesar < 3,0% dan akibat sepsis sebesar <0,2%. Dibandingkan dengan data pada Tabel 1.2, maka dapat dijelaskan bahwa persentase kematian ibu akibat perdarahan, pre-eklamsia dan sepsis di RSUP.H.Adam Malik Medan masih tinggi, karena lebih tinggi dari standar Depkes RI.

Jumlah kematian bayi di RSUP.H.Adam Malik Medan selama tahun 2009 sebanyak 94 orang (14,1%) dari seluruh persalinan yang ditangani sebanyak 669 bayi, dengan persentase kematian paling banyak akibat Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR). Dibandingkan dengan Indikator Kinerja Rumah Sakit (Depkes RI, 2005), bahwa kematian bayi di rumah sakit sebesar < 3%, maka persentase kematian bayi di RSUP.H.Adam Malik Medan juga di atas angka standar Depkes RI.

Beberapa penelitian sebelumnya yang mengaji kinerja dokter setelah pemberlakuan UUPK antara lain penelitian yang dilakukan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (2005). Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa di daerah yang tuntutan malpraktik tinggi (kota-kota besar di Indonesia), sekitar 93% dokter melakukan praktik kedokteran defensif, yaitu dengan melakukan banyak pemeriksaan, prosedur diagnostik, dan merujuk kepada spesialis lain. Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa 43% dokter melakukan pemeriksaan lebih sering dibanding semestinya, selain itu 42% dokter menyatakan enggan mengambil prosedur


(25)

Penelitian Nugroho (2009) terhadap 300 dokter, menyimpulkan bahwa lebih dari 76% dokter menyatakan tuntutan malapraktik mengganggu kemampuan dokter dalam memberikan pelayanan berkualitas. Berkaitan dengan kekhawatiran terhadap ekses sistem tuntutan hukum yang berlebihan, 91% dokter merujuk pasien ke dokter lain, 79% mengajukan lebih banyak pemeriksaan medis dibandingkan yang semestinya, kemudian 71% merujuk pasien ke spesialis, 51% merekomendasikan prosedur invasif, dan 41% meresepkan obat lebih banyak daripada yang diperlukan sesuai pertimbangan medis.

Penelitian tentang kinerja dokter dilakukan Zulfendri (2006) tentang regulasi dokter spesialis di Provinsi Sumatera Utara, menyimpulkan bahwa manajemen dokter spesialis belum optimal di rumah sakit swasta, organisasi profesi belum optimal melaksanakan pendidikan profesi berkelanjutan, serta belum optimalnya peraturan daerah yang mendukung regulasi registrasi dan perizinan praktik dokter. Penelitian Zufendri (2006) juga membandingkan regulasi dokter di Indonesia dibandingkan dengan Negeri Pulau Pinang, dengan temuan bahwa pada umumnya rumah sakit swasta di Sumatera Utara mempekerjakan dokter yang berstatus PNS dengan part time sehingga pasien sulit ketemu dengan dokter pada saat dibutuhkan. Berbeda dengan rumah sakit di Negeri Pulau Pinang, pasien mudah menjumpai dokter karena pada umumnya dokter bekerja secara full time.

Penelitian Iryanto (2007), menyimpulkan bahwa munculnya perilaku berobat ke luar negeri (Singapura dan Malaysia) akibat dari rendahnya kualitas pelayanan dokter di Provinsi Sumatera Utara, karena alasan pasien yang berobat ke luar negeri


(26)

karena rumah sakit di luar negeri memiliki fasilitas yang lebih lengkap serta pelayanan dokter yang lebih baik.

Penelitian Sibuea (2007) tentang manajemen seksio sesarea emergensi; masalah dan tantangan di RSUP H. Adam Malik Medan menyimpulkan bahwa diagnosa partus tak maju atau distosia sebanyak 50,33% kasus adalah merupakan indikasi seksio sesarea emergensi dan merupakan golongan rujukan. Manajemen partus tak maju pada penelitian ini terjadi keterlambatan mengambil keputusan merujuk pasien.

Kebijakan tempat praktik dokter sebagaimana diatur dalam UUPK merupakan aturan yang mengarahkan dokter dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Aspek lain yang perlu dipertimbangkan terkait dengan pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan adalah faktor karakteristik organisasi.

Menurut Kopelman dalam Ilyas (2002), faktor karakteristik organisasi merupakan determinan utama dalam menentukan kinerja, di samping faktor karakteristik individu, lingkungan dan karakteristik pekerjaan. Dalam konteks pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan, kinerjanya ditunjukkan dari pelayanan terhadap pasien berdasarkan standar pelayanan medik.

Kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok (Ilyas, 2001). Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi (determinan) kinerja individu.


(27)

Gibson et.al. (1996) mengatakan, kinerja adalah tingkat keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Banyak faktor yang memengaruhi kinerja individu. Gibson et.al. (1996) mengelompokkan variabel-variabel yang dapat memengaruhi kinerja, yaitu (a) variabel individual, (2) variabel psikologi, dan (3) variabel organisasi.

Kebijakan jumlah tempat praktik dokter tentunya menjadi salah satu faktor individu dalam diri dokter yang memengaruhi kinerjanya dalam pelayanan kesehatan,

di samping faktor lain sebagaimana disebutkan Gibson et.al. (1996), yaitu; (a) kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan,

latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu. Sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung, (b) kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, dan motivasi mempunyai pengaruh yang tidak langsung, sehingga tidak menjadi variabel dalam penelitian ini, (c) kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Kebijakan tersebut bertujuan meningkatkan kinerja dalam pelayanan, dalam hal ini dikaji dari aspek keberadaan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di tempat selama jam kerja, jumlah pasien yang dilayani dan jumlah pasien yang mengalami komplikasi pasca persalinan.


(28)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004?.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan) terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pasca diberlakukannya UUPK No 29 tahun 2004.


(29)

1.5. Manfaat Penelitian

1) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi manajemen RSUP H.Adam Malik dalam pengambilan kebijakan tentang pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.

2) Penelitian ini sebagai bahan masukan bagi dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di rumah sakit dalam upaya meningkatkan kinerjanya.

3) Penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut tentang kebijakan dan kinerja tenaga kesehatan di rumah sakit.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK)

Undang-Undang Praktik Kedokteran (UUPK) telah disetujui oleh DPR RI pada 7 September 2004 dan telah efektif diberlakukan tanggal 6 Oktober 2005. UUPK dibuat oleh DPR RI (melalui hak inisiatifnya) dengan tujuan untuk memberikan jaminan mutu pelayanan kedokteran (dalam arti luas) bagi masyarakat. Melalui UUPK ini, diharapkan output dari proses penyiapan dokter yang akan masuk (sebagai input) dalam praktik kedokteran dapat tertata lebih baik.

Perumusan UUPK dimulai dengan berkembangnya gagasan untuk membentuk Medical Council pada awal 1980-an. Baru pada sekitar 1998 prakarsa perumusan Undang-Undang tentang Konsil Kedokteran memperoleh respon yang positif dari Pemerintah. Beberapa ahli dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Biro Hukum Depkes kemudian bekerja bersama-sama merumuskan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Konsil Kedokteran. RUU tersebut kemudian diubah namanya menjadi RUU tentang praktik kedokteran. Para pemrakarsa perumusan RUU berkesempatan pula mengadakan studi banding ke berbagai negara termasuk negara maju untuk mempelajari peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Konsil-Kedokteran dan Praktik Kedokteran (Idris, 2006).

UUPK memuat tujuan dari pembangunan kesehatan, kesehatan sebagai hak asasi manusia, penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari


(31)

penyelengaraan upaya kesehatan dan perlunya memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dan dokter serta dokter gigi. Secara keseluruhan, struktur dari UUPK adalah sebagai berikut : ketentuan umum, azas dan tujuan, konsil kedokteran, standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, disiplin dokter dan dokter gigi, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan pidana.

Pengaturan praktik kedokteran pada dasarnya harus ditujukan untuk menunjang pembangunan nasional bidang kesehatan. Pembangunan nasional bidang kesehatan yang tertuang dalam visi Indonesia Sehat 2010, secara jelas mengharapkan masa depan kesehatan bangsa yang ingin dicapai, yaitu ”kehidupan masyarakat, bangsa dan negara ditandai oleh penduduk yang hidup dalam lingkungan dan dengan prilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia”.

Dalam pasal 2 dan 3 UUPK (2004), dinyatakan bahwa pengaturan penyelenggaraan praktik kedokteran dilandaskan pada asas kenegaraan, keilmuan, kemanfaatan, kemanusiaan dan keadilan. Keberadaan UUPK dimaksudkan untuk: 1) memberikan perlindungan kepada pasien, 2) mempertahankan dan meningkatkan

mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, dan 3) memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.


(32)

2.1.1. Pengaturan Praktik Kedokteran

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter gigi dan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dokter atau dokter gigi yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) dan menyelengarakan praktik kedokteran wajib memasang papan nama. Dalam hal berpraktik di sarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengiizinkan dokter dan dokter gigi yang tidak memiliki SIP untuk melakukan praktik di sarananya.

Dokter dan dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi yang dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. Standar pelayanan akan diatur dengan Peraturan Menteri. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan setelah pasien mendapat penjelasan lengkap. Persetujuan dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. Setiap tindakan yang mengandung risiko harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditanda tangani oleh yang berhak.

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis yang harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan. Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan


(33)

medik merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik pasien.

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktiknya wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

2.1.2. Izin Praktik

Dalam UUPK Bab II Pasal 2 disebutkan bahwa Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP) yang dikeluarkan oleh pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kotamadya tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi yang dilaksanakan. Surat izin Praktik hanya berlaku untuk 1(satu) tempat praktik. Untuk memperoleh SIP dokter atau dokter gigi harus mengajukan permohonan kepada kepala dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik dilaksanakan, dengan persayaratan : (a) memiliki surat tanda registrasi dokter, (b) mempunyai tempat praktik, (c) memiliki rekomendasi dari organisasi profesi. Dokter hanya bisa menjalankan praktik apabila telah mimiliki Surat Tanda Registrasi (STR). SIP masih tetap berlaku sepanjang tempat praktik masih sesuai dengan SIP. STR berlaku untuk lima tahun (Idris, 2003 ; Cahyono, 2008).

Dokter hanya dapat menjalankan praktik apabila sudah terregistrasi. Proses dokter berpraktik juga bervariasi. Ada negara yang tidak secara khusus mengatur izin


(34)

praktik. Praktik diserahkan pada mekanisme pasar (misalnya disesuaikan dengan kondisi pasar asuransi kesehatan yang ada, misalnya Belanda). Ada negara yang menyerahkan kewenangan izin praktik ke institusi profesi (Kolegium profesi ini di tingkat provinsi, misalnya Kanada). Ada negara yang mengatur izin praktik melalui institusi Departemen Kesehatan.

Izin praktik dilakukan oleh institusi Depatemen Kesehatan setelah mendapat rekomendasi dari institusi profesi (IDI). Untuk izin praktik, secara khusus UUPK juga mengatur hal tersebut namun tidak jauh berbeda dengan proses perizinan selama ini (Idris, 2006).

Selain menempatkan prinsip-prinsip utama dalam menjaga mutu dokter (yang akan menjadi input) dalam proses pelayanan kedokteran, melalui mekanisme registrasi dan pendisiplinan, UUPK juga mengatur tentang penyelenggaraan praktik. Hal-hal yang diatur tersebut meliputi: surat izin praktik (SIP), pelaksanaan praktik, standar pelayanan, persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, rekam medis, rahasia kedokteran, kendali mutu dan kendali biaya, hak dan kewajiban dokter dan dokter gigi, hak dan kewajiban pasien, serta hal yang terkait dengan pembinaan penyelenggaraan praktik.

Pengaturan-pengaturan di atas sangat bersifat teknis tentang tempat praktik maksimal hanya tiga tempat sebagai upaya menjaga mutu praktik kedokteran, namun tidak mempertimbangkan kepentingan daerah yang memang dokternya masih sangat dibutuhkan di beberapa tempat dan mobilitasnya jauh lebih baik (tidak separah


(35)

pasal-pasal tersebut cukup diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan saja atau Peraturan Daerah (Idris, 2006)

2.1.3. Ketentuan Pidana (Sanksi)

Pasal 75 sampai dengan pasal 80 dalam UUPK menyebutkan sanksi hukuman pidana penjara dan atau denda dapat diberikan kepada setiap dokter dan dokter gigi, apabila :

1. Melakukan praktik tanpa memiliki surat tanda registrasi 2. Melakukan praktik tanpa SIP

3. Menyalahgunakan gelar dokter oleh yang tak berhak.

4. Menggunakan alat, metode, dan lain-lain yang ingin mengesankan penggunaannya seolah-olah dokter.

5. Tidak memasang papan nama, tidak membuat rekam medis, tidak memenuhi kewajiban.

6. Mempekerjakan dokter dan dokter gigi yang tidak memiliki SIP.

Pidana penjara maksimum berlangsung antara 1 tahun sampai dengan 10 tahun. Misalnya pidana penjara tidak membuat rekam medis paling lama satu tahun, sedangkan dengan mempekerjakan dokter yang tidak memiliki SIP dapat dipenjara paling lama sepuluh tahun (pimpinan sarana pelayanan).

Pidana denda paling banyak berkisar antara Rp.50 juta sampai dengan Rp.300 juta. Misalnya praktik tidak memasang papan nama dapat dikenai pidana denda


(36)

paling banyak Rp.50 juta, sedangkan mempekerjakan dokter tanpa SIP dapat pidana denda paling banyak Rp.300 juta. (Idris, 2006 dan UUPK, 2004).

Sanksi atau upaya pembinaan dokter anggota IDI yang tidak secara sungguh-sungguh menjalankan sumpahnya dan aturan etik organisasi lebih bersifat sanksi moral dan administratif. Sanksi ini, paling tinggi adalah memecat dokter tersebut sebagai anggota, dan pada yang bersamaan mengusulkan pencabutan izin praktiknya ke pihak berwenang. IDI, dengan niat untuk menjaga keluhuran profesi kedokteran dari beberapa permasalahan etik yang diprediksikan dapat melunturkan sifat luhur profesi kedokteran, telah berinisiatif dan proaktif mendorong berbagai langkah jangka panjang (yang lebih sistemik sifatnya) dan langkah jangka pendek (yang lebih kasuistik).

Apabila dokter melakukan upaya praktik kedokteran yang tidak semestinya (melakukan technical misconduct) maka sanksi yang diberikan lebih pada upaya memperbaiki kompetensi dokter tersebut, antara lain dengan memerintahkan dokter tersebut untuk sekolah lagi (reschooling). Sanksi maksimal dari penegakan disiplin profesi adalah pencabutan kewenangan dari dokter tersebut.

2.1.4. Pembatasan Tempat Praktik

Mengenai permohonan pembatasan tempat praktik terdapat pada Undang-Undang Repubik Indonesia No.29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 37 ayat (2); “Surat izin praktik dokter dan dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat”. Perlindungan, kepastian


(37)

dengan pembatasan tempat praktik dokter. Menurut Mahkamah Konstitusi, sebagai manusia dokter memiliki keterbatasan fisik dan mental, sehingga fungsi memberikan pelayanan kesehatan masyarakat akan lebih mendapat kepastian hukum (rechtszekerheid) dan perlindungan hukum (rechtsbescherming) dengan adanya

pembatasan tersebut

Perlindungan hukum bagi dokter sebagai pemberi jasa kesehatan (health provider) dan juga pasien sebagai penerima layanan kesehatan (health receiver), pembatasan praktik di tiga tempat akan memberikan kesempatan kerja bagi dokter-dokter muda di seluruh Indonesia, sehingga pemerataan kerja dan pelayanan kesehatan masyarakat dapat diberikan secara simultan.

Pembatasan tempat praktik kedokteran tersebut pada satu sisi menimbulkan beban moral akibat bertentangan dengan sumpah dokter (Hipocrates oath) yang menegaskan adanya nobeles oblige (responsibility of profession) profesi dokter, antara lain janji membaktikan hidup guna kepentingan perikemanusiaan dan janji menjalankan tugas dengan mengutamakan kepentingan masyarakat (www.hukumonline.com).

2.2. Pelayanan Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Beberapa pengertian dalam pelayanan kebidanan dan penyakit kandungan menurut Martaadisoebrata (2009) adalah:

a. Obstetri Ginekologi Klinik: Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, baik laki-laki maupun wanita, yang merupakan bagian integral dari sistem tubuh lainnya.


(38)

b. Obstetri Ginekologi Sosial: Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara alat dan fungsi reproduksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial.

c. Kesehatan Reproduksi: Ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, baik laki-laki maupun wanita, yang merupakan bagian integral dari sistem tubuh lainnya, serta hubungannya secara timbal balik dengan lingkungannya, terutama lingkungan sosial.

Pelayanan dalam bidang obstetri dan ginekologi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan secara umum. Pelayanan dalam bidang obstetri dan ginekologi merupakan pelayanan kesehatan terhadap seorang perempuan yang meliputi kedua jenis pelayanan kesehatan tersebut. Pada awalnya dokter spesialis obstetri dan ginekologi hanya terfokus pada kesehatan reproduksi perempuan terutama untuk persalinan yang aman dan berhasil baik serta masalah penyakit ginekologik. Namun, saat ini pelayanan ini menjadi lebih luas bahkan seorang dokter spesialis obstetri ginekologi sangat mungkin menjadi pemberi pelayanan primer bagi seorang perempuan (FK-UI, 2001).

Menurut Martaadisoebrata (2009), kesehatan reproduksi dijabarkan atau lebih dikenal sebagai Obstetri Ginekologi. Pada awalnya ilmu ini menggambarkan perkembangan alat dan fungsi reproduksi. Obstetri berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas, sedangkan Ginekologi adalah ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi wanita di luar kehamilan, baik yang fisiologis maupun


(39)

berkonotasi klinik. Tujuannya tidak lain adalah untuk mempelajari dan mengobati proses reproduksi atau kelainan/penyakit yang ada pada manusia, bukan mengamankan manusia yang sedang mengalami proses reproduksi atau manusia yang menderita kelainan/penyakit.

Perkembangan Obstetri Ginekologi Klinik, sebagai akibat perkembangan ilmu, bioteknologi dan ketrampilan klinik, yang mempunyai ciri Akademis dan berwawasan klinik individualistis. Pada perkembangan selanjutnya diketahui bahwa peristiwa biomedis itu ternyata tidak berdiri sendiri. Misalnya, pada peristiwa kehamilan. Apakah kehamilan tersebut akan berjalan normal atau patologis, sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan faktor sosial wanita tersebut, seperti umur, paritas, sosioekonomi, dan budaya serta gambaran demografi. Demikian pula dengan kejadian HIV/AIDS dan Karsinoma Serviks, berkaitan dengan perkawinan remaja, kawin cerai dan promiskuitas (Martaadisoebrata, 2009).

Setiap tindakan medis dapat berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan Quality of Life (QOL) selanjutnya, seperti tindakan pada partus lama dapat menimbulkan infertilitas sekunder atau fistula genitalia, atau tindakan operasi. Kemoterapi dan radiasi pada karsinoma ovarii, dapat menyebabkan kesulitan seksual atau keterbatasan kemampuan hidup (Martaadisoebrata, 2009).

Upaya menjamin kualitas pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan, maka dalam struktur organisasi POGI terdapat Dewan Pertimbangan yang seyogyanya dapat memantau kinerja para anggauta melalui Manajemen Risiko


(40)

Klinik (MRK). Yang dimaksud dengan risiko ialah: kesalahan/malpraktik/ penyimpangan/efek samping/ kematian sampai ketidak puasan pasien pada luaran.

Pengendalian pelayanan Obstetri Ginekologi seyogyanya merupakan suatu bagian dari system yang mempunyai kehendak meningkatkan mutu terus menerus. Pada kenyataannya ketidakpuasan pasien yang berupa tuntutan terus meningkat, diseluruh dunia termasuk di Indonesia. Upaya yang direncanakan untuk mengurangi dampak kelemahan pelayanan ialah dengan membentuk manajemen risiko klinik (clinical risk management). Melalui upaya ini diharapkan identifikasi kelemahan dapat diketahui secara dini dan diredam dengan maksud meningkatkan mutu secara keseluruhan (Wiknjosastro, 2003).

Ruang lingkup MRK ditujukan terutama bidang Obstetri, namun dapat diperluas pada ginekologi dan perinatal. Kegiatan kelompok ini ialah berkaitan dengan masalah (risiko) : identifikasi risiko, analisa risiko/masalah, pengendalian risiko, pendanaan risiko. Risiko tersebut berkembang secara bertahap, sehingga kelompok kerja harus bersikap proaktif. Dengan demikian diperlukan kepemimpinan dan organisasi yang mantap, dimana dapat bekerja sama dengan pimpinan namun bersifat tegas (Wiknjosastro, 2003).

Tujuan identifikasi risiko menelaah kesalahan yang terjadi pada pelayanan Obstetri Ginekologi. Seharusnya penyidikan langsung dilakukan begitu diketahui adanya kesalahan (risiko). Risiko dapat menyangkut : kematian, kesakitan atau efek samping yang memerlukan penyidikan (Wiknjosastro, 2003).


(41)

Sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi masyarakat saat ini dirasakan bahwa dengan pendekatan Obstetri Ginekologi Klinik saja tidak mungkin dapat menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi secara paripurna, karena ada keterbatasan, baik dalam pengertian Falsafah, Wawasan maupun Garapannya. Untuk itu perlu dikembangkan Obstetri Ginekologi Sosial. Sesuai dengan tahap perkembangannya kita sekarang mengenal tiga keilmuan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, yaitu Obstetri Ginekologi Klinik, Obstetri Ginekologi Sosial dan Kesehatan Reproduksi sendiri (Martaadisoebrata, 2009).

Pada saat Obstetri Ginekologi Sosial dikembangkan, sebetulnya tujuan pertama adalah untuk mengingatkan para dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan (SpOG) akan adanya ketimpangan antara perkembangan ilmu dan bioteknologi yang dianut para klinisi dengan hasil yang dicapai dalam penanggulangan masalah kesehatan reproduksi. Di satu fihak perkembangan ilmu bioteknologi menghasilkan subspesialisasi seperti Feto Maternal, Onkologi Reproduksi dan Fertiliti Endokrinologi Reproduksi, di lain pihak angka kematian/kesakitan ibu/anak masih tetap tinggi, demikian juga dengan prevalensi STD/HIV/AIDS (Martaadisoebrata, 2009).

Obstetri Ginekologi Sosial juga ingin mengingatkan akan adanya pengaruh timbul balik antara proses biomedis reproduksi serta hasil penanganannya, dengan faktor sosial. Karena itu para klinisi digugah agar mau memperluas wawasan, baik secara konseptual maupun implementasinya. Di sini sengaja digunakan istilah memperluas wawasan, bukan mengubah, karena adanya ObGinSos (Obstetri


(42)

Ginekologi Sosial) tidak bermaksud untuk menghilangkan Obstetri Ginekologi Klinik. Seorang Obstetri Ginekologi Sosial harus tetap seorang klinisi yang mahir. Hanya saja wawasannya diperluas, dengan pengertian bahwa SpOG tersebut harus memikirkan bagaimana kemampuan kliniknya, di samping bermanfaat bagi setiap wanita sebagai individu, dapat pula dimanfaatkan secara efektif dan efisien, oleh sebagian besar masyarakat yang memerlukannya (Martaadisoebrata, 2009)

2.2.1. Angka Kematian Ibu dan Bayi sebagai Masalah Kebidanan dan Penyakit Kandungan

Pada Millenium Development Goals (MDGs) disebutkan bahwa akselerasi penurunan angka kematian ibu dan bayi merupakan salah satu tujuan dan target yang ingin dicapai. Pada tujuan 4 MDGs dinyatakan penurunan angka kematian bayi dengan target penurunan 2/3 pada tahun 2015, serta pada tujuan 5 dinyatakan penurunan angka kematian ibu dengan target penurunan 3/4 pada tahun 2015.

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara sistematis mulai Repelita I (1969), telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia khususnya di Propinsi Sumatera Utara. Derajat Kesehatan diukur berdasarkan angka Kematian (Mortalitas), angka Kesakitan (Morbiditas), status gizi dan umur harapan hidup (UHH).

Berdasarkan penelitian WHO diseluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa per tahun dan kematian bayi khususnya neonatus sebesar 10.000.000 jiwa pertahun. Kematian maternal dan Bayi terjadi terutama di Negara berkembang sebesar 99 %. Kendatipun jumlahnya sangat besar, tetapi tidak menarik perhatian


(43)

karena kejadiannya tersebar (sporadis), berbeda dengan kematian yang terjadi akibat banjir, tanah longsor, bencana alam lainnya atau korban kecelakaan. Sebenarnya kematian ibu dan bayi mempunyai peluang yang sangat besar untuk dihindari dengan meningkatkan kerjasama antar pemerintah, swasta, dan badan-badan sosial lainnya.

WHO memperkirakan jika ibu hanya melahirkan rata-rata 3 bayi, maka kematian ibu dapat diturunkan menjadi 300.000 jiwa dan bayi sebesar 5.600.000 jiwa pertahun. Sebaran kematian ibu di Indonesia bervariasi di antara 130 sampai 780 dalam 100.000 persalinan hidup. Kendatipun telah dilakukan usaha yang intensif dan dibarengi dengan makin menurunnya angka kematian ibu dan bayi di setiap rumah sakit, kematian ibu di Indonesia masih berkisar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan kematian bayi sekitar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk lebih mengetahui angka kematian ibu dan perinatal di Indonesia berikut ini disajikan beberapa tabel yang dapat memberikan gambaran kondisi tersebut (Depkes RI, 2008).

Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Sumatera Utara telah dapat diturunkan secara bermakna selama dekade 70 sampai 80-an dari 121 per 1000 kelahiran hidup menurun tajam menjadi 89 per 1000 kelahiran hidup. Memasuki dekade 90-an, penurunan AKB Propinsi Sumatera Utara menunjukkan indikasi perlambatan, dengan melandainya penurunan AKB mulai tahun 1995. Berturut-turut 50 (1995), 49 (1996), 41 (1997), 41 (2000) dan 37 (2002-2003). Bila dibandingkan dengan angka nasional, penurunan AKB di Propinsi Sumatera Utara cenderung lebih lambat, dimana pada tahun 2003 AKB secara nasional yaitu 35 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Sumut, 2005).


(44)

Seperti juga AKB, secara nasional maupun lokal, AKI juga menunjukkan penurunan. Berdasarkan SKRT 1995 dilaporkan AKI di Indonesia yaitu sebesar 384 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk propinsi Sumatera Utara, AKI pada tahun 1995 adalah 373 per 100.000 kelahiran hidup menurun menjadi 345 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003. Dari angka Nasional dan propinsi ini terkait bahwa pada tahun 1995 AKI di Propinsi Sumatera Utara lebih rendah 7 point dari AKI Indonesia pada tahun yang sama. Namun pada tahun 2003, AKI di daerah ini justru tertinggal 38 point dari angka nasional. Hal ini menunjukkan bahwa memasuki dekade 21 dimana reformasi, otonomi dan desentralisasi diluncurkan dengan tujuan mempercepat pembangunan di daerah ternyata belum berjalan dengan optimal, terlihat dari pembangunan kesehatan mengalami stagnasi dan kemunduran. Beberapa asumsi penyebab yaitu (Dinkes Sumut, 2005):

1. Adanya vested-intrested (perbedaan kepentingan) dalam pelaksanaan otonomi daerah.

2. Kurangnya perhatian pemerintah untuk pembangunan kesehatan dilihat dari rendahnya alokasi pembiayaan untuk sektor kesehatan.

3. Kurangnya kemampuan dan kesiapan SDM tenaga kesehatan di dalam menghadapi otonomi itu sendiri.

Kehamilan, disatu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada


(45)

kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kematian ibu di banyak negara berkembang.

Kematian ibu didefenisikan sebagai kematian seorang wanita yang terjadi pada masa kehamilan atau dalam waktu 42 hari setelah berakhirnya kehamilan tanpa memperdulikan lama dan letak kehamilan, akibat setiap hal yang berhubungan dengan dan/atau dipicu oleh kehamilan atau penatalaksanaannya, tetapi bukan oleh sebab kecelakaan. ICD-X membagi kematian maternal menjadi dua kelompok yaitu kematian obstetrik langsung, yaitu kematian yang disebabkan oleh komplikasi obstetrik pada saat kehamilan, persalinan dan nifas maupun akibat tindakan-tindakan, kesalahan-kesalahan karena penanganan yang tidak tepat/benar ataupun gabungan kejadian berbagai hal diatas. Kelompok kedua adalah kematian obstetrik tidak langsung yaitu kematian maternal yang terjadi karena penyakit yang ada sebelumnya atau mulai terjadi pada saat kehamilan dan tidak disebabkan oleh penyebab langsung tetapi diperberat oleh efek fisiologis dari kehamilan.

Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama kelahirannya. Berdasarkan International Case Effort (ICE), penyebab kematian bayi dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia, imaturitas, infeksi, Sudden Death Infant Syndrome (SIDS), kematian mendadak yang tidak bisa dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian balita adalah kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun (Depkes RI, 2007).


(46)

2.3. Kinerja

Kinerja merupakan terjemahan dari performance. Selain bermakna kinerja, performance juga diterjemahkan secara beragam. Keragaman tersebut salah satunya diungkapkan oleh Sedarmayanti (2001), bahwa “performace dapat diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja”

Hasibuan (2003), menyatakan kinerja sebagai prestasi kerja mengungkapkan bahwa “prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang disandarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Mangkunegara (2001) berpendapat “prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.

Rahardja (2004) menyatakan bahwa kinerja merupakan tindakan yang menunjukkan bahwa dia adalah anggota kelompok. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kinerja menunjuk (mengacu) pada perbuatan atau tingkah laku seseorang di dalam suatu kelompok (organisasi). Brown (dalam Rahardja, 2004) mengemukakan bahwa kinerja adalah manifestasi konkret dan dapat diobservasi secara terbuka atau realisasi suatu kompetensi.

Menurut Prawirosentono (1999) kinerja seorang pegawai akan baik, jika pegawai mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya


(47)

Secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis (Gibson et.al, 1996). Kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar belakang pribadi dan demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja individu, sedangkan variabel demografis mempunyai pengaruh yang tidak langsung. Kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.

Menurut Gomes (2003), aspek organisasional cenderung lebih berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan pelayanan di institusi kesehatan dibandingkan lingkungan fisik. Faktor organisasional yang mendukung akan sangat berpengaruh terhadap semangat kerja karyawan dalam suatu pekerjaan yang dilakukan, sehingga perusahaan haruslah mengusahakan agar faktor-faktor yang dalam organisasinya dapat diusahakan sedemikian rupa dan memberi pengaruh positif.

Organisasi yang dipersiapkan baik akan mendukung produktivitas kerja karyawan yang lebih baik sehingga kemampuan tenaga kerja juga semakin baik. Kemampuan kerja yang baik akan menghasilkan keluaran organisasi yang lebih baik. Dimana salah satu keluaran itu tercermin dari semangat kerja karyawan.


(48)

Variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang pada akhirnya secara langsung memengaruhi kinerja individu (Gomes, 2003).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah unjuk kerja seseorang dalam melaksanakan tugas sebagai realisasi konkret dari kompetensi berdasarkan kecakapan, pengalaman dan kesungguhan.

Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Menurut Rivai (2004) pada dasarnya ada dua model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

a. Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode ini merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

b. Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode ini menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.


(49)

Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. c. Metode dengan Pilihan Terarah

Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.

d. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

e. Metode Catatan Prestasi

Metode ini berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

f. Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale=BARS)

Penggunaan metode ini menuntut diambilnya tiga langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja


(50)

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

g. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawannya, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.

h. Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuannya, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian praktik yang langsung diamati oleh penilai.

i. Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan dirinya sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.


(51)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian ini lazimnya dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi dengan penyelia-penyelia

2.4. Rumah Sakit Milik Pemerintah

Ada dua jenis pemilikan Rumah Sakit Pemerintah, yaitu Rumah Sakit milik Pemerintah Pusat (RSUP) dan Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi dan kabupaten atau kota (RSUD). Kedua jenis Rumah Sakit Pemerintah ini berpengaruh terhadap gaya manajemen rumah sakit masing-masing. Rumah Sakit Pemerintah Pusat, mengacu kepada Departemen Kesehatan, sementara rumah sakit pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota mengacu pada stakeholder utamanya yaitu pimpinan daerah dan lembaga perwakilan masyarakat daerah. Rumah sakit pemerintah pusat sebagian adalah rumah sakit pendidikan yang cukup besar dengan hubungan khusus ke fakultas kedokteran (Trisnantoro, 2006).

Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan kesehatan yang penting, karena rumah memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Peran strategis ini diperoleh karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar. Peran tersebut pada dewasa in makin menonjol mengingat timbulnya perubahan-perubahan


(52)

epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan IPTEK, perubahan struktur sosio-ekonomi masyarakat, pelayanan yang lebih bermutu, ramah dan sanggup memenui kebutuhan mereka yang menuntut perubahan pola pelayanan kesehatan di Indonesia (Aditama, 2006).

Pada sistem kesehatan nasional Indonesia, rumah sakit pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat penting, yaitu merupakan pusat rujukan regional dan nasional, baik medik maupun kesehatan. Di pihak lain rumah sakit pendidikan juga merupakan tempat dihasilkannya sumber daya manusia di bidang kesehatan, (Aditama, 2006)

Rumah sakit pendidikan di negara maju umumnya bermutu lebih baik dibandingkan rumah sakit non pendidikan. Setidaknya hal ini diperlihatkan oleh peringkat rumah sakit di Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh US News 2001 dimana keseluruhan 50 RS terbaik di Amerika Serikat merupakan RS Pendidikan, baik yang dimiliki ataupun berafiliasi ke universitas.

2.5. Landasan Teori

Tujuan kebijakan pembatasan tempat praktik untuk memperbaiki kualitas pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan terkait dengan faktor individu, psikologi dan organisasi (Gibson et.al. (1996), secara skematis teori Gibson tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(53)

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Menurut Gibson Berdasarkan teori di atas bahwa kemampuan dan kemauan dokter dalam melaksanakan kebijakan, hal ini menyangkut faktor karakteristik individu dokter yang menjadi fokus dari kebijakan pembatasan tempat praktik, serta faktor psikologi dan organisasi terkait dengan pelaksanaan pelayanan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan.

Prinsip praktik kedokteran masa kini adalah kendali mutu, kendali biaya, berkeadilan, merata, terjangkau, terstruktur, dan aman dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan berkualitas. Diberlakukannya Undang-undang (UU) No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diharapkan bisa memperbaiki kualitas pelayanan dokter kepada pasiennya.

Pembatasan tempat praktik merupakan suatu perubahan besar bagi dunia kedokteran di Indonesia. UUPK dibuat dalam rangka memberikan kepastian dan perlindungan hukum, untuk meningkatkan, mengarahkan, dan memberikan landasan hukum serta menata kembali berbagai perangkat hukum yang mengatur

KINERJA Faktor Psikologis − Persepsi − Sikap − Kepribadian − Motivasi Faktor Organisasi - Sumber daya - Kepemimpinan - Imbalan

- Struktur

- Disain pekerjaan Faktor Individu

- Kemampuan dan

Keterampilan (mental dan fisik)

- Latar Belakang

(keluarga, tingkat sosial, pengalaman) - Demografis (umur,


(54)

penyelenggaraan praktik kedokteran. Perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan kedokteran di Indonesia (Idris, 2006).

Salah satu permasalahan kesehatan yang perlu ditangani dengan pelayanan yang baik adalah tingginya AKI dan AKB di Indonesia, dalam hal ini tenaga dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan (SpOG) mempunyai peran penting sesuai dengan kompetensinya dalam pelayanan pertolongan persalinan.

Variabel penelitian tentang kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan tidak menelaah seluruh faktor yang disebutkan oleh Gibson et.al. (1996), dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Faktor individu dalam penelitian ini difokuskan kepada jumlah tempat praktik sesuai amanah UUPK No 29 Thn 2004, serta pengalaman diukur dari lama kerja, umur dan jenis kelamin. Sedangkan faktor kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar belakang (keluarga, tingkat sosial), serta demografis (etnis), dianggap tidak berbeda pada setiap individu dokter atau tidak terkait langsung dengan kinerja dalam pelayanan kesehatan.

b. Faktor psikologis tidak menjadi variabel penelitian karena dianggap tidak berbeda pada setiap individu dokter atau tidak terkait langsung dengan kinerja dalam pelayanan kesehatan

c. Faktor organisasi difokuskan pada aspek sumber daya yang diukur dari ketersediaan sarana pelayanan dan disain pekerjaan diukur dari pengawasan pada saat melakukan pelayanan. Sedangkan faktor kepemimpinan, imbalan


(55)

dan struktur organisasi, dianggap tidak berbeda pada setiap individu dokter atau tidak terkait langsung dengan kinerja dalam pelayanan kesehatan.

Kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan mengacu kepada pelaksanaan UUPK No 29 Tahun 2004 khususnya tentang pembatasan 3 tempat praktik, sehingga parameter yang relevan untuk mengukurnya melalui aspek: keberadaan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di tempat tugas dan bekerja selama jam kerja, jumlah pasien meninggal (ibu atau/dan bayi) dibandingkan jumlah pasien yang dilayani dan jumlah pasien dengan komplikasi pasca persalinan.

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Kinerja Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit

Kandungan - Berada di tempat tugas dan

bekerja selama jam kerja - Jumlah pasien yang meninggal

(ibu atau/dan bayi) dibandingkan jumlah pasien yang dilayani - Jumlah pasien yang meninggal

(ibu atau/dan bayi) dibandingkan jumlah pasien mengalami komplikasi pasca persalinan Karakteristik Individu

- Jumlah Tempat Praktik - Lama Kerja

- Umur

- Jenis Kelamin

Karakteristik Organisasi - Pengawasan dalam pelayanan - Sarana pelayanan

- Imbalan


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Gozhali, 2005), yaitu menjelaskan bagaimana pengaruh karakteristik individu dan karakteristik organisasi terhadap kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pasca diberlakukannya UUPK No 29 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sebagai rumah sakit pusat milik pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan kebidanan dan penyakit kandungan (obstetry ginecology). Pemilihan lokasi penelitian ini dengan pertimbangan kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan masih rendah yang ditunjukkan dari angka kematian akibat kasus persalinan dengan faktor penyulit. Penelitian direncanakan terhitung mulai bulan Mei sampai bulan Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter kebidanan dan penyakit kandungan yang bertugas di RSUP.Haji Adam Malik Medan. Berdasarkan data


(57)

kepegawaian jumlah dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan berjumlah 52 orang.

Menurut Gozhali (2005), penentuan jumlah sampel dapat ditentukan melalui populasi tertentu. Dengan jumlah sampel 52 orang maka sampel dapat diambil sebanyak keseluruhan (total sampling). Dengan demikian sampel penelitian adalah seluruh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang bertugas di RSUP.Haji Adam Malik Medan, yaitu sebanyak 52 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui 4 (empat) metode pengumpulan data, yaitu: a. Data untuk variabel lama kerja, umur, jenis kelamin, pengawasan, sarana

pelayanan dan imbalan dikumpulkan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya dengan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di RSUP. Haji Adam Malik Medan.

b. Data tentang keberadaan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di tempat dan bekerja selama jam kerja dikumpulkan dengan metode observasi dan pengamatan langsung pada saat jam kerja


(58)

c. Data tentang jumlah pasien yang dilayani, jumlah pasien yang mengalami komplikasi pasca persalinan serta jumlah pasien (ibu dan/atau bayi) yang meninggal dilakukan dengan melihat status pasien.

d. Data jumlah tempat praktik dikumpulkan dengan cara melihat dokumen tentang jumlah tempat praktik setiap dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari studi dokumentasi pada RSUP. Haji Adam Malik Medan dan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara berupa data laporan standar pelayanan medik kebidanan dan penyakit kandungan RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson product moment (r), dengan ketentuan jika r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali


(59)

Kuisioner yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 30 dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di RSU dr. Pirngadi Medan guna memperoleh validitas dan reliabilitas kuesioner.

Setelah dilakukan ujicoba kuesioner diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel pengawasan, sarana pelayanan dan imbalan valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian ini, hasil perhitungan (lampiran 2) dengan hasil berikut :

Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Variabel Rhitung Ket Cronbach’s Alpha Ket

Pengawasan

1 0.706 Valid 0.682 Reliabel

2 0.452 Valid 0.770 Reliabel

3 0.460 Valid 0.767 Reliabel

4 0.704 Valid 0.686 Reliabel

5 0.460 Valid 0.767 Reliabel

Sarana Pelayanan

1 0.531 Valid 0.672 Reliabel

2 0.462 Valid 0.711 Reliabel

3 0.487 Valid 0.698 Reliabel

4 0.617 Valid 0.639 Reliabel

5 0.417 Valid 0.718 Reliabel

Imbalan

1 0.745 Valid 0.703 Reliabel

2 0.534 Valid 0.771 Reliabel

3 0.593 Valid 0.752 Reliabel

4 0.560 Valid 0.762 Reliabel

5 0.465 Valid 0.792 Reliabel

Sumber : Hasil Penelitian, 2010

Berdasarkan Tabel 3.1. diatas dapat dilihat bahwa seluruh variabel pengawasan, sarana pelayanan dan imbalan masing-masing sebanyak 5 soal mempunyai nilai r-hitung >0,3 (r-tabel) dengan nilai Cronbach Alpha >0.6, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan valid dan reliable.


(60)

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri atas variabel independen dan variabel dependen

a. Variabel Independen dalam penelitian ini yaitu variabel karakteristik individu (jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin) dan karakteristik organisasi (pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan dan imbalan).

b. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang diukur melalui keberadaan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan di tempat tugas dan beekerja selama jam kerja, jumlah pasien yang dilayani dibandingkan jumlah yang meninggal (ibu atau/dan bayi) dan jumlah pasien dengan komplikasi pasca persalinan dibandingkan jumlah yang meninggal (ibu atau/dan bayi).

3.5.2. Definisi Operasional

1. Karakteristik individu adalah variabel yang melekat pada dokter spesialis kebidanan serta memengaruhi kinerja dokter tersebut dalam melaksanakan pelayanan kepada pasien, meliputi: jumlah tempat praktik, lama kerja, umur dan jenis kelamin dengan definisi sebagai berikut:

a. Jumlah tempat praktik dokter adalah banyaknya tempat praktik dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang bertugas di RSUP.H Adam Malik Medan.


(61)

b. Lama kerja adalah waktu tugas dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan sejak pertama bekerja sebagai dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang bertugas di RSUP.H Adam Malik Medan sampai saat penelitian.

c. Umur adalah usia dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang bertugas di RSUP.H Adam Malik Medan dihitung dari sejak lahir sampai saat penelitian

d. Jenis Kelamin adalah ciri yang membedakan dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan yang bertugas di RSUP.H Adam Malik Medan (laki-laki atau perempuan).

2. Karakteristik organisasi adalah faktor organisasi pelayanan kesehatan (rumah sakit) yang memengaruhi pelaksanaan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Dalam penelitian ini diukur dari pengawasan dalam pelayanan, sarana pelayanan yang dibutuhkan dan digunakan dalam pelayanan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan serta imbalan, dengan definisi sebagai berikut:

a. Pengawasan adalah upaya kontrol yang dilakukan terhadap dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan pada saat melaksanakan pelayanan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

b. Sarana pelayanan adalah seluruh peralatan dan fasilitas pendukung yang dibutuhkan oleh dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan untuk


(1)

jenis kelamin * kinerja dokter spesialis kebidanan dan

penyakit kandungan

Crosstab

2 3 0 5

40.0% 7.3% .0% 9.6%

3.8% 5.8% .0% 9.6%

3 38 6 47

60.0% 92.7% 100.0% 90.4%

5.8% 73.1% 11.5% 90.4%

5 41 6 52

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

9.6% 78.8% 11.5% 100.0% Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Perempuan

Laki-laki jenis kelamin

Total

Rendah Sedang Baik kinerja dokter spesialis kebidanan

dan penyakit kandungan

Total

Chi-Square Tests

6.199a 2 .045

4.726 2 .094

4.516 1 .034

52 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .48.


(2)

pengawasan * kinerja dokter spesialis kebidanan dan

penyakit kandungan

Crosstab

5 30 1 36

100.0% 73.2% 16.7% 69.2%

9.6% 57.7% 1.9% 69.2%

0 11 5 16

.0% 26.8% 83.3% 30.8%

.0% 21.2% 9.6% 30.8%

5 41 6 52

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

9.6% 78.8% 11.5% 100.0% Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Tidak sesuai

Sesuai pengawasan

Total

Rendah Sedang Baik kinerja dokter spesialis kebidanan

dan penyakit kandungan

Total

Chi-Square Tests

10.303a 2 .006

11.099 2 .004

9.232 1 .002

52 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.54.


(3)

sarana pelayanan * kinerja dokter spesialis kebidanan dan

penyakit kandungan

Crosstab

5 23 0 28

100.0% 56.1% .0% 53.8%

9.6% 44.2% .0% 53.8%

0 18 6 24

.0% 43.9% 100.0% 46.2%

.0% 34.6% 11.5% 46.2%

5 41 6 52

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

9.6% 78.8% 11.5% 100.0% Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Tidak sesuai

Sesuai sarana pelayanan

Total

Rendah Sedang Baik kinerja dokter spesialis kebidanan

dan penyakit kandungan

Total

Chi-Square Tests

11.369a 2 .003

15.553 2 .000

11.024 1 .001

52 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.31.


(4)

imbalan * kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit

kandungan

imbalan * kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan Crosstabulation

5 29 1 35

100.0% 70.7% 16.7% 67.3%

9.6% 55.8% 1.9% 67.3%

0 12 5 17

.0% 29.3% 83.3% 32.7%

.0% 23.1% 9.6% 32.7%

5 41 6 52

100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

9.6% 78.8% 11.5% 100.0% Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Count

% within kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan % of Total

Tidak cukup

Cukup imbalan

Total

Rendah Sedang Baik kinerja dokter spesialis kebidanan

dan penyakit kandungan

Total

Chi-Square Tests

9.640a 2 .008

10.747 2 .005

8.864 1 .003

52 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.63.


(5)

Regression

Model Summary

.904a .817 .788 .638

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), imbalan, jenis kelamin, umur, jumlah tempat praktek, sarana pelayanan, lama kerja, pengawasan

a.

ANOVAb

80.141 7 11.449 28.085 .000a

17.936 44 .408

98.077 51

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), imbalan, jenis kelamin, umur, jumlah tempat praktek, sarana pelayanan, lama kerja, pengawasan

a.

Dependent Variable: kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan b.

Coefficientsa

7.898 1.378 5.731 .000

-.764 .189 -.315 -4.049 .000

-.068 .016 -.359 -4.285 .000

.068 .033 .185 2.081 .043

.678 .306 .146 2.216 .032

.193 .091 .194 2.133 .039

.218 .092 .221 2.378 .022

.235 .085 .225 2.765 .008

(Constant)

jumlah tempat praktek umur

lama kerja jenis kelamin pengawasan sarana pelayanan imbalan

Model 1

B Std. Error Unstandardized

Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: kinerja dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan a.


(6)

Gambar 1: Peneliti Sedang Melakukan Cek Dokumen Tentang Jumlah Praktik Dokter

Ke Dinas Kesehatan

Gambar 2. Peneliti sedang melakukan Wawancara dengan Responden (Prof. Dr.