Menurut ketentuan Perma No. 2 tahun 2003, mediator yang berasal dari Pengadilan harus mempunyai sertifikat,
95
akan tetapi di Pengadilan Negeri Medan Belum semua mediator mempunyai sertifikat.
Diantara keempat orang mediator tersebut hanya ada 1 satu orang mediator yang pernah mengikuti pendidikankursus mediator yang diadakan oleh Mahkamah
Agung bekerja sama dengan Indonesian Institute for Conflict Transformation IICT, yaitu suatu organisasi non pemerintah yang bergerak dibidang transformasi dan
menajemen konflik. Lama pendidikankursus tersebut berlangsung selama 15 lima belas hari dan pada akhir masa pelatihan, kepada peserta diberikan sertifikat.
Dengan demikian mediator di Pengadilan Negeri Medan yang kesemuanya adalah Hakim, hanya 1 satu orang saja yang mempunyai sertifikat.
96
Yang mengangkat mediator ini adalah Ketua Pengadilan Negeri, dan mediator ini berhenti dari jabatan sebagai mediator apabila mediator tersebut pindah tugas ke
Pengadilan lain dan apabila mediator tersebut tidak dapat menjalankan fungsinyanya sebagai Hakim atau apabila mediator tersebut telah berakhir masa jabatannya
pensiun.
C. Perkara yang Diputus Secara Mediasi Di Pengadilan Negeri Medan
Pelaksanaan mediasi di Pengadilan-Pengadilan Negeri di Indonesia, waktunya berbeda-beda, tidak secara serentak dilaksanakan di seluruh Pengadilan Negeri. Sejak
95
Lihat ketentuan Pasal 6 ayat 1 Perma No. 2 Tahun 2003
96
Wawancara dengan H. Djumali, Mediator di Pengadilan Negeri Medan, 18 Juli 2007
dikelurkan Perma No. 2 Tahun 2003, Pengadilan Negeri yang pertama menerapkan mediasi adalah Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat,
Pengadilan Negeri Padang dan Pengadilan Negeri Bengkalis. Keempat Pengadilan Negeri tersebut ditunjuk oleh Mahkamah Agung bekerjasama dengan Indonesian
Institute for Conflict Transformation IICT, sebagai proyek percontohan untuk mengetahui bagaimana efektifitas mediasai tersebut agar kemudian dapat
mengevaluasi apa saja kekurangan-kekurangannya.
97
Di Pengadilan Negeri Medan mediasi diterapkan sejak tahun 2005, yang pada waktu itu diketuai oleh Soltoni
Mohdally Berikut ini adalah tabel perkara yang ditangani di Pengadilan Negeri Medan sejak tahun 2005, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. : Perkara yang Diselesaikan di Pengadilan Negeri Medan Tahun
Jumlah Perkara yang Terdaftar
Jumlah Perkara yang Selesai Secara Damai
Jumlah Perkara yang Selesai Secara Mediasi
2005 488 perkara
18 perkara 1 perkara
2006 451 perkara
15 perkara 1 perkara
Sumber : Administrasi Kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perkara yang terdaftar di Pengadilan Negeri Medan pada tahun 2005 sebanyak 488 empat ratus delapan puluh delapan
perkara . Dari jumlah perkara tersebut, 18 delapan belas perkara yang damai hanya 1 satu perkara yang selesai secara mediasi. Sementara pada tahun 2006, perkara
yang terdaftar berjumlah 451 empat ratus lima puluh satu perkara, 15 lima belas
97
MaPPI, Mediasi Sebagai Penyelesaian Alternatif Sengketa, Loc., cit.
perkara diantaranya selesai dengan perdamaian dan hanya 1 satu perkara yang selesai secara mediasi. Dengan demikian sejak diterapkannya mediasi di Pengadilan
Negeri Medan, sampai tahun 2006, hanya ada 2 dua perkara yang berhasil diselesaikan secara mediasi. Perkara tersebut adalah Perkara No. 295Pdt.G2005PN-
Mdn, tentang perceraian dan Perkara No. 327Pdt.G2006pn-Mdn tentang tuntutan pengosongan rumah.
Apabila dibandingkan dari jumlah perkara yang terdaftar di Pengadilan Negeri Medan dengan jumlah perkara yang berhasil diselesaikan secara mediasi
tersebut, sangat jauh dari yang diinginkan. Apa yang diharapkan oleh Mahkamah Agung ketika menerbitkan Perma No. 2 Tahun 2003 yaitu mengurangi penumpukan
perkara di Pengadilan dan menyediakan akses yang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh rasa keadilan, tidak terwujud, harapan tersebut
sepertinya hanya angan-angan belaka tidak akan pernah menjadi kenyataan. Apabila dikaji lebih jauh tentang pelaksanaan alternatif penyelesainan
sengketa di Pengadilan, perdamaian lebih efektif dari mediasi. Dari data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan, pada tahun 2005 ada sekitar 18 perkara
yang berhasil melalui proses perdamaian dan pada tahun 2006 sebanyak 15 lima belas perkara. Jumlah tersebut jauh lebih banyak dari jumlah perkara yang dapat
diselesaikan secara mediasi, yaitu pada tahun 2005 1 satu perkara dan tahun 2006 hanya 1 satu perkara. Hal ini mungkin disebabkan karena terbatasnya waktu yang
dipergunakan dalam mediasi.
98
Sedangkan dalam perdamaian waktu yang dipergunakan lebih banyak, malahan usaha perdamaian itu dapat dilakukan sepanjang
proses berjalan, juga dapat dilakukan dalam tingkat Banding.
99
Perdamaian dapat dilakukan baik sebelum proses persidangan Pengadilan dilakukan, maupun setelah proses persidangan dilaksanakan, baik di dalam maupun
di luar sidang Pengadilan. Melalui perdamaian para pihak yang bersengketa atau berselisih paham dapat melakukan proses penjajakan kembali akan hak dan
kewajiban para pihak dengan situasi yang menguntungkan dengan melepaskan hak- hak tertentu berdasarkan asas timbal balik. Persetujuan atau kesepakatan yang telah
dicapai tersebut kemudian dituangkan secara tertulis dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kesepakatan tersebut bersifat final dan mengikat bagi para pihak.
Perdamaian hanya dapat dilakukan jika pihak yang bersengketa mempunyai kekuasaan untuk melepaskan hak-haknya atas hal-hal yang termaktub dalam
kesepakatan tertulis tersebut. Pelepasan akan segala hak dan tuntutan yang dituliskan dalam perjanjian perdamaian harus diartikan sebagai pelepasan dari hak-hak sekedar
dan sepanjang hak-hak dan tuntutan-tuntutan tersebut ada hubungannya dengan perselisihan yang menjadi sebab perdamaian tersebut.
Selanjutnya oleh karena perjanjian perdamaian adalah suatu persetujuan di antara para pihak, maka selayaknya juga jika hasil perdamaian tidak dapat dibantah
dengan alasan kekhilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu pihak telah dirugikan.
98
Bandingkan dengan Ketentuan Pasal 9 ayat 5 Perma No. 2 Tahun 2003.
99
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, Bandung, Mandar Maju, 1997, h. 30.
PROSES MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MEDAN
PENDAFTARAN PERAKRA KE PENGADILAN NEGERI MEDAN
KETUA PENGADILAN NEGERI MEDAN MENETAPKAN MAJELIS HAKIM
SIDANG PERTAMA TAHAP PRA MEDIASI
HAKIM MEMBACAKAN DAFTAR NAMA-NAMA MEDIATOR YANG
TERDAFTAR DI PENGADILAN NEGERI MEDAN
PENUNJUKAN MEDIATOR OLEH PARA PIHAK BERDASARKAN
KESEPAKATAN PENETAPAN MEDIATOR OLEH
HAKIM
PENYERAHAN DOKUMEN RESUME PERKARA, SURAT KUASA BAGI PIHAK YANG DIWAKILI ADVOKAT DAN BUKTI-BUKTI
PROSES PENYELESAIAN SENGKETA SECARA MEDIASI TAHAP MEDIASI
PERTEMUAN PERTAMA HAKIM MENAWARKAN OPSI- OPSI PERDAMAIAN
MENGADAKAN PERTEMUAN KEDUA BILA DIANGGAP PERLU OLEH MEDIATOR
MEDIASI BERHASIL MEDIASI GAGAL
PENYUSUNAN HASIL KESEPAKATAN KE DALAM SUATU PERJANJIAN PERDAMAIAN
MEDIATOR MEMBUAT BERITA ACARA TENTANG MEDIASI GAGAL
PARA PIHAK MEMBERITAHUKAN HASIL KESEPAKATAN TERSEBUT DAN SEKALIGUS DAPAT
MEMOHON PENGUKUHAN KESEPAKATAN PERKARA DILANJUTKAN MELALUI PROSES
LITIGASI OLEH MAJELIS HAKIM 10 – 15 MENIT
KEPUTUSAN HAKIM MENGHUKUM KEDUA BELAH PIHAK UNTUK MENTAATI ISI KESEPAKATAN
PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP
BAB IV FAKTOR YANG MENJADI HAMBATAN KEBERHASILAN
PELAKSANAAN MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO. 2 TAHUN 2003 DI PENGADILAN NEGERI MEDAN
Salah satu alasan dan pertimbangan Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Perma No. 2 Tahun 2003 sebagai implementasi Pasal 130 HIR154 RBg adalah untuk
mengurangi penumpukan perkara di Pengadilan. Namun harapan Mahkamah Agung tersebut nampaknya belum dapat direalisasikan dengan sempurna dalam praktek,
sehubungan dengan adanya permasalahan yang berkaitan dengan adanya faktor- faktor atau hal-hal yang menjadi penghambat terjadinya mediasi, sehingga mediasi
tersebut tidak efektif. Menurut hasil penelitian penulis yang melibatkan unsur Pengadilan Negeri
Medan, maka ditemukan hal-hal yang dikategorikan sebagai faktor yang menghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. Faktor-faktor tersebut yang
menjadi pendorong ketidakefektifan mediasi dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang terdapat dalam diri para pihak itu sendiri Faktor Intern dan dapat juga ditimbulkan
oleh hal-hal yang terdapat di luar dari diri dan keinginan para pihak Faktor Ekstern.
A. Faktor yang Berasal Dari Dalam Diri Para Pihak Yang Bersengketa Faktor
Intern
Masyarakat bukan pihak yang pasif tetapi menentukan bagaimana hukum itu akan dipakai. Penggunaan hukum oleh masyarakat merupakan wilayah sosiologis