Faktor yang Berasal Dari Dalam Diri Para Pihak Yang Bersengketa Faktor

BAB IV FAKTOR YANG MENJADI HAMBATAN KEBERHASILAN

PELAKSANAAN MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO. 2 TAHUN 2003 DI PENGADILAN NEGERI MEDAN Salah satu alasan dan pertimbangan Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Perma No. 2 Tahun 2003 sebagai implementasi Pasal 130 HIR154 RBg adalah untuk mengurangi penumpukan perkara di Pengadilan. Namun harapan Mahkamah Agung tersebut nampaknya belum dapat direalisasikan dengan sempurna dalam praktek, sehubungan dengan adanya permasalahan yang berkaitan dengan adanya faktor- faktor atau hal-hal yang menjadi penghambat terjadinya mediasi, sehingga mediasi tersebut tidak efektif. Menurut hasil penelitian penulis yang melibatkan unsur Pengadilan Negeri Medan, maka ditemukan hal-hal yang dikategorikan sebagai faktor yang menghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan Negeri Medan. Faktor-faktor tersebut yang menjadi pendorong ketidakefektifan mediasi dapat ditimbulkan oleh hal-hal yang terdapat dalam diri para pihak itu sendiri Faktor Intern dan dapat juga ditimbulkan oleh hal-hal yang terdapat di luar dari diri dan keinginan para pihak Faktor Ekstern.

A. Faktor yang Berasal Dari Dalam Diri Para Pihak Yang Bersengketa Faktor

Intern Masyarakat bukan pihak yang pasif tetapi menentukan bagaimana hukum itu akan dipakai. Penggunaan hukum oleh masyarakat merupakan wilayah sosiologis dimana masyarakat memberi pemaknaan sendiri terhadap hukum dan itulah yang mereka jalankan. Dalam bidang hukum perdata, disini peraturan hanya berfungsi sebagai fasilitator, sedang rakyat sendiri yang memulai dan memilih apa yang ingin dilakukan untuk mewujudkan kepentingan mereka. 100 Dalam pergaulan di masyarakat, ditengah orang yang berbeda tabiat dan kepentingan, pasti tidak akan bisa sama sekali tidak berhadapan dengan perselisihan. Perselisihan itu bisa disebabkan oleh hal yang sepele, dan tidak mempunyai akibat hukum apapun, seperti misalnya perbedaan pendapat antara istrisuami tentang penentuan waktu keberangkatan ke luar kota atau bisa pula merupakan persoalan serius dan mempunyai akibat hukum, misalnya tentang batas tanah dengan tetangga atau perselisihan atas perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subyektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh perorangan ataupun kelompok. Perselisihan akan muncul ke permukaan antara lain disebabkan karena masing-masing merasa benar, merasa berhak atas apa yang diperselisihkan . Sebab kalau salah satu pihak dari yang berselisih merasa bersalah dan tau tidak berhak atas apa yang diperselisihkan, perselisihan itu berakhir tatkala ketidakbenaran atau ketidakberkenannya disadari. 100 Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum : Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2002, h. 10 Pihak yang merasa dirugikan, akan berusaha untuk mencari perlindungan hak yaitu dengan mengadakan penuntutan hak kepada pihak yang telah menyebabkan kerugian kepada pihak yang menuntut. Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan untuk memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh Pengadilan untuk mencegah eigenrichting. 101 Orangperson dan badan hukum yang mengajukan tuntutan hak memerlukan atau berkepentingan secara hukum. Orangperson dan badan hukum mempunyai kepentingan untuk memperoleh perlindungan hukum, maka oleh karena itu dapat mengajukan tuntutan hak ke Pengadilan. Kiranya sudah selayaknya apabila oleh Undang-undang disyaratkan adanya kepentingan untuk mengajukan tuntutan hak. Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara pihak-pihak yang bersengketa. Para pihak yang bersengketa menginginkan agar kepentingannya tercapai, hak-haknya dipenuhi, kekuasaannya diperlihatkan dan dipertahankan. Seseorang yang mengajukan tuntutannya ke Pengadilan, berarti orang tersebut berkeinginan agar tututan tersebut diperiksa dan diputus oleh Pengadilan. Mereka menghendaki adanya suatu proses hukum untuk membuktikan dalil-dalil sebagaimana yang dimuat dalam tuntutan, sehingga ketika kepada mereka disarankan agar menempuh proses mediasi, mereka tidak menunjukkan keseriusan dalam 101 Soedikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 1998, h. 33. menjalani proses mediasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari ketidak seriusan para untuk untuk hadir secara inperson dalam proses mediasi. 102 Proses penyelesaian sengketa secara litigasi adalah merupakan pilihan para pihak yang bersengketa. Dari semula para pihak tidak mempunyai komitmen untuk berdamai, sehingga pelaksanaan mediasi tidak sungguh-sungguh. Pihak-pihak merasa benar terhadap apa yang dipersengketakan. Keadaan seperti ini akan lebih terasa dalam sengketa hak milik. 103 Para pihak yang berperkara selalu merasa memiliki atas obyek sengketa, dan keduanya memiliki bukti, maka hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi mediator untuk meyakinkan para pihak untuk berdamai karena nilai pembuktian ini sendiri hanya bisa diproses lewat persidangan, sementara itu para pihak menunjukkan adanya potensi konflik, sehingga akan menjadi suatu hal sulit bagi mediator untuk melanjutkan perdamaian. Dibandingkan dengan sengketa hak milik, sengketa ganti rugi, hutang piutang, wanprestasi, pembuktiannya lebih mudah dinilai, hal ini akan memudahkan mediator untuk meyakinkan para pihak untuk memasuki keadaan yang kondusif, akan tetapi pada akhirnya proses yang dijalankan akan terbentur pada porsi hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pihak, sehingga mediasi tetap mengalami jalan buntu. 104 102 Wawancara dengan DJ. Purba, mediator di Pengadilan Negeri Medan tanggal 20 Juli 2007. 103 Wawancara dengan para pihak yang pernah menggugat sengketa kepemilikan i.c Bapak Joe Lo Chaw Nomor Perkara 150Pdt-G2006PN-Medan, tanggal 21 Agustus 2007. 104 Wawancara dengan Hj. Djumali, Loc.cit. Tidak adanya niat para pihak untuk melakukan perdamaian di luar sidang, adalah merupakan salah satu faktor penghambat mediasi. Kehadiran para pihak dalam proses mediasi yang ditawarkan oleh Hakim, tampaknya hanya hanya merupakan formalitas belaka, tidak ada keseriusan dalam mengikuti proses mediasi. Hal ini khususnya terlihat pada Penggugat. Penggugat biasanya ngotot untuk tetap mempertahankan gugatannya, sebaliknya Tergugat masih menunjukkan adanya keinginan untuk berdamai walaupun tidak maksimal. 105 Tidak adanya niat para pihak yang bersengketa untuk melakukan perdamaian melalui proses mediasi juga disampaikan oleh beberapa orang advokat di Medan dan para pihak yang pernah mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Medan. Pada umumnya sebelum salah satu pihak penggugat mengajukan tuntutannya ke Pengadilan, para pihak terlebih dahulu mengadakan pertemuan-pertemuan, baik secara langsung maupun melalui perantara, dalam hal ini bisa sanak saudara, kerabat maupun orang yang dapat dipercaya yang bertujuan untuk mencari solusi agar permasalahan tersebut tidak sampai ke Pengadilan. Apabila salah satu pihak penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan, berarti sudah tidak tercapainya perdamaian atau kata sepakat diantara para pihak. 106 Hal tersebut sesuai dengan pendapat advokat di Medan yang menyatakan pilihan litigasi yang ditempuh oleh para pihak dalam menyelesaiakan permasalahannya adalah merupakan pilihan yang terakhir menurut para pihak 105 Wawancara dengan Pintauli, Loc. cit. 106 Wawancara dengan para pihak yang pernah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Medan i.c Sofyan Suali Nomor Perkara 184Pdt-G2005PN-Medan, tanggal 22 Agustus 2007. tersebut. Jadi dengan demikian mediasi yang dilakukan oleh Pengadilan tingkat pertama hanyalah buang waktu saja Wasting of time. 107 Pada dasarnya Lembaga mediasi yang diterapkan di Medan, tidak membawa pengaruh yang signifikan kepada para pihak yang bersengketa, hal itu akan menambah lamanya waktu bagi para pihak untuk menunggu putusan yang berkekuatan hukum tetap. Pendaftaran gugatan yang dilakukan oleh para pihak di Pengadilan, berarti para pihak telah siap untuk menempatkan diri pada posisi sebagai penggugat dan tergugat dengan segala konsekwensi hukum yang akan timbul dari pilihan penyelesaian tersebut. 108 Tidak mudah mengubah pendirian seseorang, terlebih dalam hal untuk mengakomodasi kepentingan orang lain, melakukan perdamaian berarti salah satu atau kedua belah pihak harus rela melepaskan atau mengurangi hak-hak tertentu untuk kepentingan orang lain, memasuki arena perdamaian menuntut masing-masing pihak untuk berjiwa besar, menghilangkan egoistis dan memandang pihak lain dalam posisi yang sama untuk memperoleh kepentingan dari suatu obyek yang dipersengketakan. Ini adalah merupakan suatu hal yang sangat sulit. Kecil sekali kemungkinan bagi mediator untuk menenbus kondisi para pihak yang sudah teguh dengan suatu komitmen untuk memempuh jalur litigasi yang dianggap para pihak sebagai jalur yang tepat untuk menyelesaian sengketa yang dihadapinya. 109 107 Wawancara dengan Januari Siregar, Advokat di Medan, 27 Juli 2007. 108 Wawancara dengan Syafaruddin , Advokat di Medan tanggal 27 Juli 2007 109 Wawancara dengan Ali Leonardi, Advokat di Medan tanggal 27 Juli 2007 Para pihak yang bersengketa menganggap proses litigasi adalah merupakan upaya terakhir untuk memperoleh perlindungan hukum. Proses negosiasi yang ditempuh sebelum mengajukan gugatan ke Pengadilan dianggap tidak mampu untuk mewujudkan rasa keadilan yang didambakan oleh para pihak. Sebelum para pihak menempuh jalur litigasi, berbagai upaya telah ditenpuh oleh para pihak untuk menghindarkan proses litigasi, dalam kasus perceraian misalnya, jauh sebelum salah satu pihak berkeinginan untuk mengajukan proses perceraian ke Pengadilan, tentu para pihak telah mengadakan upaya perdamaian, misalnya dengan menyampaikan permasalahan yang mereka hadapi kepada keluarga dekat ataupun sahabat, dengan maksud agar keluarga atau pihak ketiga tersebut memberikan pengarahan-pengarahan yang bertujuan untuk mempersatukan mereka kembali. 110 Demikian juga pendapat advokat di Medan yang menyatakan sebelum kasusperkara sampai ke Pengadilan, para pihak telah terlebih dahulu mengadakan negosiasi, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang dapat dipercaya. Dengan demikian apabila salah satu pihak penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan, itu artinya negosiasi diantara mereka telah gagal. 111 110 Wawancara dengan para pihak yang mengajukan perkara perceraian di Pengadilan Negeri Medan i.c Ibu Sri Ulina Sembiring Nomor Perkara 08Pdt-G2007PN-Medan, tanggal 22 Agustus 2007. 111 Wawancara dengan Fauziah Lubis, Advokat di Medan tanggal 28 Juli 2007

B. Faktor Yang Berasal Dari Luar Diri para Pihak Yang Bersengketa Faktor