Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009

(1)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

PENGARUH BUDAYA MAKAN SIRIH TERHADAP STATUS

KESEHATAN PERIODONTAL PADA MASYARAKAT

SUKU KARO DI DESA BIRU-BIRU

KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2009

TESIS

Oleh

JUL ASDAR PUTRA SAMURA 077030017 / IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

PENGARUH BUDAYA MAKAN SIRIH TERHADAP STATUS

KESEHATAN PERIODONTAL PADA MASYARAKAT

SUKU KARO DI DESA BIRU-BIRU

KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUL ASDAR PUTRA SAMURA 077030017 / IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Judul Tesis : PENGARUH BUDAYA MAKAN SIRIH

TERHADAP STATUS KESEHATAN PERIODONTAL PADA MASUARAKAT SUKU KARO DI DESA BIRU-BIRU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : JUL ASDAR PUTRA SAMURA Nomor Induk Mahasiswa : 077030017

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. drg. Monang Panjaitan, MS)

Ketua Anggota

(Drs. Eddy Syahrial, MKes)

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

Tanggal Lulus : 10 September 2009 Dekan,


(4)

Telah diuji Pada tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. drg. Monang Panjaitan, MS Anggota : 1. Drs. Eddy Syahrial, MKes

2. Dr. Firkarwin Zuska


(5)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

PERNYATAAN

PENGARUH BUDAYA MAKAN SIRIH TERHADAP STATUS KESEHATAN PERIODONTAL PADA MASYARAKAT

SUKU KARO DI DESA BIRU-BIRU KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2009

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk rnemperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 September 2009

Jul Asdar Putra Samura 077030017/IKM


(6)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

ABSTRAK

Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu jenis penyakit yang lazim terjadi di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia yang paling utama adalah karies gigi dan penyakit periodontal. Penyebab terjadinya gangguan gigi dan mulut pada prinsipnya sama dengan penyebab terjadinya jenis penyakit lainnya baik penyebab langsung seperti bakteri, maupun penyebab tidak langsung seperti karakteristik penderita, komposisi, perilaku, dan faktor budaya. Penyakit gigi dan mulut yang terbanyak diderita masyarakat adalah penyakit karies gigi kemudian diikuti oleh penyakit periodontal di urutan ke dua (Depkes RI, 2002).

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional

study. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Karo yang mempunyai kebiasaan makan sirih, berdomisili di desa Biru-biru, karena mayoritas penduduknya adalah suku Karo dengan jumlah populasi 1146 jiwa. Sampel dengan memakai rumus Taro Yamane berjumlah 92 orang. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Dan metode analisa menggunakan analisa univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil Penelitian, dari analisis bivariat didapat Status kesehatan peridontal masyarakat suku Karo Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang tahun 2008 adalah yang parah sebanyak 74 orang (80,4%) dan sangat parah sebanyak 18 orang (19,6%). Faktor tradisi, nilai, sikap fatalisme tidak ada pengaruh bermakna dengan kesehatan periodontal, sedangkan sikap ethnocentrisme dan komposisi makan sirih terdapat pengaruh yang bermakna dengan kesehatan periodontal. Dari analisis multivariat hanya variabel komposis makan sirih yang memenuhi pengaruh paling kuat.

Diharapkan baik Dinas Kesehatan maupun pelaksana program pelayanan kesehatan di bidang kesehatan gigi dan mulut di wilayah tersebut memberikan promosi kesehatan tentang kesehatan periodontal untuk meningkatkan derajat kesehatan dan dapat berjalan secara rutin.


(7)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

ABSTRACT

Dental and oral disease is one of the diseases commonly occured in the society and can attact all people of different age groups. Dental and oral disease such as dental carries and periodontal disease have become a major health problem in Indonesia. The cause of this disease is basically the same as that of the other diseases either the direct cause such as bacteria, or the indirect cause such as the characteristics of victims, habit, behavior, and cultural factor. The dental and oral diseases mostly developed in the society are dental carries and then periodontal disease (Depkes RI, 2002).

The population of this survey study with cross-sectional design was the Karonese with the habit of chewing sirih (betel vine) living in the village of Sibirubiru because the majority of the population there is Karonese (1146 persons) and 92 of the population were selected to be the samples for this study through the formula developed by Taro Yamane. The data for this study included primary and secondary data. The data obtained were analyuzed through univariate, bivariate, and multivariate analysis.

The result of this study shows that the status of periodontal health of the Karonese living in the village of Sibiru-biru, Deli Serang District in 2008 was severe (74 persons, 80.4%) and very severe (18 persons, 19.6%). The factors of tradition. values, attitude of fatalism had no significant relationship with periodontal health, while the attitude of ethnocentrism and the habit of chewing sirih had a significant relationship with periodontal health. The result of multivariate analysis shows that only the variable of chewing sirih that can influence the periodontal health.

Both Deli Serdang Health Service and the implementer of dental and oral health service program are expected to promote the periodontal health that improvement of the health level can last routinely.


(8)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, yang merupakan salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Tesis ini berjudul “Pengaruh Budaya Makan Sirih terhadap Status Kesehatan Periodontal pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kab. Deli Serdang Tahun 2009”.

Sesungguhnya tesis ini tidak akan terwujud tanpa izin dan Tuhan Yang Maha Kuasa, serta bantuan dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam mengatasi segala kendala dan menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada Ayahanda tercinta K.D.B.Samura, Ibunda tersayang P.Br.Ginting dan seluruh keluarga atas bantuan moral dan materi yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.


(9)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

2. dr. Ria Masniari Lubis, MSi, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

3. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan

4. Prof. Dr. drg. Monang Panjaitan, MS, selaku pembimbing satu dan Drs. Eddy Syahrial, M.Kes, selaku pembimbing dua yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam membimbing dan memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

5. Dr. Firkarwin Zuska dan drg. Iis Faizah Hanum, MKes, selaku penguji satu dan dua yang telah memberikan banyak saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Mahmud Ginting, selaku Kepala Desa Biru-Biru dan drg. Syamsinar selaku Kepala Puskesmas Biru-Biru yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang.

7. Linda warni sebagai teman dekat yang telah memberi perhatian dan dukungan kepada penulis untuk senantiasa berusaha dalam menyelesaikan studi.

8. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

9. Seluruh staf akademik / Administrasi Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah turut membantu penulis dalam hal surat menyurat


(10)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

10. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi minat studi kesehatan dan ilmu perilaku Universitas Sumatera Utara angkatan 2007 yang telah memberi dukungan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari tesis ini masih banyak kekurangannya, karena penulis yakin bahwa tidak ada satupun karya dari tangan manusia yang lahir dalam keadaan sempurna, maka segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.

Kiranya Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang melindungi dan memberkati kita sekalian disetiap perjalanan hidup kita. Amin.

Deli Serdang, 10 September 2009 Penulis


(11)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

RIWAYAT HIDUP

Nama penulis adalah Jul Asdar Putra Samura, lahir di Delitua tanggal 19 Juli 1978, jenis kelamin Laki-laki, agama Katolik. Alamat rumah jalan besar no.387/47 Delitua dan alamat kantor Komplek RSU Sembiring, jalan besar no.77 Delitua.

Riwayat pendidikan pada tahun 1985 s/d 1991 tamat dari SD RK Deli Murni Delitua. Tahun 1991 s/d 1994 tamat dari SMP RK Deli Murni Delitua. Tahun 1994 s/d 1997 tamat dari SMA Santa Maria Medan. Tahun 1998 s/d 2001 tamat dari AKPER Medistra Lubuk Pakam. Tahun 2002 s/d 2003 tamat dari DIV Perawat Pendidik Universitas Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan, pada tahun 2001 s/d 2002 bekerja di AKPER Medistra Lubuk Pakam. Pada tahun 2002 s/d 2003 tugas belajar DIV Perawat Pendidik di Universitas Sumatera Utara. Tahun 2003 s/d 2006 bekerja di AKPER DHDT. Tahun 2007 s/d sekarang tugas belajar pada Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(12)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis Penelitian ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Kebudayaan ... 9

2.2. Culture Behaviorisme ... 11

2.3. Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan ... 14

1. Tradisi ... 14

2. Nilai ... 14

3. Sikap Fatalisme ... 15

4. Sikap Ethnocentrism ... 15

2.4. Budaya Makan Sirih ... 15

2.5. Komposisi Makan Sirih ... 19

2.6. Status Kesehatan Gigi dan Mulut ... 21

a. Aspek Fisik ... 22

b. Aspek Mental ... 22

c. Aspek Sosial ... 22

2.7. Jaringan Periodontal ... 23

2.8. Dampak Negatif Mengkonsumsi Sirih ... 24

2.9. Indeks yang dipergunakan Untuk Survei Kesehatan Gigi dan Mulut ... 25


(13)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

2.11. Kerangka Konsep ... 31

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian... 32

3.2 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 32

3.3. Populasi dan Sampel ... 32

3.4. Metode Pengumpulan Data... 34

1. Uji Validitas ... 34

2. Uji Reliabilitas ... 35

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional ... 37

3.6. Metode Pengukuran... 38

3.7. Metode Analisa Data ... 42

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

4.2. Analisis Univariat ... 44

4.3. Karakteristik Responden ... 45

4.4. Budaya Makan Sirih ... 48

4.5. Analisis Multivariat ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1. Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 72

5.2. Hasil Analisis Tradisi dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 72

5.3. Hasil Analisis Nilai dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 73

5.4. Hasil Analisis Sikap Fatalisme dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 73

5.5. Hasil Analisis Sikap Ethnocentrisme dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 74

5.6. Hasil Analisis Komposisi Makan Sirih dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 75

5.7. Hasil Analisis Frekuensi Makan Sirih dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 76


(14)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

5.8. Hasil Analisis Lamanya Makan Sirih dengan Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 76

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan... 78 6.2. Saran ... ... 79

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN 1. Kuesioner Penelitian

2. Formulir Pemeriksaan Status Kesehatan Periodontal 3. Hasil Pengolahan Data


(15)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penilaian (skor) untuk tingkat kondisi jaringan Periodontal ... 28 3.1 Perhitungan besar sampel pada masing-masing Dusun

di desa Biru- biru kec. Biru-biru ... 33 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas alat ukur ... 35 4.1 Latar Belakang Etnis ... 44 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Status Kesehatan Periodontal

Pada Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009. ... 44 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Pada Masyarakat Suku Karo

di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 45 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Masyarakat

Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 46 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Perkawinan Pada Masyarakat

Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 46 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Pada Masyarakat Suku

Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 47 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Pada Masyarakat Suku

Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 47 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Menjaga Khazanah

Budaya ... 48 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Wajib Makan Sirih Setiap Hari ... 48 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Harus Dilestarikan

Sampai Anak Cucu ... 49 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Tidak Boleh Dimakan


(16)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Oleh Anak-Anak ... 49 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Hanya

Diperbolehkan Dikonsumsi Oleh Orang Dewasa ... 49 4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Sirih Harus

Dikombinasi Dengan Pinang dan Gambir ... 50 4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Tradisi Pada Masyarakat Suku Karo

di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 50 4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Sirih Adalah Jenis Tumbuhan Yang

Sakral ... 51 4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Menjaga

Adat Istiadat Nenek Moyang ... 51 4.17 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Menjadi Suatu

Kebanggaan Bagi Suatu Suku ... 51 4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Harus Dilakukan

Oleh Anggota Keluarga ... 52 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Sirih Mempunyai Arti

Tersendiri Dalam Budaya ... 52 4.20 Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Pada Masyarakat

Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang 2009 ... 53 4.21 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Untuk Pergaulan ... 53 4.22 Distribusi Responden Berdasarkan Budaya Makan Sirih Harus Diajarkan

Pada Anak Cucu ... 53 4.23 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Harus Ada

Dalam Kegiatan Adat ... 54 4.24 Distribusi Responden Berdasarkan Sirih Patut Dijaga dan

Dikonsumsi Dalam Setiap Kegiatan Keagamaan ... 54 4.25 Distribusi Responden Berdasarkan Sirih Hidangan Wajib


(17)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

4.26 Distribusi Responden Berdasarkan Setiap Keluarga Wajib

Menanam Pohon Sirih ... 55 4.27 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Fatalisme Pada

Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten

Deli Serdang 2009 ... 56 4.28 Distribusi Responden Berdasarkan Budaya Makan Sirih

Mutlak Budaya Masyarakat Karo... 56 4.29 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Bermanfaat

Bagi Kesehatan Tubuh ... 57 4.30 Distribusi Responden Berdasarkan Makan Sirih Berlebihan Menyebabkan

Gangguan Pada Gigi dan Mulut... 57 4.31 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan Kapur, Gambir,

Pinang dalam Sirih Menyebabkan Kesehatan Gigi dan Mulut... 58 4.32 Distribusi Responden Berdasarkan Budaya Makan Sirih

Bagian Dari Adat Istiadat Masyarakat... 58 4.33 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap Ethnocentrisme Pada

Masyarakat Suku Karo di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli

Serdang 2009 ... 59 4.34 Distribusi Responden Berdasarkan Komposisi Makan Sirih... 59 4.35 Distribusi Responden Berdasarkan Komposisi Makan Sirih pada

Masyarakat Suku Karo di Desa Biru – Biru Kabupaten Deli

Serdang 2009 ... 60 4.36 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Sirih ... 60 4.37 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Makan Sirih pada

Masyarakat Suku Karo di Desa Biru – Biru Kabupaten Deli

Serdang 2009 ... 61 4.38 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Makan Sirih ... 61 4.39 Distribusi Responden Berdasarkan Lamanya Makan Sirih pada


(18)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.


(19)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

4.40 Distribusi Status Kesehatan Periodontal Menurut Tradisi ... 62

4.41 Distribusi Status Kesehatan Periodontal Menurut Nilai ... 63

4.42 Distribusi Status Kesehatan Periodontal Menurut Sikap Fatalisme ... 64

4.43 Distribusi Status Periodontal Menurut Sikap Ethnocentrisme ... 64

4.44 Distribusi Status Periodontal Menurut Komposisi Makan Sirih... 65

4.45 Distribusi Status Periodontal Menurut FrekuensiMakan Sirih ... 66


(20)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Sirih (Piper Betle L) ... 16

2.2 Gambir (Uncaria Gambir) ... 19

2.3 Injet / Enjet atau Kapur Sirih ... 20

2.4 Areca Nut atau Betel Nut ... 20

2.5 Gambar Gigi ... 21

2.6 Landasan Teori Penelitian ... 29


(21)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Mulut adalah salah satu organ terpenting pada tubuh manusia, dimana mulut mempunyai peran sebagai pintu masuknya berbagai jenis makanan, minuman serta berbagai jenis kuman, bakteri dan virus. Di dalam mulut terdapat juga organ-organ lain, salah satunya yaitu gigi, yang berfungsi sebagai penghancur atau penguyah/pelumat makanan. Gigi juga berfungsi sebagai hiasan yang mencerminkan citra diri seseorang.

Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu jenis penyakit yang lazim terjadi di masyarakat. Penyakit ini dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit gigi dan mulut masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia terutama karies gigi dan penyakit periodontal.

Penyakit periodontal dapat didefinisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal. Proses penyakit periodontal di mulai dari gusi. Keradangan yang terjadi pada gusi ini disertai dengan tanda- tanda:

- Warna gusi berubah menjadi merah - Gusi menjadi membengkak dan membulat - Timbul bau napas yang tidak enak


(22)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

- Pada keadaan yang lebih parah tampak adanya nanah diantara gigi dan gusi (Boediardjo, 1985).

Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2004, secara umum penduduk mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut, diantara penduduk 15 tahun atau lebih yang mempunyai masalah kesehatan gigi dan mulut hanya 29% menerima perawatan dari perawat gigi, dokter gigi atau dokter spesialis gigi. Sebagian besar masalah gigi dan mulut terjadi di daerah pedesaan yaitu sebesar 40,6%, secara keseluruhan 7% penduduk kehilangan seluruh gigi, tertinggi pada penduduk kelompok umur 65 tahun (30%). Dilihat dari pelayanan kesehatan gigi dan mulut, sebagian besar pelayanan yang diberikan adalah pengobatan (85%), di susul bedah gigi dan mulut serta tambal (45%), konseling (23%) serta pemasangan gigi palsu hanya 9% diantara penduduk yang menerima perawatan (Depkes RI, 2005). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa secara nasional permasalahan gigi dan mulut masih merupakan masalah kesehatan.

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang (2007), diketahui jumlah kunjungan masyarakat ke poli gigi menempati urutan ke sembilan dari sepuluh penyakit terbesar, dengan jumlah kunjungan sebanyak 1.482 kunjungan yang terdiri dari 62,8% berusia lebih dari 15 Tahun, dan 37,2% kunjungan usia <15 tahun. Kunjungan pasien ke poli gigi umumnya menderita gangguan gigi dan mulut, 43,9% diantaranya menderita karies gigi, dan 56,1% lainnya menderita gangguan peridontal.


(23)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Penyebab terjadinya gangguan gigi dan mulut pada prinsipnya sama dengan penyebab terjadinya jenis penyakit lainnya baik penyebab langsung seperti bakteri, maupun penyebab tidak langsung seperti karakteristik penderita, kebiasaan, perilaku, dan faktor budaya. Penyakit gigi dan mulut yang terbanyak diderita masyarakat adalah penyakit karies gigi kemudian diikuti oleh penyakit periodontal di urutan ke dua (Depkes RI, 2002).

Makan sirih adalah bagian yang melengkapi struktur kebudayaan dan biasanya berkaitan erat dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat di daerah tertentu. Kuantitas, frekwensi dan usia pada saat memulai makan sirih berubah oleh tradisi setempat. Beberapa pengkonsumsi sirih melakukan setiap hari sementara orang lain mungkin makan sirih sesekali. Frekuensi makan sirih mungkin berkaitan dengan beberapa faktor, seperti: pekerjaan dan pertimbangan sosial ekonomi. Frekwensi kebiasaan makan sirih dimulai pada saat anak-anak dan remaja, tetapi aktifitas makan sirih tersebut lebih banyak dan lebih sering didapati pada orang dewasa baik pria dan wanita (Dentika, 2004).

Makan sirih merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh berbagai suku di Indonesia. Kebiasaan makan sirih ini merupakan tradisi yang dilakukan turun-temurun pada sebagian besar penduduk dipedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebiasaan masyarakat setempat. Adat kebiasaan ini biasanya dilakukan pada saat acara yang sifatnya ritual. Begitu juga dengan suku Karo yang memiliki


(24)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

adat kebiasaan tersebut pada tradisi mereka. Kebiasaan ini dijumpai tersebar luas dikalangan penduduk wanita suku Karo (Dentika, 2004).

Menyirih merupakan proses meramu campuran dari unsur-unsur yang telah terpilih yang dibungkus dalam daun sirih kemudian dikunyah dalam waktu beberapa menit. Menyirih dilakukan dengan cara yang berbeda dari satu negara dengan negara lainnya dan satu daerah dengan daerah lainnya dalam satu negara. Meskipun begitu komposisi terbesar relatif konsisten, yang terdiri dari biji buah pinang (Areca

Catechu), daun sirih (piper betle leaves), kapur (kalsium hidroksid) dan gambir (Uncaria gambir).

Secara umum dilihat dari tinjauan geografis, budaya, dan rumpun bangsa, suku Karo adalah salah satu etnis suku-suku bangsa Indonesia yaitu rumpun Batak yang berdiam disebagian besar dataran tinggi Karo serta menganut sistem kekerabatan yang disebut dengan ”Merga” dimana terdapat 5 cabang yaitu Perangin-angin, Karo-karo, Ginting, Sembiring dan Tarigan. Karena kedekatan Pengaruh kekerabatan itu, rumpun etnis Batak ini ada yang memiliki kesamaan kebiasaan yang salah satunya yaitu mengunyah sirih dengan daun sirih, pinang, gambir dan kapur sebagai bahan dasar (Boedihardjo, 1981).

Pada mulanya menyirih digunakan sebagai suguhan kehormatan untuk orang-orang/tamu-tamu yang dihormati pada upacara pertemuan atau pesta perkawinan. Dalam perkembangannya budaya menyirih menjadi kebiasaan memamah selingan di saat-saat santai (Dentika, 2003).


(25)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan kepala Puskesmas Biru-biru pada bulan Agustus 2008, bahwa pasien yang datang dengan keluhan gigi dan mulut ke Puskesmas Biru-biru sebahagian adalah wanita yang sering mengkonsumsi sirih. Keadaan ini dimaklumi karena mayoritas penduduknya adalah suku Karo (95,5%), sehingga kebiasaan makan sirih menjadi budaya secara turun temurun, dan menjadi suatu menu yang wajib dalam setiap kegiatan-kegiatan adat, atau pesta perkawinan masyarakat Karo.

Para pemakan sirih memiliki alasan dan sebab mengapa kebiasaan tersebut dilakukan secara terus menerus. Dilaporkan bahwa makan sirih memiliki beberapa pengaruh yang menjadi daya tarik para pemakan sirih, seperti efek stimulan atau efek euphoria, efek untuk menstimulasi air ludah, obat untuk saluran pernafasan dan menghilangkan rasa lapar, serta kemungkinan memiliki efek untuk menguatkan gigi serta gusi dan sebagai penyegar nafas. Kepercayaan bahwa makan sirih melawan penyakit mulut kemungkinan telah benar-benar mendarah daging diantara para pemakan sirih. Namun penggunaan sirih sebagai obat tradisional yang digunakan sebagai pencegahan penyakit periodontal sedang diteliti di departemen Periodontologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (Prayitno, 2003).

Pada beberapa studi penelitian diketahui bahwa sugi sirih dan bahan-bahannya mampu menghasilkan sel-sel yang mampu bermutasi dan sel-sel penyebab tumor. Pada sebuah penelitian di Taiwan ditemukan bahwa, makan sirih adalah penyebab utama dari sub mucous fibrosis dan kanker mulut. Sedangkan di India, makan sirih


(26)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

dengan daun tembakau dengan batangnya adalah sebab terbesar terjadinya sub

mucous fibrosis

Pada penelitian yang dilakukan Hiramaya ditemukan bahwa makan daun tembakau berPengaruh dengan kanker mulut yang ditemukan di Asia Tenggara. Para pemakan biji pinang di Taiwan tidak memakan daun tembakau dan biji pinang bersamaan berbeda dengan para pengguna di India dan Sri Langka. Kebiasaan di India yang disebut dengan Pan Supari menggunakan perlakuan lain seperti merendam daun sirih kedalam air jeruk, dan beberapa orang juga menambahkan campuran lain (tembakau, cardamon, cengkeh dan camphor) yang digunakan pada campuran tersebut untuk menambah aroma. Perlakuan serta penggunaan bahan-bahan lain selain bahan utama (daun sirih, buah pinang, kapur, gambir) diperkirakan berPengaruh dengan penigkatan jumlah penyakit pada sekitar rongga mulut selain faktor lain yang mungkin berpengaruh seperti frekwensi makan sirih dan cara

menjaga kebersihan mulut

Berdasarkan penelitian Suproyo bahwa tingkat keparahan penyakit periodontal pada pemakan sirih lebih tinggi dibandingkan non pemakan sirih dan semua sampel pemakan sirih menderita penyakit periodontal dengan perincian 63,7% gingivitis dan disertai juga dengan kerusakan jaringan pendukung gigi yang lain sebesar 36,3%. Derajat terjadinya karang gigi lebih tinggi pada pemakan sirih dari pada non–pemakan sirih dan juga disertai terjadinya atrisi dan abrasi yang berlebihan pada pemakan sirih dengan persentase 66,85% (Dentika, 2004).


(27)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Berdasarkan konsep dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa budaya makan sirih di pandang dari aspek budaya merupakan kebiasaan yang di anggap normatif dan sebagai bagian dari menjaga khazanah bangsa, namun di pandang dari aspek kesehatan budaya makan sirih secara terus menerus dapat berdampak terhadap kesehatan gigi dan mulut, seperti terjadinya penyakit periodontal.

Dari latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh budaya makan sirih terhadap kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di wilayah Kerja Puskesmas Biru-biru Kabupaten Deli Serdang, sehingga dapat memberikan kontribusi pemikiran terhadap upaya pencegahan penyakit gigi dan mulut dan upaya promosi kesehatan lainnya.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh budaya makan sirih terhadap status kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Biru-biru Kabupaten Deli Serdang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh budaya makan sirih terhadap status kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Biru-biru Kabupaten Deli Serdang.


(28)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

1.4Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalalah :

Ada pengaruh signifikan faktor budaya makan sirih (Tradisi, Nilai, Sikap Fatalisme, Sikap Ethnocentrism, Komposisi Makan Sirih, Frekuensi Makan Sirih, dan Lmananya Makan Sirh) terhadap status kesehatan periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Biru-biru Kabupaten Deli Serdang.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dalam upaya peningkatan promosi kesehatan di wilayah kerjanya khususnya di wilayah pedesaan.

2. Memberikan informasi terhadap konsekwensi dari budaya makan sirih pada masyarakat suku Karo.


(29)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan = cultuur (bahasa Belanda) = culture (bahasa Inggris), berasal dari perkataan Latin ”Colere” yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture sebagai ”segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam” (Widagdho; dkk, 2008).

Pendapat lain mengatakan bahwa ”budaya” adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah dari budi


(30)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut (Widagdho; dkk, 2008).

Ada 2 sarjana Anthropologi yaitu: A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn yang pernah mengumpulkan sebanyak mungkin defenisi tentang faham kebudayaan yang termaksud dalam banyak buku dan yang berasal dari banyak pengarang dan sarjana. Hasil penyelidikan itu diterbitkan dalam satu kitab bernama : ”Culture A Critical

Review of concept and Defenitions” (1952).

Pada masyarakat Kebudayaan sering diartikan sebagai The General Body of

The Arts, yang meliputi seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, pengetahuan

filsafat atau bagian-bagian yang indah dari kehidupan manusia. Akhirnya kesimpulan yang didapat adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup. Segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun abstrak, itulah kebudayaan.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Untuk lebih jelas, dapat dirinci sebagai berikut:

1. Bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia. Karena itu meliput i :

a. Kebudayaan material (jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia, misalnya : alat-alat perlengkapan hidup.


(31)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

b. Kebudayaan non material (rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya: religi, bahasa, ilmu pengetahuan.

2. Bahwa kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin diperoleh dengan cara belajar.

3. Bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat akan sukarlah bagi manusia untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya tanpa kebudayaan tidak mungkin manusia baik secara individual maupun masyarakat, dapat mempertahankan kehidupannya.

4. Jadi kebudayaan itu adalah kebudayaan manusia. Dan hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, yang tidak perlu dibiasakan dengan cara belajar, misalnya tindakan atas dasar naluri (instink), gerak reflek (Widagdho; dkk, 2009).

2.2Culture Behaviorisme

Dalam teorinya, Berger menyebutkan tiga proses dalam proses konstruksi sosial, yaitu eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Sebuah komunitas sosial terbentuk dari sekian banyak orang yang memiliki perbedaan latar belakang pengetahuan dan status sosial sebelumnya.

Ketiga proses yang terjadi dalam konstruksi sosial di atas dapat disimpulkan dalam tiga premis momen, yakni: masyarakat adalah produk manusia (eksternalisasi), masyarakat adalah realitas obyektif (objektivasi), dan manusia adalah produk masyarakat (internalisasi). Dialektika itu dimediasi oleh pengetahuan yang terdapat


(32)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

dalam memori setiap individu, yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman (Maliki, 2004).

Dengan demikian, proses kehidupan manusia yang berlangsung dalam komunitas itu yang terbentuk baik secara sadar maupun tidak sadar dalam waktu yang panjang merupakan hasil dari interaksi orang-orang di dalamnya. Hasil dari proses ini dapat disebut sebagai kebiasaan, tradisi, bahkan budaya. Hal ini sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat yang menyebutkan budaya adalah produk dari interaksi manusia. Menurutnya budaya adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2001).

Matsumoto menjelaskan bahwa budaya sebagai “the set of attitudes, values,

beliefs, and behaviors shared by a group of people, but different for each individual, communicated from one generation to the next”. Lebih luas lagi Tylor

menggabungkan pendekatan antara pendekatan proses dan pendekatan struktural fungsional dan mendefinisikan budaya sebagai “complex whole wich includes

knowledge, belief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society.” Dari dua pengertian ini dapat dilihat isi

(content) atau dimensi dari budaya terdiri dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), nilai (value), moral (moral), keyakinan (belief), seni (art), hukum (law), perilaku (behavior), kebiasaan (habit), dan tradisi (custom).


(33)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Dalam teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavioris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.

Prinsip-prinsip teori behaviorisme - Obyek psikologi adalah tingkah laku

- Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek - Mementingkan pembentukan kebiasaan

Menurut J.J. Honigmann dalam bukunya The Word of Man yang dikutip oleh Setiadi; Effendi (2008), membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu:

1. Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan.

Wujud tersebut dapat menunjukkan wujud ide dari kebudayaan, sifatnya abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto dan tempatnya ada di alam pikiran warga masyarakat di mana kebudayaan tersebut hidup. Kebudayaan ideal ini disebut juga tata kelakuan atau disebut juga adapt istiadat yang mempunyai fungsi mengatur,


(34)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

mengendalikan dan memberi arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat

Wujud tersebut dinamakan system social, karena menyangkut tindakan dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini dapat diobservasi, difoto dan didokumentasikan karena dalam system social ini terdapat aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berPengaruh serta bergaul satu dengan lainnya dalam masyarakat. Dengan kata lain system social ini merupakan perwujudan kebudayaan yang bersifat konkret dalam bentuk perilaku.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik. Wujud budaya ini hampir seluruhnya merupakan hasil fisik (aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat). Sifatnya paling konkret berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat dan difoto yang berwujud besar ataupun kecil. Contohnya : Candi Borobudur (besar), kain batik dan kancing baju (kecil).

2.3Aspek Budaya yang Mempengaruhi Status Kesehatan dan Perilaku Kesehatan

Menurut G.M. Foster (1973), yang dikutip oleh Notoatmodjo (2005), aspek budaya dapat mempengaruhi kesehatan seseorang, antara lain adalah :


(35)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat. Di New Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru (penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan penyebabnya adalah virus). Penderitanya hanya terbatas pada wanita dan anak-anak kecil. Setelah dilakukan penelitian ternyata penyakit ini menyebar luas karena adanya tradisi kanibalisme, yaitu kebiasaan memenggal kepala orang, dan tubuh serta kepala manusia yang dipenggal tersebut hanya dibagikan pada wanita dan anak-anak sehingga kasus epidemi penyakit kuru ini hanya terbatas dikalangan wanita dan anak-anak.

3. Nilai

Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan. Nilai-nilai tersebut, ada yang menunjang dan ada yang merugikan kesehatan. Beberapa nilai yang merugikan kesehatan misalnya, adanya penilaian yang tinggi terhadap beras putih, meskipun masyarakat mengetahui bahwa beras merah lebih banyak mengandung vitamin B1 dibandingkan dengan beras putih. Masyarakat lebih memberikan nilai tinggi bagi beras putih, karena mereka menilai beras putih lebih enak dan lebih bersih.

4. Sikap Fatalism

Hal lain adalah sikap fatalism yang juga mempengaruhi kesehatan. Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok yang beragama Islam percaya bahwa anak adalah titipan Tuhan, dan sakit ataupun mati adalah takdir, sehingga masyarakat


(36)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

kurang berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang sakit.

5. Sikap Ethnocentrism

Sikap ethnosentrism adalah sikap yang memandang kebudayaannya sendiri yang paling baik jika dibandingkan dengan kebudayaan pihak lain. Misalnya, orang-orang barat merasa bangga terhadap kemajuan ilmu dan tekhnologi yang dimilikinya dan selalu beranggapan bahwa kebudayaannya yang paling maju, sehingga merasa superior terhadap budaya dari masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi disisi lain, semua anggota lainnya menganggap bahwa apa yang dilakukan secara alamiah adalah yang terbaik.

2.4Budaya Makan Sirih

Makan sirih merupakan salah satu bentuk dari kebiasaan-kebiasaan yang ada di masyarakat yang secara turun temurun dilakukan. Sirih adalah jenis tumbuhan yang mirip dengan tanaman lada, dengan nama ilmiahnya adalah : Piper Betle. L , dan ada beberapa daerah di Indonesia memberikan nama lain terhadap sirih yaitu Suruh, Sedah (Jawa), Seureuh (Sunda), Ranup (Aceh), Belo (Batak Karo), Cambai (Lampung), Uwit (Dayak) Base (Bali), Nahi (Bima), Gapura (Bugis), Meta (Flores) dan Afo (Sentani), sedangkan nama asing sirih adalah Ju jiang (Cina)(Muhlisah, 2006).


(37)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Gambar 2.1 Daun Sirih

Sirih secara kimia mengandung minyak atrisi, hidroksivacikol, kavikol, allypyrokatekol, karvakrol, eugenol, eugenol methyl other, P-cymene, Cineole, Caryophyllene, cadinene, estragol, terpenena, sesquiterpena, fenil propana, tannin diastase, gula, pati (Muhlisah, 2006).

Tradisi makan sirih merupakan warisan budaya silam, melebihi 3000 tahun yang lalu atau zaman Neolitik dan meluas ke Asia Tenggara sampai sekarang ini. Sirih disukai oleh berbagai golongan masyarakat. Pelayar terkenal Marcopollo di abad 13 telah menulis dalam catatannya bahwa terdapat segumpal tembakau didalam masyarakat India, pernyataan ini dijelaskan oleh penjelajah terdahulu, seperti Ibnu Batuta dan Vasco Da Gamma yang menyatakan kebiasaan makan sirih juga terdapat pada masyarakat sebelah timur. Kini sirih menjadi terkenal pada masyarakat Melayu, selain dimakan oleh masyarakat juga dijadikan simbol adat istiadat pada beberapa adat masyarakat tersebut, misalnya pada adat perkawinan (Sp-Asah, 2006).


(38)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Sirih adalah sejenis tumbuhan yang terdapat di Malaysia juga dikawasan tropika asia, Madagaskar, timur afrika dan hindia barat. Sirih yang terdapat disemenanjung Malaysia terdiri dari 4 jenis, yaitu : sirih Melayu, sirih Cina, sirih Keling dan sirih Udang.

Nama ilmiah dari sirih adalah Piper betle Linn dalam keluarga Piperaceae. Nama Betle adalah dari bahasa Portugis-Betle, berasal sebelumnya dari bahasa Malayalam di negeri Malabar yang disebut Vettila. Dalam bahasa Hindi lebih dikenal Pan atau Paan dan dalam bahasa Sansekerta disebut sebagai Tambula. Dalam bahasa Sinhala Sri Langka disebut Bulat. Bahasa Thai disebut sebagai Plu

Sifat tumbuhan sirih adalah sejenis pepohonan yang menjalar dan merambat pada batang pohon sekelilingnya. Bentuk daunnya agak membujur. Daun-daun sirih yang subur berukuran antara 8 cm s/d 12 cm. Lebar daun 10 – 15 cm. Panjang sirih sesuai umurnya, ditanam diatas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropis, agar tumbuh subur diperlukan jumlah air yang mencukupi.

Sirih Cina mempunyai rasa yang lebih lembut dari pada sirih Melayu. Sirih Udang juga mempunyai urat daun dibelakang yang berwarna merah dan tangkainya juga berwarna merah. Sirih Melayu adalah yang digemari dikalangan masyarakat makan sirih dan sering juga digunakan didalam peradatan, daun sirih ini berdaun lebar dan warnanya hijau pekat. Sementara sirih Keling juga berukuran sederhana dan


(39)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

berwarna agak kehijauan, rasanya yang lebih pedas serta agak keras daunnya ketika

dimakan

Rasa sirih disebabkan oleh minyak uap yang mengandung fenol dan bahan-bahan yang menyebabkannya pedas. Bahan-bahan-bahan yang terdapat dalam daun sirih

adalah kalsium nitrat sedikit gula dan tannin

Faktor-faktor yang menentukan enak atau tidaknya daun sirih adalah jenis sirih itu, umurnya dan kecukupan cahaya matahari serta keadaan daun-daunnya. Sirih hutan tidak boleh dimakan, selain daunnya yang keras, rasanya juga tidak enak. Ia tumbuh dipohon yang terdapat di hutan hujan tropika. Daun-daunnya berukuran kecil yang sering dibuat obat dan penawar oleh Dukun. Sirih bertemu urat adalah yang paling sering menjadi pilihan pada ibu Bidan dalam ilmu perobatan tradisional. Pada masa kini kegunaan sirih masih penting bagi masyarakat Melayu walaupun jumlah

orang yang memakannya mulai berkuran

Makan sirih mulai dilakukan masyarakat di China dan India, lalu menyebar ke benua Asia termasuk Indonesia. Komposisi utama dari menyirih adalah buah pinang, kapur sirih, gambir, dan sebagai bahan tambahan adalah kapulaga, cengkeh, kayu manis dan tembakau. "Kegiatan makan sirih memiliki efek terhadap gigi, gingiva atau gusi, dan mukosa mulut. Dan efek tersebut membawa dampak yang positif maupun negatif”. Efek baiknya makan sirih terhadap gigi di antaranya untuk menghambat proses pembentukan karies. Sedangkan efek negatif adalah bisa menyebabkan


(40)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

penyakit periodontal yaitu penyakit inflamasi kronik rongga mulut yang umum

dijumpai dan pada mukosa mulut

2.5Komposisi Makan Sirih

Gambar 2.2 Gambir

Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan bernama Uncaria gambir. Kandungan penting gambir adalah catechin satu bahan alami yang bersifat anti-oksidan. Kegunaan gambir yang utama di Nusantara adalah dikenal luas sebagai salah satu komponen menyirih. Dari Sumatera sampai Papua diperkirakan sudah 2.500 tahun lalu mengenal gambir dengan kegunaan untuk menyirih (Wikipedia, 2007).


(41)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Gambar 2.3 Kapur Sirih

Kapur sirih/injet sering juga disebut dengan “Slaked Lime” yaitu satu bentuk pasta yang dibuat dari menggiling atau menghancurkan cangkang kerang dan membuatnya menjadi pasta.

Gambar 2.4 Pinang

Buah mungil dari golongan palem ini biasanya dipotong kecil dan digulung bersama dengan daun sirih, gambir dan injet, kemudian dikunyah bersama sehingga menimbulkan warna merah.


(42)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Makan sirih di Jawa Tengah dan sekitarnya dilakukan dengan mecampurkan semua bahan di atas: dauh sirih, injet/enjet, dan cuilan kecil gambir. Sedikit kapur dioleskan di atas daun sirih, dan di atasnya ditaruh sedikit gambir, daun dilipat, kemudian dimasukkan ke mulut dan mulai dikunyah. Tidak tahu reaksi apa yang terjadi, tapi yang pasti makin lama warna di mulut berubah menjadi merah menyala. Sesaat kemudian, ludah berwarna merah terang akan mulai diludahkan. Setelah beberapa saat, akan disambung dengan gumpalan tembakau rajangan tadi untuk membersihkan gigi dan bibir, serta dihisap-hisap (kompas.co.id).

Gambar 2.5 Gambar Gigi dan Mulut

Gigi merupakan salah satu organ terpenting pada tubuh manusia. Selain sebagai alat menghancurkan/mengunyah makanan juga berfungsi sebagai pintu masuknya kuman/bakteri. Gigi juga dapat mencerminkan citra diri seseorang.

2.6Status Kesehatan Gigi dan Mulut

Dalam menganalisis faktor yang mempengaruhi kualitas kesehatan gigi dan mulut seseorang tidak terlepas dari tiga aspek diatas, yaitu (Julianti, 2002):


(43)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

a. Aspek Fisik

Aspek fisik merupakan aspek yang mempengaruhi kualitas kesehatan gigi dan mulut yang disebabkan oleh keadaan yang terdapat didalam mulutnya sendiri, misalnya karena pemberian gizi yang salah pada saat kehamilan menyebabkan struktur gigi rentan terhadap kerusakan gigi, misalnya keadaan gigi yang berjejal mengakibatkan mudahnya penumpukan plak dan sisa makanan sehingga mempermudah timbulnya kerusakan gigi.

b. Aspek Mental

Aspek mental dapat mempengaruhi tingkah laku orang tersebut. Misalnya apabila seseorang percaya bahwa penyakit gigi dan mulut disebabkan oleh pengaruh guna-guna, tentunya untuk mengobati penyakit tersebut tidak akan pergi ke dokter gigi melainkan pergi ke dukun. Dengan demikian penyakitnya akan bertambah parah. c. Aspek Sosial

Aspek sosial yang mempengaruhi kualitas kesehatan gigi dan mulut biasanya disebabkan oleh nilai budaya yang berkembang didaerahnya. Selain itu, dapat pula disebabkan oleh pengaruh sosial ekonomi yang kurang, keadaan inipun akan mempengaruhi tingkah laku orang tersebut.


(44)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

2.7 Jaringan Periodontal

Penyakit periodontal adalah sekelompok lesi(luka) yang terjadi pada jaringan sekitar gigi yang mendukung keberadaan gigi dalam soket(kantong gusi). Penyakit periodontal dapat didefinisikan sebagai proses patologis yang mengenai jaringan periodontal (Prayitno, 2003).

Proses penyakit periodontal dimulai dari gusi. Keradangan yang terjadi pada gusi ini disertai dengan tanda-tanda:

- Warna gusi berubah menjadi merah - Gusi menjadi membengkak dan membulat - Timbul bau napas yang tidak enak

- Pada keadaan yang lebih parah tampak adanya nanah diantara gigi dan gusi (Boediardjo, 1985).

Penyakit periodontal adalah penyakit jaringan pendukung gigi yang terdiri atas jaringan periodontal, sementum, tulang alveor, dan gusi. Pada umumnya dikelompokkan: 1) Gingivitis, adalah suatu peradangan dari gingiva yang dapat disebabkan oleh calculus, kuman-kuman dan plak pada free gingiva yang merusak jaringan epitel pada gingiva. 2) Periodontitis, adalah peradangan pada jaringan periodontal yaitu jaringan antara sementum dan tulang alveolar. Peradangan jaringan


(45)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

periodontal merupakan keadaan lebih lanjut dari gingivitis maupun karies lanjut. (Depkes RI, 1984).

Prevalensi dari gingivitis bentuk ringan atau periodontitis sedang dihubungkan dengan kontrol plak dan kebiasaan pemeliharaan kebersihan mulut. Walaupun dengan menggunakan standar kebersihan mulut yang bervariasi namun prevalensi periodontitis lanjut pada orang dewasa di negara maju dan berkembang berkisar antara 5% - 15%. CPITN (Community Periodontal Index of Treatment Needs) adalah standart internasional yang telah disepakati untuk mengukur epidemiologi penyakit Periodontal, dan belum ada standart internasional yang lain disepakati (Prayitno, 2003).

2.8 Dampak Negatif Mengkonsumsi Daun Sirih

Kebiasaan makan sirih akan merugikan jaringan periodontal. Pendapat Freud dkk (1964), menyatakan bahwa gigi menjadi coklat karena sirih, terjadi penimbunan kapur pada gigi, leher gigi terpisah dari gusi dan gigi dapat tanggal. Balendra (1949) mendukung bahwa kebiasaan makan sirih menyebabkan kerusakan jaringan periodontal. Marsal Day (1955) dalam penelitian di beberapa negara di Asia antara lain India dan Ceylon mengatakan bahwa pinang (jambe) mempunyai peranan yang penting dalam kerusakan jaringan periodontium. Mehtha (1955) mengadakan penelitian di India (Bombai) dari 1023 kasus diperoleh bahwa kerusakan jaringan periodentium para pemakan sirih lebih tinggi daripada non pemakan sirih. Maka


(46)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

dapat disimpulkan bahwa makan sirih merugikan jaringan periodontium (PDGI, 1995).

2.9 Indeks yang dipergunakan untuk survei kesehatan Gigi dan Mulut

Untuk mengetahui kesehatan gigi masyarakat, harus dilakukan survei

kesehatan gigi masyarakat. Dari hasil survei kesehatan gigi masyarakat didapatkan data-data. Data-data yang dikumpulkan dari suatu survei apakah itu status kesehatan gigi dan informasi untuk mendiagnosa keadaan gigi masyarakat. Data khusus mengenai penyakit gigi didapat dengan cara menggunakan indeks (Julianti, 2002).

Indeks Periodontal

Indeks periodontal yang digunakan adalah indeks menurut Ramfjord. Komponen yang digunakan untuk mengambarkan kemunculan dan keparahan penyakit periodontal. Keenam gigi yang digunakan sebagai indeks yaitu : molar pertama kanan maksila (gigi geraham besar kanan rahang atas), insisivus sentralis kiri mandibula (gigi depan kiri rahang atas), molar pertama kiri maksila (gigi geraham besar kiri rahang atas), molar pertama kiri mandibula (gigi geraham besar kiri rahang atas), insisivus pertama kanan mandibula (gigi depan kanan rahang atas), molar pertama kanan mandibula (gigi geraham besar kanan rahang atas).


(47)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

CPITN dipergunakan untuk mendapatkan gambaran tingkat kondisi jaringan periodontal. Prinsip kerja CPITN ada beberapa hal yaitu :

1. Memepergunakan sonde khusus yang disebut WHO Periodontal Examining Probe

2. Terdapat sextan yang meliputi 6 buah sextan 3. Terdapat gigi indeks

4. Terdapat nilai (skor) untuk berbagai tingkatan kondisi jaringan periodontal (Julianti, 2002).

a. Sonde khusus

Untuk mengetahui kondisi jaringan periodontal, dipergunakan sonde khusus yang ujung sondenya merupakan sebuah bola kecil yang berdiameter 0,5 mm.

 Sonde ini dimasukkan ke dalam saku gusi untuk melihat adanya perdarahan atau kedalaman pocket.

 Alat ini dipakai juga sebagai alat peraba adanya karang gigi.

 Bilamana dalamnya pocket antara 4 – 5 mm, sebagian warna hitam masih terlihat.

 Adapun kedalaman pocket 6 mm atau lebih, maka seluruh bagian sonde yang berwarna hitam sudah tidak terlihat.


(48)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Untuk memperoleh penilaian CPITN dipergunakan Sextan yang meliputi 6 regio, yaitu :

Sextan 1 : gigi 4, 5, 6, 7 kanan rahang atas

Sextan 2 : gigi 1, 2, 3 kanan rahang atas dan 1, 2, 3 kiri rahang atas Sextan 3 : gigi 4, 5, 6, 7 kiri rahang atas

Sextan 4 : gigi 4, 5, 6, 7 kanan rahang bawah

Sextan 5 : gigi 1, 2, 3 kanan rahang bawah dan kiri rahang bawah Sextan 6 : gigi 4, 5, 6, 7 kiri rahang bawah.

1 2 3

7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7

4 5 6

Suatu sextan dapat diperiksa bila sextan tersebut terdapat paling sedikit 2 gigi dan tidak merupakan indikasi untuk pencabutan. Jika di sextan hanya ada 1 gigi saja, gigi tersebut dimasukkan ke Sextan sebelahnya. Dengan demikian Sextan dengan 1 gigi tidak diberi skor/nilai. Penilaian untuk satu Sextan adalah keadaan yang terparah/skor yang paling tinggi.


(49)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

c. Gigi Index

Untuk mendapatkan penilaian keadaan jaringan periodontal, tidak semua gigi yang diperiksa. Melainkan hanya, beberapa gigi saja yang disebut gigi index.

Gigi Index harus diperiksa :

 Untuk orang dewasa usia 20 tahun keatas 76 1 67

76 1 67

 Untuk usia 19 tahun ke bawah 6 1 6

6 1 6

Tabel 2.1 Penilaian (Skor) untuk Tingkat Kondisi Jaringan Periodental Penilaian (skor) untuk tingkat kondisi jaringan Periodontal Nilai Kondisi Jaringan Periodontal Keterangan

0 Sehat Periodontal sehat, tidak ada perdarahan

karang gigi dan pocket

1 Perdarahan Perdarahan tampak secara langsung atau

dengan kaca mulut setelah selesai perabaan dengan sonde


(50)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Perilaku

2 Ada Karang Gigi Perabaan dengan sonde terasa kasar,

adanya karang gigi

3 Pocket 4 – 5 mm Sebagian warna hitam pada sonde masih

terlihat dari tepi gusi pada daerah hitam

4 Pocket 6 mm atau lebih Seluruh warna hitam pada sonde tidak

terlihat, masuk ke dalam jaringan periodontal

2.10 Landasan Teori

Persepsi Pengetahuan

Pengalaman Fasilitas Keyakinan

Sosio Budaya Keinginan

Motivasi Niat Sikap

Gambar 2.6 Landasan Teori Penelitian


(51)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Dari skema tersebut dapat dijelaskan bahwa budaya terjadi diawali dengan adanya pengalaman-pengalaman seseorang serta faktor-faktor diluar orang tersebut (lingkungan), baik fisik maupun non fisik. Kemudian pengalaman dan lingkungan tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan sebagainya sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan akhirnya terjadilah perwujudan niat tersebut yang berupa perilaku (Notoatmodjo, 2005).

Budaya makan sirih adalah salah satu budaya yang terdapat pada masyarakat Indonesia yang sudah dikenal ratusan tahun yang lalu, selain sebagai adat istiadat juga dipercayai mempunyai khasiat, namun dipandang dari perspektif kesehatan, makan sirih secara terus menerus apalagi dikombinasi dengan gambir, dan pinang dapat merugikan kesehatan salah satunya adalah gangguan kesehatan gigi dan mulut.

Menurut G.M Foster (1973) aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perilaku kesehatan adalah tradisi, nilai, sikap fatalism, sikap ethnocentrism. Mengacu pada konsep yang dikemukakan oleh G.M. Foster (1973), maka dapat dirincikan bahwa tradisi makan sirih adalah adanya kebiasaan-kebiasaan makan sirih pada masyarakat pada waktu-waktu tertentu secara terus menerus, adanya sikap

ethnocentrism yaitu mengakui bahwa makan sirih adalah budaya yang tidak dapat

dilepaskan dari kehidupan mereka sehari-hari, dan cenderung tidak mengakui bahwa makan sirih merugikan kesehatan, dan sikap fatalisme adalah sikap yang tertanam pada masyarakat bahwa makan sirih adalah salah satu bentuk kepercayaan yang


(52)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

dianut dan merupakan salah satu syarat dalam acara adat yang ada dalam masyarakat, serta perasaan bangga terhadap budaya makan sirih (Notoatmodjo, 2005).

Kebiasaan makan sirih dapat menyebabkan penyakit periodontal. Pada beberapa penelitian telah diamati Pengaruhnya dengan penyakit periodontal. Beberapa bukti yang menyatakan bahwa mengunyah sirih dapat berPengaruh dengan tingginya prevalensi penyakit periodontal (Mehta et al).

Dengan kata lain status kesehatan gigi dan mulut adalah kondisi derajat kesehatan gigi dan mulut hasil interaksi kondisi fisik, mental dan sosial yang dapat dilihat dari tingkat keparahan penyakit gigi dan mulut melalui indikator-indikator (Julianti, 2002).

2.11 Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori tersebut maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Status kesehatan periodontal :

- Baik - Parah

- Sangat Parah

BUDAYA MAKAN SIRIH

(1) Tradisi makan sirih (2) Nilai makan sirih

(3) Sikap Fatalisme terhadap makan sirih

(4) Sikap Ethnocentrisme terhadap makan sirih (5) Komposisi makan sirih (6) Frekuensi makan sirih (7) Lamanya makan sirih


(53)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Gambar 2.7 Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei dengan pendekatan cross sectional

study bertujuan menganalisis pengaruh budaya makan sirih terhadap status kesehatan

periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Biru-biru Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Biru-biru kabupaten Deli Serdang, dengan pertimbangan masih ditemukan masalah kesehatan gigi dan mulut, salah satunya


(54)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

adalah masalah periodontal, dan desa ini juga merupakan daerah dengan penduduk mayoritas suku Karo yang masih kental dengan budaya, diantaranya adalah budaya makan sirih, serta belum pernah dilakukan penelitian. Penelitian ini terhitung dari bulan November 2009 sampai Agustus 2009.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat suku Karo yang mempunyai kebiasaan makan sirih, berdomisili di desa Biru-biru, karena mayoritas penduduknya adalah suku Karo dengan jumlah populasi 1146 jiwa. Jumlah sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan Taro Yamane, dikutip oleh Natoatmodjo (2003), sebagai berikut:

N n =

1 + N (d)2

Keterangan :

n = besarnya sampel N = jumlah populasi

d = presisi sebesar 99% (d=0,1) 1146

n =

1 + 1146 (0.1)2 n= 92 Orang


(55)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 92 orang yang diambil dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel bersifat non random yang didasarkan pada tujuan penelitian.

Tabel 3.1 Perhitungan besar sampel pada masing-masing Dusun di desa Biru-biru kec. Biru-Biru-biru

No Dusun Laki – laki Perempuan Jumlah Jumlah sampel

1 I 104 112 216 17

2 II 121 133 254 20

3 III 130 141 271 22

4 IV 199 206 405 33


(56)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui kuesioner yang telah dipersiapkan dan dibagikan kepada masyarakat serta melalui observasi pada jaringan periodontal.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan dan profil Puskesmas Biru-biru yang merupakan Puskesmas di wilayah kecamatan Biru-Biru-biru, Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang, data dari tiap kelurahan di kecamatan Biru-biru serta data tentang kecamatan itu sendiri mengenai situasi kependudukan dan data lainnya yang relevan dengan tujuan dan permasalahan penelitian.

3.4.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran atau pengamatan yang ingin diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel. Cara mengukur validitas data yaitu dengan mencari korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total pada corrected

correlation item total pada hasil reability dengan ketentuan:

1. Jika nilai r hitung > r tabel (0,05), maka dinyatakan valid. 2. Jika nilai r hitung < r tabel (0,05), maka dinyatakan tidak valid.

Nilai r-Tabel untuk responden 10 orang murid SD adalah = 0,05. Hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel.


(57)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

3.4.2 Uji Reliabilitas

Uji Reliabilitas bertujuan untuk melihat bahwa sesuatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Teknik yang dipakai untuk menguji kuesioner penelitian, adalah tehnik

Alpha Cronbach yaitu dengan menguji coba instrumen kepada kelompok responden

pada satu pengukuran (Syahyunan,2004). Taraf kepercayaan pengujian adalah 95%, maka nilai r-Tabel untuk sampel pengujian 10 orang adalah sebesar 0,05, maka ketentuan dikatakan valid, dan reliabel jika:

1. Nilai r hitung variabel 0, 05 dikatakan valid dan relialibel. 2. Nilai r hitung variabel < 0, 05 dikatakan tidak valid dan relialibel. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

No Item Pertanyaan Nilai Corrected Item Total

Keterangan

01 Tradisi

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6

Nilai Alpha Croncbach

0,5309 0,8333 0,4997 0,4607 0,2962 0,6591 0,7883 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel

02 Nilai

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5

Nilai Alpha Croncbach

0,3118 0,1796 0,3118 0,1173 0,1173 0.3966 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel


(58)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

03 Sikap Fatalisme

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5 Pertanyaan 6

Nilai Alpha Croncbach

0,6138 0,5185 0,8405 0,6642 0,7387 0,3371 0,8352 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel

04 Sikap Ethnocentrisme

Pertanyaan 1 Pertanyaan 2 Pertanyaan 3 Pertanyaan 4 Pertanyaan 5

Nilai Alpha Croncbach

0,3749 0,8032 0,3618 0,7100 0,4274 0,7522 Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel

05 Komposisi Makan Sirih

Pertanyaan 1

Nilai Alpha Croncbach

0,6202 0,7332

Valid Reliabel

06 Frekuensi Makan Sirih

Pertanyaan 1

Nilai Alpha Croncbach

0,5339 0,7332

Valid Reliabel

07 Lama Makan Sirih

Pertanyaan 1

Nilai Alpha Croncbach

0,5632 0,7332

Valid Reliabel

Bedasarkan tabel 3.2. diketahui bahwa pada sampel 10 responden dengan nilai r-hitung > 0,05, maka secara keseluruhan pertanyaan dalam kuesioner tersebut layak untuk dijadikan sebagai instrumen penelitian ini.


(59)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status kesehatan Periodontal pada masyarakat suku Karo di desa Biru-biru akibat makan sirih yang diukur berdasarkan pemeriksaan dengan hasil “Baik”, “Parah” dan ”Sangat Parah”.

Sedangkan variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Tradisi makan sirih adalah kebiasan-kebiasaan yang dilakukan oleh responden

dalam makan sirih baik dari waktu makan sirih atau jumlah sirih yang di makan; 2) Nilai makan sirih adalah penilaian responden terhadap sirih dan kebiasaan makan

sirih;

3) Sikap fatalisme adalah respon atau tanggapan responden terhadap sirih, dan makan sirih dari sisi adat istiadat dan kepercayaan mereka;

4) Sikap ethnocentrism adalah respon atau tanggapan responden yang mengakui bahwa makan sirih adalah budaya yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan mereka;

5) Komposisi makan sirih adalah isi dan kombinasi bahan lain yang ada dalam sirih yang akan dikonsumsi;

6) Frekuensi makan sirih adalah rutinitas responden makan sirih dalam sehari; 7) Lama makan sirih adalah jumlah tahun responden makan sirih.


(60)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

3.6 Metode Pengukuran

Metode pengukuran variabel dependen dalam penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan jaringan periodontal (observasi). Pemeriksaan dengan cara observasi yaitu memeriksa gigi dan mulut (pemeriksaan intra oral) pada masyarakat suku Karo yang makan sirih dengan menggunakan alat pemeriksaan yaitu periodontal probe, hasil pemeriksaan dicatat dalam format yang telah disediakan.

a. Baik, jika kondisi jaringan periodontal dalam keadaan sehat, yaitu : tidak ada perdarahan, tidak ada karang gigi dan tidak ada pocket.

b. Parah, jika kondisi jaringan periodontal dalam keadaan ada perdarahan dan ada karang gigi atau salah satu diantaranya.

c. Sangat Parah, jika kondisi jaringan periodontal dalam keadaan ada pocket 4 – 5 mm dan ada pocket 6 mm, atau salah satu diantaranya. Pengukuran variabel status kesehatan periodontal didasarkan pada skala ordinal berdasarkan hasil pemeriksaan dokter gigi atau perawat gigi dengan melakukan observasi langsung terhadap responden, yaitu : dengan menggunakan alat pemeriksaan periodontal probe dan selanjutnya hasil pemeriksaan tersebut dicatat pada formulir pemeriksaan.

Pengukuran variabel independen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengukuran variabel tradisi makan sirih didasarkan pada skala nominal dari 6


(61)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

masing-masing alternatif jawaban tersebut diberikan bobot nilai, jika responden menjawab “Ya” diberi nilai 2, dan Jika responden menjawab “tidak” diberi nilai 1. Kemudian diakumulasi dan dikategorikan menjadi:

a. Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median b. Kurang, jika responden memperoleh nilai < median

2. Pengukuran variabel nilai makan sirih didasarkan pada skala nominal dari 5 pertanyaan yang diajukan, dengan alternatif jawaban “ya” dan “tidak”, masing-masing alternatif jawaban tersebut diberi bobot nilai, jika responden menjawab ‘Ya” diberi nilai 2, dan Jika responden menjawab “tidak” diberi nilai 1. Kemudian diakumulasi dan dikategorikan menjadi:

a. Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median b. Kurang, jika responden memperoleh nilai < median

3. Pengukuran variabel sikap fatalisme didasarkan pada skala ordinal dari 6 pertanyaan yang diajukan, dengan alternatif jawaban “setuju” kurang setuju” dan “tidak setuju”, dan masing-masing alternatif jawaban tersebut diberikan bobot nilai, yaitu:

a. Setuju diberi bobot nilai 2

b. Kurang setuju diberi bobot nilai 1 c. Tidak Setuju diberi bobot nilai 0

Akumulasi dari total nilai tersebut variabel tradisi dikategorikan menjadi: 1) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median


(62)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

2) Kurang, jika responden memperoleh nilai < median

4. Pengukuran variabel sikap ethnocentrisme didasarkan pada skala ordinal dari 5 pertanyaan yang diajukan, dengan alternatif jawaban “setuju” kurang setuju” dan “tidak setuju”, dan masing-masing alternatif jawaban tersebut diberikan bobot nilai, yaitu:

a. Setuju diberi bobot nilai 2

b. Kurang setuju diberi bobot nilai 1 c. Tidak Setuju diberi bobot nilai 0

Akumulasi dari total nilai tersebut variabel sikap ethnocentrisme dikategorikan menjadi:

1) Baik, jika responden memperoleh nilai ≥ median 2) Kurang, jika responden memperoleh nilai < median

5. Pengukuran variabel frekuensi makan sirih didasarkan pada skala ordinal dari 1 pertanyaan yang diajukan, dengan alternatif jawaban ”>5 kali” 4 – 5 kali” dan ”1 – 3 kali”, dan masing-masing alternatif jawaban tersebut diberikan bobot nilai, yaitu:

a. >5 kali diberi bobot nilai 0 b. 4 – 5 kali diberi bobot nilai 1 c. 1 – 3 kali diberi bobot nilai 2

Akumulasi dari total nilai tersebut variabel frekuensi makan sirih dikategorikan menjadi:


(1)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

4.5.6 Pengaruh Frekuensi Makan Sirih dengan Status Kesehatan Peridontal Tabel 4.45 Distribusi Status Periodontal Menurut Frekuensi Makan Sirih

Frekuensi

Status Periodontal Total

Parah Sangat Parah

N % N % N %

1. > 5 kali 2. 4 – 5 kali 3. 1 – 3 kali

11 38 25 12,0 41,3 27,2 6 10 2 6,5 10,9 2,2 17 48 27 18,5 52,2 29,3

Jumlah 74 80,4 18 19,6 92 100,0

p = 0,064

Dari tabel di atas terlihat bahwa responden yang paling banyak ditemukan adalah yang berstatus periodontal parah yang frekuensi makan sirihnya 4-5 kali sebanyak 38 orang (41,3%), frekuensi makan sirih 1-3 kali sebanyak 25 orang (27,2%), dan frekuensi >5 kali sebanyak 11 orang (12,0%). Untuk responden yang status periodontal sangat parah dan frekuensi makan sirihnya 4-5 kali adalah paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 10 orang (10,9%), frekuensi makan sirih > 5 kali sebanyak 6 orang (6,5%), dan frekuensi makan sirih 1-3 kali sebanyak 2 orang (2,2%).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa P = 0,064 (P>0,05) dengan kata lain Ho diterima, artinya tidak ada Pengaruh yang bermakna antara frekuensi makan sirih dengan status kesehatan periodontal.

4.5.8 Pengaruh Lamanya Makan Sirih dengan Status Kesehatan Peridontal Tabel 4.46 Distribusi Status Periodontal Menurut Lamanya Makan Sirih

Status Periodontal


(2)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

Parah Sangat Parah

N % N % N %

1. > 10 tahun 2. 6 – 10 tahun 3. 1 – 5 tahun

1 11 62 1,1 12,1 67,2 0 4 14 0,0 4,3 15,2 1 15 76 1,1 16,3 82,6

Jumlah 74 80,4 18 19,6 92 100,0

p = 0,624

Dari tabel di atas terlihat bahwa responden yang paling banyak ditemukan adalah yang berstatus periodontal parah yang lama makan sirihnya 1-5 tahun sebanyak 62 orang (67,2%), lama makan sirihnya 6-10 tahun sebanyak 11 orang (12,1%), dan lama makan sirihnya >10 tahun sebanyak 1 orang (1,1%). Untuk responden yang status periodontal sangat parah dan lama makan sirihnya 1-5 tahun adalah paling banyak ditemukan yaitu sebanyak 14 orang (15,2%), lama makan sirih 6-10 tahun sebanyak 4 orang (4,3%), dan lama makan sirih >10 tahun sebanyak tidak ada (0,0%).

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa P = 0,624 (P>0,05) dengan kata lain Ho diterima, artinya tidak ada Pengaruh yang bermakna antara frekuensi makan sirih dengan status kesehatan periodontal.

4.6 Analisis Multivariat

Untuk memperoleh jawaban faktor mana yang paling berpengaruh terhadap status kesehatan periodontal maka perlu dilakukan analisis multivariat. Tahapan analisis multivariat meliputi: pemilihan variabel kandidat multivariat, pembuatan model, dan analisis interaksi.


(3)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

4.6.1 Pemilihan Variabel Kandidat Multivariat

Dalam penelitian ini ada beberapa variabel yang diduga berpengaruh terhadap status kesehatan peridontal, yaitu Budaya Makan Sirih (tradisi, nilai, sikap fatalisme, sikap ethnocentrisme, komposisi makan sirih, frekuensi makan sirih, dan lamanya makan sirih). Untuk membuat model multivariat ketiga variabel tersebut terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat dengan dependen (status kesehatan periodontal). Variabel tidak dapat di analisis karena nilainya konstan.

Menurut Mickey dan Greenland (1989), variabel yang pada saat dilakukan uji G (Rasio log-likelihood) memiliki p<0,25 dan mempunyai kemaknaan secara substansi dapat dijadikan kandidat yang akan dimasukkan kedalam model multivariat. Hasil analissis bivariat antara independen dengan dependen disajikan dalam tabel di bawah ini:

No. Variabel Log-Likelihood G P Value

1. Tradisi 90,799 00,155 0,690

2. Nilai 89,169 01,786 0,181

3. Sikap Fatalisme 90,708 00,246 0,620

4. Sikap Ethnocentrism 86,096 04,858 0,028

5. Komposisi Makan Sirih 84,552 06,402 0,019

6. Frekuensi Makan Sirih 88,025 02,929 0,087

7. Lama Makan Sirih 90,516 00,438 0,508

Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa terdapat 4 variabel yang p valuenya < 0,25 yaitu nilai, sikap ethnocentrisme, komposisi makan sirih, dan frekuensi makan sirih, sedangkan variabel tradisi, sikap fatalisme, dan lamanya makan sirih p valuenya > 0,25. Dengan demikian variabel yang masuk ke model multivariat adalah nilai, sikap ethnocentrisme, komposisi makan sirih, dan frekuensi makan sirih.


(4)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

4.6.2 Pembuatan Model Faktor Penentu Status Kesehatan Periodontal

Analisis multivariat bertujuan mendapatkan model yag terbaik dalam menentukan determinan status kesehatan periodontal. Dalam permodelan ini semua variabel kandidat dicobakan bersama-sama. Model terbaik akan mempertimbangkan dua penilaian, yaitu nilai signifikansi ratio log-likelihood (p≤0,05) dan nilai signifikansi p wald (p≤0,05). Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen (yang telah lulus sensor) dimasukkan ke dalam model, kemudian variabel yang p-waldnya tidak signifikan dikeluarkan dari model secara berurutan dimuali dari p-wald yang terbesar.

Hasil analisis model pertama Pengaruh ketiga variabel independen yang meliputi nilai, sikap ethnocentrisme, dan kebiasaan makan sirih dengan dependen disajikan dalam tabel di bawah ini:

Variabel B P Wald

Nilai 19,765 0,999

Sikap Ethnocentrisme -1,327 0,301

Komposisi Makan Sirih -1,384 0,086

Frekuensi Makan Sirih 0,121 0,923

-2 Log Likelihood = 80,148 p value = 0,029

Dari hasil di atas terlihat bahwa signifikasi log-likelihood < 0,05 (p = 0,029). Namun secara signifikan P Wald semua variabel p value nya > 0,05. Dengan demikian perlu dilakukan pengeluaran variabel dari model. Pengeluaran variabel


(5)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.

dilakukan bertahap satu persatu dimulai dari variabel yang p value nya tertinggi. Untuk hasil di atas terlihat bahwa variabel nilai mempunyai p-value terbesar, sehingga proses model selanjutnya dengan tidak mengikuti variabel nilai. Hasil modelnya terlihat pada model kedua berikut ini:

Variabel B P Wald

Sikap Ethnocentrisme -1,226 0,344

Komposisi Makan Sirih -1,469 0,067

Frekuensi Makan Sirih 0,159 0,900

-2 Log Likelihood = 81,782 p value = 0,027

Hasil analisis di atas ternyata variabel frekuensi makan sirih mempunyai p value sebesar 0,900. Dengan hasil ini berarti variabel frekuensi makan sirih dikeluarkan dari model. Kemudian diproses lagi dengan hanya mengikuti variabel sikap ethnocentrisme. Hasil modelnya terlihat pada model kedua berikut ini:

Variabel B P Wald

Sikap Ethnocentrisme -1,085 0,092

Komposisi Makan Sirih -1,473 0,067

-2 Log Likelihood = 81,798 p value = 0,010

Hasil analisis di atas ternyata variabel sikap ethnocentrisme mempunyai p value sebesar 0,092. Dengan hasil ini berarti variabel sikap ethnocentrisme dikeluarkan dari model. Kemudian diproses lagi dengan hanya mengikuti variabel komposisi makan sirih. Hasil modelnya terlihat pada model kedua berikut ini:

Variabel B P Wald


(6)

Jul Asdar Putra Samura : Pengaruh Budaya Makan Sirih Terhadap Status Kesehatan Periodontal Pada Masyarakat Suku Karo Di Desa Biru-Biru Kabupaten Deli Serdang Tahun 2009, 2010.