THE DIFFERENCE BETWEEN GROUP INVESTIGATIONS (GI) AND TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) LEARNING MODEL IN SOCIAL STUDIES LEARNING IN SMK PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAM PEMBELAJARAN IPS DI SMK

(1)

ABSTRACT

THE DIFFERENCE BETWEEN GROUP INVESTIGATIONS (GI) AND TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) LEARNING MODEL IN SOCIAL

STUDIES LEARNING IN SMK

BY

ENDEN SOPA SOPIYANA

The focus of the research is to examine the difference between GI and TGT learning model towards students’ achievement. The problem analyzed in the research is to know (1) the difference between the learning models and students’ early ability towards their achievement, (2) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with high scores in social stusies, (3) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with average scores in social studies, (4) the difference between GI and TGT learning model towards the students’ early achievement with low scores in social studies, (5) the interaction between the use of learning models and students’ early ability towards the achievement of social studies for Accounting students class XII. This research uses an experimental approach with a 2 x 3 factorial design. The data is analyzed by using Two-Way Analysis of Variance with different cells. The result shows that (1) there is a difference between learning models and students’ early ability, (2) there is a difference between GI and TGT learning model towards students’ early achievement with high scores in social studies, (3) there is a difference between GI and TGT learning model towards students’ early achievement with average scores in social studies, (4) there is a difference between GI and TGT learning model towards students’ early achievement with low scores in social science, (5) there is an interaction between the use of learning models and students’ early ability towards the achievement of social studies for Accounting students class XII. Based on the result of data analysis, it can be concluded that there is a difference between using Group Investigations (GI) and Teams Games Tournament (TGT) learning model towards students’ achievement by looking at the students’ early ability.


(2)

ABSTRACT

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAM

PEMBELAJARAN IPS DI SMK

Oleh

ENDEN SOPA SOPIYANA

Fokus dari penelitian ini adalah untuk menguji perbedaan model pembelajaran kooperatif Group Investigations (GI) dengan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa, (2) perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, (3) perbedaan hasil belajar IPS dengan model

pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang, (4) perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok

siswa berkemampuan awal rendah, (5) Interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII Akuntansi. Penelitian ini menggunakan pendekatan eksperimen dengan rancangan desain faktorial 2 x 3. Data dianalisa denganmenggunakan variansi dua jalan sel tak sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) terdapat perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa, (2) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi, (3) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang, (4) ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah, (5) ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII Akuntansi. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara yang

menggunakan model pembelajaran Group Investigations (GI) dengan model

pembelajaran Team Groups Tournament (TGT).


(3)

PERBEDAAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATIONS (GI) DAN TEAM GAMES TOURNAMENT s(TGT) DALAM

PEMBELAJARAN IPS DI SMK

Oleh

ENDEN SOPA SOPIYANA Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN

Pada

Program Pascasarjana Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER PENDIDIKAN IPS FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

(5)

(6)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis dengan judul “Perbedaan Model Pembelajaran Group Investigation dan Team Games Tournament dalam Pembelajaran IPS ” adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme.

2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya. Saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 10 April 2013

Penulis,

Enden Sopa Sopiyana NPM. 110301013


(7)

RIWAYAT HIDUP

Enden Sopa Sopiyana dilahirkan pada tanggal 28 Agustus 1981 di Bandung, merupakan putri pertama dari Bapak Entis Sutisna dan Ibu Iim Suminar.

Peneliti menyelesaikan pendidikan sekolah di SDN Binaharapan diselesaikan pada tahun SMPN 4 Bandung tamat tahun 1993 dan SMAN 24 Bandung diselesaikan pada tahun 1999, pada tahun 1999 melanjutkan pendidikan Strata 1 di Universitas Islam Bandung, Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Public Relations (Humas) yang selesai pada tahun 2003. Pada tahun 2006 mengikuti program AKTA IV di IAIN Radin Intan Bandar lampung. Selanjutnya pada tahun 2011 melanjutkan ke Pascasarjana Pendidikan IPS FKIP Universitas Lampung.

Pada tahun 2006 peneliti bertugas sebagai guru mata pelajaran IPS dan Bimbingan Konseling di SMA dan SMK Gajah Mada Bandar lampung sampai dengan sekarang.

Penulis menikah dengan Maryadi Saputra pada tanggal 2 Agustus 2002 dan telah dikarunia satu orang putra dan satu orang putri.


(8)

MOTTO

Selamat di Dunia dan di Akhirat


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Karya kecilku ini kupersembahkan kepada orang-orang yang ku cinta.

Bapak dan mamah yang selalu memberi energi positif dan untaian doa untuk keselamatan dan kebahagiaan hidupku.

Kekasihku di dunia dan akhirat Maryadi Saputra yang selalu menyayangi, melindungi dan menjagaku.


(10)

SANWACANA

Assalammualaikum Wr. Wb.

Dengan mengucap syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan ridho dan limpahan rahmat serta hidayah-Nya, penulis mendapatkan kekuatan dalam menyelesaikan tesis ini.

Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pasca Sarjana IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak yang secara langsung atau tidak telah memberikan sumbangan pemikiran dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo selaku Direktur Pascasarjana Unila.

3. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Unila.

4. Dr. Hi. Pargito, M.Pd, selaku Ketua Program Pasca sarjana PIPS sekaligus sebagai pembahas. Yang telah memberikan masukan, saran dan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.


(11)

5. Dr. R. Gunawan Sudarmanto, S.Pd., S.E, M.M. selaku pembimbing I yang telah dengan sabar membimbing, memberi motivasi, saran dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 6. Dr. Hi. Darsono, M.Pd. Selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, saran dan pengarahan kepada penulis.

7. Mamah dan Bapak yang tiada henti selalu mendoakan, mendukung dan memberi restu untuk kebahagian dan kesuksesanku.

8. Suamiku tercinta Maryadi Saputra dan anak-anakku tersayang yang telah sabar dan ikhlas walau selalu terabaikan selama menyelesaikan studi ini. 9. Kedua mertuaku yang telah memberikan materil kepada keluargaku.

10. Sahabat-sahabatku seperjuangan Eliyawati, Mimin Tarsih, Noca, Febty, Erika, Andalas, Haris, Hanifah, Enyang yang sangat AMAZING dalam cerita-cerita dan wisata kulinernya, dan seluruh teman-teman lainnya angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat dan bantuan sehingga tesis ini dapat diselesaikan, semoga kita bisa saling menjaga tali silaturahmi sampai kapanpun.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan yang terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi serta ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, April 2013


(12)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 14

1.3 Pembatasan Masalah ... 15

1.4 Rumusan Masalah ... 15

1.5 Tujuan penelitian ... 16

1.6 Manfaat Penelitian ... 16

1.6.1 Kegunaan Teoritis ... 16

1.6.2 Kegunaan Praktis ... 17

1.7 Ruang Lingkup ... 18

1.7.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 18


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS ... 21

2.1 Tinjauan Pustaka ... 21

2.1.1 Teori Belajar ... 22

2.1.1.1 Teori Belajar Gagne ... 27

2.1.1.2 Teori Belajar Bruner ... 29

2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel ... 31

2.1.1.4 Teori Belajar Piaget ... 34

2.1.2 Hasil Belajar ... .. 37

2.1.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 39

2.1.2.2 Kategori Hasil Belajar ... 40

2.1.3 Pembelajaran ... 41

2.1.3.1 Teori Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPS .... 44

2.1.3.2 Teori Behavioristik dalam Pembelajaran IPS ... 47

2.1.3.3 Teori Kognitif dalam Pembelajaran IPS ... . 49

2.1.4 Pembelajaran IPS ... . 52

2.1.4.1 Karakteristik Pendidikan IPS ... . 54

2.1.4.2 Tujuan Pendidikan IPS ... ... 55

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif ... ... 58

2.1.5.1 Fase-fase dalam Pembelajaran Kooperatif ... 61

2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... . 62

2.1.6 Model Pembelajaran GI ... . 63

2.1.6.1 Peran Model GI Terhadap Hasil Belajar ... . 67


(14)

2.1.7 Model Pembelajaran TGT ... .. 69

2.1.7.1 Peran Model TGT Terhadap Hasil Belajar ... . 76

2.1.7.2 Kelebihan dan Kelemahan TGT ... 79

2.2 Penelitian yang Relevan ... .. 80

2.3 Kerangka Pikir ... . 81

1.4 Hipotesis ... 83

III. METODE PENELITIAN ... ... 85

3.1 Rancangan Penelitian ... .. 85

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... .. 87

3.2.1 Waktu Penelitian ... 87

3.2.2 Tempat Penelitian ... .... 87

3.3 Populasi dan Sampel ... . 88

3.3.1 Populasi ... ... 88

3.3.2 Sampel ... 88

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... ... 90

3.5 Instrumen Pengumpulan Data ... 92

3.6 Pengujian Instrumen ... ... 95

3.6.1 Taraf Kesukaran ... 95

3.6.2 Daya Pembeda ... 96

3.6.3 Validitas Instrumen ... ... 98

3.6.4 Reabilitas Instrumen ... 99

3.7 Definisi Operasional ... .... 100


(15)

3.7.2 Kemampuan Awal IPS ... 102

3.7.3 Model GI ... ... 103

3.7.4 Model TGT ... 109

3.8 Kalibrasi Instrumen ... 113

3.9 Teknik Analisis Data ... 113

3.9.1 Uji Normalitas ... 114

3.9.2 Uji Homogenitas ... 115

3.10 Desain Analisis ... 116

3.11 Pengujian Hipotesis ... 117

3.11.1 Hipotesis Statistik ... 118

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 123

4.1 Gambaran Umum SMK Gajah Mada ... 123

4.1.1 Sejarah Berdirinya SMK Gajah Mada ... ... 123

4.1.2 Visi dan Misi Sekolah ... 124

4.1.3 Keadaan Guru dan Pegawai ... 125

4.2 Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 126

4.2.1 Uji Normalitas ... 126

4.2.2 Uji Homogenitas ... 130

4.3 Statistik Deskriptif Data Penelitian ... 131

4.3.1 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kategori Model Pembelajaran ... 131

4.3.2 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Kemampuan Awal ... 132

4.3.3 Statistik Deskriptif Data Perbedaan Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran dan Kemampuan awal ... 133


(16)

4.4 Pengujian Hipotesis ... 133

4.4.1 Perbedaan hasil Belajar Siswa Antarmodel dan Antarkemampuan Awal Siswa ... 134

4.4.2 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 137

4.4.3 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 139

4.4.4 Perbedaan Hasil Belajar IPS dengan Model GI dan TGT Pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 141

4.4.5 Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Terhadap hasil Belajar IPS pada Siswa ... 143

4.5 Pembahasan ... 143

4.5.1 Pembahasan Hipotesis Pertama ... 149

4.5.2 Pembahasan Hipotesis Kedua ... 156

4.5.3 Pembahasan Hipotesis Ketiga ... 161

4.5.4 Pembahasan Hipotesis Keempat ... 165

4.5.5 Pembahasan Hipotesis Kelima ... 169

4.6 Keterbatasan Penelitian ... 172

V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 174

5.1 Simpulan . ... 174

5.2 Implikasi ... 176

5.2.1 Implikasi Teoritis ... 176

5.2.2 Implikasi praktis ... 178

5.3 Saran ... 180

DAFTAR PUSTAKA ... 183


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil Belajar IPS Semester Ganjil Kelas XII Ak ... 5

1.2 Penggunaan Metode/Strategi Guru di SMK Gajah Mada ... 6

2.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget ... 50

2.2 Kriteria Rerata Kelompok ... 73

2.3 Perhitungan Poin Permainan Untuk 3 Pemain ... 73

2.4 Perhitungan Poin Permainan untuk 4 Pemain ... 74

3.1 Desain Ringkasan Prosedur Eksperimen ... 87

3.2 Pengelompokkan Nilai Kemampuan Siswa ... 90

3.3 Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Awal ... 93

3.4 Kisi-kisi Hasil Belajar ... 94

3.5 Klasifikasi Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal... 96

3.6 Klasifikasi Kriteria Daya Beda Butir Soal ... 97

3.7 Interpretasi Reabilitas ... 101

3.8 Tahap I Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 104

3.9 Tahap 2 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 105

3.10 Tahap 3 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 106

3.11 Tahap 4 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 107

3.12 Tahap 5 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 108

3.13 Tahap 6 Pelaksanaan Model Pembelajaran GI ... 109

3.14 Desain Faktorial ... 116

4.1 Daftar Nama Guru dan Pegawai SMK Gajah Mada ... 125


(18)

4.3 Hasil Uji Normalitas Dengan Model GI ... 127

4.4 Hasil Uji Normalitas Dengan Model TGT ... 128

4.5 Hasil Uji Homogenitas Dengan Model GI ... 129

4.6 Hasil Uji Normalitas Dengan Model TGT ... 130

4.7 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 131

4.8 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 132

4.9 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Berdasarkan Model Pembelajaran ... 133

4.10 Olah Data Perbedaan Hasil Belajar Dengan Model GI dan TGT Melihat Kemampuan Awal Siswa ... 135

4.11 Uji perbedaan Hasil Belajar Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 137

4.12 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Tinggi ... 138

4.13 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 139

4.14 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji rata-rata pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Sedang ... 140

4.15 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji-t pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 141

4.16 Uji Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Uji rata-rata pada Kelompok Siswa Berkemampuan Awal Rendah ... 142


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Hasil Yang di Peroleh Siswa dari Cooperatif Learning ... 59 2.2 Paradigma Penelitian ... 82 3.1 Putaran Permainan Model Pembelajaran TGT ... 112


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Silabus Pembelajaran ... 187

2. RPP Model Pembelajaran GI dan TGT ... 191

3. Instrumen Tes Kemampuan Awal ... 212

4. Instrumen Tes Hasil Belajar ... 217

5. Analisis Data Uji Coba Instrumen Penelitian ... 233

6 . Hasil Uji Reliabilitas ... 230

7. Data Kemampuan Awal, Hasil Belajar Model GI dan TGT ... 231

8. Uji Persyaratan Hipotesis ... 233

9. Olah Data Penelitian ... 237

10. Olah Deskripsi Penelitian ... 239

11. Surat Ijin Penelitian ... 240


(21)

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan di paparkan mengenai beberapa hal yang melatar belakangi permasalahan yang akan diteliti oleh penulis. Hal ini berguna untuk memfokuskan arah pembahasan yaitu berupa latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian. Untuk menjelaskan pembahasan pada setiap subbab akan diuraikan berikut ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Seorang guru harus memiliki kompetensi yang baik karena mempunyai tanggung jawab dalam mengelola situasi dan kondisi dalam proses pembelajaran dimana hal ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan, memilih dan menetapkan strategi, metode, materi, media, sampai kepada evaluasi pembelajaran yang tepat yang harus disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Untuk melaksanakan hal tersebut maka seorang guru harus memiliki kemampuan berkreatifitas yang tinggi untuk membuatnya agar proses pembelajaran menjadi aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan sehingga tujuan meningkatkan hasil belajar siswa dapat tercapai.

Meningkatkan mutu pendidikan memang ditentukan oleh banyak faktor, salah satu diantaranya adalah peran serta kontribusi guru dalam pelaksanaan


(22)

proses pembelajaran di sekolah sebagai fasilitator pembelajaran. Dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya di sekolah peranan guru sangatlah penting karena berpengaruh sebagai ujung tombak untuk peningkatan hasil belajar siswa. Melihat bahwa peranan guru begitu berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar maka menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, menetapkan bahwa guru harus memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Seorang guru dapat dikategorikan memenuhi standar akademik jika guru itu telah dinyatakan tamat D-IV atau S1, sedangkan untuk terpenuhinya standar kompetensi, seorang guru diukur melalui kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan kompetensi profesional.

SMK Gajah Mada merupakan sekolah swasta yang tergolong relatif memiliki siswa-siswi yang banyak dibandingkan dengan sekolah swasta lainnya untuk program keahlian bisnis manajemen. Memang dikenal dari dahulu memiliki siswa yang nakal, sering tawuran, nongkrong dipingir jalan tetapi seiring dengan perkembangan peraturan dan kepemimpinan itu semua dapat ditekan bahkan kejadian tawuran yang dulu hampir tiap tahun terjadi dari generasi ke generasi sekarang tidak pernah terjadi lagi. YP Gajah Mada memang secara berangsur-angsur mulai membenahi sistem kedisiplinan di sekolah khususnya di SMK, dari tahun 2006 sampai dengan sekarang hampir tidak pernah lagi ditemukan perkelahian antar siswa baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah, karena konsekwensi aturan sekolah menetapkan jika siswanya berkelahi dengan sesama teman sekolah maka sanksinya bisa dikembalikan


(23)

kepada orang tuanya. Siswa-siswa SMK Gajah Mada beberapa kali memenangkan lomba akuntansi yang diselenggarakan dibeberapa universitas dan lomba Cepat tepat yang diselenggarakan oleh Dinas Kota Bandar Lampung. Walaupun begitu dari rata-rata kompetensi yang dimiliki oleh siswa-siswi memang masih kalah jauh dengan siswa yang bersekolah di SMK negeri.

Program Praktek Kerja Industri (PRAKERIN) di sekolah kejuruan merupakan program istimewa karena ini memberikan pembelajaran yang berharga kepada peserta didik untuk belajar di dalam dunia kerja yang nyata dan sesungguhnya. Ini yang menjadikan perbedaan dengan SMA. Siswa-siswi SMK lebih siap pakai dalam dunia kerja setelah lulus dari sekolah. SMK Gajah Mada dalam program PRAKERIN bekerjasama dengan 25 instansi dan perusahaan di kota Bandar Lampung. Khusus jurusan Akuntansi para siswa ditempatkan di instansi dan perusahaan yang disesuaikan dengan bidang keahlian, instansi dan perusahaannya seperti DISPENDA, Kantor Pajak, Pegadaian, Bumi Waras, Pelindo, Dinas Kesehatan, DISHUT, dan masih banyak lagi.

Melihat rendahnya hasil belajar siswa di SMK Gajah Mada ini disebabkan dalam proses pembelajaran guru tidak memiliki kreatifitas dan masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga suasana di dalam kelas menjadi monoton dan pembelajaran lebih terpusat pada guru, siswa cenderung menjadi pasif, mereka hanya duduk, diam, dengar dan lihat saja dalam proses pembelajaran. Siswa tidak diajarkan


(24)

bagaimana memahami dan berfikir kritis, kreatif, bekerjasama, berkolaborasi, mencari solusi sehingga siswa tertarik dan termotivasi untuk lebih memdalami materi yang diajarkan.

SMK Gajah Mada merupakan sekolah swasta yang mana siswa-siswinya merupakan hasil sisa dari mereka yang tidak lolos di sekolah negeri, ini juga yang mempengaruhi bahwa tidak dapat dipungkiri sebagian besar kualitas kompetensinya lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang berhasil lolos ke sekolah negeri. Inilah yang menjadi beban berat bagi para guru untuk bisa membangkitkan motivasi dan semangat belajar siswa bahwa walaupun mereka sekolah di swasta tetapi mampu untuk bersaing dengan siswa-siswi di sekolah negeri. Untuk itu guru-guru di SMK Gajah Mada harus memiliki kemampuan dalam segala hal untuk dapat meningkatkan proses pembelajaran bagi siswa-siswi yang memiliki kategori seperti hal tersebut agar mereka mampu untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.

Melihat realitas di lapangan, berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat dibuktikan bahwa di SMK Gajah Mada Bandar Lampung perolehan hasil belajar khususnya mata pelajaran IPS masih sangat rendah. Berdasarkan data yang terdapat pada dokumen nilai siswa kelas XII Ak 1 dan XII Ak 2 menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih sangat rendah yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 berikut.


(25)

Tabel 1.1 Hasil belajar IPS pada semester ganjil kelas XII jurusan Akuntansi TP 2012-2013 di SMK Gajah Mada Bandar Lampung

No Kelas Interval Frekuensi Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 40-49 50-59 60-69 70-79 80-89 90-100 10 13 26 19 7 3 12,8% 16,66% 33,33% 24,35% 8,97% 3,84%

Jumlah 78 100%

Sumber: data daftar nilai guru IPS

Berdasarkan pada Tabel 1.1 terdapat 49 siswa (62,82%) yang belum mencapai ketuntasan belajar, dimana ketetapan Kriteria Ketuntasan Minimal di SMK Gajah Mada adalah 70. Sedangkan 29 siswa (37,17%) yang mendapat nilai lebih dari 70. Menurut Djamarah (2002: 107), menyatakan

bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai

oleh siswa maka persentasi keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut

tergolong rendah”.

Rendahnya hasil belajar siswa diperkirakan juga akibat dari rendahnya kompetensi guru dalam menguasai bahan ajar serta penyajian pembelajaran yang hanya menuntut siswa untuk menghapal teks seperti dalam buku atau seperti yang dikatakan oleh guru, sehingga ini mengakibatkan siswa kurang mampu untuk berfikir kreatif, kritis, dan tidak dapat memecahkan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Dalam proses pembelajaran seharusnya siswa di bimbing untuk dapat memahami dan mampu mengembangkan pola pikir yang kreatif dan kritis serta rasional menurut hasil pemikirannya sendiri. Untuk merubah fenomena tersebut sudah saatnya guru


(26)

merubah strategi pembelajaran di kelas, sehingga dapat merubah dari mata pelajaran yang membosankan menjadi mata pelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan. Proses kegiatan belajar dilakukan dengan menggunakan pengembangan diri siswa di kelas melalui pengalaman-pengalaman yang inovatif, menantang dan menyenangkan. Karena apabila siswa sudah merasa senang terhadap suatu pelajaran maka ini bisa merubah hasil belajar yang diharapkan akan tercapai.

Hasil pra-penelitian yang dilakukan penulis dengan melihat guru-guru di SMK Gajah Mada Bandar Lampung masih banyak yang belum menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran secara keseluruhan. Hal ini terlihat pada metode/pendekatan/strategi yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran, seperti yang tertera pada Tabel 1.2 berikut.

Tabel 1.2 Penggunaan Metode/Pendekatan/Strategi Guru SMK Gajah Mada Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

No Metode/Pendekatan/Strategi Jumlah guru Prosentase

1. Ceramah 17 54,83

2. Diskusi 3 9,67

3. Demonstrasi 2 6,45

4. Contektual 2 6,45

5. Laboratorium 2 6,45

6. Kooperatif 2 6,45

7 Tanya jawab 2 6,45

8. Simulasi 1 3,22

Jumlah 31 100

Sumber: Data diolah

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas bahwa sebagian besar guru SMK Gajah Mada menggunakan metode ceramah, dan 3 orang guru mengunakan pembelajaran


(27)

diskusi dan 2 orang guru menggunakan pembelajaran demonstrasi, 2 orang menggunakan metode pembelajaran kontekstual, 2 orang menggunakan metode laboratorium, 2 orang menggunakan metode kooperatif, 2 orang menggunakan metode tanya jawab dan 1 orang menggunakan metode simulasi. Hal ini menunjukkan bahwa guru masih lebih dominan dalam proses pembelajaran.

IPS merupakan pelajaran yang memiliki bahan materi yang sangat banyak dan luas, apalagi di sekolah kejuruan mata pelajaran IPS merupakan gabungan dari seluruh rangkaian kajian ilmu sosial seperti Sosiologi, Antropologi, Geografi, Sejarah, PKn dan Ekonomi. Dengan begitu luasnya bahan ajar yang harus dipelajari oleh siswa hal ini menjadikan siswa akan sangat jenuh dan tidak tertarik mempelajari IPS jika penyajian materi dalam proses pembelajaran tidak disajikan dengan PAIKEM. Untuk itu seorang guru IPS harus dapat menggunakan strategi pembelajaran yang efektif dalam proses pembelajarannya sehingga pembelajaran akan syarat makna dan siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang menyenangkan dan mengesankan. Jika siswa sudah merasa senang maka mereka akan tertarik dan termotivasi untuk lebih mendalami materi IPS. Untuk itu diperlukan guru yang kreatif dan inovatif serta mempunyai kredibilitas profesional yang mamadai agar mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Pembelajaran IPS di SMK Gajah Mada diajarkan oleh guru-guru yang memiliki latar belakang satu bidang keilmuan saja ini menjadikan beban berat bagi guru tersebut untuk mampu mengajarkan kepada peserta didik seluruh keterpaduan ilmu sosial yang telah ditetapkan dalam


(28)

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, setiap guru hanya memiliki satu bidang kajian keilmuan dari latar belakang pendidikannya, sehingga ini menjadikan alasan bahwa ketercapaian pembelajaran tidak dapat didapat secara maksimal dikarenakan gurunya memiliki keterbatasan kemampuan pada kedalaman bidang kajian.

Menurut Nursid Kusumaatmaja mata pelajaran IPS bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya dan yang menimpa kehidupan masyarakat (Pargito, 2010: 71).

Mempelajari IPS siswa dapat memperoleh pengalaman hidup baik secara langsung atau tidak langsung sehingga hal ini akan menambah kekuatan menerima, menyimpan, memahami dan mengkonstruk mengenai hal-hal yang telah dipelajarinya. Cara ini akan menjadikan proses pembelajaran yang lebih efektif dan siswa memiliki kemampuan untuk mengaplikasikannya di kehidupan masyarakat. Menurut Banks dalam Pargito (2010: 40), ada 4 kategori yang berkontribusi terhadap tujuan utama pendidikan IPS, yaitu (1) knowledge, (2) Skills, (3) attitude and value, dan (4) citizen action. Keempat kategori tersebut dapat dijelaskan bahwa tujuan utama dari pendidikan IPS itu sendiri sebagai berikut.

1. Siswa diajarkan untuk memiliki pengetahuan yang luas, terutama konsep-konsep ilmu sosial untuk dapat digunakan dalam memecahkan masalah-masalah sosial di dalam kehidupannya.

2. Siswa memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah, berfikir secara logis dan realistis, kritis dan mampu membuat keputusan.


(29)

3. Siswa mengetahui sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, yang menjadi batasan dalam berprilaku untuk proses interaksi sosial. 4. Siswa memiliki kemampuan dalam berinteraksi dan bersosialisasi dalam

menjalankan kehidupannya di tengah-tengah masyarakat luas.

Merujuk hakikat kawasan IPS, penelitian ini termasuk kedalam pendidikan IPS sebagai program pendidikan (praktik) ilmu-ilmu sosial, dimana IPS digunakan untuk praktik tentang pendidikan ilmu-ilmu sosial agar peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan mampu mengambil keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah kehidupannya. Selain itu juga IPS merupakan pendidikan reflektif yang bukan hanya sekedar mengajarkan kajian-kajian keilmuannya dan evaluasi hasil belajar, tetapi juga harus menjadiikan sebuah pedoman hidup dalam menjalani realita kehidupan yang penuh tantangan dan permasalahan sosial. Pendidikan IPS harus bisa mempersiapkan, melatih dan membekali peserta didiknya. Menurut Pargito (2010:48) pendidikan IPS diharapkan dapat mengembangkan konsep revolusioner tentang studi-studi sosial, contohnya sebagai berikut.

1. Pendidikan IPS harus secara fungsional berhubungan dengan kebutuhan dan minat dari yang ada sekarang, seperti masalah demokrasi, HAM, keadilan, krisis, konflik, kesejahteraan, kelangkaan, pengelolaan, wabah, bencana, globalisasi dsb.

2. Isi studi sosial (IPS) harus diatur mengenai topik dan permasalahan-permasalahan yang disajikan sebaiknya juga subjek yang di sajikan saling berhubungan dan dikombinasikan untuk penyelidikan kontemporer, sehingga dapat tercapai citizen yang efektif.


(30)

3. Metode pembelajaran IPS jangan drill, expositry, penyingkatan, pengulasan tetapi lebih kepada problem solving yang terkait dengan kehidupannya.

4. Masalah yang dipelajari harus merupakan seleksi dari beberapa sumber dan pengetahuan, serta sesuai kebutuhan murid dan masyarakat umumnya.

Pendidikan IPS merupakan suatu keterpaduan secara utuh dari ilmu-ilmu sosial yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk diimplementasikan ke dalam dunia pendidikan yang mempunyai struktur dan tujuan akhir dari pendidikan itu sendiri yaitu untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam kehidupan sosial.

Pemilihan strategi pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran IPS akan membuat siswa menjadi aktif dan termotivasi dalam belajar. Sehingga diharapkan dari strategi pembelajaran ini siswa mampu meningkatkan hasil belajarnya dalam mata pelajaran IPS. Penelitian ini akan mencoba menggunakan strategi belajar dengan model pembelajaran tipe Group Investigations (GI) dan model Team Games Tournament (TGT). Kedua model ini sama-sama merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat membentuk siswa terampil dalam bekerjasama dan berkolaborasi.

Slavin (2005: 215) mengemukakan bahwa model pembelajaran Group Investigations membentuk peserta didik dalam berkomunikasi dan berinteraksi kooperatif diantara sesama teman sekelas akan mencapai hasil belajar yang terbaik dan apabila dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil,


(31)

dimana pertukaran diantara teman sekelas dan sikap-sikap kooperatif bisa terus bertahan serta aspek rasa sosial dari kelompok, pertukaran informasi daru subjek yang berkaitan dengannya dapat bertindak sebagai sumber-sumber penting bagi usaha para siswa untuk belajar dan meningkatkan hasil belajarnya. Model pembelajaran GI merupakan model pembelajaran yang menuntut peserta didik untuk berpartisipasi aktif, inovatif, bekerjasama dan kreatif dalam mengembangkan materi pelajaran dari berbagai literatur dan sumber-sumber lainnya secara mandiri. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.

Implementasi model pembelajaran GI menurut Slavin (2005: 218) dibagi kedalam 6 tahapan sebagai berikut.

Tahap 1: mengidentifikasikan topik dan mengatur murid kedalam kelompok Tahap 2: merencanakan tugas yang akan dipelajari

Tahap 3: melaksanakan investigasi Tahap 4: menyiapkan laporan

Tahap 5: mempresentasikan laporan akhir Tahap 6: evaluasi

Model Group Investigations dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigations guru hanya berperan sebagai narasumber, fasilitator dan motivator.


(32)

Sedangkan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Pembelajaran dengan model TGT kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil. Pembelajaran dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dengan menggunakan model pembelajaran ini, siswa setelah belajar dalam kelompoknya masing-masing anggota kelompok yang setingkat kemampuannya akan dipertemukan dalam suatu pertandingan/turnamen yang dikenal dengan “tournaments table” yang diadakan tiap akhir bahasan atau akhir pekan. Skor yang didapat akan memberikan kontribusi rata-rata skor kelompok.

Implementasi TGT menurut Slavin (2005: 170) mengemukakan siklus aktivitas pembelajaran dengan teknik TGT sebagai berikut:


(33)

Tahap 1: Pengajaran, pada tahap ini guru menyampaikan materi pelajaran

Tahap 2: Belajar tim, para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi.

Tahap 3: Turnamen, pada tahap ini para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen, dengan meja turnamen tiga peserta.

Tahap 4: Rekognisi tim, skor dihitung berdasarkan turnamen anggota tim, dan tim tersebut direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Parsons dalam Slavin (2005: 167) model pembelajaran TGT memberikan kesempatan kepada siswa untuk mampu berkompetisi dalam suasana yang konstruktif positif dengan adanya peraturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari teman mereka, sehingga mereka membangun ketergantungan dan kepercayaan dengan tim sehingga ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merasa percaya diri ketika bersaing dalam turnamen. Model TGT membangkitkan rasa kegembiraan peserta didik dalam proses permainan, setiap anggota dalam tim harus saling membantu dan mempersiapkan diri mengenai subjek permasalahan dalam permainan sehingga peserta didik memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri dan timnya.

Melihat kedua tipe model tersebut maka peneliti merasa yakin bahwa dengan menggunakan kedua model tersebut proses pembelajaran di kelas khususnya akan membangkitkan semangat belajar siswa sehingga dapat menciptakan hasil belajar yang diharapkan. Proses pembelajaran IPS yang dulu dianggap membosankan dan monoton menjadi menyenangkan di kelas karena siswa dapat aktif berpartisipasi, berikir kreatif dan kritis serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial secara mandiri.


(34)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul ”Perbedaan Model Pembelajaran Group Investigations (GI) dan Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) dalam Pembelajaran IPS di SMK”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka beberapa masalah yang terjadi dapat diidentifikasikan sebagai berikut.

a. Rendahnya hasil belajar IPS pada siswa kelas XII jurusan Akuntasi 1 dan 2 masih dibawah KKM di SMK Gajah Mada Bandar Lampung.

b. Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh para guru di kelas monoton, guru tidak memiliki kreatifitas dan masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat konvensional sehingga suasana di dalam kelas menjadi monoton dan pembelajaran lebih terpusat pada guru.

c. Belum digunakannya model pembelajaran GI dan TGT di SMK Gajah Mada Bandar Lampung.

d. Keterbatasan kompetensi guru IPS karena memiliki latar belakang satu kajian keilmuan saja, sedangkan IPS merupakan keterpaduan dari berbagai kajian ilmu-ilmu sosial.

e. Siswa di SMK Gajah Mada memiliki kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan siswa di sekolah negeri, karena mereka merupakan siswa-siswa yang tidak lolos masuk ke sekolah kejuruan negeri.

f. Siswa di SMK Gajah mada pada saat pembelajaran kurang aktif, kreatif, inovatif, berkolaborasi dan bekerjasama dengan sesama kawan-kawannya dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.


(35)

1.3 Pembatasan Masalah

Peneliti menfokuskan permasalahan pada penelitian ini dibatasi pada perbedaan hasil belajar siswa pada model pembelajaran Group Investigations dan Team Games Tournament pada mata pelajaran IPS Terpadu terhadap siswa kelas XII Akuntasi di SMK Gajah Mada Bandar Lampung tahun pelajaran 2012-2013.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut. a. Apakah ada perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan

antar kemampuan awal siswa?

b. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi?

c. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang?

d. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS dengan model pembelajaran GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah?

e. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII ?


(36)

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut.

a. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar siswa antar model pembelajaran dan antar kemampuan awal siswa.

b. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan model TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal tinggi.

c. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal sedang.

d. Untuk menganalisis perbedaan hasil belajar IPS dengan model GI dan TGT pada kelompok siswa berkemampuan awal rendah.

e. Untuk menganalisis interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil belajar mata pelajaran IPS untuk siswa kelas XII.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas proses pembelajaran IPS di SMK Gajah Mada Bandar Lampung. Secara keseluruhan manfaat hasil penelitian ini dapat diuraiakan sebagai berikut.

1.6.1 Kegunaan Teoritis

Manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis dari hasil penelitian ini dikemukakan sebagai berikut.


(37)

a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam pembelajaran IPS di SMK, khususnya dalam peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran GI dan TGT.

b. Sebagai sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dalam pembelajaran IPS di SMK.

c. Diharapkan menjadi landasan empirik bagi peneliti-peneliti selanjutnya, terutama bagi yang mengkaji dan mengembangkan model pembelajaran GI dan TGT dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

1.6.2 Kegunaan Praktis

Manfaat yang dapat diperoleh secara teoritis dari hasil penelitian ini dikemukakan sebagai berikut.

a. Bagi guru, diharapkan dapat memberikan referensi kepada guru-guru lain dalam menerapkan model pembelajaran GI dan TGT. b. Bagi Siswa, diharapkan dapat mendorong minat belajar siswa

untuk lebih semangat, percaya diri dan mampu berkolaborasi serta bekerjasama dengan warga sekolah lainnya sehingga berdampak pada peningkatan kualitas proses pembelajaran dan peningkatan hasil belajar.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian diharapkan dapat memperbaiki pembelajaran didalam kelas dan menjadi referensi bagi guru-guru lainnya untuk mempraktekkan model ini dalam usaha meningkatkan kualitas sekolah.


(38)

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan sebagai berikut. 1. Ruang lingkup variabel yang diteliti.

Variabel yang diteliti adalah hasil belajar dengan menggunakan model pembelajaran GI dan model pembelajaran TGT.

2. Ruang lingkup subjek penelitian.

Ruang lingkup subjek penelitian ini adalah siswa kelas XII jurusan Akuntansi 1 dan 2.

3. Ruang lingkup tempat penelitian.

Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah SMK Gajah Mada Bandar Lampung.

4. Ruang lingkup waktu penelitian.

Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester genap.

1.8 Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup kajian ilmu IPS (social studies) sebagai program pendidikan yang memuat konsep generalisasi dan teori dari ilmu-ilmu sosial yang terpadu agar peserta didik mampu memahami masalah-masalah sosial dan dapat mengatasinya serta mengambil keputusan yang tepat terhadap berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Ada lima tradisi social studies, yaitu (1) IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social studies as citizenship transmission); (2) IPS sebagai ilmu-ilmu social (Social studies as social sciences); (3) IPS sebagai penelitian mendalam (Social studies as reflective inquiry); (4) IPS sebagai kritik kehidupan social (Social studies social criticism); dan (5) IPS sebagai pengembangan pribadi individu (Social


(39)

studies as personal development of the individual) (Pargito, 2010: 44).

Mata pelajaran IPS dibuat untuk dapat mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis. Mata pelajaran IPS juga disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran untuk membentuk peserta didik dalam menghadapi tantangan masyarakat global yang sangat dinamis. Pendidikan IPS di sekolah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang mendahulukan konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan pertimbangan psikologis untuk mempersiapkan siswa menuju masa depan.

Tujuan pendidikan IPS adalah mempersiapkan siswa sebagai warga negara agar dapat mengambil keputusan secara reflektif dan partisipatif dalam kehidupan sosialnya sebagai pribadi, warga masyarakat, bangsa dan warga dunia. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inquiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama, dan berkompetisi dalam masyarakat majemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global (Pargito, 2010: 41).


(40)

Dalam kajian ilmu IPS terdapat tema utama yang berfungsi sebagai pengatur alur untuk kurikulum sosial di setiap tingkat sekolah. Sepuluh konsep IPS menurut NCSS dalam Pargito (2010: 35), yaitu (1) culture; (2) time, continuity and charge (3) people, places and enviorenment; (4) individual development and identity; (5) individuals, group, and institutions; (6) power, authority and governmance; (7) production, distribution and consumtion; (8) science, technology and society; (9) global connections, and (10) civic idealisand practices.

Pelajaran IPS di SMK diberikan untuk menunjang non-produktif pembelajaran dikarenakan mulai tahun 2009 IPS masuk dalam mata pelajaran yang ada di Ujian Nasional. Sehingga IPS mulai diterapkan dengan kategori waktu hanya mencapai 23 jam. Pelaksanaan IPS di SMK diterapkan pada kelas X dan kelas XI, boleh dilaksanakan di kelas XII tetapi tidak menambah jam yang sudah ditetapkan dari kurikulum yang ada untuk SMK.

Selama ini siswa SMK hanya diberikan kajian yang menjurus kepada salah satu bidang keilmuan sebagai bekal mereka untuk bekerja nanti setelah lulus dari sekolah menengah atas. Melihat fenomena tersebut mengakibatkan siswa-siswa lulusan SMK kurang tangguh dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang mereka hadapi di dunia kerja dan di lingkungan sekitarnya. Untuk itu disinilah peran serta IPS dalam memberikan bekal bagi mereka untuk bisa aktif, kreatif, bekerjasama, dapat memutuskan, dan mampu untuk memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya dalam kehidupan di masyarakat.


(41)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

Mendukung penelitian ini, maka pembahasan dalam bab ini akan difokuskan pada sub bab yang berupa tinjauan pustaka, tinjauan mengenai teori belajar, pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif Group Investigations (GI) dan model pembelajaran Team Games Tournament (TGT), belajar, hasil belajar, Ilmu Pengetahuan Sosial, penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis. Lebih jelasnya pembahasan tiap sub akan diuraikan sebagai berikut.

2.1Tinjauan Pustaka

Tinjauan dalam penelitian ini agar lebih akurat maka harus didukung oleh teori-teori dari ahli-ahli di bidangnya, dimana teori-teori tersebut menjadi penunjuk arah yang dapat membatasi penelitian ini menjadi relevan.

2.1.1 Teori Belajar

Menurut Kimble, belajar adalah perubahan tingkah laku atau potensi perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan ke temporary body states (keadaan tubuh temporer) seperti keadaan sakit, keletihan atau obat (Olson, 2010: 8). Definisi ini mengingatkan kita bahwa pengalaman dapat menyebabkan peristiwa yang bukan tindak belajar yang bisa memodifikasi perilaku.


(42)

Perubahan perilaku tersebut mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, sikap, dan sebagainya yang dapat maupun tidak dapat diamati. Perilaku yang dapat diamati disebut penampilan (behavioral performance) sedangkan yang tidak dapat diamati disebut kecendrungan perilaku (behavioral tendency). Penampilan yang dimaksud dapat berupa kemampuan menjelaskan, menyebutkan, dan melakukan sesuatu perbuatan. Terdapat perbedaan yang mendasar antara perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara kebetulan. Seseorang yang secara kebetulan dapat melakukan sesuatu, tidak dapat mengulangi perbuatan itu dengan hasil yang sama. Sedangkan seseorang dapat melakukan sesuatu karena hasil belajar dapat melakukannya secara berulang-ulang dengan hasil yang sama.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pemikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat berupa pikiran, perasaan, atau gerakan dan tindakan (Budiningsih, 2005: 21).

Proses belajar terjadi melalui suatu proses yang dialami secara langsung dan aktif oleh siswa pada saat mengikuti suatu kegiatan belajar mengajar yang direncanakan atau disajikan di sekolah, baik yang terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Proses belajar yang berkulitas tidak bisa terjadi dengan sendirinya, melainkan perlu direncanakan dan persiapan yang baik. Belajar merupakan kegiatan yang harus dilakukan terus menerus dalam membangun makna atau


(43)

pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada siswa dalam membangun semangat dan kreatifitas. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pelajar untuk belajar sepanjang hayat. Pembelajaran yang melibatkan seluruh indera akan lebih bermakna dan lebih maksimal hasilnya jika dibandingkan dengan satu indera. Hal ini akan memunculkan kreativitas untuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara baru dan tidak terpaku pada satu cara-cara saja.

Seorang ahli yang bernama Marsell mengemukakan bahwa belajar adalah upaya yang dilakukan dengan mengalami sendiri, menjelajahi, menelusuri, dan memperoleh sendiri (Sagala, 2005: 13). Proses kegiatan belajar mengajar merupakan suatu fenomena yang melibatkan setiap kata, pikiran, tindakan, dan juga asosiasi. Sejauh mana seorang guru mampu mengubah lingkungan, presentasi, dan rancangan pengajarannya, maka sejauh itu pula proses belajar mengajar itu berlangsung. Ini berarti, dalam pembelajaran diharapkan dapat mengarahkan perhatian pembelajar ke dalam nuansa proses belajar seumur hidup dan tak terlupakan. Hal ini sesuai dengan empat pilar pendidikan seumur hidup, seperti yang ditetapkan UNESCO dalam Munir (2008: 2), yaitu (1) to learn to know (belajar untuk berpengetahuan), (2) to learn to do (belajar untuk berbuat), (3) to learn to live together (belajar untuk dapat hidup bersama), dan (4) to learn to be (belajar untuk jati diri). Untuk itu diperlukan membangun ikatan emosional dengan siswa, yaitu dengan menciptakan kesenangan


(44)

dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan ancaman. Hal ini merupakan faktor yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik.

Menurut Djamarah ( 2006: 5) ada empat strategi dasar dalam belajar mengajar yaitu:

1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.

2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.

3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan paling efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan sehingga dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.

Studi-studi menunjukkan bahwa siswa lebih termotivasi belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang, dan ramah. Dengan kondisi seperti itu, siswa lebih sering ikut serta dalam kegiatan sukarela yang berhubungan dengan bahan pelajaran. Kebebasan dan keterlibatan


(45)

siswa secara aktif dalam proses belajar sangat penting agar proses belajar mengajar lebih bermakna. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena belajar dan pembelajaran, sehingga dalam implementasinya dapat lebih efektif dan efisien.

Djamarah (2002: 15-16) menyebutkan ciri-ciri belajar, yaitu (1) perubahan yang terjadi secara teratur, (2) perubahan dalam belajar bersifat fungsional, (3) perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif, (4) perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara, (5) perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah, dan (6) perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Sedangkan menurut Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2009: 9) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu dimana pada saat orang belajar, maka responnya akan menjadi lebih baik, tapi sebaliknya jika ia tidak belajar maka responnya menurun.

Proses belajar dapat terjadi baik secara alamiah maupun direkayasa. Proses belajar secara alamiah biasanya terjadi pada kegiatan yang umumya dilakukan oleh setiap orang dan kegiatan belajar ini tidak direncanakan. Sedangkan proses belajar yang direkayasa merupakan proses belajar yang memiliki sistematika yang jelas dan telah direncanakan sebelumnya guna mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam proses ini metode yang digunakan disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai. Proses belajar yang direkayasa yang lebih


(46)

memungkinkan tercapainya perubahan perilaku karena ada rancangan yang berisi metode dan alat pendukung. Proses belajar yang direkayasa tentu saja diperlukan perencanaan dan persiapan yang matang dari guru sebagai fasilitator sehingga pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang ingin dicapai. Dalam proses pembelajaran siswa akan menghubungkan pengetahuan atau ilmu yang dimiliki dalam ingatannya kemudian menghubungkan dengan pengetahuan baru. Belajar merupakan kegiatan aktif pelajar dalam membangun makna atau pemahaman, sehingga diperlukan dorongan kepada pelajar dalam membangun gagasan. Oleh karena itu diperlukan penciptaan lingkungan yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab pelajar untuk belajar sepanjang hayat. Teori belajar lebih fokus kepada bagaimana peserta didik belajar, sehingga berhubungan dengan variabel-variabel yang menentukan hasil belajar. Dengan demikian, dalam pengembangan teori belajar, variabel yang diamati adalah hasil belajar sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.

Proses belajar mengajar yang akan disampaikan oleh guru harus terlebih dahulu memperhatikan kemampuan yang dimiliki siswa sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan yang bisa membuat aktivitas belajar siswa menjadi lebih optimal sehingga hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Untuk menciptakan kondisi belajar seperti itu harus diperhatikan beberapa syarat-syarat sebagai berikut.


(47)

1. Prinsip motivasi, dimana guru berperan sebagai motivator yang merangsang dan membangkitkan motivasi yang positif dari siswa dalam proses belajar mengajar.

2. Prinsip latar atau konteks, yaitu prinsip keterhubungan materi baru dengan apa yang telah diperoleh sebelumnya oleh siswa. Dengan perolehan inilah siswa dapat memperoses materi baru.

3. Prinsip keterarahan, yaitu adanya pola pengajaran yang menghubungkan seluruh aspek pengajaran.

4. Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu mengintegrasikan pengalaman dengan kegiatan fisik dan pengalaman dengan kegiatan intelektual.

5. Prinsip perbedaan perorangan, yaitu kenyataan bahwa ada perbedaan-perbedaan tertentu yang disetiap siswa, sehingga mereka tidak diperlakukan secara klasikal.

6. Prinsip menemukan, yaitu membiarkan sendiri siswa menemukan sendiri informasi yang dibutuhkan dengan pengarahan seperlunya dari guru.

7. Prinsip pemecahan masalah, yaitu mengarahkan siswa untuk peka pada masalah dan mempunyai keterampilan untuk mampu menyelesaikannya. (Seniawan dalam Gulo, 2004: 77).

Pengetahuan tidak diperoleh dengan cara diberikan atau di transfer dari orang lain tetapi dibentuk dan dikonstruksi dalam diri individu siswa, sehingga siswa mampu mengembangkan intelektualnya.

2.1.1.1 Teori Belajar Gagne

Menurut Gagne dalam Mariana (1999: 25) mengemukakan bahwa untuk terjadinya belajar pada siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi internal maupun eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori sebagai hasil belajar terdahulu, dimana memori siswa yang terdahulu merupakan komponen kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama. Sedangkan yang menjadi kondisi eksternal meliputi benda-benda yang dirancang dalam pembelajaran.


(48)

Kondisi internal dan eksternal sangat penting dalam proses pembelajaran hal ini dilakukan sebagai daya dukung agar siswa memperoleh hasil yang diharapkan. Kondisi ekternal bertujuan untuk merangsang ingatan siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran, membimbing belajar untuk mampu memahami materi pelajaran yang baru dan memberikan keleluasaan dan kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan dengan informasi yang baru.

Gagne dalam Herpratiwi (2009: 27) mengemukakan bahwa proses belajar adalah proses dimana siswa terlibat dalam aktivitas yang memungkinkan mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki sebelumnya. Pembelajaran diusahakan agar dapat memberikan kondisi terjadinya proses pembentukkan keterlibatan siswa yang memberikan penambahan pengetahuan. Guru harus dengan sadar merencanakan kegiatan pembelajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatu guna untuk kepentingan pembelajaran.

Gagne dalam Surya (2003: 61) hasil pembelajaran merupakan keluaran dan pemprosesan informasi yang berupa kecakapan manusia yang meliputi (1) informasi verbal, (2) kecakapan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, (5) kecakapan motorik. Informasi verbal ini adalah hasil pembelajaran yang berupa informasi yang dinyatakan dalam bentuk kata-kata atau kalimat, pemberian nama atau label terhadap suatu benda atau fakta, pemberian definisi atau pengertian serta berbagai hal yang berbentuk verbal.


(49)

Menurut Surya (2003: 62), proses pembelajaran menurut teori Gagne terjadi melalui delapan fase yaitu (1) motivasi, (2) pemahaman, (3) perolehan, (4) penahanan, (5) ingatan kembali, (6) generalisasi, (7) perlakuan, (8) umpan balik. Fase motivasi dimana individu memulai pembelajaran dengan adanya dorongan untuk melakukan suatu tindakan dalam mencapai tujuan tertentu. Fase pemahaman merupakan fase dimana individu menerima dan memahami rangsangan yang berupa informasi yang diperoleh dalam pembelajaran. Fase perolehan merupakan fase dimana individu mempersepsikan atau memberi makna segala informasi yang sampai pada dirinya. Fase penahanan adalah untuk menahan hasil pembelajaran dimana informasi agar mampu dipakai untuk jangka panjang. Fase ingatan kembali merupakan fase dimana informasi dikeluarkan kembali yang telah disimpan. Fase generalisasi dimana individu akan menggunakan hasil pembelajaran yang telah dimilikinya untuk keperluan tertentu. Fase perlakuan merupakan perwujudan perubahan perilaku individu sebagai hasil pembelajaran. Fase umpan balik dimana individu memperoleh umpan balik dari perilaku yang telah dilakukannya.

2.1.1.2 Teori Belajar Bruner

Bruner menekankan dalam proses belajar adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau


(50)

pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.

Bruner (1966) dalam Budiningsih (2005: 40) adalah seorang pengikut setia teori kognitif khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif. Ia memandang perkembangan kognitif manusia sebagai berikut.

a. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.

b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.

c. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.

d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.

e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami dan mengkomunikasikan konsep-konsep yang ada kepada orang lain diperlukan bahasa.

f. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.


(51)

Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkannya dengan cara menyusun materi pelajaran dan penyajiannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum, kemudian berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakup yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang dikemukakannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.

Pembelajaran yang selama ini diberikan di sekolah menurut Bruner lebih banyak menekankan pada perkembangan kemampuan analisis. Kurang menekankan pada kemampuan berfikir intuitif. Berfikir intiuitif sangat penting bagi mereka yang menggeluti bidang matematika, biologi, fisika, dsb, sebab setiap disiplin ilmu memiliki konsep, prinsip dan prosedur yang harus difahami sebelum seseorang belajar. Cara yang baik untuk belajar adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.

2.1.1.3 Teori Belajar Ausubel

Belajar seharusnya merupakan asimilasi dan yang bermakna bagi siswa. Teori-teori belajar yang ada masih banyak menekankan pada


(52)

belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna. Teori Ausubel mengemukakan bahwa proses akan mendatangkan hasil bermakna kalau guru dalam menyajikan materi pelajaran yang baru dapat menghubungkan dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitis siswa.

Menurut Ausubel, Novak dan Hanesian dalam Paul (1997: 53-54) terdapat dua jenis belajar yaitu belajar bermakna dan belajar menghafal. Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai oleh seorang yang sedang belajar. Bisa konsep yang cocok dengan fenomena baru tersebut itu belum ada dalam struktur kognitif seseorang maka informasi yang baru tersebut harus dipelajari dengan menghafal. Ini berarti proses belajar bermakna akan terjadi bila hal-hal baru yang akan dipelajarinya terkait dengan kemampuan yang telah dimiliki seseorang. Guru harus dapat mengembangkan potensi kognitif melalui proses belajar bermakna. Lebih efektif jika guru menjelasan dengan menggunakan penjelasan, peta konsep, demonstrasi, diagram, dan ilustrasi. Media-media tersebut digunakan untuk lebih menunjang dan mendorong siswa agar lebih tertarik dan lebih faham dalam mempelajari materi pelajaran yang akan dipelajarinya.

Ausubel mengemukakan dalam Herpratiwi (2009: 25) belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru dengan


(53)

konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Prasyarat belajar bermakna materi yang akan dipelajari bermakna secara potensial dan anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna. Teori pembelajaran bermakna di atas memiliki empat prinsip yaitu.

a. Pengatur awal

Pengatur awal atau bahan pengait dapat digunakan guru untuk membantu mengaitkan konsep lama dengan konsep baru yang lebih tinggi bermaknanya.

b. Diferensiasi (perubahan bentuk dan fungsi)

Proses belajar bermakna perlu adanya pengembangan dan elaborasi konsep-konsep.

c. Belajar Superordinat

Proses struktur kognitif yang mengalami pertumbuhan kearah deferensiasi terjadi sejak perolehan informasi dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif.

d. Penyesuaian integratif

Siswa kemungkinan suatu saat akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep.

Pembelajaran bermakna ada keterkaitan dan hubungan antara cara mata pelajaran diolah dan cara mengolah informasi dalam fikiran mereka (struktur-struktur kognitif mereka). Setiap disiplin ilmu


(54)

memiliki struktur dan konsep yang dikelola secara hierarkis hal ini dikarenakan setiap disiplin ilmu sangat beragam dan merupakan konsep-konsep abstrak yang meliputi konsep-konsep yang kongkret pada tahap pengelolaan yang lebih rendah (Joyce, 2009: 282).

Menurut Ausubel dalam Joyce (2009: 285) belajar menggunakan dua prinsip yang saling berhubungan satu sama lain yaitu pertama, diferensiasi progresif untuk menuntun pengelolaan materi dalam bidang-bidang mata pelajaran sehingga konsep-konsep tentang materi tersebut dapat menjadi bagian yang stabil dalam struktur kognitif siswa. Kedua, rekonsilisasi integratif untuk menggambarkan peran intelektual siswa. Rekonsiliasi interaktif berarti bahwa gagasan-gagasan baru seharusnya dihubungkan secara sadar dengan materi yang dipelajari sebelumnya. Dengan kata lain rangkaian kurikulum harus dikelola sehingga pembelajaran yang berurutan terhubung secara cermat dengan apa yang telah disajikan sebelumnya. Jika seluruh bahan materi dikonseptualisasikan dan disajikan menurut diferensiasi progresif dan rekonsiliasi integratif secara alamiah akan mengikuti tetapi tetap harus adanya kerjasama aktif dari setiap siswa.

2.1.1.4 Teori Belajar Piaget

Menurut Piaget dalam Budiningsih (2005: 35) mengemukakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Semakin bertambahnya umur seseorang maka semakin kompleks


(55)

susunan syarafnya dan meningkat juga kemampuannya. Ketika seorang individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai suatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif, ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.

Piaget dalam Sagala (2005: 24) mengemukakan bahwa ada dua proses yang akan terjadi dalam perkembangan dan pertumbuhan kognitif anak yaitu (1) proses assimillation, dalam proses ini terjadi penyesuaian atau mencocokkan informasi baru dengan apa yang telah diketahuinya dengan mengubahnya apabila dianggap perlu, dan (2) proses accomodation, yaitu anak menyusun dan membangun kembali atau mengubah apa yang telah diketahui. Perkembangan kognitif merupakan hasil perkembangan yang saling melengkapi antara asimilasi dan akomodasi dalam proses penyusunan kembali dan mengubah apa yang telah diketahui.

Perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif siswa dalam lingkungan dimana dia belajar. Pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan. Manusia memiliki struktur pengetahuan di dalam otaknya, ini diibaratkan seperti kotak-kotak yang


(56)

masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda. Pengalaman yang sama bagi beberapa orang akan dimaknai dengan berbeda-beda oleh masing-masing individu dan disimpan di dalam kotak yang berbeda juga.

Menurut Piaget dalam Slavin (1994: 145) perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa jauh seorang anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dalam lingkungannya. Implikasi dalam model pembelajaran dari teori Piaget dikemukakan sebagai berikut.

1. Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Disamping itu kebenaran jawaban siswa, guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban yang diharapkan.

2. Memperhatikan peranan pelik dari inisiatif anak sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penyajian pengetahuan jadi tidak mendapat penekanan, melainkan anak di dorong menemukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi dengan lingkungannya.

3. Memaklumi adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda-beda, untuk itu guru harus mampu melakukan upaya dalam mengatur kegiatan kelas dalam bentuk kelompok kecil dari pada bentuk kelas yang utuh.


(57)

Siswa SMK dilihat dari perkembangan usia dari 15-16 tahun telah dianggap memiliki struktur pengetahuan yang mampu mengasimilasi pengetahuan baru yang dibangunnya berdasarkan atas pengetahuan lama yang sudah ada, juga mengakomodasikan pengetahuan yang sudah ada dimodifikasi dan disesuaikan dengan pengetahuan baru.

2.1.2 Hasil Belajar

Kemampuan yang dimiliki oleh seorang siswa dari proses kegiatan belajar mengajar harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi orang lain sebagai pengajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2002: 22). Hasil belajar dicapai agar siswa memperoleh keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.

Hamalik (2001: 155) menyatakan bahwa hasil belajar adalah nampak sebagai terjadinya tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan penmgetahuan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya.

Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil


(58)

(2) pengetahuan dan pengarahan, dan (3) sikap dan cita-cita (Sudjana, 2002: 22). Penilaian pada dasarnya adalah bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan proses hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru sesuai dengan yang ingin dicapai apakah ada peningkatan atau tidak.

Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai di tingkat mana hasil belajar siswa tersebut telah dicapai. Sehubungan dengan hal inilah keberhasilan proses mengajar itu dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf. Tingkatan hasil belajar tersebut adalah sebagai berikut.

1. Istimewa/maksimal: apabila seluruh bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

2. Baik sekali/optimal: apabila sebagian besar (76% s.d 99%) bahan pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai oleh siswa.

3. Baik/minimal: apabila bahan pelajaran yang diajarkan hanya 60% s.d 75% saja dikuasai oleh siswa.

4. Kurang: apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 60% dikuasai oleh siswa.

Pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap siswa ingin mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu dan menjadikan peserta didik dapat mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar mengajar tidak optimal baik antara guru dan murid sangat sulit kan terjadinya hasil belajar yang baik.


(59)

2.1.2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Hasil belajar menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan yang kuat dalam memiliki pengetahuan dan keterampilan terhadap materi tertentu. Indikator keberhasilan dalam belajar yaitu jika siswa mampu menguasai, mengerti dan memahami materi pembelajaran kemudian menunjukkan hasil belajar yang baik.

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa (Sudjana, 2002: 39). Dari pendapat ini faktor yang dimaksud adalah faktor dalam diri siswa perubahan kemampuan yang dimilikinya seperti yang dikemukakan oleh Clark (1988: 21) menyatakan bahwa hasil belajar siswa disekolah 70 % dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh lingkungan. Demikian juga faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana, 2002: 39).

Menurut Djaali (2008: 99) faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar dari dalam diri yang meliputi kesehatan, intelegensi, minat, motivasi dan dari luar diri orang yang belajar adalah keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar. Hasil belajar merupakan tujuan dari suatu proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa termasuk keberhasilan guru dalam mengajar. Menurut Nasution (2010: 38) menyatakan ada 5 faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu.


(1)

d. Siswa hendaknya membiasakan diri belajar dengan kelompok teman sebaya dalam rangka meningkatkan sikap dan kepekaan sosial kemampuan dan karakater positif siswa dapat berkembang apabila siswa terbiasa dengan pembelajaran yang bersifat kelompok serta mampu mengembangkan daya nalar, kreativitas, tanggung jawab, dan kerja sama.

2. Bagi Guru

a. Khususnya guru IPS hendaknya menggunakan pembelajaran TGT dan GI dengan memperhatikan karakteristik siswa dan materi yang akan dicapai dalam pembelajaran.

b. Guru disarankan juga untuk memilih pembelajaran kooperatif tipe TGT yang mampu meningkatkan hasil belajar IPS siswa pada SMK Gajah Mada Bandar Lampung. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa dituntut aktif dan kreatif. Pembelajaran dengan model Kooperatif tipe TGT mampu meningkatkan rasa percaya diri dan keberanian untuk mengungkapkan pendapat dalam kelompoknya. Dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT, guru mampu menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa yang kita harapkan.

c. Guru disarankan agar dalam remedial teaching lebih cocok menggunakan GI karena dalam model kooperatif tipe ini siswa mampu meningkatkan hasil belajar. Guru sebaiknya membagi siswa yang remedial menjadi kelompok yang terdiri atas 5-6 siswa. Siswa agar bersama-sama rekan yang belum tuntas mempelajari kembali materi


(2)

182 yang pernah dibahas sebelumnya dan sesuai dengan KD yang diujikan. Kegiatan tersebut diakhiri dengan tes, baik tes lisan maupun tertulis. 3. Bagi Kepala Sekolah

a. Hendaknya kepala sekolah mendorong guru untuk memperluas pengetahuan guru dalam dunia pendidikan, dengan cara mengirim guru untuk mengikuti forum ilmiah, seperti seminar pendidikan, symposium, maupun workshop. Langkah ini dimaksudkan agar guru mempunyai pengetahuan tentang inovasi-inovasi pembelajaran sehingga berimplikasi pada meningkatnya hasil belajar IPS siswa.

b. Kepala Sekolah hendaknya mendorong guru untuk mengembangkan pembelajaran yang aktif dan kreatif dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama pembelajaran IPS.

c. Kepala Sekolah hedaknya memfasilitasi guru yang akan mengadakan penelitian kaji tindak yang berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pembelajaran IPS.

4. Bagi Peneliti

a. Para peneliti disarankan agar meneliti unsur yang berkaitan dengan hasil belajar IPS di Sekolah Menengah Kejuruan.

b. Para peneliti disarankan agar meneliti unsur-unsur yang berkaitan dengan penggunaan model TGT dan GI dalam pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Kejuruan.

c. Melakukan penelitian lain yang sejenis yang berkaitan dengan hasil belajar IPS dengan model TGT maupun GI di Sekolah Menengah Kejuruan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arend, Richard. 2008. Learning To Teach. Belajar Untuk Mengajar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Arikunto. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Basrowi & Soenyono. 2007. Metode Analisis Data Sosial. Jenggala Pustaka Utama. Kediri.

Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Clark. 1988. Apakan Ada tempat Untuk “Teori Kerajinan” Dalam

Administrasi Pendidikan. Educational Management and Administration.

Coleman. 2008. Dasar-dasar Teori Sosial. Nusa Media. Bandung.

Depdiknas. 2003. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta

Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. PT Rineka Cipta. Jakarta.

Dirjen Dikti. 2010. Buku Pedoman Sertifikasi Pendidik untuk Dosen Tahun 2010. Buku II Penyusunan Portofolio. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Djamarah. 2002. Psikologi Belajar . Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.


(4)

184 Djiwandono, dkk. 2006. Psikologi Pendidikan. PT. Gramedia. Jakarta.

Ekocin. 2011. Model pembelajaran teams games tournaments.

http://ekocin.wordpress.com/2011/06/17/model-pembelajaran-teams-games-tournaments-tgt-2/ diakses tanggal 2-10-2012 jam 19.40. Etin & Raharjo. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran

IPS. Bumi Aksara. Jakarta.

Gagne. 1997. The Cognitive Psychology of School Learning. Little Brown Company. Boston.

Gulo. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Gramedia. Jakarta.

Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Unila. Bandar Lampung. Hidayati, dkk. 2009. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Dirjen Pendidikan

Tinggi Depdiknas. Jakarta.

Hunt, dkk. 1955. Teaching High School Social Studies. Harper & Brothes. New York

Joyce; Weil; Calhoun. 2009. Model of Teaching (Model-model Pengajaran). Puataka Belajar. Jogyakarta.

Lie. 2007. Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

Mariana. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Munir. 2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Alfabeta. Bandung.

Nasution. 2010. Didastik Asas-asas Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta.

Olson. 2010. Theories of Learning (Teori Belajar). Kencana Prenada. Jakarta. Pargito. 2010. Dasar-dasar Pendidikan IPS. FKIP. Unila. Bandar Lampung. Pargito. 2010. IPS Terpadu. FKIP. Unila. Bandar Lampung.

Pannen. 2001. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. UT. Jakarta.

Paul. 1997. Filsafat Konstruktifisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jogyakarta. Rachmah. 2012. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Untuk


(5)

Pengelolaan Informasi Siswa Kelas XI AP SMKN 1 Bandar Lampung TP 2011-2012. Unila. Tidak diterbitkan.

Rahayu, S.R. dan I Made Nuryata. 2010. Pembelajaran Masa Kini. Jakarta. Sekarmita.

Rose, M.E. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI dan Tipe STAD Berdasarkan Sikap Siswa Terhadap Mata Pelajaran Kewirausahaan Pada Kelas XII Pemasaran SMK Negeri 1 Bandar lampung TP 2011/2012. Unila. Tidak diterbitkan.

Ruseffendi E.T. 1997. Pendidikan Matematika 3. UT Depdikbud. Jakarta. Sagala. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung. UT.

Sanjaya, Wina. 2005. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Sapriya. 2009. Pendidikan IPS; Konsep dan Pembelajaran. Rosda. Bandung. Sharan. 2009. Hanbook of Cooperative Learning Inovasi Pengajaran dan

Pembelajaran untuk Memacu Keberhasilan Siswa di Kelas (Alih bahasa Sigit Prawoto). Imperium. Yogyakarta.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta. Jakarta.

Slavin. RE. 1994. Cooperative Learning, Theory, Research and Practice. Allyn and Bacon. Boston.

Slavin. 2005. Cooperative Learning, Teori, Riset dan Praktik. Nusa Media. Bandung.

Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sudjarwo & Basrowi. 2009. Manajemen Penelitian Sosial. PT Mandar Maju. Bandung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta. Bandung.

Suhartati. 2012. Perbedaan Hasil Belajar Akuntansi Biaya dengan Pembelajaran Kooperatif Type STAD dan Pembelajaran CTL Pada Siswa Kelas XII Ak SMK Negeri 1 Tahun 2011/2012. Tesis. PPs. MPIPS Unila. Tidak Diterbitkan. Bandar Lampung.


(6)

186 Sulistyo. 2010. 6 Hari Jago SPSS. Cakrawala. Yogyakarta.

Suparlan. 2008. Pengantar Ilmu Sosial. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Surya. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran. Maha Putra Adidaya. Jakarta.

Taneo, dkk. 2009. Kajian IPS SD 3 SKS. Ditjen PT Depdiknas. Jakarta. Tanireja, dkk. 2012. Model-model Pembelajaran Inovatif. Alfabeta. Bandung. Yasa, Doantara. 2008. Metode Pembelajaran Kooperatif.

( http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperati/diakses 23 Desember 2012).


Dokumen yang terkait

Upaya Peningkatkan Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Model Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Pada Konsep Sistem Koloid

0 7 280

Peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan mengoptimalkan gaya belajar melalui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) penelitian tindakan kelas di MAN 11 Jakarta

0 27 232

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games Tournament) terhadap pemahaman konsep matematika siswa

1 8 185

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa

2 8 199

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di MTs Islamiyah Ciputat

1 40 0

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi

1 3 310

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dengan Games Digital Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Alat-Alat Optik

3 35 205

Penerepan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas VIII-3 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan 2015/2016 Dalam Pelajaran IPA

0 4 10