B. Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Publik Berkaitan Dengan
Kewajiban Melaksanakan Perlindungan Terhadap Lingkungan Hidup
Tanggung jawab hukum dapat diartikan apabila subyek hukum melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan yang berlaku, dan akibat pelanggaran yang
telah dilakukan tersebut, maka subyek hukum tersebut harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Berdasarkan prinsip hukum yang berlaku umum, bagi
perusahaan publik sebagai perseroan yang berbentuk badan hukum persona standi in judicio
, tanggung jawab hukum dipisahkan dari harta benda pribadi pemilik perusahaan yang berbentuk badan hukum dimana tanggung jawabnya
sebatas harta benda yang dimiliki oleh perseroan tersebut. Artinya, yang bertanggung jawab adalah perseroan tersebut dan tanggung jawabnya sebatas
harta benda yang dimiliki oleh perseroan tersebut.
327
Namun, tanggung jawab hukum berdasarkan teori piercing the corporate veil
328
327
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia
, Op.Cit., hlm. 2
328
Penerapan teori piercing the corporate veil menyebabkan tanggung jawab hukum tidak hanya dimintakan dari perseroan tersebut, tetapi juga pertanggung jawaban hukum dapat
dimintakan terhadap pemegang sahamnya, direksi atau komisaris, diambil dari Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia
, Op
.Cit., hlm. 16.
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga dapat dibebankan kepada direksi atau komisaris apabila
tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 97 ayat 2 dan Pasal 114 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagai
implementasi dari prinsip fiduciary duty, kecuali direksi atau komisaris
menjalankan tugasnya dengan benar sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang layak business judgment rule. Sebagai contoh, tanggung jawab direksi
disebabkan penerapan teori piercing the corporate veil tersebut dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut:
329
1. direksi tidak melaksanakan fiduciary duty kepada perseroan:
2. dokumen perhitungan tahunan tidak benar:
3. direksi bersalah dan menyebabkan perusahaan pailit;
4. permodalan yang tidak layak; dan
5. perseroan beroperasi secara tidak layak.
Penegakan hukum yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran rambu-rambu hukum di bidang pasar modal dan
lingkungan hidup oleh para pelaku pasar modal terkait, salah satunya perusahaan publik.
330
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menetapkan sanksi hukum terhadap pelanggaran peraturan prinsip keterbukaan,
berupa sanksi administratif, perdata, dan pidana.
331
Hal yang sama juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penegakan hukum lingkungan juga menerapkan instrumen-instrumen dan sanksi-sanksi dalam lapangan hukum administrasi,
hukum perdata, dan hukum pidana dengan tujuan memaksa subyek hukum yang menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
332
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perusahaan publik yang melakukan pelanggaran berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan, bertanggung jawab
329
Munir Fuady, Doktrin-doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia
, Op.Cit., hlm. 22.
330
Syprianus Aristeus, Op.Cit., hlm. 118.
331
Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Op.Cit., hlm. 174.
332
Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 207.
dengan dikenakan sanksi, baik sanksi administrasi, perdata, dan pidana dalam kualifikasi pelanggaran atau kejahatan. Untuk masing-masing sanksi adminstratif,
sanksi perdata, dan sanksi pidana tentunya berlaku prinsip hukum dipraktikkan yakni ketiga jenis sanksi tersebut dapat tetapi bukan harus berlaku secara
kumulatif. 1.
Sanksi Administratif Sanksi hukum administrasi adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat
dijatuhkan oleh pejabat pemerintah tanpa melalui proses pengadilan terhadap seseorang atau kegiatan usaha yang melanggar ketentuan yang berlaku
333
Sanksi administratif akan diterapkan pada setiap pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM Sekarang OJK. Sumber diketahuinya pelanggaran yang dilakukan cukup beragam, baik dari pengaduan
maupun dokumen yang diterbitkan dan disampaikan kepada BAPEPAM Sekarang OJK.
, yang dalam pembahasan ini adalah ketentuan hukum pasar modal dan hukum
lingkungan yang bersifat administrasi.
334
333
Ibid., hlm. 212.
334
Hamud M. Balfas. Op.Cit., hlm. 478.
Berdasarkan Pasal 102 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM Sekarang OJK memiliki
kewenangan dalam menjatuhkan sanksi administrative atas pelanggaran- pelanggaran yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memperoleh izin, persetujuan,
atau pendaftaran dari BAPEPAM Sekarang OJK.
335
Sanksi administratif tersebut dapat berupa:
336
a. peringatan tertulis;
b. denda yaitu kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pencabutan izin usaha;
f. pembatalan persetujuan; dan
g. pembatalan pendaftaran.
Penerapan sanksi administratif juga terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Beberapa contoh dari pelanggaran hukum lingkungan administrasi adalah
menjalankan tempat usaha tanpa memiliki izin-izin yang diperlukan, membuang air limbah tanpa izin pembuangan air limbah, kegiatan usaha telah memiliki izin
pembuangan air limbah tetapi jumlah atau konsentrasi buangan air limbahnya melebihi baku mutu air limbah yang dituangkan dalam izin pembuangan air
limbahnya, dan menjalankan kegiatan usaha yang wajib Amdal, tetapi tidak atau belum menyelesaikan dokumen Amdalnya.
337
Berdasarkan Pasal 76 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sanksi administratif
dikaitkan dengan pelanggaran terhadap izin lingkungan.
338
335
Ibid., hlm. 477.
336
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 102 ayat 2. Lihat juga dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang
Pasar Modal, Pasal 61.
337
Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 212.
338
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 76 ayat 1 menyebutkan bahwa: “Menteri, gubernur, atau
bupatiwalikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha danatau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan.”
Sanksi administratif
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri atas:
339
a. Teguran tertulis;
b. Paksaan pemerintah;
c. Pembekuan izin lingkungan; atau
d. Pencabutan izin lingkungan.
Yang menjadi keterkaitan antara antara hukum pasar modal dengan hukum
lingkungan adalah ketentuan tentang kewajiban keterbukaan informasi lingkungan hidup bagi penanggung jawab usaha danatau kegiatan, dalam hal ini adalah
perusahaan publik. Namun di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sendiri, terdapat
kelemahan dimana tidak diatur mengenai sanksi bagi pelanggaran yang tidak melaksanakan kewajiban pemenuhan keterbukaan informasi lingkungan hidup.
Hal ini dapat dilihat pada beberapa peraturan, kewajiban bagi pelaku usaha, termasuk perusahaan publik, untuk pemenuhan akses informasi atau sistem
informasi tidak dikaitkan dengan persyaratan izin lingkungan.
340
2. Sanksi Perdata
Sanksi perdata lebih banyak didasarkan pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas di mana emiten atau perusahaan publik
harus tunduk pada ketentuan tersebut.
341
339
Ibid., Pasal 76 ayat 2.
340
Henri Subagiyo, Loc.Cit., hlm. 96.
341
M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 125.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juga mengatur sanksi perdata berupa
pertanggungjawaban ganti kerugian. Ketentuan ini terdapat dalam Pasal 111 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyebutkan
bahwa “setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-Undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi,
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab
atas pelanggaran tersebut.”
342
Ketentuan yang hampir sama juga tertera di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengenai hak untuk mengajukan gugatan. Warga masyarakat yang terkena dampak akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup untuk dapat
menggugat harus orang yang benar-benar menderita kerugian Berdasarkan Pasal tersebut, setiap pihak yang merasa dirugikan atas
pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan peraturan yang dikeluarkan oleh BAPEPAM Sekarang OJK yang telah
dilakukan pihak-pihak yang terlibat di dalam pasar modal perusahaan publik, maka berhak menuntut ganti kerugian, baik secara sendiri-sendiri atau class
action . Pelanggaran yang menyebabkan adanya tuntutan ganti kerugian kepada
perusahaan publik dalam ketentuan ini adalah perbuatan melawan hukum. Pasal ini bersemangat sama dengan Pasal 1365 KUHPerdata yang mengatur perbuatan
melawan hukum.
343
342
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 111.
343
Gatot Supramono, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia, Rineka Cipta: Jakarta, 2013, hlm. 58.
, dimana gugatan dapat dilakukan baik secara sendiri-sendiri maupun class action yang telah diatur
dalam Pasal 91 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga memberikan
hak kepada instansi pemerintah atau pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup
344
dan organisasi lingkungan hidup
345
Ketentuan mengenai sanksi perdata juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 87 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
menyebutkan bahwa “setiap penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang melakukan perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran danatau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi danatau melakukan tindakan tertentu.”
untuk mengajukan gugatan dengan batasan-batasan yang telah diatur dalam Undang-
Undang ini. Berdasarkan Pasal 84 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, gugatan untuk
menyelesaikan sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui 2 dua cara yaitu melalui litigasi atau non litigasi.
346
Berdasarkan Pasal tersebut, setiap penanggung jawab usaha danatau kegiatan perusahaanbadan hukum yang mengakibatkan pencemaran danatau
kerusakan lingkungan hidup dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, perusahaan publik memiliki tanggung jawab untuk mengganti
344
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 90.
345
Ibid., Pasal 92.
346
Ibid., Pasal 87 ayat 1.
kerugian yang ditimbulkan, sejauh terbukti telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan perbuatannya berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan
hidup.
347
Artinya, pengaturan yang telah dijelaskan sebelumnya menganut prinsip liability based on fault
348
dimana pertanggungjawaban dapat dikenakan bila terbukti terdapat kesalahan. Mengenai prinsip liability based on fault, terdapat 4
empat unsur yang harus dipenuhi, yaitu:
349
a. kesalahan fault;
b. kerugian damages;
c. kausalitas causal link; dan
d. beban pembuktian terhadap ketiga unsur di atas terdapat pada penggugat
163 HIR dan 1865 KUHPerdata. Jika dilihat pada Pasal 87 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tidak terdapat batas maksimal ganti kerugian yang harus dibayar oleh pencemar danatau perusak
347
Diambil dari Hukumonline, http:m.hukumonline.comklinikdetailcl5560tanggung-
jawab-kerusakan-dan-bencana , diakses pada tanggal 7 Maret 2015.
348
Berdasarkan sistem hukum Eropa Kontinental, terdapat tiga 3 golongan tanggunggugat keperdataan, salah satunya adalah shuldaansprakelijkheid tanggunggugat berdasarkan kesalahan,
yang berarti penggugat wajib membuktikan kesalahan tergugat. Konsep ini tertuang dalam dalam Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum dan mengandung persamaan dengan
Pasal 1401 BW Belanda yang dalam proses pembaruan, yaitu artikel 6.3.1.1. BW Belanda yang Baru NBW. Niewenhuis menyatakan: “Wie een ander schade toebrengt is daarvoor
aansprakelijk voor zover de schade het gevolg is van een normovertreding onrechtmatige daad en de dader kan worden verweten dat hij deze normovertreding niet heft nagelaten schuld…
” Sistem hukum Anglo-Amerika juga mengenal konsep tanggunggugat yang dibedakan pada lima
5 golongan, salah satunya adalah tort liability liability based on fault, yang menjelaskan tanggunggugat berdasarkan kesalahan merupakan ciri utama tort, yaitu: “A breach of a duty
imposed by law; a private wrong as distinguished from a crime which is looked upon as a public wrong
.” Lihat Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional
, Surabaya: Airlangga University Press, 2005, hlm. 303-306.
349
Diambil dari Mas Achmad Santosa, Penegakan Hukum Keperdataan, Indonesian Center for Environmental Law ICELFakultas Hukum Universitas Indonesia,
https:fhuiguide.files.wordpress.com201208lingkungan-penegakan-hukum-keperdataan.ppt ,
diakses pada tanggal 10 Januari 2015.
lingkungan dan dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan tertentu, misalnya perintah untuk:
350
a. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah
sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; b.
memulihkan fungsi lingkungan hidup; danatau c.
menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur mengenai ketentuan yang
merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melawan hukum dengan menerapkan prinsip strict liability
351
yaitu tanggung jawab mutlak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, danatau kegiatannya yang
menggunakan B3, menghasilkan danatau mengelola limbah B3, danatau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”
352
350
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penjelasan Pasal 87 ayat 1.
351
Prinsip strict liability ini menjelaskan bahwa tanggunggugat di sini timbul seketika pada saat terjadinya perbuatan, tanpa mempersoalkan kesalahan tergugat, yang dijelaskan oleh Krier
sebagai berikut: “Finally, the doctrine of strict liability for abnormally dangerous activities can be of assistance in many cases of environmental damage. Strict liability is, of course, more than a
burden – shifting doctrine, since it not only relieves the plaintiff of the obligation to prove fault but forecloses the defendant from proving the absence of fault
.” Lihat Siti Sundari Rangkuti, Op.Cit., hlm. 303-306.
352
Ibid., Pasal 88.
Berdasarkan Pasal tersebut, asas strict liability diterapkan secara limitatif, dalam arti bahwa untuk dapat dikenakan tanggung jawab mutlak, kegiatan
usahanya harus memenuhi unsur-unsur yang telah ditetapkan oleh undang- undang. Unsur-unsur yang harus dipenuhi sebagai syarat penerapan tanggung
jawab mutlak atau yang sering disebut sebagai liability without fault yang mempunyai kategori ultrahazardous atau abnormal dangerous, yaitu:
a. setiap orang;
b. tindakan, usahanya, danatau kegiatannya;
c. menggunakan B3;
d. menghasilkan danatau mengelola limbah B3;
e. menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup;
f. bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi; dan
g. tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.
Perbedaan yang juga dapat ditemukan pada Pasal 88 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dengan perbuatan melawan hukum pada umumnya adalah unsur kesalahan unsur kesengajaan atau kelalaian tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai
dasar pembayaran ganti rugi tetapi tetap harus dibuktikan terjadinya akibat, yaitu pencemaran atau kerusakan lingkungan. Artinya kewajiban penggugat sebatas
mengajukan bukti awalpendahuluan prima facie evidence dan tidak perlu legal evidence
.
353
Mengenai besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan
sampai batas tertentu.
354
353
Diambil dari Mas Achmad Santosa, Penegakan Hukum Keperdataan, Indonesian Center for Environmental Law ICELFakultas Hukum Universitas Indonesia,
https:fhuiguide.files.wordpress.com201208lingkungan-penegakan-hukum-keperdataan.ppt ,
diakses pada tanggal 10 Januari 2015.
354
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penjelasan Pasal 88 menyebutkan bahwa: “Yang dimaksud dengan “sampai
Para investor dapat menuntut ganti kerugian terhadap pelanggaran kewajiban keterbukaan informasi atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup oleh perusahaan publik dengan mengungkapkan informasi yang salah misrepresentation atau menyesatkan misleading. Seperti informasi yang
terdapat dalam formulir pernyataan pendaftaran registration statement yang mencantumkan beberapa syarat, salah satunya syarat lingkungan yakni harus
melengkapi administrasi izin dan persetujuan berupa izin lingkungan, Amdal, izin-izin usaha, izin pengolahan limbah dan lain sebagainya.
Tuntutan perdata bagi investor dapat dilakukan karena ada penarikan dana dari masyarakat dengan penjualan saham dari perusahaan publik sehingga jika
perusahaan publik memberikan informasi yang salah atau menyesatkan kepada investor maka investor dapat menuntut ganti kerugian. Berbeda penerapan sanksi
perdatanya jika kerugian tersebut disebabkan oleh pengurus perusahaan publik, sehingga pertanggungjawaban tidak dapat dialihkan kepada perseroan tetapi
kepada direksi dan komisaris harus bertanggung jawab. Hal ini juga telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal yang membebankan tanggung jawab hukum baik sendiri- sendiri maupun bersama-sama khusus untuk pelanggaran pemberian informasi
yang tidak benar atau menyesatkan tentang fakta material pada pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum seperti yang telah dijelaskan dalam
Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Namun,
batas waktu tertentu” adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha danatau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana
lingkungan hidup.”
tanggung jawab hukum tidak dapat dituntut kepada konsultan hukum berkaitan dengan pendapat atau penilaian dalam bentuk syarat lingkungan, jika dia dapat
membuktikan bahwa yang bersangkutan telah bertindak secara professional dan telah mengambil langkah-langkah yang cukup sesuai dengan kode etik dan
standar profesi yang diterapkan dalam Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal.
355
Sebaliknya, tanggung jawab perdata dapat dituntut kepada manajemen perusahaan jika yang bersangkutan memberikan informasi yang salah kepada
konsultan hukum untuk melakukan pendapat atau penilaian berupa pemeriksaan hukum mengenai syarat lingkungan.
356
3. Sanksi Pidana
Selanjutnya tuntutan ganti kerugian dapat juga dilakukan pada saat setelah perusahaan publik atau emiten mencatatkan dan memperdagangkan efeknya di
bursa, saat perusahaan publik melanggar kewajiban kerbukaan informasi yang menyebabkan kerugian bagi investor, seperti memberikan pernyataan informasi
tidak benar atau menyesatkan mengenai laporan keuangan, laporan tahunan, informasi yang harus segera diumumkan kepada publik yang berkaitan dengan
lingkungan hidup.
Tindak pidana crime dapat diidentifikasikan dengan timbulnya kerugian harm, yang kemudian mengakibatkan lahirnya pertanggungjawaban pidana
criminal liability berupa sanksi pidana.
357
355
Ibid., Pasal 68 jo Pasal 67.
356
Asril Sitompul, Op.Cit., hlm. 46.
357
Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya, Loc.Cit., hlm. 2.
Menurut Barda Nawawi Arief, untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas lebih dahulu siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan, artinya harus dipastikan dahulu siapa yang dinyatakan sebagai pelaku suatu tindak pidana tertentu.
358
a. pengurus korporasi sebagai pembuat dan pengurusnyalah yang bertanggung
jawab Mengenai sifat
pertanggungjawaban korporasi badan hukum dalam hukum pidana terdapat cara atau sistem perumusan yang ditempuh oleh pembuat undang-undang yaitu:
359
b. korporasi sebagai pembuat dan pengurus bertanggung jawab
;
360
c. korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab
; dan
361
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah menggariskan jenis-jenis tindak pidana di bidang pasar modal, seperti penipuan,
manipulasi pasar, dan perdagangan orang dalam insider trading. Tindak pidana di bidang pasar modal mempunyai karakteristik yang khas, yaitu antara lain
.
358
Alvi Syahrin, Op.Cit., hlm. 29.
359
Dalam hal pengurus korporasi sebagai pembuat pelaku dan pengurusnyalah yang bertanggung jawab, kepada pengurus dibebankan kewajiban-kewajiban tertentu. Kewajiban yang
dibebankan tersebut sebenarnya merupakan kewajiban dari korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban itu diancam dengan pidana. Sehingga dalam sistem ini terdapat suatu alasan
yang menghapuskan pidana. Dasar pemikirannya yaitu korporasi itu sendiri tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap suatu pelanggaran, melainkan selalu penguruslah yang
melakukan tindak pidana itu, dan karenanya penguruslah yang diancam pidana dan dipidana. Lihat Ibid
., hlm. 30.
360
Dalam hal korporasi sebagai pembuat pelaku dan pengurus yang bertanggungjawab, dipandang dilakukan oleh korporasi yaitu apa yang dilakukan oleh alat perlengkapan korporasi
menurut wewenang berdasarkan anggaran dasarnya. Tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan seseorang tertentu sebagai pengurus dari badan hukum
tersebut. Sifat dari perbuatan yang menjadikan tindak pidana itu adalah onpersoonlijk. Orang yang memimpin korporasi bertanggung jawab pidana, terlepas dari apakah ia tahu atau tidak tentang
dilakukannya perbuatan itu. Lihat Ibid.
361
Korporasi sebagai pembuat dan juga sebagai yang bertanggung jawab motivasinya adalah dengan memperhatikan perkembangan korporasi itu sendiri. Ditetapkannya pengurus saja sebagai
yang dapat dipidana ternyata tidak cukup karena badan hukum menerima keuntungan dan masyarakat yang sangat menderita kerugian atas tindak terlarang tersebut. Lihat Ibid., hlm. 30-31.
adalah “barang” yang menjadi objek dari tindak pidana adalah informasi.
362
Pada Pasal 378 KUHPidana, disebutkan penipuan, yaitu tindakan untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara:
363
a. melawan hukum;
b. memakai nama palsu atau martabat palsu;
c. tipu muslihat;
d. rangkaian kebohongan;
e. membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau
supaya memberi utang atau meghapuskan piutang. Namun, dengan tetap memperhatikan ketentuan yang diatur dalam
KUHPidana, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal memberikan beberapa spesifikasi mengenai pengertian penipuan, yaitu terbatas
dalam kegiatan perdagangan efek yang meliputi kegiatan penawaran, pembelian, danatau penjualan efek yang terjadi di dalam rangka penawaran umum, atau
terjadi di bursa efek maupun di luar bursa efek atas efek emiten atau perusahaan publik.
364
Tindak pidana yang dapat dikategorikan sehubungan dengan pelaksanaan keterbukaan informasi lingkungan hidup oleh perusahaan publik lebih relevan
diterapkan pada Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Berdasarkan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal, menyatakan bahwa dalam melaksanakan kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara langsung atau secara tidak langsung:
365
a. menipu atau mengelabui Pihak lain dengan menggunakan sarana dan atau
cara apapun;
362
M. Irsan Nasarudin, dkk, Op.Cit., hlm. 259-260.
363
Ibid ., hlm. 261.
364
Ibid., hlm. 262.
365
Hamud M. Balfas. Op.Cit., hlm. 459.
b. turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c. membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak
mengungkapkan fakta yang material agar pernyataan yang dibuat dengan maksud untuk menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri
sendiri atau Pihak lain atau dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain untuk membeli atau menjual Efek.
Jika perusahaan publik tersebut terbukti melanggar ketentuan Pasal 90
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal tersebut, maka sanksi pidana yang akan dikenakan adalah pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun
dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 lima belas rupiah.
366
Selain itu, Pasal 106 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal mengatur ketentuan pidana yang melanggar ketentuan pada Pasal 70 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dapat
dikenakan kepada emiten atau perusahaan publik jika terbukti membuat pernyataan pendaftaran registration statement atau memberikan keterangan
yang secara materiil tidak benar atau menyesatkan. Berdasarkan perbuatan pidana tersebut, maka untuk emiten dalam rangka penawaran umum diancam pidana
penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 lima belas miliar rupiah sedangkan untuk perusahaan publik
diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah.
367
Bila ketentuan di atas di hubungkan dengan ketentuan pidana pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
366
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Pasal 104.
367
Ibid., Pasal 106 ayat 1 dan 2.
Lingkungan Hidup, berdasarkan Pasal 98 sampai dengan Pasal 115, terdapat berbagai macam tindak pidana di bidang lingkungan hidup, yaitu:
368
a. tindak pidana melanggar kriteria baku mutu udara, air, kerusakan
lingkungan; b.
tindak pidana melanggar baku mutu air limbah, emisi, atau gangguan; c.
tindak pidana mengelola limbah B3 tanpa izin; d.
tindak pidana melepaskanmengedarkan produk rekayasa genetic ke media lingkungan hidup;
e. tindak pidana menghasilkan limbah B3 tanpa dikelola
f. tindak pidana pengelolaan limbah B3 tanpa izin;
g. tindak pidana dumping limbah;
h. tindak pidana memasukkan limbah ke dalam negeri;
i. tindak pidana melakukan kegiatan usaha tanpa izin lingkungan;
j. tindak pidana pembakaran lahan;
k. tindak pidana menyusun Amdal tanpa sertifikat kompetensi;
l. tindak pidana yang menyangkut pemberian izin lingkunganizin usaha;
m. tindak pidana di bidang pengawasan lingkungan hidup;
n. tindak pidana memberikan informasi palsu;
o. tindak pidana melalaikan pelaksanaan sanksi administratif berupa paksaan
pemerintah; dan p.
tindak pidana menghalang-halangi pelaksanaan tugas pengawas lingkungan hidup;
Mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi dalam kasus lingkungan hidup telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 116 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dimana pertanggungjawaban korporasi dapat dimintakan kepada badan usaha
369
368
Gatot Supramono, Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Indonesia, Rineka Cipta:
Jakarta, 2013, hlm. 145-180.
369
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 118 menyebutkan bahwa: “Terhadap tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 116 ayat 1 huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional.”
danatau orang yang memberi perintah
370
Selain prinsip strict liability yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
terdapat juga salah satu prinsip yang mempidanakan kejahatan korporasi untuk melakukan tindak pidana tersebut
atau orang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.
371
yaitu prinsip vicarious liability. Berdasarkan prinsip vicarious liability
372
Dengan demikian, sebenarnya ketentuan pidana pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
mengenai tindak pidana memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang
ini, pelaku usaha dapat dituntut bertanggung jawab atas perbuatannya, termasuk perbuatan
orang lain tetapi masih di dalam lingkungan aktivitas usahanya atau akibatnya bersumber dari aktivitasnya yang dapat merugikan orang lain. Artinya selama
siapa saja yang bekerja dan dalam hubungan apa saja pekerjaan itu dilakukan, selama hal tersebut dilakukan dalam hubungannnya dengan korporasi, menjadi
tanggung jawab korporasi.
370
Ibid., Pasal 117 menyebutkan bahwa: “Jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat 1 huruf b,
ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga.”
371
Black’s Law Dictionary menyebutkan kejahatan korporasi atau corporate crime adalah “any criminal offense committed by and hence chargeable to a corporation because of activities of
its officers or employees e.g., price fixing, toxic waste dumping , often referred to as white collar
crime ”. Lalu Sally A. Simpson yang mengutip pendapat John Braithwaite menyatakan kejahatan
korporasi adalah “conduct of a corporation, or employees acting on behalf of a corporation, which is proscribed and punishable by law
”. Lihat Bismar Nasution, Kejahatan Korporasi dan Pertanggungjawabannya
, Loc.Cit., hlm. 2-3.
372
Menurut ajaran vicarious liability ajaran pertanggungjawab vikarius, seseorang dimungkinkan harus bertanggung jawab atas perbuatan orang lain. Jika ajaran ini diterapkan pada
korporasi, maka korporasi dimungkinkan harus bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para pegawainya, kuasanya, atau mandatarisnya, atau siapa saja yang bertanggung
jawab kepada korporasi tersebut. Lihat Alvi Syahrin, Op.Cit., hlm. 46.
tidak benar berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dapat dihubungkan dengan ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 104 juncto Pasal 106 ayat 1
dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Jadi, perusahaan publik yang terbukti melanggar ketentuan dalam Pasal 113 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka sanksi yang akan dikenakan adalah pidana penjara
paling lama 1 satu tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
Namun yang menjadi permasalahan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, perbuatan berupa memberikan informasi yang
tidak benar misrepresentation atau menyesatkan omission sehubungan dengan tindakan yang dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan atau masalah
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, seperti membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain tidak dianggap sebagai suatu informasi atau fakta
material yang wajib diungkapkan setiap perusahaan publik dalam rangka pelaksanaan prinsip keterbukaan mandatory disclosure.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan