Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

daya alam diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. 106 Jika dilihat pada penjelasan Pasal 74 ayat 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kewajiban pelaksanaan corporate social responsibility CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti core business dari perusahaan tersebut. 107 Walaupun perusahaan tersebut tidak secara langsung melakukan eksploitasi sumber daya alam, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab sosialnya. 108

C. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009

Tentang Perlindungan Lingkungan Pada hakikatnya, hanya manusialah yang mempunyai kewajiban dalam melestarikan lingkungan karena kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungan. 109 106 Ibid., Penjelasan Pasal 74 ayat 1 menyebutkan bahwa: “Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam” dan “Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam”. 107 Gunawan Widjaja dan Yeremia Ardi Pratama, Op.Cit., hlm. 95. 108 Ibid. Namun atas dasar pengertian bahwa perusahaan merupakan 109 Lingkungan telah menyediakan beragam kebutuhan bagi manusia yang merupakan syarat mutlak agar manusia dapat mempertahankan kehidupannya. Lingkungan menyediakan air, udara, sinar matahari, dan berbagai macam jenis sumber daya lain yang merupakan kebutuhan mutlak organisasi yang dibentuk oleh manusia dan terdiri dari manusia, maka perusahaan juga memiliki kewajiban dalam perlindungan dan pegelolaan lingkungan hidup. Perusahaan atau korporasi memiliki kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial bagi masyarakat dan lingkungan hidup di sekitar kegiatan perusahaan tersebut. 110 Tanggung jawab sosial perusahaan corporate sosial responsibility perlu dibebankan kepada perusahaan-perusahaan karena dalam fakta, tidak terhindari bahwa kehadiran perusahaan-perusahaan, khususnya perusahaan- perusahaan yang mengelola sumber daya alam dan perusahaan yang memiliki dampaknya kepada lingkungan dan sumber daya alam, memberikan gangguan dan berbagai pengorbanan atas masyarakat dan lingkungan hidup. 111 manusia.. Lingkungan adalah condition sine qua non bagi manusia. Lihat A’an Efendi, Op.Cit., hlm. 1. 110 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan Edisi Revisi, Jakarta: Pancuran Alam, 2008, hlm. 173. 111 Ibid., hlm. 174. Mengenai kewajiban perusahaan termasuk perusahaan publik dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam Undang- Undnag Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hukum lingkungan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan pencemaran danatau kerusakan lingkungan terutama mengatur kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan menuangkan kebijakan lingkungan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan. Penjabaran kewajiban tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 1. Kewajiban Bagi Perusahaan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 112 BAB Bagian Paragraf Pasal V Pengendalian Kedua Pencegahan 5 Amdal Pasal 22-33 6 UKL-UPL Pasal 34-35 7 Perizinan Pasal 36-41 11 Analisis Risiko Lingkungan Hidup Pasal 47 12 Audit Lingkungan Hidup Pasal 48-52 Ketiga Penanggulangan Pasal 53 Keempat Pemulihan Pasal 54-55 VII Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Berbahaya dan Beracun Kesatu Pengelolaan B3 Pasal 58 Kedua Pengelolaan Limbah B3 Pasal 59 X Hak, Kewajiban, dan Larangan Kedua Kewajiban Pasal 67-68 Berdasarkan Pasal 22 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan bahwa setiap usaha danatau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. 113 112 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Amdal memiliki 2 fungsi dalam hukum 113 Dampak penting terhadap lingkungan ditentukan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan lingkungan, di satu sisi sebagai bagian studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana danatau aktivitas sedangkan di sisi lainnya sebagai syarat atau keharusan untuk dipenuhi guna memperoleh izin melakukan usaha danatau kegiatan. 114 Tanpa dipenuhinya syarat pembuatan Amdal berupa dokumen Amdal, tentulah izin untuk melakukan usaha danatau aktivitas tidak akan diberikan oleh yang berwenang. 115 Berbeda dengan Amdal, setiap usaha yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal, wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan UPL. 116 Selain itu kegiatan-kegiatan yang tidak wajib UKL dan UPL, wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. 117 Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Amdal dan UKL-UPL tidak lagi menjadi prasyarat untuk memperoleh izin usaha, tetapi sebagai prasyarat untuk memperoleh izin lingkungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 118 dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu: a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha danatau kegiatan; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang terkena dampak; e. sifat kumulatif dampak; f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan teknologi. Baca dalam Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan di Indonesia , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012, hlm. 93. 114 N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan Edisi Revisi, Op.Cit., hlm. 206. 115 Ibid. 116 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 98. 117 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pegelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 35 ayat 1. 118 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 99. Sebaliknya izin lingkungan merupakan prasyarat untuk memperoleh izin usaha danatau kegiatan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 119 Perizinan merupakan salah satu intrumen administratif yang digunakan sebagai sarana di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup dimana sektor-sektor usaha yang paling potensial sebagai sumber pencemaran, antara lain adalah industri dan pertambangan. 120 Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat beberapa izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu izin usaha, misalnya izin usaha industri, kuasa pertambangan dan hak pengusahaan hutan, izin gangguanHO hinder ordonanntie, izin pengendalian pencemaran air dan izin pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun B3 dan lainnya. 121 Namun berdasarkan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “segala izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup yang telah dikeluarkan oleh Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya wajib diintegrasikan ke dalam izin lingkungan paling lama 1 satu tahun sejak Undang- Undang ini ditetapkan.” 122 Izin lingkungan dengan izin usaha danatau kegiatan mempunyai keterkaitan yang erat. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha danatau kegiatan dibatalkan dan jika usaha danatau kegiatan mengalami perubahan, 119 Ibid. 120 Ibid., hlm. 127. 121 Ibid., hlm. 128. 122 Helmi, Op.Cit., hlm. 8. penanggung jawab usaha danatau kegiatan wajib memperbaharui lingkungan. 123 Menurut Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan “setiap usaha danatau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan danatau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup.” Oleh karena itu, izin lingkungan sebagai instrumen pengendalian wajib dipenuhi terlebih dahulu oleh perusahaan sebelum mendapatkan izin usaha danatau kegiatannya. 124 Perbedaan antara Amdal dan analisis risiko lingkungan hidup adalah Amdal merupakan kajian terhadap dampak yang mungkin terjadi akibat berlangsungnya sebuah kegiatan, sedangkan analisis risiko lingkungan hidup merupakan kajian terhadap peristiwa yang mungkin terjadi akibat suatu kegiatan. 125 Selanjutnya kewajiban mengenai audit lingkungan hidup. Audit lingkungan adalah alat manajemen yang sifatnya internal yang digunakan oleh suatu organisasi atau aktivitas untuk melaksanakan kewajiban pengelolaan lingkungan. 126 Penerapan prinsip audit lingkungan hidup pada dasarnya bersifat sukarela dan bukan merupakan kewajiban. 127 123 Ibid., hlm. 7. 124 Takdir Rahmadi, Op.Cit., hlm. 123. 125 Ibid. 126 A’an Efendi, Op.Cit., hlm. 85-86. 127 Ibid., hlm. 85. Prinsip ini dapat ditafsirkan dari ketentuan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan “pemerintah mendorong penanggung jawab usaha danatau kegiatan untuk melakukan audit lingkungan hidup dalam rangka meningkatkan kinerja lingkungan hidup.” 128 Namun demikian, berdasarkan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa pelaksanaan audit lingkungan akan menjadi bersifat wajib dalam hal: 129 a. usaha danatau kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup; danatau b. penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang menunjukkan ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Lalu ketentuan Pasal 49 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melaksanakan audit lingkungan.” Penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang wajib melaksanakan audit lingkungan menurut Pasal 49 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ini adalah penanggung jawab usaha danatau kegiatan yang memenuhi kriteria Pasal 49 ayat 1, jadi tidak semua penanggung jawab usaha danatau kegiatan. 130 Ketentuan selanjutnya membahas mengenai penanggulangan. Berdasarkan Pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “setiap orang yang melakukan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan 128 Ibid. 129 Ibid., hlm. 86. 130 Ibid. penanggulangan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup.” Tindakan untuk menanggulangi pencemaran danatau kerusakan lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu dengan: 131 a. pemberian informasi peringatan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup; danatau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan Pasal 54 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Tahapan pemulihan yang diatur dalam Pasal 54 ayat 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat dilakukan dengan cara, yaitu: 132 a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; danatau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kewajiban pada bagian pemulihan juga diatur dalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pada Pasal tersebut mengatur bahwa pemegang izin 131 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 53 ayat 2. 132 Ibid., Pasal 54 ayat 2. lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 ayat 1 wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup. Pengaturan mengenai kewajiban pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dalam Pasal 58 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Ketentuan dalam Pasal 58 ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, danatau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3.” Kewajiban yang sama juga diatur dalam Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa “setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.” Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga mengatur kewajiban hukum yang telah diatur dalam Pasal 67 dan Pasal 68. Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa “setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta megendalikan pencemaran danatau kerusakan lingkungan hidup.” Selanjutnya Pasal 68 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur bahwa Setiap orang yang melakukan usaha danatau kegiatan berkewajiban untuk: a. memberikan informasi yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu; b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup; dan c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup danatau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Ketentuan lebih lanjut kewajiban bagi perusahaan termasuk perusahaan publik dalam melaksanakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan ketentuan lainnya yang bersangkutan.

D. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007