Informan I ANALISIS DATA

tangga yang diamati melalui aspek investigasi, Penempatan KorbanPenjemputan Korban, Pemeriksaan Kondisi Kesehatan, Konseling dan pemberian bimbingan psikologis, Pendampingan dalam proses hukum Litigasi, Proses Perlindungan dan Monitoring yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Selain itu diperoleh juga data-data mengenai upaya-upaya apa saja yang sudah diberikan dalam menangani permasalahan yang dihadapi oleh korban kekerasan dalam rumah tangga baik oleh pemerintah maupun nonpemerintah. Serta tindakan-tindakan apa saja yang diharapkan oleh pihak korban maupun keluarga korban kepada pemerintah maupun lembaga-lembaga nonpemerintah untuk membantu menangani permasalahan yang dialami oleh korban kekerasan dalam rumah tangga baik upaya pendampingan, rehabilitasi maupun upaya lain yang diperlukan untuk menangani permasalahan korban. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas dari data yang telah terkumpul, penulis coba membagi dalam beberapa bagian poin-poin terkait permasalahan yang ingin diuraikan dengan memasukkan petikan wawancara dari informan serta narasi penulis tentang data- data tersebut.

5.3 Informan I

Nama : SW Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 32 tahun Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Jumlah Anak : 2 orang Pelaku KDRT : ARFR Suami Universitas Sumatera Utara Bentuk KDRT yang dialami : Kekerasan Fisik dan Ekonomi Penelantaran

1. Upaya Investigasi

Salah satu upaya untuk mengetahui kronologis yang terjadi pada korban maka dilakukanlah investigasi yang merupakan upaya yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Investigasi adalah serangkain tindakan untuk mengumpulkan fakta- fakta dalam mencari kebenaran informasi tentang keberadaan korbanpelaku. Investigasi dapat dilakukan berdasarkan penerimaan laporan langsung berasal dari keluargakorban, penerimaan laporan tidak langsung berasal dari LSM lainmedia massarujuakan polisi Yayasan Pusaka Indonesia, 2010: 44. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investigasi adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan peninjauan, percobaan dengan tujuan memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dan penyidikan. SW merupakan ibu dari 2 orang anak, ia mengalami kekerasan fisik dan kekerasan ekonomi penelantaran, dimana pelakunya adalah suaminya. Mereka sudah menikah hampir 8 tahun, SW yang sehari-hari adalah ibu rumah tangga yang pekerjaanya hanya mengurus suami, anak dan rumah. Dimana semua barang yang mereka punya masih tergolong kredit. Semua barang-barang rumah tangga mereka berasal dari kerja keras bersama. Selama 7 tahun menikah, suami SW selalu memberikan nafkah walaupun tidak tentu. Mereka juga sering ribut, tetapi setahun terakhir sebelum masuk 8 tahun usia pernikahan mereka. Suami SW sering tiba-tiba memarahi istrinya. Ia juga jarang pulang dan memberikan nafkah kepada istri dan anak. Banyak alasan yang ia berikan ketika pulang ke rumah, mulai dari banyak pekerjaan, capek, dan banyak yang harus dipikirkan. Universitas Sumatera Utara SW selalu mempercayai suaminya, ia tidak pernah merasa curiga dengan perilaku suaminya, berikut penuturan SW tentang peristiwa yang dialaminya : “Suami kakak sebenarnya orang yang baik. Kejadiannya pada Januari tahun 2013, Dia memukul kakak pada saat kakak memergoki dia lagi berduaan dengan wanita lain di dalam kamar, mama kakak. Pada saat itu kondisi rumah lagi tidak ada orang, mungkin inilah perasaan seorang istri, waktu itu kakak ingin sekali main-main kerumah mama. Mungkin Allah ingin menunjukkan jalan buat kakak. Dia memukul kakak dibagian wajah sebanyak 1 kali.” Pada saat kejadian itu SW langsung pergi dari tempat tersebut, ia merasa bingung dan menangis ditengah jalan, ia merasa kaget dan terkejut. Bentuk kekerasan yang dialami SW yaitu memar pada bagian wajahnya. Pada saat itu juga SW bercerita kepada keluarganya dan keluarganya menyuruh SW untuk berobat ke Rumah Sakit. Bukan hanya kekerasan fisik yang SW alami tetapi juga kekerasan ekonomi penelantaran. Kekerasan tersebut juga berdampak pada psikisnya, EJ yang merupakan ibu kandung SW juga menuturkan bahwa anaknya sangat berjuang untuk hidup bersama ARFR, karena dulu mantan suaminya ini adalah seorang DJ Disc Joki. Karena sudah menjadi pilihan SW, kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bagaimana pun juga dia adalah anak, maka abang- abang dari SW selalu membantunya untuk membuka usaha sendiri. Keluarga SW membantu keuangan SW setelah menikah selama 4 tahun. EJ menambahkan bahwa ia curiga kalau ARFR cuma memanfaatkan putrinya. Penulis juga melihat bahwa EJ masih sangat kecewa dengan mantan menatunya. Setelah ketahuan selingkuh, suami SW tidak mau pulang. SW juga langsung pindah ke Rumah orangtuanya bersama 2 anaknya, karena kejadian tersebut membuat SW jatuh sakit. Berikut penuturan SW : “Kakak merasa tidak percaya, kalau suamiku selingkuh. Kakak sempat drop karena kejadian tersebut, pada saat itu sampai 2 minggu kakak terus saja menangis sampai-sampai kakak jatuh sakit dan berobat ke Klinik, ternyata dokternya bilang kalau kakak terserang penyakit Tipus. Kakak dirawat Universitas Sumatera Utara selama 5 hari di Rumah Sakit, kakak orangnya sangat lemah, mudah terkena penyakit. Setres sedikit saja kakak bisa sakit, apalagi kejadian ini membuat kakak menjadi setres sekali. Kakak tidak habis pikir kenapa dia tega sekali menghianati kami. Padahal modal usaha itu berasal dari abangnya kakak. Dia yang menyuruh kakak meminjam uang sama abangku”. Pada saat mewawancarai SW, penulis melihat bahwa SW sudah mulai tegar dan kuat, apalagi sekarang SW sudah punya pekerjaan sendiri untuk membiayai kebutuhan anak- anaknya. Sekarang SW sudah tinggal di rumahnya sendiri. SW tidak lagi tinggal dirumahnya yang lama, karena rumah tersebut masih kredit. SW juga menjelaskan bahwa pada saat membuat usaha sendiri, tidak pernah mendapatkan untung lebih. Ternyata belakangan ini suami SW meninggalkan hutang yang banyak kepada rentnir dan barang- barang rumah tangga yang mereka miliki. SW juga menjelaskan bahwa kredit mobil atas namanya pun terpaksa SW yang harus bayar, padahal mobil tersebut yang menggunakan adalah suaminya untuk memperlancar usaha mereka. SW dan suaminya mempunyai usaha toko baju. EJ juga menjelaskan bahwa : “Anak saya terlalu percaya sama mantan suaminya, sampai-sampai dia masuk Rumah Sakit kerana Tipus, saya sedih sekali waktu lihat keadaan anak saya, kalau suami saya masih hidup pasti dia marah sekali sama ARFR. Mungkin ini jalan yang terbaik buat anak saya, ini adalah takdir yang terbaik dari Allah untuk anak saya”. SW merasa sangat terbantu dengan upaya yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Pusaka Indonesia banyak memberikan bantuan kepada SW mulai dari proses di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. SW tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia dari temannya yang pernah menjadi klien juga. Berikut penuturan SW : “Kakak banyak dibantu sama Pusaka Indonesia, kalau tidak dibantu mungkin kakak akan dibuat seperti bola yang diputar kesana-sini. Kakak tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, makannya waktu itu kakak agak bingung. Untung saja ada teman kakak yang nyuruh datang ke Pusaka Indonesia. Setelah di Pusaka Indonesia, kakak disambut dengan hangat oleh mereka. Kakak terus didampingi selama proses hukum”. Universitas Sumatera Utara EJ juga menambahkan bahwa dengan dibantu Yayasan Pusaka Indonesia, anaknya merasa tidak bingung lagi. Apalagi selama proses hukum berjalan, keluarga ARFR terus mendatangi anak saya untuk berdamai, tetapi keluarga SW tidak mau setuju, mereka sudah terlanjur sakit hati sama kelakuan ARFR. ARFR dulu datang melamar SW dengan baik-baik tetapi sekarang dia melakukan tindakan yang EJ rasa bahwa hal tersebut adalah hal menyakitkan. Bahkan sampai hari ini SW masih trauma untuk berumah tangga kembali, padahal kejadian tersebut 1 tahun yang lalu. SW juga mengatakan: “Apa karena orangtuaku mampu secara ekonomi, sehingga kakak diperlakukan seperti ini. Apa tidak ada orang yang bisa mencintaiku dengan tulus, jangan hanya melihat orangtuaku siapa”. Sampai sekarang dipikiran SW hanya untuk membesarkan anak-anaknya saja. SW sudah membuat usaha sendiri yaitu usaha bisnis online yang memperjual belikan jilbab hasil produksi sendiri, karena SW sadar tidak mungkin orangtua dan abang- abangnya yang terus membantunya. Apalagi SW mengatakan bahwa kalau abang- abangnya terus membantunya pasti istri abangnya akan ribut dan iri, walaupun tidak mengatakan secara langsung sama SW dan abangnya. Penulis juga melihat SW sudah mulai bangkit secara ekonomi, apalagi SW kuat juga karena anak- anaknya.

2. Layanan Penempatan KorbanPenjemputan Korban

Penempatanpenjemputan korban yang dimaksud adalah memberikan tempat yang aman bagi si korban, agar korban merasa terlindungi dan tidak terkenan dengan masalah yang dihadapinya dan juga menghindari korban dari intimidasi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Penempatankorbanpenjemputan korban adalah tindakan yang dilakukan untuk memindahkan korban dari lokasi kejahatanpelaku dan memberi rasa aman kepada korban. Universitas Sumatera Utara Pemberian rasa aman ini juga bekerja sama dengan kepolisian, instansi yang terkait dan lembaga lainnya. Setiap korban yang merasa tidak aman berhal meminta perlindungan kepada kepolisian ataupun instansi lainnya. Korban bisa saja ditempatkan di rumah aman sementara shelter, dimana setiap korban yang merasa terintimidasi, jauh dari keluarga, tidak ada dukungan keluarga berhak untuk tinggal di rumah aman sementara sesuai dengan prosedur yang berlaku. Selama proses hukum SW berjalan, SW terus saja di telepon dan didatangi oleh keluarga dari mantan suaminya, mereka meminta berdamai dan SW segera mencabut perkara tersebut. Berikut penuturan SW : “Ibunya ARFR selalu saja menelpon dan minta ketemuan dengan kakak. Karena beliau pernah menjadi Ibu mertuaku, akhirnya kakak mau menjumpainya. Ia sempat meminta kakak berdamai dengan anaknya dan beliau memberikan kakak sejumlah uang, katanya untuk anak-anak kami. Kakak kaget melihat beliau yang tiba-tiba perhatian sama kami, dulu dia sama sekali tidak mau membantu kami, tetapi kakak terus bertekat tidak mau berdamai dengan ARFR”. SW merasa sudah sangat sakit hati dengan mantan suaminya. Selama proses hukum berjalan SW tinggal dirumah mamanya. SW merasa tidak perlu ditempatkan di rumah aman sementara shelter, karena SW merasa tidak terancam dan terintimidasi. Bahkan saat Ibu dari ARFR meninta bertemu, SW merasa biasa saja, ia tidak merasa akan terancam dengan pertemuan tersebut. SW memilih tinggal bersama mamanya, karena ia merasan lebih aman jika tinggal di rumah mamanya. Bersama dengan mamanya ia jauh lebih leluasa untuk bercerita dan mengobrol selama SW pernah menikah dengan mantan suaminya. Apalagi selama tinggal dengan mamanya, abang-abang SW terus saja memperhatikan mereka, agar terjaga keselamatannya. Penulis juga melihat SW jauh lebih dekat dengan mamanya, karena sekarang rumah mereka berdekatan, SW sudah bisa membeli rumah sendiri, walaupun lebih kecil dari rumah mamanya. Anak-anak SW yaitu KR berusia 7 tahun dan WR yang Universitas Sumatera Utara berusia 5 tahun, jauh lebih dekat dengan neneknya. Apalagi kalau SW sedang kerja, maka EJ lah yang menjaga anak SW. Anak-anak SW juga mengerti, kalau Ibu mereka sedang bekerja, maka anak- naknya langsung ke rumah neneknya yang hanya beda 5 rumah dengannya. Berikut penuturan EJ : “Anakku jauh lebih aman jika tinggal bersama saya, apalagi abang-abangnya selalu menelepon saya dan memperhatikan kami. Kalau anakku tinggal di rumahnya yang dulu, yang ada dia akan kerepotan membayar cicilannya. Apalagi selama menikah, semua barang mereka masih kredit. Penghasilan mereka pada saat itu naik turun. Tapi sekarang kita bisa lihat SW sudah punya rumah sendiri, kalau seandainya mereka sampai sekarang masih menikah. Saya tidak tahu seberapa lagi anak saya harus berkorban untuk mantannya itu. Walaupun saya tahu dia itu bapaknya anak-anak”. Sebagai orangtua, EJ begitu sangat ingin anaknya berada ditempat yang aman karena menurut beliau, jika SW berada didekatnya maka EJ dengan mudah mengetahui kondisi anaknya. Ia juga tidak ingin SW terlalu banyak berpikir dan terus mengingat kejadian tersebut yang bisa menyebabkan SW menjadi setres. Ibu Elisabeth selaku staf di divisi anak dan perempuan yang mendampingi SW juga menyarankan agar SW lebih baik tinggal di rumah orang yang paling dekat dengannya atau dengan keluarganya karena hanya kelaurganya yang bisa mengerti perasaan SW. Berikut penuturan SW : “Pada saat itu Pusaka Indonesia melihat bahwa kondisi kakak tidak begitu buruk, kakak juga lebih memilih tinggal bersama orangtua, karena menurutnya kakak lebih merasa nyaman tinggal bersama ibu. Jika kakak dibawa ke Shelter, bisa saja dilakukan tetapi semuakan berdasarkan kondisi yang dialami oleh kakak. Pada saat itu psikolog juga mengatakan bahwa kakak tidak merasa terancam atau ada sesuatu yang membuatku takut. kakak hanya merasa trauma pada proses yang ada”. SW bisa secara perlahan menghilangkan rasa traumanya dari keluarganya. Ibu Elisabeth juga mengatakan bahwa SW juga harus kembali ke masyarakat, jika SW ditempatkan di Shelter mungkin saja bisa, tetapi alangkah lebih baiknya jika SW tinggal di rumah orangtuanya. Pada saat itu juga SW terlihat tidak perlu ditempatkan di Shelter. Universitas Sumatera Utara

3. Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

Setiap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang mengalami kondisi yang menyebabkan rasa luka padanya akan dilakukan visum, hal tersebut dilakukan demi melengkapi BAP Berita Acara Pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Pemeriksaan kondisi kesehatan adalah melakukan langkah- langkah medis yang dipandang perlu untuk korban, misalnya Visum et Repertum, rekan medik bagi korban kekerasan fisik dan seksual. Menurut Undang-undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dimana kesehatan begitu sangat penting, maka dari itu harus ada upaya pemeriksaan Setiap korban yang mengalami kekerasan pasti akan meninggalkan luka, bisa dari fisik, psikis, ekonomi dan hal lainnya yang membuat korban tidak berdaya, tetapi disini kondisi kesehatan yang dimaksud adalah pemeriksaan di Rumah Sakit yaitu dengan visum. membawa korban ke Rumah Sakit RS, dengan merujuk ke Pusat Layanan Terpadu di RS polda dengan tujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan korban dan pada saat visum, korban di upayakan adanya pendampingan saat pemeriksaan kesehatan dengan tujuan agar korban serasa terlindungi. SW pada saat dibawa ke Kantor Polisi untuk dilakukan pemeriksaan, maka pada saat itu pihak penyidik dari kepolisian menyarankan SW untuk divisum, karena dilihat dari bentuk laporan yang dia ajukan di kantor polisi bersama dengan Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan. Berikut penuturan SW : “Pada saat itu adalah ke 3 kalinya kakak mendatangi kantor polisi, pada saat itu pihak penyidik meminta kakak untuk dilakukan visum di Rumah Sakit yang sudah di tunjuk oleh pihak kepolisian, kakak langsung dibawa ke Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Pirngadi untuk divisum dan bapak Mitra juga mengatakan, tidak apa-apa kalau divisum, biar polisi bisa tahu kondisi kesehatan SW”. Pada saat divisum, SW merasa sangat takut dan bingung, karena SW berpikir akan dilakukan pemeriksaan yang terlalu beresiko atau mengerikan. Rasa takut itu juga dibenarkan oleh EJ, yang juga mengatakan kalau anaknya tidak pernah mengalami hal seperti ini, SW merasa sangat gugup menjalaninya karena ini adalah hal pertama yang SW alami. Pihak Yayasan Pusaka Indonesia juga mengatakan kalau untuk visum yang paling berhak untuk melakukan visum adalah rujukan dari penyidik polisi, karena mereka menganggap hal tersebut perlu, maka akan divisum, jika mereka menganggap tidak perlu maka tidak akan divisum. Selama divisum yang melakukan adalah pihak kepolisian sesuai dengan Rumah Sakit yang ditunjuk. Kalau di Jakarta, maka yang melakukan visum adalah Rumah Sakit Bhayangkara milik kepolisian pusat. Selama visum SW terus saja di dampingi oleh Bapak Mitra, agar SW tidak merasa takut atau merasa terjadi hal-hal yang tidak ia inginkan, karena ini adalah pengalaman pertama baginya. Berikut penuturan SW : “Selama kakak melakukan visum, bapak Mitra terus mendampingi kakak. Bahkan saat di bawa ke Rumah Sakit Pirngadi, bapak Mitra yang membonceng kakak dengan naik sepeda motor bapak Mitra, padahal bapak Mitra nyuruh kakak untuk naik mobil polisi agar diantar ke Rumah Sakitnya, tetapi kakak tidak mau, kakak merasa lebih aman jika bersama bapak Mitra, selama divisum untuk diperiksa luka lebam pada bagian wajah kakak. Ternyata dokter memang melihat memar pada bagian wajah kakak”. SW mengatakan bahwa dirinya terus saja didampingi oleh Bapak Mitra, apalagi pada saat kebingungan dan stres, Bapak Mitra dengan candaannya membuat SW mulai sedikit tenang. Walaupun tidak menghilangkan sepenuhnya rasa takut SW, tetapi rasa takut itu sedikit berkurang agar SW lebih santai. Bapak Mitra juga mengatakan kalau dirinya sudah biasa melihat klien yang seperti itu, maka dari itu Universitas Sumatera Utara kita harus bisa membuatnya sedikit menghilangkan rasa takutnya dengan candaan yang biasa dilakukan bapak Mitra. Penulis juga melihat pada saat itu SW sudah mulai mengeluarkan candaan yang membuatnya terus tertawa. Pada saat diwawancarai tentang pengalamannya selama visum, SW sudah bisa lepas untuk bercerita, tidak terlihat wajah takutnya pada saat divisum. Hingga saat ini visum adalah pengalaman yang sangat berharga bagi SW, apalagi pada saat itu di temukan bekas luka lebam pada bagian wajah. SW begitu sangat bersemangat saat menceritakan pengalamannya dalam proses visum, SW juga menunjukkan bagian wajah yang mana, pada saat ia di pukul oleh mantan suaminya. EJ selaku mama SW, juga menuturkan bahwa anaknya merasa lebih nyaman jika terus di dampingi, karena dengan di dampingi SW akan lebih mengerti apa saja hal yang harus ia lakukan. Sebagai orangtua, EJ sangat mendukung jika anaknya terus semangat untuk mendapatkan keadilan dari permasalahan yang SW sedang alami. Dokter membenarkan kalau ada luka pada bagian wajah SW, luka tersebut tidak perlu membuat SW dirawat-inap ataupun diobname dalam jangka waktu tertentu. Berikut penuturan SW : “Pada saat itu kakak tidak perlu mengantri lagi karena sudah ada ruangan khusus untuk kakak melakukan visum dan juga hanya sedikit pada saat itu yang akan melakukan visum dari kepolisian. Pada saat itu dokter memeriksa bagian wajah kakak dengan suatu alat medis, kakak tidak tahu apa nama alat tersebut, dokter juga bertanya pada kakak, apakah kakak pernah mengalami atau punya penyakit tertentu. Kakak juga ada disuruh mengisi biodata dari Rumah Sakit. Rasa takut kakak sudah mulai hilang ketika kakak diperiksa, dokter juga mengatakan kalau kakak tidak perlu takut, gugup, ataupun tidak perlu memikirkan hal yang aneh-aneh. Dokter juga mengatakan visum ini tidak akan menyebabkan dampak tertentu buat kakak”. SW juga mengatakan pada saat itu bahwa dirinya sudah merasa puas dengan hasil visum yang telah di keluarkan pihak rumah sakit, walaupun hasil visumnya Universitas Sumatera Utara tidak langsung keluar pada saat itu juga. Tetapi ketika mendapatkan laporan dari Bang Mitra yang mendapatkan informasi tersebut dari kepolisian.

4. Layanan KonselingPemberian Bimbingan Psikologis

Dalam pemberian konselingbimbingan psikolgis, maka harus diketahui apa yang menjadi masalah dari si korban, agar bisa di diagnosa, apa yang menjadi masalah korban dan bagaimana solusi yang akan diberikan untuk si korban. Bagaimana pun juga para korban kekerasan harus bisa kembali ke fungsi sosialnya untuk menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat. Konseling merupakan suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahilan dan yang didasari atas norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat kini dan mungkin pada masa yang akan datang Sukardi dalam Adi, 2013: 24. Pengertian lainnya menurut Dalam melakukan konselingbimbingan psikologis maka harus dilakukan wawancara terhadap korban, berkaitan dengan latar belakang masalah, kejadian kasus, sampai harapan-harapan korban kedepannya. Konselingpemberian bimbingan Prayitno dalam Adi, 2013: 24, mendefinisikan konseling adalah bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien dalam rangka pengentasan masalah klien. Dalam suasana tatap muka yang dilaksanakan interaksi langsung antara konselor dengan klien. Pembahasan masalah tersebut bersifat mendalam menyentuh hal-hal penting tentang klien bahkan sangat penting yang boleh jadi menyangkut rahasia pribadi klien, bersifat meluas meliputi berbagai segi yang menyangkut permasalahan klien, namun juga bersifat spesifik mengarah pengentasan masalah klien. Universitas Sumatera Utara psikologis adalah tindakan yang dilakukan sebagai upaya penguatan psikologis korban. Dalam penguatan psikologis korban, perlu adanya tenaga ahli yang bisa mengetahui secara mendalam bagaimana permasalahan yang diahadapi oleh korban. SW mengatakan bahwa dirinya pernah diajukan untuk dilakukan tes psikologi oleh pihak Yayasan Pusaka Indonesia terutama divisi anak dan perempuan, agar SW bisa mengurangi rasa traumanya terhadap kejadian tersebut. Berikut penuturan SW : “Kakak memang pernah ditawari oleh bapak Mitra dan ibu Elisabeth untuk melakukan tes psikologi yang sudah mereka sediakan, katanya mereka kerjasama dengan fakultas psikologi dari USU Universitas Sumatera Utara, mahasiswa dari sana yang melakukannya, tetapi kakak sudah dapat nasehat dan motivasi dari ibu Elisabeth, mungkin karena kami sama-sama perempuan jadinya nyambung kalau berbicaranya, lebih paham satu sama lain”. SW mengaku pernah diminta tes psikologi dan SW mau untuk melakukan tes psikologi yang bekerjasama dengan mahasiswa psikologi USU, dalam tes psikologi tersebut SW selalu melakukannya sebanyak 2 kali dalam waktu 1 bulan saja. Berikut penuturan SW : “Selama melakukan konselingpemberian bimbingan psikologis, kakak hanya 2 kali mendapatkan bimbingan psikologis dari divisi anak dan perempuan karena juga keterbatasan waktu yang kakak miliki. 2 kali itu pun dalam jangka waktu 1 bulan, karena pada saat itu juga kakak harus fokus sama proses hukum ini dan kakak juga harus kerja untuk makan dan bayar uang sekolah anak”. EJ juga membenarkan bahwa anaknya begitu sibuk dan banyak sekali hal yang harus SW kerjakan dari bekerja, mengurus anak dan fokus sama masalah hukum. Ej juga mengatakan bahwa anaknya sebenarnya cukup terbantu dengan adanya konselingbimbingan psikologis yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Berikut penuturan EJ : “Anak saya mendapatkan bimbingan psikologis itu sebanyak 2 kali, sebenarnya harus rutin dan berkala, agar dia mendapatkan manfaat dan mampu menghilangkan rasa traumanya dan cara terbaik baginya untuk menjelaskan kepada anaknya tentang permasalahannya dengan mantan Universitas Sumatera Utara suaminya. Bagaimanapun juga anaknya itu harus sudah dijelaskan dan mengerti apa yang terjadi, agar mereka tidak terus bertanya tentang bapaknya yang tidak jelas, entah dimana dia itu”. Penulis juga melihat bahwa EJ begitu sangat ingin anaknya tidak mengingat mantan suaminya lagi, dari apa yang penulis lihat bahwa EJ mengharapkan dari konselingbimbingan psikologis memberikan jalan keluar bagi SW untuk menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran yang terbaik baginya. SW merasa setelah mengikuti konselingbimbingan psikologis bahwa masalahnya sedikit terbantu, karena SW mendapatkan motivasi dan dorongan untuk sedikit mengurangi rasa traumanya, walaupun tidak seutuhnya rasa trauma yang SW alami akan hilang, tetapi SW juga menyadari bukan orang lain yang membuatnya kuat tetapi semua berasal dari dirinya sendiri. SW juga mengatakan : “Jujur saja kakak cukup terbantu dengan konselingbimbingan psikologis yang diberikan Yayasan Pusaka Indonesia, walaupun tidak sepernuhnya rasa trauma, tidak percaya diri, ketergantungan ekonomi sama dia tidak mudah lepas dari hidup kakak. Mungkin karena kami tidak setiap hari ngobrolnya, makannya hasilnya kurang maksimal, tetapi kakak sudah banyak berterimahkasih sama Pusaka Indonesia”. Konselingbimbingan psikologis yang diberikan Yayasan Pusaka Indonesia, terutama divisi anak dan perempuan yang telah mengajak kliennya untuk bimbingan psikologis agar lebih kuat dan tegar menghadapi masalahnya. SW juga mengatakan : “Kakak sudah banyak mendapatkan manfaat dari konselingbimbingan psikologis tersebut, karena tanpa konseling, kakak tidak akan bisa seperti ini, walaupun bukan hanya konseling, tetapi nasehat orangtua dan motivasi yang diberikan ibu Eli sama kakak. Setelah konseling kakak jadi lebih percaya diri untuk menjalani hidup walaupun trauma itu tidak akan pernah hilang dari hidup kakak”. Sebagai seorang ibu, EJ mengaharapkan anaknya mendapatkan banyak manfaat dari konselingbimbingan psikologis tersebut, agar SW bisa menjalankan hidupnya dan membesarkan anak-anaknya tanpa beban dan rasa tidak percaya diri. Universitas Sumatera Utara EJ juga mengaharapkan agar SW mengambil manfaat dan hidayah dari apa yang SW alami. Berikut penuturan EJ : “Sebagai seorang ibu dari empat orang anak yang sudah pada nikah semua, saya paling memikirkan anak saya SW karena dia satu-satunya anak perempuan. Saya berharap agar dia banyak tawakal dan berdoa dari masalah yang dihadapinya dan mengambil banyak manfaat yang baik. SW mengatakan bahwa dirinya cukup mendapatkan manfaat dari konselingbimbingan psikologis tersebut”. SW juga menjelaskan dari konselingbimbingan psikologis tersebut, banyak manfaat yang didapatkannya, mulai dari penguatan secara mental, rasa percaya diri, trauma, dan hal-hal lainnya. SW juga mengatakan bahwa dirinya begitu sangat senang mendapatkan bimbingan psikologis dan juga mendapatkan penguatan spritual dari konseling tersebut. SW begitu sangat mengharapkan agar dirinya bisa rutin untuk melakukan konselingbimbingan psikologis, karena dengan konseling SW bisa lebih leluasa bercerita dan juga psikolog yang melakukan konseling terhadap SW akan lebih paham permasalahan SW dan cara serta upaya yang terbaik untuk SW bisa menjalani fungsi sosialnya dengan baik. Dari konselingpemberian bimbingan psikologis tersebut, SW berharap agar dirinya lebih rutin dan konseling secara berkala agar mendapatkan manfaat yang maksimal dan mampu untuk menatap hidup dan meyusun hidup yang lebih baik. Berikut penuturan SW : “Kakak berharap, agar konsultasi secara rutin dan berkala untuk mendapatkan manfaat dan dapat terbantu dari perasaan yang yang bisa kakak jelaskan secara lebih terbuka karena ini cuma perasaan yang datang dari hati dan pikiran. Semua masalah ini sudah banyak makan waktu, pikiran dan terutama hati kakak. Kakak berharap dari konseling tersebut, kakak bisa menjadi ibu yang kuat, kuat untuk menjadi singgle parent dan tidak lagi tergantung sama laki-laki, kakak juga tidak mau ingat-ingat masalah ini lagi agar kakak bisa menatap masa depan yang lebih baik”. Universitas Sumatera Utara Penulis melihat bahwa SW sudah mulai menjadi seorang ibu yang kuat dan SW tidak mau lagi hidup dari masalah yang sudah- sudah dan SW berusaha mengambil hikmah dari masalah tersebut agar bisa belajar menjadi orang yang lebih baik lagi. SW sudah bisa tertawa dan gembira lagi, walaupun masalah tersebut sudah satu tahun SW alami.

5. Layanan Pendampingan dalam Proses Hukum Litigasi

Dalam memberikan perlindungan terhadap korban maka harus dilakukan pendampingan dalam proses hukum Litigasi agar korban merasa adil jika kasusnya dibawa ke mata hukum dan di dampingi oleh pendampingnya yaitu dari divisi anak dan perempuan maka dari itu pendampingan secara hukum sangat diperlukan korban. Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan Usman, 2012: 23. Proses pengadilan juga dikenal sebagai tuntutan hukum dan istilah, biasanya mengacu pada persidangan pengadilan sipil. Litigasi digunakan terutama ketika sengketa atau keluhan tidak bisa diselesaikan dengan cara lain. SW mengatakan pada saat datang ke Pusaka Indonesia dan SW setuju untuk di dampingi oleh Pusaka, maka bapak Mitra langsung membuatkan surat kuasa bahwasanya SW akan menjadi klien dari bapak Mitra dan ibu Elisabeth. Setelah konsultasi dan membuat surat kuasa untuk kliennya, maka bapak Mitra dan ibu Eli Dimana Pendampingan dalam proses hukum Litigasi adalah langkah hukum berupa pembuatan Berita Acara Pemeriksaan BAP, apabila pihak keluarga korban menginginkan kasusnya dilanjutkan atau proses hukum mulai dari polisi, jaksa sampai pengadilan demi korban memperoleh bantuanperlindungan hukum. Universitas Sumatera Utara langsung menentukan langkah hukum seperti membuat laporan ke kantor polisi. Berikut penuturan SW : “Saat kakak datang ke Pusaka Indonesia, kakak langsung konsultasi dengan bapak Mitra dan ibu eli, setelah kami ngobrol tentang permasalahan kakak. Mereka langsung membuatkan kakak surat kuasa dan maunya kakak terhadap kasus ini. Langsung hari itu juga surat kuasanya dibuat dan keesokan harinya langsung dilaporkan ke kantor polisi. Kakak pergi bersama bapak Mitra untuk melaporkan kasus tersebut”. Dari proses tersebut maka SW langsung diproses di kantor polisi unit PPA Pelayanan Perempuan dan Anak. Dari sanalah SW mulai menceritakan kasus yang dialaminya, dari laporan tersebut polisi langsung memprosesnya dan memasukkan kasus tersebut sebagai kekerasan dalam rumah tangga, walaupun mantan suami SW tidak langsung di penjara pada saat itu juga. Selama proses hukum di kepolisian atau selama proses penyidikan, SW terus di dampingi oleh Bang Mitra agar SW merasa lebih nyaman dan tidak bingung serta pendampingan tersebut juga menjadga hal-hal yang tidak diinginkan. Berikut penuturan SW : “Dikepolisian kakak terus ditemani sama bapak Mitra, kalau tidak di dampingi mungkin kakak akan di oper- oper seperti bola. Untung saja bapak Mitra terus mendampingi, jadinya kakak tidak kebingungan, tidak perlu repot-repot karena ada yang lebih paham, lagi pula bapak Mitra sudah biasa menangani hal-hal seperti ini”. EJ juga mengatakan bahwa dengan didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia, SW merasa lebih paham bagaimana prosesnya dan tindakan apa yang harus dilakukan SW. Pusaka Indonesia begitu sangat membantu karena hal ini belum pernah mengahadapi oleh SW. EJ juga mengatakan : “Jika tidak didampingi oleh Pusaka Indonesia, mungkin saja kasus anak saya ini akan mengambang atau mungkin kami akan di oper- oper, tidak jelas arahnya mau kemana”. Bukan hanya proses hukum di kepolisian, tetapi juga di kejaksaan SW terus didampingi, walaupun sempat BAP Berita Acara Pemeriksaan nya dikembalikan Universitas Sumatera Utara lagi dari kejaksaan, karena menurut kejaksaan, BAP milik SW belum lengkap. Tetapi akhirnya setelah dilengkapi oleh kepolisian, BAP SW langsung diterima, tetapi suami SW belum juga di penjara Pihak Yayasan Pusaka Indonesia pun tidak bertindak diam dari laporan yang diberikan oleh SW, bahwasanya mantan suami SW belum juga masuk penjara. Bapak Mitra pun melayangkan atau mengirim surat keberatan dan meminta ARFR segera ditangkap. Melalui kejaksaan, akhirnya ARFR ditanggap dan dimasukkan didalam kantor polisi. Berikut penuturan SW : “Awalnya kakak agak bingung dan takut, didalam hati kakak selalu bertanya- tanya kenapa ARFR belum juga di penjara. Kakak terus berkomunikasi dengan bapak Mitra dan membicarakan hal tersebut, tetapi untung lah ketika BAP kakak sudah masuk di kejaksaan dan bapak Mitra mengirim surat keberatan ke kejaksaan, pihak mereka langsung merespon kami. Tadinya kakak pikir kenapa tidak adil hukum ini, tetapi setelah ditangkap suami kakak, ada rasa lega dan tenang”. SW begitu sangat tenang melihat suaminya di masukkan ke dalam penjara, berikut juga penuturan EJ yang mengatakan bahwa selama ini ada ke khawatiran dari keluarga SW tentang status ARFR. Padahal kalau menurut laporan ARFR adalah pelakunya dan harus ditangkap, serta begitu lambat polisi untuk menangkap ARFR. Polisi menangkapnya setelah bapak Mitra mengirim surat keberatan ke kejaksaan dan segera diproses. Penulis juga dapat melihat dari permasalahan dan cerita dari SW bahwa pihak kepolisian begitu sangat lambat dalam memproses kasus ini. Penulis juga melihat bahwa SW berharap banyak kepada kepolisian untuk memberi rasa keadilan terhadap SW dan keluarganya. Bukan hanya di kepolisian, kejaksaan tetapi juga di pengadilan, SW terus didampingi oleh divisi anak dan perempuan. SW begitu sangat terbantu dan tertolong karena didampingi sampai kasusnya lepas perkara di pengadilan, walaupun proses ini Universitas Sumatera Utara begitu sangat menyita waktu, pikiran dan hati tetapi SW terus bersemangat untuk menutut keadilannya. Berikut penuturan SW : “Kakak begitu sangat terbantu dengan didampingi oleh Pusaka Indonesia, apalagi Pusaka Indonesia sudah menjelaskan sejak awal, apa saja yang menjadi resiko kakak. Tetapi Pusaka Indonesia juga memotivasi kakak untuk terus berjuang mencari keadilan. Selama diproses pengadilan berjalan dan mengalami penundaan beberapa hari, Ibu dari ARFR terus saja datangi kakak untuk berdamai dan menawarkan beberapa uang, tetapi kakak tidak mau karena hati kakak sudah terlalu sakit dengan semua kebohongan ARFR. Apalagi uang-uang kami itu ternyata dikasih sama madunya dari pada kakak dan anak-anaknya”. Selama di kepolisian, kejaksaan SW terus didampingi oleh koordinator divisi anak dan perempuan yaitu bapak Mitra serta di pengadilan SW didampingi oleh ibu Elisabeth, bapak Mitra dan bapak riki selaku calon advokat yang sedang magang di Yayasan Pusaka Indonesia. Selama proses pengadilan tersebut SW di dampingi oleh 3 orang yang merupakan pengacara dan satu diantaranya yaitu ibu Elisabeth sudah mendapatkan kartu advokat resmi dari Peradi Persatuan Advokat Indonesia. EJ juga mengatakan bahwa selama proses hukum berjalan di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, SW terus didampingi dan mendapatkan perlindungan serta merasa sangat terbantu dengan adanya arahan, motivasi dan penjelasan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia serta juga kerja keras yang dilakukan Pusaka Indonesia dan SW menjadi tidak sia- sia untuk mendapatkan keadilan. Proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan cukup memuaskan, SW cukup kecewa ketika proses hukum di kepolisian dan pengadilan, tetapi ketika di kejaksaan SW merasa sangat puas. SW juga mengatakan : “Waktu proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, kakak terus saja didampingi oleh bapak Mitra, ibu Eli dan bapak Riki. Mereka begitu sangat bekerja keras untuk kasus yang kakak hadapi”. SW merasa sangat puas dengan kerja keras yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia terutama divisi anak dan perempuan. Dari proses tersebut, SW Universitas Sumatera Utara mendapatkan banyak manfaat terutama dalam proses hukum. SW juga merasa puas setelah suaminya divonis bersalah dan dihukum penjara selama 1 tahun 3 bulan. Berikut penuturan SW : “Kerja keras Pusaka Indonesia begitu sangat memuaskan dan membuahkan hasil yang maksimal. Mantan suami kakak divonis bersalah dan dihukum kurungan selama 1 tahun 3 bulan. Akhirnya dia mendapatkan balasannya sendiri atas perbuatannya itu, kakak sempat berbicara sama dia waktu dia dimasukkan kedalam penjara, sebelum dia divonis. Dia sempat bilang sama kakak kalau tidak ada istri yang memasukkan suaminya didalam penjara dan kami sempat ribut ditempat kunjungan penjara, bukannya dia minta maaf tetapi terus menyalahi kakak”. EJ juga menambahkan bahwa mereka sangat puas dengan hasil persidangan, bukan hanya proses dipersidangan tetapi juga di kepolisian dan kejaksaan, Yayasan Pusaka Indonesia sudah banyak bekerja keras atas kasus ini. EJ juga mengatakan bahwa mantan menantunya itu, walaupun sudah masuk penjara masih saja menyalahkan SW, padahal ini terjadi karena perbuatan ARFR yang telah melakukan kekerasan fisik dan kekerasan ekonomi penelantaran terhadap istri dan anaknya. Terlepas dari semua itu EJ tetap merasa sangat terbantu dan puas dengan hasil yang didapatkan. Dari proses hukum tersebut SW menjadi lebih tenang dan terbantu, apalagi vonis tersebut sudah dijatuhkan kepada ARFR, walaupun ARFR tidak bisa menerimanya. EJ juga mengatakan bahwa sebenarnya ia mengharapkan hukuman yang maksimal yaitu 5 tahun penjara untuk ARFR, tetapi dengan pertimbangan hukum yang dilihat dari anak-anak mereka yang masih kecil dan membutuhkan peran kedua orangtuanya, serta pertimbangan yang lainnya maka ARFR di jatuhi hukuman yang lebih rendah dari hukuman maksimal yang tercantum dalam Undang- Undang tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga.

6. Proses Perlindungan yang di dapatkan Korban

Proses perlindungan yang dimaksud adalah Rehabilitasi dan Reintegrasi yang didapatkan oleh korban. Dimana rehabilitasi sangat dibutuhkan agar pada proses Universitas Sumatera Utara reintegrasi, si korban dapat kembali kemasyarakat dan kefungsi sosialnya. Rehabilitasi adalah pemulihan dari gangguan terhadap kondisi fisik, psikis, dan sosial, agar dapat melaksanakan perannya kembali secara wajar baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Sedangkan Reintegrasi adalah penyatuan kembali korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga pada pihak keluarga atau pengganti keluarga yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban Sumber : http:www.kemsos.go.id , di akses pada tanggal 5 juni 2014, pada pukul 10.15 WIB. Proses perlindungan yang berikan adalah langkah atau cara-cara yang dilakukan kepada korban yang kasusnya telah selesai ditangani. Dimana rehabilitasi merupakan proses untuk pemulihan kondisi korban penguatan secara psikologis, apabila diperlukan oleh korban, sedangkan reintegrasi merupakan prosses untuk mengembalikan korban kepada lingkungan keluarga dan masyarakat. Setiap korban yang akan diberikan rehabilitasi, harus dilihat dari kondisi dan kasus korban itu sendiri. Apakah perlu dilakukan rehabilitasi untuk korban, hal tersebut juga bisa diminta oleh korban untuk diberikan rehabilitasi untuk ketahap reintegrasi. Rehabilitasi sangat diperlukan oleh korban karena bagaimanapun juga si korban akan melakukan reintegrasi yaitu kembali kekeluarga dan masyarakat. Sebelum kembali kekeluarga dan masyarakat, maka harus dilakukan rehabilitasi terhadap SW. Rehabilitasi ini dilakukan setelah kasus hukum yang dihadapi oleh korban sudah selesai, agar korban tidak mengalami penolakan dalam keluarga, masyarakat dan dari dalam dirinya sendiri atau psikisnya. Berikut penuturan SW : “Kakak tidak mendapatkan rehabilitasi dari divisi anak dan perempuan, tetapi mereka memang memberikan penguatan untuk mental kakak dan penguatan motivasi”. Universitas Sumatera Utara Sebelum proses hukum berjalan, SW sudah diberikan bekal untuk kembali kuat dan mampu untuk keluar dari ketergantungan ekonomi terhadap mantan suaminya. EJ juga mengatakan bahwa SW sudah diberikan nasehat dan arahan dari keluarga serta penguatan mental yang keluarga berikan, walaupun tidak mendapatkan rehabilitasi tetapi SW bisa lebih kuat karena dukungan yang kuat dari keluarganya. Meskipun tidak mendapatkan atau tidak diberikan rehabilitasi, karena kondisi SW yang dilihat oleh divisi anak dan perempuan tidak terlalu parah dan divisi anak dan perempuan juga melihat kalau SW begitu sangat mendapat dukungan dari keluarga, bagaimana pun juga jika ingin kembali kemasyarakat maka SW harus mendapatkan penguatan terlebih dahulu dari keluarganya, karena hanya dari keluargalah seseorang bisa diterima kembali ke masyarakat dan tidak mengalami penolakan. Berdasarkan proses reintegrasi, maka SW dengan mudah melakukannya karena sebelumnya SW sudah diterima oleh keluarganya dan mendapatkan dukungan yang kuat dari keluarga serta mendapatkan bimbingan konseling dari psikolog agar SW dengan mudah untuk bersosialisasi kembali dengan masyarakat sekitarnya serta mengembalikan rasa percaya diri SW. Berikut penuturan EJ : “SW memang tidak pernah di rehabilitasi oleh bapak Mitra tetapi dia sudah dapat penguatan psikologi oleh psikolog serta kami juga mendukungnya untuk membangkitkan rasa percaya dirinya. Makannya saat reintegrasi untuk SW tidak perlu susah payah lagi, walau bagaimanpun dia tetap bagian dari keluarga ini, tidak perlu malu untuk hal ini dan tidak perlu dengar omongan orang lain tetapi SW harus yakin sama dirinya sendiri, ini semua untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya”. SW begitu sangat terbantu dengan adanya penguatan psikologis yang sudah diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia dan manfaat yang didapatkannya begitu sangat besar, dimana rasa percaya untuk kembali kemasyarakat atau kefungsi Universitas Sumatera Utara sosialnya bisa kembali, SW tidak perlu malu atau pun menjadikan ini sebagai aib yang harus ditutup-tutupi tetapi adalah pembelajaran yang harus diambil manfaat dan hikmatnya. SW juga tidak perlu takut lagi dengan pikiran dan pembicaraan masyarakat tentang dirinya, walaupun SW tahu bahwa masyarakat Indonesia masih menaggap hal-hal seperti ini adalah suatu aib dalam keluarga tetapi lingkungan tempat SW tinggal sekarang tidak terlalu berpikir seperti itu terhadapnya, hanya 1 atau 2 orang saja yang masih berpikiran seperti itu. SW juga mengatakan : “Kakak sangat mengharapkan kalau kakak kembali kemasyarakat, tidak ada yang membicarakan hal-hal yang tidak baik, walaupun hal seperti itu tidak bisa kita hindari. Lagi pula Pusaka Indonesia juga sudah memberikan dukungan dan keluarga kakak juga seperti itu”. SW tidak begitu berharap banyak tetapi SW ingin masyarakat dapat menerimanya dengan cara tidak membicarakannya secara berlebihan karena hal tersebut akan membuatnya sulit untuk percaya diri kembali dan juga demi anak- anaknya yang masih kecil-kecil. Begitu juga dengan EJ yang mengatakan bahwa SW harus menjadi ibu yang kuat demi anak-anaknya tidak perlu peduli dengan apa yang oranglain katakan kepadanya. Penulis juga melihat bahwa SW sudah bisa kembali kemasyarakat dengan meningkatkan rasa percaya dirinya. SW juga sudah tidak ketergantungan ekonomi lagi terhadap mantan suaminya serta SW juga tidak mau mengingat atau melihat kebelekang lagi untuk mengingat kejadian yang pernah SW alami, dalam kehidupan bertetanggapun, SW begitu sangat akrab terhadap tetangga dan warga yang ada di sekitar rumah ibunya atau di rumahnya yang sekarang, dimana rumah tersebut tidak terlalu jauh dari rumah ibunya.

7. Monitoring

Setiap korban atau klien yang sudah selesai proses hukumnya, maka akan kembali ke kehidupannya yang sebelumnya, monitoring dibutuhkan oleh setiap Universitas Sumatera Utara korban atau klien yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Monitoring yang dimaksud adalah timbal balik atau manfaat yang sudah didapatkan oleh korban serta kegiatan yang dimiliki oleh Yayasan Pusaka Indonesia demi membantu korban yang masih mempunyai masalah terhadap masalah yang dihadapi sebelumnya. Dengan monitoring maka bisa dilihat bagaimana kehidupan korban setelah permasalahannya selesai dan tidak perlu lagi didampingi. Jadi monitoring adalah penilaian secara terus menerus terhadap fungsi kegiatan-kegiatan program-program di dalam hal jadwal penggunaan inputmasukan data oleh kelompok sasaran berkaitan dengan harapan- harapan yang telah direncanakan Daryanto dan Abdullah, 2012: 27. Pengertian lain dari monitoring adalah sebagai suatu proses mengukur, mencatat, mengumpulkan, memproses dan mengkomunikasikan informasi untuk membantu pengambilan keputusan manajemen programproyek Calyton dalam Daryanto dan Abdullah, 2012: 27. Dilihat dari berbagai pengertian tersebut, maka monitoring adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia untuk mengetahui perkembangan kondisi fisik, psikologis, sosial, ekonomi dari korban dan dilihat dari permasalah korban yang mengalami kekerasan fisik dan ekonomi atau penelantaran, maka Yayasan Pusaka Indonesia, khususnya divisi anak dan perempuan melakukan kunjungan ke rumah korban atau melalui telepon untuk mengetahui kondisi korban selanjutnya, dan memantau perkembangan dari modal usaha yang telah diberikan agar korban bisa mandiri dan tidak lagi ketergantungan terhadap orang lain serta mengikutsertakan korban dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia, dengan tujuan agar korban bisa memotivasi dirinya dan oranglain serta menambah pengetahuannya terhadap program yang di buat oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Universitas Sumatera Utara Dilihat dari bentuk permasalahan yang dihadapi oleh SW, maka diperlukan bantuan secara finansial agar SW mempunyai penghasilan untuk dirinya dan anak- anaknya serta juga untuk melepaskan dirinya dari ketergantungan terhadap mantan suaminya. Berikut penuturan SW : “ Bapak Mitra memang pernah datang ke rumah kakak yang waktu itu kakak masih tinggal di rumah mama. Bapak Mitra datang hanya mengajak kakak berbicara saja dan menanyakan tetang kondisi kakak. Bapak Mitra juga bertanya sama kakak, tentang kegiatan yang sudah kakak lakukan setelah persidangan kemarin selesai”. EJ juga menambahkan kalau Pak Mitra masih sering mendatangi kami untuk menanyakan kabar anak saya, bukan hanya datang kemari secara langsung tetapi juga menelepon kami dan juga rencananya SW akan meminta Yayasan Pusaka Indonesia untuk mendampingi SW dalam proses perceraian dimata hukum. Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan, selalu mengajak SW untuk ikut dalam CU Credit Union yang dikelola oleh Yayasan Pusaka Indonesia dengan tujuan agar SW bisa membuka usaha sendiri dan mampu secara ekonomi karena Yayasan Pusaka Indonesia mengetahui bahwa SW dulunya adalah ibu rumah tangga. Berikut penuturan SW : “ Kakak memang pernah diajak bapak Mitra untuk bergabung dan menabung dengan CU yang dikelola oleh ibu Tina selaku koordinator kewirausahaan, hal tersebut dilakukan oleh bapak Mitra mungkin dengan tujuan agar kakak bisa mandiri dan mempunyai usaha sendiri. Kakak sangat tertarik sekali dengan ajakan tersebut, lagi pula untuk kerja di perusahaan atau tempat orang lain, sepertinya tidak mungkin karena usia kakak yang sudah kepala tiga. Kakak lebih tertarik untuk buat usaha sendiri”. SW menganggap bahwa dirinya memang pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia untuk menunjukkan perkembangan diri. Serta menceritakan apa saja yang menjadi kendalanya setelah lewati proses reintegrasi. SW juga mengatakan bahwa dirinya sangat tertarik untuk menabung atau meminjam uang di CU atau simpan pinjam. Universitas Sumatera Utara Dalam beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, divisi anak dan perempuan akan mengajak atau selalu siap jika ada mantan klien yang pernah ditangani untuk mengajak kerja sama. SW belum pernah diajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bentuknya seminar, workshop atau acara lainnya. Berikut penuturan SW : “Kakak belum pernah diajak sama Pusaka Indonesia untuk melakukan kegiatan atau ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh Pusaka, lagi pula kakak sudah mau fokus sama usaha yang baru kakak buat. Ini pun kakak sudah mulai sibuk dan banyak waktu kakak diluar. Semua ini demi anak, kalau Pusaka punya acara yang berkaitan dengan usaha kakak dan diajak untuk kerjasama, kakak mau ikut”. Peneliti juga melihat bahwa SW sudah bisa mandiri, dimana SW sudah punya usaha sendiri yaitu bisnis online dalam jual beli jilbab yang di produksi sendiri. Modal yang dimiliki SW berasal dari bantuan Yayasan Pusaka Indonesia yaitu CU dengan mengikuti prosedur yang dibuat oleh divisi kewirausahaan. Hal tersebut juga dibenarkan oleh EJ yang mengatakan bahwa SW tidak pernah diajak untuk ikut atau membuat kerjasama dalam satu kegiatan, mungkin saja kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, tidak sesuai dengan usaha yang baru dibangun oleh SW. EJ juga mengatakan bahwa dirinya sangat ingin melihat usaha anaknya maju dan sukses, agar SW dapat berdiri sendiri dari usaha dan kerja kerasnya.

5.4 Informan II