Hasil Analisis Secara Umum

diajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bentuknya seminar, workshop atau acara lainnya. Berikut penuturan HS : “Ibu belum pernah diajak sama Pusaka Indonesia untuk melakukan kegiatan atau ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh Pusaka Indonesia, lagipula ibu sudah mau fokus sama kerjaanku. Ini pun ibu sudah mulai sibuk dan banyak waktu ibu diluar dari pada di rumah. Semua ini demi anak, kalau Pusaka Indonesia punya acara yang berkaitan dengan kerjaanku dan diajak untuk kerjasama, ibu mau”. Hal tersebut juga dibenarkan oleh MH yang mengatakan bahwa HS tidak pernah diajak untuk ikut atau membuat kerjasama dalam satu kegiatan, mungkin saja kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, tidak sesuai dengan jenis pekerjaan HS. MH juga mengatakan bahwa dirinya sangat ingin melihat kerja keras kakaknya tidak sia-sia.

5.6 Hasil Analisis Secara Umum

Permasalahan kekerasan dalam rumah tangga seringkali diabaikan dan tidak mendapat perhatian yang khusus baik dari pemerintah maupun lembaga sosial yang bertanggung jawab terhadap permasalahan korban. Selain itu upaya penanganan yang dilakukan juga kurang efektif dalam mengatasi permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Meskipun begitu mereka tetap berharap bahwa bantuan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia tetap terus berlanjut dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga yang dialami oleh ketiga informan, walaupun begitu mereka sangat terbantu dengan upaya yang diberikan, bantuan, dan pendampingan tersebut, bagaimanapun juga mereka adalah orang yang tidak mempunyai power untuk membantu dirinya sendiri, maka dari itu membutuhkan advokasi atau dampingan. Universitas Sumatera Utara

1. Investigasi

Ketiga informan tersebut mempunyai permasalahan dalam bentuk kekerasan ekonomi penelantaran dan hanya SW yang mendapatkan kekerasan fisik, kekerasan tersebut berawal dari perselingkuhan yang berakhir dengan penelantaran atau kekerasan ekonomi yang dilakukan oleh pelaku, dimana para pelaku dari informan adalah suami mereka sendiri. Ketiga informan tersebut juga mempunyai anak yang masih kecil, kecuali HS dimana ketiga anaknya sudah memasuki usia remaja. Dari permasalahan yang dihadapi oleh ketiga informan tersebut maka dapat dilihat bahwa SW, ART dan HS mempunyai ketergantungan ekonomi terhadap suaminya, terutama SW yang sehari- hari sebagai ibu rumah tangga, beliau begitu sangat ketergantungan ekonomi terhadap suaminya. Ketiga informan tersebut juga mengalami rasa trauma yang sangat besar dan juga bisa dikatakan bahwa SW, ART dan HS mendapatkan kekerasan psikis secara tidak langsung. Sampai mereka harus mengalami stres berat, bahkan SW terkena penyakit Tipus, karena masalah yang dihadapinya begitu sangat berat. Apa lagi para informan ini tidak pernah mengalami kejadian seperti ini. Dukungan dari keluarga korban sangat membantu SW, ART dan HS untuk mengurangi beban pikiran dan memberikan motivasi. Bukan hanya dukungan yang diberikan oleh keluarga, tetapi juga dari Yayasan Pusaka Indonesia yang ikut berperan dalam memberikan motivasi dan pengembangan diri yang dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka. SW, ART dan HS begitu sangat terbantu dengan adanya dampingan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Pihak lembaga juga berperan aktif dalam Universitas Sumatera Utara pendampingan korban, agar korban tidak kesulitan dalam mengambil keputusan, berkomunikasi dengan lingkungan sekitar rumahnya.

2. Layanan Penempatan KorbanPenjemputan Korban

Memberikan perlindungan terhadap korban adalah hal yang sangat penting, dimana SW, ART dan HS merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga dan kapan saja mereka bisa terancam keselamatan fisik dan mentalnya. Apalagi mereka masih memiliki ketergantungan secara ekonomi terhadap suaminya. Ancaman bukan saja berasal dari mantan suami tetapi juga bisa datang dari keluarga suami atau kelaurganya sendiri. Menurut pengakuan para informan kunci bahwa mereka memang pernah ditawari untuk ditempatkan di rumah aman sementara shelter, tetapi menurut Yayasan Pusaka Indonesia bahwa ketiga korban tidak perlu ditempatkan di shelter, karena dilihat dari kondisi dan keadaan korban, kalau mereka tidak merasan terancam atau terintimidasi. Para korban lebih memilih untuk tinggal dirumah orangtua, tetapi HS lebih memilih untuk tinggal di rumahnya sendiri, karena HS menanggap kalau ada anaknya yang pertama dan sudah besar, dimana anaknya itu adalah anak laki- laki dan dianggap sanggup untuk menjaga adik dan ibunya dari ancaman bapaknya ataupun keluarganya. Dukungan dan perlindungan dari keluarga korban juga menjadi alasan Yayasan Pusaka Indonesia untuk tidak menempatkan para informan kunci di rumah aman sementara. Keluarga korban juga mengharapkan kalau SW, ART dan HS akan lebih aman jika tinggal bersama orang mereka percaya yaitu keluarga, apalagi saudara- saudara kandung dari korban juga memberikan dukungan terhadap korban. Keluarga dari mantan suami SW, ART dan HS juga tidak memberikan nacaman terhadap korban, bahkan keluarga korban juga memberikan dukungan dan Universitas Sumatera Utara meminta maaf kepada korban, walaupun keluarga dari mantan suami ART tidak mendatangi atau meminta maaf kepadanya, tetapi ART tidak mengkhawatirkan hal tersebut sebagai upaya tidak memberikan etikat baik untuk meminta maaf ataupun membicarakan peristiwa yang terjadi.

3. Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

Ketiga informan yaitu SW, ART dan HS, sama-sama mendapatkan pemeriksaan kondisi kesehatan yang dirujuk oleh penyidik kepolisian. ART dan HS dirujuk untuk visum psikis sedangkan SW dirujuk untuk visum fisik. Dalam proses visum di Rumah Sakit Pirngadi, ketiga informan kunci terus didampingi oleh bapak Mitra. Para informan kunci tidak merasa khawatir ataupun bingung karena mereka didampingi oleh pihak divisi anak dan perempuan, walaupun ada perasaan cemas dan takut, tetapi semua dapat dilewati dengan candaan yang dilakukan oleh bapak Mitra. Dampingan yang diberikan oleh divisi anak dan perempuan sangat membantu para korban, bagaimanapun juga para korban harus mendapatkan perlindungan yang bisa membuat mereka nyaman yaitu dengan didampingi. Selama divisum psikis ada 3 kali tahapan untuk melakukan visum psikis, sedangkan visum fikis hanya 1 kali proses visum. Visum dilakukan dengan tujuan agar pihak penyidik menemukan barang bukti yang kuat untuk menahan pelaku. Pada saat divisum ternyata dokter menemukan luka fisik pada SW dan luka psikis pada ART dan HS. Dampingan yang dilakukan oleh divisi anak dan perempuan sangat membantu para informan kunci untuk untuk lebih santai dan mau lebih terbuka untuk menceritakan kronologis yang dialami. Para informan kunci juga merasa puas dengan hasil visum yang menemukan luka fisik dan mental. Universitas Sumatera Utara SW yang tidak mendapatkan visum psikis sangat menyayangkan karena SW juga merasakan luka pada mentalnya, dimana jika tidak disembuhkan akan menjadi luka yang dapat mengganggu proses mendidik dan tumbuh kembang untuk anaknya. Bukan hanya itu tetapi hal tersebut juga akan menjadi dampak bagi rasa percaya diri dari SW.

4. Layanan KonselingPemberian Bimbingan Psikologis

SW, ART dan HS pernah ditawari untuk melakukan konselingpemberian bimbingan psikologis oleh pihak Yayasan Pusaka Indonesia, upaya ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa trauma pada korban, walaupun tidak sepenuhnya rasa trauma tersebut hilang tetapi para korban sedikit terbantu dan menghilangkan sedikit rasa trauma tersebut. Divisi anak dan perempuan bekerja sama dengan mahasiswa psikologis dari USU yang seharusnya divisi anak dan perempuan harus sudah mempunyai staf khusus untuk pemberian bimbingan psikologis. Para informan kunci mendapatkan dan mau melakukan konseling, dimana SW dan HS melakukan 2 kali konseling dalam 1 bulan sedangkan ART sebanyak 3 kali konseling dalam 1 bulan. Hal tersebut karena keterbatasan waktu yang dimilki oleh para korban, dimana mereka harus bekerja dan mengurus anak mereka. Para informan kunci sangat mengharapkan konseling yang rutin dan berkala, agar mendapatkan solusi atau mengurangi rasa trauma mereka, walaupun kurang rutin dan hasil yang kurang maksimal, tetapi para informan sudah mendapatkan nasehat dan motivasi yang sudah diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia dan keluarga mereka. Dukungan dari keluarga sangat membantu para korban untuk lebih kuat dalam mengahadapi masalah yang dialami. SW, ART dan HS sangat puas dengan Universitas Sumatera Utara dampingan yang diberikan oleh divisi anak dan perempuan, walaupun mereka merasa kalau konseling tersebut kurang maksimal, karena pertemuan yang tidak berkala. Walaupun tidak secara berkala tetapi para informan mendapatkan banyak manfaat dan menghilangkan sedikit rasa trauma mereka serta menghilangkan rasa ketergantungan ekonomi terhadap suami mereka. SW, ART dan HS mengharapkan, agar mereka menjadi ibu yang kuat buat anak mereka dan menjadi kepala rumah tangga yang tangguh. Selama konseling di divisi anak dan perempuan, para korban ingin sekali bisa menjelaskan kepada anaknya tentang masalah yang mereka hadapi, agar anak mereka tidak bingung dan ikut mengalami trauma yang sama.

5. Layanan Pendampingan dalam Proses Hukum Litigasi

Pada saat pertama sekali datang ke Yayasan Pusaka Indonesia, para informan disambut dengan sangat baik. Mereka menceritakan kronologis yang mereka alami dan meminta dampingan kepada divisi anak dan perempuan. Setelah itu divisi anak perempuan langsung membuatkan surat kuasa dan memberitahu resiko yang akan dihadapi oleh klien, agar kedepannya para informan merasa tidak kecewa. Kerja dari divisi anak dan perempuan sangat cepat, dimana setelah membuat surat kuasa, maka keesokan harinya langsung kasus tersebut dilaporkan ke kantor polisi, walaupun pada saat itu para pelaku tidak langsung ditahan. SW, ART dan HS berharap agar suami mereka ditahap dengan tujuan tidak menghilangkan barang bukti. Sekitar 1 minggu para pelaku baru ditangkap, tetapi untuk kasus SW berbeda dimana setelah BAP dari SW diserahkan kekejaksaan, hingga kemudian mantan suaminya ditahan yaitu melalui surat keberatan yang dilayangkan oleh divisi anak dan perempuan. Universitas Sumatera Utara Selama proses di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, para informan terus didampingi oleh divisi anak dan perempuan. Bahkan para pelaku divonis bersalah dan dihukum masing-masing 1 tahun 3 bulan untuk mantan suami SW, 10 bulan untuk mantan suami ART dan 1 tahun 10 bulan untuk mantan suami HS. Dimana hukuman tersebut tidak divonis secara maksimal yaitu 5 tahun penjara. Pendampingan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia sudah sangat maksimal dan memberikan cukup manfaat bagi para informan. Tetapi dalam membentuk tim yang kuat agar para pelaku dihukum berat tidak maksimal, seringkali para pelaku dihukum ringan, walaupun hal tersebut adalah hak hakim, tetapi harus disadari jika Yayasan Pusaka Indonesia dapat bekerja lebih maksimal maka tidak mungkin para pelaku tersebut akan dihukum maksimal. Para informan kunci berharap agar mantan suami mereka dihukum secara maksimal yaitu 5 tahun penjara, agar ada efek jera yang didapat para pelaku dan juga memberikan rasa keadilan bagi para korban yang mendapatkan kekerasan dari suami mereka, walaupun hal tersebut juga dapat menimbulkan rasa trauma bagi anak mereka yang masih kecil dan perlu perlindungan dari kedua orangtunya. SW, ART dan HS merasa puas dengan dampingan yang diberikan oleh divisi anak dan perempuan, walaupun SW merasa kecewa pada saat proses di kepolisian yang tidak secara cepat untuk menangkap pelaku, tetapi dari semua proses yang sudah berjalan dan sudah dilalui oleh para informan kunci tetap merasa puas dengan hasil yang sudah didapat.

6. Proses Perlindungan yang Didapatkan Korban

Yayasan Pusaka Indonesia adalah lembaga sosial yang memiliki perhatian terhadap permasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Dalam menangani permasalahan kekerasan tersebut, Yayasan Pusaka Indonesia hanya memfokuskan Universitas Sumatera Utara pada hukum, kesehatan, konseling untuk SW, ART dan HS, tidak memberikan bantuan terhadap anak- anak korban, padahal bukan hanya SW, ART dan HS yang merasakan trauma tetapi anak- anak korban lah yang paling merasakan dampak tersebut. Sering kali tahap rehabilitasi untuk korban tidak dilakukan karena dianggap tidak terlalu penting, padahal rehabilitasi adalah tahap menuju reintegrasi, dimana korban akan membuka diri ke masyarakat, agar tidak ada lagi rasa trauma, tidak percaya diri, takut dan hal lainnya yang dapat menghambat fungsi sosialnya. Menurut pengakuan para informan kunci, mereka tidak mendapatkan rehabilitasi, padahal rehabilitasi juga adalah menuju tahap reintegrasi, bukan hanya itu tetapi juga kelanjutan dari proses pemberian bimbingan psikologis, agar semakin kuat mental dan psikis korban, bukan hanya informan tetapi juga anak- anak mereka. Tidak adanya rehabiltasi yang diberikan untuk para korban, membuat mereka hanya akan terbatas pada motivasi dan pengembangan diri yang sudah diberikan oleh konselor atau psikolog dari divisi anak dan perempuan serta psikiater dari kepolisian, tetapi dari semua itu seharusnya tetap diberikan rehabilitasi, agar para korban lebih kuat secara mental dan fisik. Rehabilitasi juga bisa memberikan kontribusi untuk pengembangan diri, agar tidak ketergantungan ekonomi terhadap suami mereka, walaupun tidak di rehabiltasi tetapi para korban mendapatkan dukungan moral dan mental dari keluarga mereka dan lingkungan sekitar rumah mereka juga tidak terlalu mengucilkan atau menghina mereka. Hal tersebut memudahkan para korban dalam melakukan reintegrasi yang sesuai dengan harapan dan tujuan bersama. SW, ART dan HS begitu sangat mendapatkan manfaat pada saat reintegrasi, walaupun tidak mendaparkan rehabilitasi, tetapi para korban merasa terbantu dengan Universitas Sumatera Utara dampingan yang diberikan oleh divisi anak dan perempuan. Pada saat reintegrasi terjadi pada para korban tidak merasa takut akan dihina karena hal tersebut masih dianggap sebgai aib dan masalah keluarga yang tidak perlu dibuka untuk umum. SW, ART dan HS berharap agar tidak ada lagi anggapan dari masyarakat sekitar rumahnya yang masih mengaggap hal tersebut sebagai aib dalam keluarga, tetapi para tetangga para korban, hanya 1 atau 2 orang yang masih mengaggap hal tersebut. SW, ART dan HS juga berharap agar mereka menjadi ibu yang kuat, mampu menjadi ayah dan ibu bagi anaknya, bekerja keras untuk anak-anaknya serta mereka juga ingin melupakan hal tersebut agar tidak membuka lukan lama yang dapat membuat mereka trauma kembali. Mereka juga berharap dapat mengambil pelajaran dan hikmah dari kejadian yang mereka alami.

7. Monitoring

Setelah proses pendampingan selesai dan korban sudah kembali ke fungsi sosialnya, tetapi divisi anak dan perempuan tetap mendatangi dan mengunjugi serta menelpon para mantan kliennya dengan tujuan mendapatkan informasi terbaru dari para korban. SW, ART dan HS mengatakan bahwa mereka pernah ditawari untuk bergabung bersama CU, dalam melakukan monitoring untuk para informan maka divisi anak dan perempuan hanya menawarkan CU Credit Union dalam bentuk simpan pinjam dan tidak ada upaya untuk melatih keterampilan, membangun potensi diri, seminar, pelatihan dan upaya lainnya. Hal semua ini sangat dibutuhkan para informan karena mereka mengalami kekerasan ekonomi penelantaran. Dimana divisi anak dan perempuan adalah pelindung dan memberikan dampingan untuk para korban untuk bisa mandiri secara mental dan ekonomi. Yayasan Pusaka Indonesia yang selalu melakukan kegiatan baik sosialisasi, seminar, Universitas Sumatera Utara workshop, pelatihan terhadap masyarakat dan staf mereka sendiri. Dengan cara seperti itu diharapkan memberikan ruangan yang lebih untuk para korban mengembangkan diri dan menghilangkan rasa ketergantungan terhadap mantan suaminya. Hal tersebut sangat membantu dan harus berkaitan dengan potensi yang dimilki oleh para korban, tetapi para korban lebih memilih untuk bekerja sendiri tanpa harus bergabung atau kerjasama dengan CU yang dimiliki oleh Yayasan Pusaka Indonesia, walaupun para korban tidak pernah ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia tetapi mereka selalu siap jika diajak untuk bergabung dalam kegiatan yang dilakukan oleh lembaga SW yang lebih memilih untuk membuat usaha sendiri dengan meminjam modal dari abang-abangnya, sedangkan ART dan HS lebih memilih pekerjaan mereka sendiri yaitu pegawai swasta dan pegawai negeri. Membuat mereka lebih yakin untuk tidak ketergantungan secara ekonomi terhadap mantan suami mereka, hal tersebut juga dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Universitas Sumatera Utara

BAB VI PENUTUP