Informan II ANALISIS DATA

Dalam beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, divisi anak dan perempuan akan mengajak atau selalu siap jika ada mantan klien yang pernah ditangani untuk mengajak kerja sama. SW belum pernah diajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bentuknya seminar, workshop atau acara lainnya. Berikut penuturan SW : “Kakak belum pernah diajak sama Pusaka Indonesia untuk melakukan kegiatan atau ikut dalam kegiatan yang dilakukan oleh Pusaka, lagi pula kakak sudah mau fokus sama usaha yang baru kakak buat. Ini pun kakak sudah mulai sibuk dan banyak waktu kakak diluar. Semua ini demi anak, kalau Pusaka punya acara yang berkaitan dengan usaha kakak dan diajak untuk kerjasama, kakak mau ikut”. Peneliti juga melihat bahwa SW sudah bisa mandiri, dimana SW sudah punya usaha sendiri yaitu bisnis online dalam jual beli jilbab yang di produksi sendiri. Modal yang dimiliki SW berasal dari bantuan Yayasan Pusaka Indonesia yaitu CU dengan mengikuti prosedur yang dibuat oleh divisi kewirausahaan. Hal tersebut juga dibenarkan oleh EJ yang mengatakan bahwa SW tidak pernah diajak untuk ikut atau membuat kerjasama dalam satu kegiatan, mungkin saja kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, tidak sesuai dengan usaha yang baru dibangun oleh SW. EJ juga mengatakan bahwa dirinya sangat ingin melihat usaha anaknya maju dan sukses, agar SW dapat berdiri sendiri dari usaha dan kerja kerasnya.

5.4 Informan II

Nama : ART Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 29 tahun Agama : Kristen Protestan Pekerjaan : Pegawai Swasta Universitas Sumatera Utara Jumlah Anak : 2 orang Pelaku KDRT : FWT Suami Bentuk KDRT yang dialami : Kekerasan Ekonomi Penelantaran

1. Upaya Investigasi

Hampir sama dengan SW yang mengalami kekerasan ekonomi penelantaran dan kekerasan fisik, tetapi ART hanya mengalami kekerasan ekonomi pelantaran. Namun ART memang tidak separah SW yang harus mengalami 2 bentuk kekerasan sekaligus. Berikut hasil analisis advokasi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dialami ART. ART adalah ibu dari 2 orang anak, ia mengalami kekerasan ekonomi atau penelantaran, dimana pelakunya adalah suaminya sendiri yang berumur 33 tahun. Mereka sudah menikah hampir 3 tahun, ART yang sehari-hari adalah pegawai swasta. Mereka memutuskan untuk tinggal berdua dengan menyewa rumah dan semua barang yang mereka punya masih tergolong kredit. Semua barang-barang rumah tangga mereka berasal dari kerja keras bersama. Selama 2 tahun menikah, suami ART selalu memberikan nafkah walaupun tidak tentu dikarenakan pekerjaan FWT yang tidak tentu. setelah 2 tahun usia pernikahan mereka, FWT mendapatkan pekerja disalah satu perusahaan distributor barang, dimana FWT bekerja sebagai karyawan swasta. ART yang juga bekerja di salah satu perusahaan komunikasi di Medan, karena kesibukan masing- masing, membuat mereka sering ribut, tetapi setahun terakhir sebelum masuk 3 tahun usia pernikahan mereka. Suami SW sering tiba-tiba memarahi istrinya. Ia juga jarang pulang dan memberikan nafkah kepada istri dan anak. ART selalu mempercayai suaminya, ia tidak pernah merasa curiga dengan perilaku suaminya, berikut penuturan ART tentang peristiwa yang dialaminya : Universitas Sumatera Utara “Suami aku sebenarnya orang yang baik dan penyayang. Kejadiannya pada bulan Maret tahun 2012, Dia mendapatkan pekerjaan yang bagus untuknya. Dia bilang kalau kehidupan kami akan lebih baik, apalagi kami sudah punya 2 anak, anak kami masih kecil umur mereka berbeda 1 tahun. Setelah 6 bulan bekerja, dia jadi jarang pulang ke rumah, jangankan untuk pulang, bahkan sudah 6 bulan kami tidak pernah dijumpai sama dia, bahkan memberi kabar saja dia tidak mau, padahal anak-anaknya masih kecil-kecil yang membutuhkan bapaknya. Bahkan aku sempat cuti untuk melahirkan anak kami. Sampai aku harus minta bantuan orangtuaku untuk memberi makan anak kami.” Pada saat kejadian itu ART tidak mau langsung curiga, walaupun ada rasa curiga, bingung dan bahkan menangis, ART merasa kaget dan terkejut, karena suaminya tidak memberikan kabar dan keadaanya. Dari bentuk kekerasan ekonomi penelantaran yang ART mengalami tekanan psikis dan ekonomi. Pada saat itu juga ART bercerita kepada keluarganya dan keluarganya menyuruh ART untuk terus mencari tahu kabar tentang suaminya. Bukan hanya kekerasan ekonomi yang ART alami tetapi juga kekerasan psikis, dimana ART sangat tertekan dengan kondisi finansial yang harus dihadapinya. Ditambah lagi usia anaknya yang masih 2 tahun dan 1 tahun yang sangat membutuhkan banyak biaya untuk membeli susu dan kebutuhan lainnya. NSR yang merupakan ibu kandung ART juga menuturkan bahwa anaknya sangat berjuang untuk hidup bersama FWT, karena dulu mantan suaminya ini adalah seorang yang tidak tentu kerjanya, NSR merasa bingung terhadap ART karena mau menikah dengan laki-laki yang tidak jelas masa depannya. Karena sudah menjadi pilihan ART, kami tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi bagaimana pun juga dia adalah anak, maka abang dan kakak dari ART selalu membantunya setelah selama 6 bulan suaminya tidak jelas kabarnya. Keluarga melihat bahwa ART harus bekerja sendiri dan mengurus 2 anak serta gaji yang masih belum cukup untuk kehidupan mereka. NSR juga menambahkan bahwa ia curiga kalau FWT telah selingkuh karena jarang pulang. Universitas Sumatera Utara Penulis juga melihat bahwa NSR masih sangat kecewa dengan mantan menantunya. Setelah 6 bulan awal saja FWT memberikan kabar dan 6 bulan setelah itu tidak ada kabar, akhirnya ART mencari tahu tentang FWT melalui tempat kerjanya dan datang ke rumah orangtua FWT, awalnya tempat kerja tersebut tidak mau berja sama dengan ART tetapi tiba-tiba saja perusahaan yang bergerak dibidang distribusi barang tersebut mau bekerja sama dengan ART. Perusahaan mengatakan bahwa FWT sudah tidak bekerja lagi selama 1 minggu. Setelah itu ART langsung menghubungi teman dan orang-orang yang dia kenal untuk mencari FWT, setelah 3 minggu mencari akhirnya ART berhasil menemukan FWT di salah satu hotel mawar di Medan bersama perempuan yang tidak lain adalah teman satu tempat kerja dengan FWT. Berikut penuturan ART : “Aku merasa tidak percaya, kalau suamiku selingkuh. Aku sempat drop karena kejadian tersebut, pada saat itu sampai 1 minggu aku terus saja menangis sampai-sampai aku jatuh sakit dan berobat ke Klinik, ternyata dokternya bilang kalau aku terlalu banyak berpikir dan lelah. Stres sedikit saja aku bisa sakit, apalagi kejadian ini membuat aku jadi stres sekali. aku tidak habis pikir, kenapa dia tega sekali menghianati kami. Padahal dulu aku berjuang untuk menikah dengannya, uang saja dia tidak punya, malah mau selingkuh. Dia memang tidak pernah memukul aku, bahkan saat ketahuan dia cuma diam saja, setelah kejadian itu aku langsung ke rumah orangtuaku”. Penulis pada saat mewawancarai ART, beliau terlihat sudah mulai tegar dan kuat, apalagi sekarang ART sudah bisa bekerja tanpa beban, semua itu ART lakukan untuk membiayai kebutuhan anak-anaknya. Sekarang ART sudah tinggal di rumahnya sendiri. ART tidak lagi tinggal dirumahnya yang lama, karena rumah tersebut masih kredit. ART juga menjelaskan bahwa pada saat mulai masuk kerja lagi setalah cuti melahirkan. Ternyata belakangan ini suami ART meninggalkan hutang yang banyak kepada rentnir dan barang-barang rumah tangga yang mereka miliki. ART juga menjelaskan bahwa rumah atas namanya pun terpaksa ART yang harus bayar, padahal rumah tersebut yang menggunakan adalah mereka berdua Universitas Sumatera Utara apalagi suaminya yang seharusnya bertanggung jawab. NSR juga menjelaskan bahwa : “Anak saya terlalu percaya sama mantan suaminya, sampai- sampai dia jatuh sakit, saya sedih sekali waktu lihat keadaan anak saya. Mungkin ini adalah jalan yang terbaik untuk anak saya, ini adalah takdir yang terbaik dari Tuhan untuk anak saya”. ART merasa sangat terbantu dengan upaya yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Yayasan Pusaka Indonesia banyak memberikan bantuan kepada ART mulai dari proses di kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. ART tahu tentang Yayasan Pusaka Indonesia dari temannya yang pernah menjadi klien juga. Berikut penuturan ART : “Aku banyak dibantu sama Pusaka Indonesia, kalau tidak dibantu mungkin aku akan dibuat seperti bola yang diputar sana- sini. Aku tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya, makannya waktu itu aku agak bingung. Untung saja ada teman aku yang menyuruh atau menyarani datang ke Pusaka Indonesia. Setelah di Pusaka Indonesia, aku disambut dengan hangat oleh mereka. aku terus didampingi selama proses hukum”. NSR juga menambahkan bahwa dengan dibantu Yayasan Pusaka Indonesia, anaknya merasa tidak bingung lagi. Apalagi selama proses hukum berjalan, keluarga FWT tidak pernah mendatangi anak saya untuk berdamai atau meminta maaf, tetapi mereka sudah terlanjur sakit hati sama kelakuan FWT. FWT dulu datang melamar ART dengan baik-baik tetapi sekarang dia melakukan tindakan yang NSR rasa bahwa hal tersebut adalah hal menyakitkan. Bahkan sampai hari ini ART masih trauma untuk berumah tangga kembali, padahal kejadian tersebut 1 tahun yang lalu. ART juga mengatakan: “Apa karena orangtuaku yang sangat percaya sama dia, sehingga aku diperlakukan seperti ini. Apa tidak ada orang yang bisa mencintaiku dengan tulus, jangan hanya memanfaatkan kebaikan orangtuaku”. Sampai sekarang dipikiran ART hanya untuk membesarkan anak-anaknya saja. ART juga sudah bekerja dengan sangat, karena ART sadar tidak mungkin orangtua, abang dan kakaknya yang terus membantunya. Apalagi ART mengatakan Universitas Sumatera Utara bahwa kalau abang dan kakaknya terus membantunya pasti akan ada iri dan rasa tidak suka serta keributan dari salah satu saudaranya atau iparnya, walaupun tidak mengatakan secara langsung sama ART. Penulis juga melihat ART sudah mulai bangkit secara ekonomi, apalagi ART kuat juga karena anak-anaknya. Dalam memberikan tempat yang layak agar ART merasa aman, tetapi selama proses hukum ART berjalan, ART sama sekali tidak pernah ditelepon dan didatangi oleh keluarga dari mantan suaminya, mereka sama sekali tidak ada meminta berdamai atau meminta maaf dengan ART. Berikut penuturan ART :

2. Layanan Penempatan Korban Penjemputan Korban

“Ibunya ataupun keluarganya FWT itu tidak pernah menelpon dan minta ketemuan dengan aku. Padahal FWT harus mengadapi masalah hukum, aku juga tidak berharap untuk balikan sama dia. Biarkan saja dia menderita dengan perbuatan yang dia lakukan sendiri”. ART merasa sudah sangat sakit hati dengan mantan suaminya. Selama proses hukum berjalan ART tinggal di rumah mamanya. ART merasa tidak perlu ditempatkan di rumah aman sementara shelter, karena ART merasa tidak terancam dan terintimidasi. Bahkan ibu dan keluarga dari FWT sama sekali tidak pernah meminta bertemu, ataupun meminta maaf kepada ART, maka dari itu ART merasa tidak terancam. ART memilih tinggal bersama mamanya, karena ART merasan lebih aman jika tinggal di rumah mamanya. Bersama dengan mamanya ART jauh lebih leluasa untuk bercerita dan mengobrol tentang masalah ART selama pernah menikah dengan mantan suaminya. Apalagi selama tinggal dengan mamanya, abang dan kakak ART terus saja memperhatikan mereka, agar terjaga keselamatannya. Penulis juga melihat ART jauh lebih dekat dengan mamanya, karena sampai sekarang ART masih tinggal rumah mamanya bersama dengan anak-anaknya, walaupun ART belum bisa membeli rumah sendiri, tetapi ART tidak terlalu didesak Universitas Sumatera Utara oleh keluarganya untuk membeli rumah. Anak-anak ART yaitu MAT berusia 3 tahun dan MMT yang berusia 2 tahun, jauh lebih dekat dengan neneknya. Apalagi kalau ART sedang kerja, maka NSR lah yang menjaga anak ART. Anak-anak ART juga mengerti, kalau ibu mereka sedang bekerja, maka anak-anaknya langsung main dengan neneknya. Berikut penuturan NSR : “Anakku jauh lebih aman jika tinggal bersama saya, apalagi abang dan kakaknya selalu menelepon saya dan memperhatikan kami. Kalau anakku tinggal dirumahnya yang dulu, yang ada dia akan kerepotan membayar cicilannya. Apalagi selama menikah, barang mereka semuanya masih kredit. Penghasilan mereka pada saat itu naik turun ditambah lagi FWT yang kerjanya tidak tentu, FWT itu tidak pernah memikirkan bagaimana memberi makan anak dan istrinya. Seharusnya dia kerja lebih giat, tetapi setelah dia dapat kerja yang bagus malah main api. Saya tidak tahu seberapa lagi anak saya harus berkorban untuk mantannya itu. Walaupun saya tahu dia itu bapaknya anak-anak”. Sebagai orangtua, NSR begitu sangat ingin anaknya berada ditempat yang aman karena menurut beliau, jika ART berada didekatnya, maka NSR dengan mudah mengetahui kondisi anaknya. NSR juga tidak ingin ART terlalu banyak berpikir dan terus mengingat kejadian tersebut yang bisa menyebabkan ART menjadi stres. Ibu Elisabeth selaku staf di divisi anak dan perempuan yang mendampingi ART juga menyarankan agar ART lebih baik tinggal di rumah orang yang paling dekat dengannya atau dengan keluarganya karena hanya kelaurganya yang bisa mengerti perasaan ART. Berikut penuturan ART : “Pada saat itu ibu Eli mengatakan bahwa kondisi aku tidak begitu buruk, aku juga lebih memilih tinggal bersama orangtuaku karena menurutku lebih aman dan nyaman tinggal bersama mamaku. Jika aku dibawa ke Shelter, bisa saja dilakukan oleh Pusaka Indonesia tetapi semuanya berdasarkan kondisi yang dialami oleh aku. Pada saat itu psikolog juga mengatakan bahwa aku tidak merasa terancam atau ada sesuatu yang membuatku takut. aku hanya merasa trauma pada proses yang ada”. Dari keluarganya pula ART bisa secara perlahan menghilangkan rasa traumanya. Ibu Elisabeth juga mengatakan bahwa ART juga harus kembali ke masyarakat, jika ART ditempatkan di Shelter mungkin saja bisa, tetapi alangkah Universitas Sumatera Utara lebih baiknya jika ART tinggal dirumah orangtuanya. Pada saat itu juga ART terlihat tidak perlu ditempatkan di Shelter.

3. Layanan Pemeriksaan Kondisi Kesehatan

Setiap korban yang mengalami kekerasan pasti akan meninggalkan luka, bisa dari fisik, psikis, ekonomi dan hal lainnya yang membuat korban tidak berdaya, tetapi disini kondisi kesehatan yang dimaksud adalah pemeriksaan di rumah sakit yaitu dengan visum. Kekerasan yang dialami oleh ART adalah kekerasan ekonomi penelantaran, dimana ART begitu sangat tertekan. ART pada saat di bawa ke kantor polisi untuk dilakukan pemeriksaan, maka pada saat itu pihak penyidik dari kepolisian menyarankan ART untuk divisum, karena dilihat dari bentuk laporan yang dia ajukan di kantor polisi bersama dengan Bang Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan. Berikut penuturan ART : “Pada saat itu adalah ke-4 kalinya aku mendatangi kantor polisi bersama bapak Mitra, pada saat itu pihak penyidik meminta aku untuk dilakukan visum di rumah sakit yang sudah ditunjuk oleh pihak kepolisian, aku langsung dibawa ke Rumah Sakit Pirngadi untuk divisum. Dan bapak Mitra juga mengatakan, tidak apa-apa kalau divisum, biar polisi bisa tahu kondisi kesehatan ibu”. Pada saat divisum psikis, ART merasa sangat takut dan bingung, karena ART berpikir akan dilakukan pemeriksaan yang terlalu beresiko atau mengerikan. Rasa takut itu juga di benarkan oleh NSR, yang juga mengatakan kalau anaknya tidak pernah mengalami hal seperti ini, ART merasa sangat gugup menjalaninya karena ini adalah hal pertama yang ART alami. Dari pihak Yayasan Pusaka Indonesia juga mengatakan kalau untuk visum psikis yang paling berhak untuk melakukan visum adalah rujukan dari penyidik polisi, karena mereka menganggap hal tersebut perlu, maka akan divisum, jika mereka menganggap tidak perlu maka tidak akan divisum. Selama divisum yang melakukan adalah pihak kepolisian sesuai dengan rumah sakit yang ditunjuk. Universitas Sumatera Utara Selama divisum, ART terus saja didampingi oleh bapak Mitra, agar ART tidak merasa takut atau merasa terjadi hal-hal yang tidak ia inginkan, karena ini adalah pengalaman pertama baginya. Berikut penuturan ART : “Selama aku melakukan visum, Pak Mitra terus mendampingi aku. Bahkan saat dibawa ke Rumah Sakit Pirngadi, Pak Mitra yang membonceng aku dengan naik sepeda motor bapak Mitra, padahal bapak Mitra menyuruh aku untuk naik mobil polisi agar diantar ke rumah sakitnya. Tapi aku gak mau, aku merasa lebih aman jika bersama bapak Mitra, selama visum psikis untuk diperiksa luka mental dan pikiran dalam diri aku. Ternyata dokter memang melihat ada rasa trauma yang kuat dan mental aku yang mulai lemah serta rasa takut”. Bahkan ART mengatakan bahwa dirinya terus saja di dampingi oleh bapak Mitra, apalagi pada saat kebingungan, stres, bapak Mitra dengan candaannya membuat ART mulai sedikit tenang. Walaupun tidak menghilangkan sepenuhnya rasa takut ART, tetapi rasa takut itu sedikit berkurang agar ART lebih santai. Bapak Mitra juga mengatakan kalau dirinya sudah biasa melihat klien yang seperti itu, maka dari itu Yayasan Pusaka Indonesia harus bisa sedikit menghilangkan rasa takutnya dengan candaan yang biasa dilakukan bapak Mitra. Penulis juga melihat pada saat itu ART sudah mulai mengeluarkan candaan yang membuatnya terus tertawa. Pada saat diwawancarai tentang pengalamannya selama visum, ART sudah bisa lepas untuk bercerita, tidak terlihat wajah takutnya pada saat divisum. Hingga saat ini visum adalah pengalaman yang sangat berharga bagi ART, apalagi pada saat itu ditemukan bekas luka pada mental dan pikirannya. ART begitu sangat bersemangat saat menceritakan pengalamannya dalam proses visum. NSR selaku mama ART, juga menuturkan bahwa anaknya merasa lebih nyaman jika terus didampingi, karena dengan didampingi, ART akan lebih mengerti apa saja hal yang harus ia lakukan. Sebagai orangtua, NSR sangat mendukung jika Universitas Sumatera Utara anaknya terus semangat untuk mendapatkan keadilan dari permasalahan yang ART sedang alami. Dokter membenarkan kalau ada luka pada psikis ataupun kejiawaan yang tidak menyebabkan depresi yang akan berakibat menjadi gila, luka tersebut tidak perlu membuat ART di rawat inap ataupun dirawat jalan. Berikut penuturan ART : “Pada saat itu aku tidak perlu mengantri lagi karena sudah ada ruangan khusus untuk aku melakukan visum psikis dan juga hanya sedikit pada saat itu yang akan melakukan visum dari kepolisian. Pada saat itu dokter memeriksa psikis aku, aku harus menjalani 3 kali tahap visum untuk psikis dan mentalku, karena bagaimanapun juga kalau kita mau membuktikan rasa trauma seseorang harus dilakukan beberapa kali melakukan pemeriksaan agar bisa di diagnosa serta dicari cara terbaik untuk mencari solusi dari permasalahan ini. Dokter juga bertanya pada aku, apakah aku pernah mengalami atau punya penyakit tertentu bukan hanya itu aku juga disuruh menulis diselembar kertas tentang masalah yang aku alami. Aku juga ada disuruh mengisi biodata dari Rumah Sakit. Rasa takut aku sudah mulai hilang ketika aku di periksa, dokter juga mengatakan kalau aku tidak perlu takut, gugup, ataupun tidak perlu memikirkan hal yang aneh-aneh. Dokter juga mengatakan visum ini tidak akan menyebabkan dampak tertentu buat aku malah akan menemukan solusi”. ART juga mengatakan pada saat itu bahwa dirinya sudah merasa puas dengan hasil visum yang telah dikeluarkan pihak rumah sakit, walaupun hasil visumnya tidak langsung keluar pada saat itu juga.

4. Layanan KonselingPemberian Bimbingan Psikologis

Dalam rangka penguatan psikologis korban, perlu adanya tenaga ahli yang bisa mengetahui secara mendalam bagaimana permasalahan yang diahadapi oleh korban. ART mengatakan bahwa dirinya pernah diajukan untuk dilakukan tes psikologi oleh pihak Yayasan Pusaka Indonesia terutama divisi anak dan perempuan, agar ART lebih bisa mengurangi rasa traumanya terhadap kejadian tersebut serta untuk tidak lanjut dari visum psikis yang dilakukan oleh kepolisian. Berikut penuturan ART : “Aku memang pernah ditawari oleh bapak Mitra dan ibu Eli untuk melakukan tes psikologi yang sudah mereka sediakan, katanya mereka kerjasama dengan Universitas Sumatera Utara fakultas psikologi dari USU, mahasiswa dari sana yang melakukannya, tetapi aku sudah dapat tes psikis yang dilakukan untuk kepentingan hukum atau barang bukti”. ART mengaku pernah diminta tes psikologi dan ART mau untuk melakukan tes psikologi yang dilakukan oleh divisi anak dan perempuan dengan bekerjasama dengan mahasiswa psikologi USU. Dalam tes psikologi tersebut ART selalu melakukannya sebanyak 3 kali dalam waktu 1 bulan. Berikut penuturan ART : “Selama melakukan konseling pemberian bimbingan psikologis, aku hanya 3 kali mendapatkan bimbingan psikologis dari divisi anak dan perempuan, hampir sama seperti visum psikis sewaktu di kantor polisi hanya 3 kali dalam jangka waktu 1 bulan, karena pada saat itu juga aku harus fokus sama proses hukum ini kan dan aku juga harus memikirkan pekerjaan”. NSR juga membenarkan bahwa anaknya begitu sibuk dan banyak sekali hal yang harus ART kerjakan dari bekerja, mengurus anak dan fokus sama masalah hukum. NSR juga mengatakan bahwa anaknya sebenarnya cukup terbantu dengan adanya konselingbimbingan psikologis yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia karena dengan hal tersebut, maka ART akan lebih kuat lagi dalam menghadapi masalah ini. Berikut penuturan NSR : “Anak saya mendapatkan bimbingan psikologis itu sebanyak 3 kali, secara rutin dan berkala, dan dia begitu sangat mendapatkan manfaat dan mampu menghilangkan rasa traumanya serta dengan adanya ini akan lebih mudah baginya untuk menjelaskan kepada anaknya tentang permasalahannya dengan mantan suaminya. Bagaimanapun juga anaknya itu harus sudah dijelaskan dan mengerti apa yang terjadi, agar mereka tidak terus bertanya tentang bapaknya yang tidak jelas”. Bahkan Penulis juga melihat bahwa NSR begitu sangat ingin anaknya tidak mengingat mantan suaminya lagi, dari apa yang penulis lihat bahwa NSR mengharapkan dari konselingbimbingan psikologis memberikan jalan keluar bagi ART untuk menjadikan hal tersebut sebagai pelajaran yang terbaik baginya. ART merasa setelah mengikuti konselingbimbingan psikologis dan visum psikis bahwa masalahnya sedikit terbantu, karena ART mendapatkan motivasi dan Universitas Sumatera Utara dorongan untuk sedikit mengurangi rasa traumanya, walaupun tidak seutuhnya rasa trauma yang ART alami akan hilang, tetapi ART juga menyadari bukan orang lain yang membuatnya kuat tetapi semua berasal dari dirinya sendiri. ART juga mengatakan : “Sebenarnya aku cukup terbantu dengan konselingbimbingan psikologis yang diberikan Yayasan Pusaka Indonesia, walaupun tidak sepernuhnya rasa trauma, tidak percaya diri, ketergantungan ekonomi sama dia tidak mudah lepas dari hidup aku. Mungkin karena kami tidak setiap hari ngobrolnya, makannya hasilnya kurang maksimal, tetapi aku sangat banyak berterimahkasih sama Pusaka Indonesia”. Konselingbimbingan psikologis yang diberikan Yayasan Pusaka Indonesia, terutama divisi anak dan perempuan dengan tujuan mengajak kliennya untuk bimbingan psikologis agar lebih kuat dan tegar menghadapi masalahnya. ART juga mengatakan : “Aku sudah banyak mendapatkan manfaat dari konselingbimbingan psikologis tersebut, karena tanpa konseling, aku tidak akan bisa seperti ini, walaupun bukan hanya konseling, tetapi nasehat orangtua dan motivasi yang diberikan ibu Eli sama aku. Setelah konseling aku jadi lebih percaya diri untuk menjalani hidup walaupun trauma itu tidak akan pernah hilang dari hidup aku”. Sebagai seorang ibu, NSR mengaharapkan ART mendapatkan banyak manfaat dari konselingbimbingan psikologis tersebut, agar ART bisa menjalankan hidupnya dan membesarkan anak-anaknya tanpa beban dan rasa tidak percaya diri. NSR juga mengaharapkan agar ART mengambil manfaat dan hidayah dari apa yang ART alami. Berikut penuturan NSR : “Sebagai seorang ibu berumur 60 tahun yang mempunyai lima orang anak yang sudah pada nikah semua, saya paling memikirkan anak saya ART karena dia satu-satunya anak saya yang mengalami hal seperti ini, padahal mereka baru 3 tahun menikah. Saya berharap agar dia banyak berdoa dari masalah yang dihadapinya dan mengambil banyak manfaat yang baik. ART mengatakan bahwa dirinya cukup mendapatkan manfaat dari konselingbimbingan psikologis tersebut”. Universitas Sumatera Utara ART juga menjelaskan dari konselingbimbingan psikologis tersebut, banyak manfaat yang didapatkannya, mulai dari penguatan secara mental, rasa percaya diri, mengurangi trauma, dan hal-hal lainnya. ART juga mengatakan bahwa dirinya begitu sangat senang mendapatkan bimbingan psikologis dan juga mendapatkan penguatan spritual dari konseling tersebut. Melalui konselingpemberian bimbingan psikologis tersebut, ART berharap agar dirinya lebih dekan dengan Tuhan, memberikan banyak motivasi dari pengalamannya dan konseling memberikan banyak manfaat yang maksimal dan mampu untuk menatap hidup dan meyusun hidup yang lebih baik. Berikut penuturan ART : “Aku berharap, agar konsultasi tersebut memberikan banyak motivasi buat dirinya aku dan orang lain agar lebih selektif dalam memilih pasangan hidup. Semua masalah ini sudah banyak makan waktu, pikiran dan terutama hati aku. aku berharap dari konseling tersebut, aku bisa menjadi ibu yang kuat, kuat untuk menjadi single parent dan tidak lagi tergantung sama laki-laki, aku juga tidak mau mengingat-ingat masalah ini lagi agar aku bisa untuk menatap masa depan yang lebih baik”. Penulis melihat bahwa ART sudah mulai menjadi seorang ibu yang kuat dan ART tidak mau lagi hidup dan mengingat dari masalah yang sudah-sudah dan ART berusaha mengambil hikmah dari masalah tersebut agar bisa belajar menjadi orang yang lebih baik lagi. ART sudah bisa tertawa dan gembira lagi, walaupun masalah tersebut sudah satu tahun ART alami.

5. Layanan Pendampingan dalam Proses Hukum Litigasi

Pertama sekali akan menuju keproses hukum, maka ART pada saat datang ke Pusaka Indonesia dan ART setuju untuk didampingi oleh Pusaka, maka bapak Mitra langsung membuatkan surat kuasa bahwasanya SW akan menjadi klien dari bapak Mitra dan ibu Elisabeth. Setelah konsultasi dan membuat surat kuasa untuk kliennya, Universitas Sumatera Utara maka bapak Mitra dan ibu Elisabeth langsung menentukan langkah hukum seperti membuat laporan ke kantor polisi. Berikut penuturan ART : “Saat aku datang ke Pusaka Indonesia, aku langsung konsultasi dengan ibu eli, setelah kami berbicara tentang permasalahan aku. Mereka langsung membuatkan aku surat kuasa dan resiko yang harus aku hadapi serta maunya aku terhadap kasus ini. Langsung hari itu juga surat kuasanya dibuat dan keesokan harinya langsung dilaporkan ke kantor polisi. Aku pergi bersama bapak Mitra untuk melaporkan kasus tersebut”. Melalui proses tersebut maka ART langsung diproses di kantor polisi unit satuan Remaja Anak dan Wanita RENAKTA yang merupakan sub divisi dari unit PPA Pelayanan Perempuan dan Anak. Dari sanalah ART mulai menceritakan kasus yang dialaminya, dari laporan tersebut polisi langsung memprosesnya dan memasukkan kasus tersebut sebagai kekerasan dalam rumah tangga, walaupun mantan suami ART tidak langsung di penjara pada saat itu juga. Selama proses hukum di kepolisian atau selama proses penyidikan, ART terus didampingi oleh bapak Mitra agar ART merasa lebih nyaman dan tidak bingung serta pendampingan tersebut juga menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Berikut penuturan ART : “Dikepolisian aku terus di temani sama bapak Mitra, kalau tidak didampingi mungkin aku akan dioper- oper seperti bola. Untung saja bapak Mitra terus mendampingi, jadinya aku tidak kebingungan, tidak perlu repot-repot karena ada yang lebih paham, lagi pula bapak Mitra sudah biasa menangani hal-hal seperti ini”. NSR juga mengatakan bahwa dengan didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia, ART merasa lebih paham bagaimana prosesnya dan tindakan apa yang harus dilakukan ART. Yayasan Pusaka Indonesia begitu sangat membantu karena hal ini belum pernah mengahadapi oleh ART. NSR juga mengatakan : “Jika tidak didampingi oleh Pusaka Indonesia, mungkin saja kasus anak saya ini akan mengambang atau mungkin kami akan dioper- oper seperti bola, tidak jelas arahnya mau kemana”. Universitas Sumatera Utara Bukan hanya proses hukum di kepolisian, tetapi juga di kejaksaan ART terus didampingi, bahkan setelah 1 minggu membuat laporan di kepolisian, suami ART langsung ditahan. BAP Berita Acara Pemeriksaan ART langsung dikirim kekejaksaan setelah 3 bulan dilaporkan. Berikut penuturan ART : “Awalnya aku agak bingung dan takut, didalam hati aku selalu bertanya- tanya kenapa FWT belum juga di penjara. Aku terus berkomunikasi dengan bapak Mitra dan membicarakan hal tersebut, tetapi setelah 1 minggu, mantan suamiku masuk penjara. Walaupun BAP aku dikirim 3 bulan setelah kasus ini dilapor. Tadinya aku pikir kenapa tidak adil hukum ini, tetapi setelah di kirim BAP ke kejaksaan, ada rasa lega dan tenang”. ART begitu sangat tenang melihat suaminya dimasukkan kedalam penjara, berikut juga penuturan NSR yang mengatakan bahwa selama ini ada ke khawatiran dari keluarga ART tentang status FWT. Padahal kalau menurut laporan FWT adalah pelakunya dan harus ditangkap, agar tidak menghilangkan barang bukti. Polisi menangkapnya setelah bapak Mitra berulang kali meminta kejelasan status hukum FWT. Penulis juga melihat dari permasalahan dan cerita ART bahwa pihak kepolisian begitu cukup lambat dalam memproses kasus ini. Penulis juga melihat bahwa ART berharap banyak kepada kepolisian untuk memberi rasa keadilan terhadap ART dan keluarganya. Bukan hanya di kepolisian, kejaksaan tetapi juga di pengadilan, ART terus didampingi oleh divisi anak dan perempuan. ART begitu sangat terbantu dan tertolong karena didampingi sampai kasusnya lepas perkara di pengadilan, walaupun proses ini begitu sangat menyita waktu, pikiran dan hati tetapi ART terus bersemangat untuk menutut keadilannya. Berikut penuturan ART : “ Aku begitu sangat terbantu dengan didampingi oleh Pusaka Indonesia, apalagi Pusaka Indonesia sudah menjelaskan sejak awal, apa saja yang menjadi resiko aku, tetapi Pusaka Indonesia juga memotivasi aku untuk terus berjuang mencari keadilan. Selama di proses pengadilan berjalan dan mengalami penundaan beberapa hari, Ibu dari FWT tidak pernah datangi aku Universitas Sumatera Utara untuk berdamai dan meminta maaf, tetapi hati aku sudah terlalu sakit dengan semua kebohongan FWT. Apalagi uang-uang kami itu ternyata dikasih sama selingkuhannya dari pada aku sama anak-anaknya”. Selama di kepolisian, kejaksaan ART terus didampingi oleh koordinator divisi anak dan perempuan yaitu bapak Mitra serta di pengadilan ART di dampingi oleh ibu Elisabeth, bapak Mitra dan bapak Riki selaku calon advokat yang sedang magang di Yayasan Pusaka Indonesia. Selama proses pengadilan tersebut ART didampingi oleh 3 orang yang merupakan pengacara dan satu diantaranya yaitu ibu Elisabeth sudah mendapatkan kartu advokat resmi dari Peradi Persatuan Advokat Indonesia. NSR juga mengatakan bahwa selama proses hukum berjalan di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, ART terus didampingi dan mendapatkan perlindungan serta merasa sangat terbantu dengan adanya arahan, motivasi dan penjelasan yang diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia serta juga kerja keras yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia dan ART menjadi tidak sia-sia untuk mendapatkan keadilan. Proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan di pengadilan cukup memuaskan, ART cukup kecewa ketika proses hukum di kepolisian dan pengadilan. ART juga mengatakan : “Waktu proses hukum di kepolisian, kejaksaan dan pengadilan, aku terus saja didampingi oleh bapak Mitra, ibu Eli dan bapak Riki. Mereka begitu sangat bekerja keras untuk kasus yang aku hadapi”. ART merasa sangat puas dengan kerja keras yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia terutama divisi anak dan perempuan. Dari proses tersebut, ART mendapatkan banyak manfaat terutama dalam proses hukum dan apa yang harus dilakukannya. ART juga merasa puas setelah suaminya divonis bersalah dan dihukum penjara selama 10 bulan. Berikut penuturan ART : “Kerja keras Pusaka Indonesia begitu sangat memuaskan dan membuahkan hasil yang maksimal. Mantan suami aku divonis bersalah dan dihukum Universitas Sumatera Utara kurungan selama 10 bulan. Walaupun agak ringan hukumannya tetapi aku merasa sudah sangat senang karena dia dipenjara. Sebenarnya aku mau dia dihukum secara maksimal yaitu 5 tahun penjara. Akhirnya dia mendapatkan balasannya sendiri atas perbuatannya itu”. NSR juga menambahkan bahwa mereka sangat puas dengan hasil persidangan, bukan hanya proses di persidangan tetapi juga di kepolisian dan kejaksaan, Yayasan Pusaka Indonesia sudah banyak bekerja keras atas kasus ini. NSR juga mengatakan bahwa mantan menantunya itu, walaupun sudah masuk penjara masih saja menyalahkan ART, padahal ini terjadi karena perbuatan FWT yang telah melakukan berselingkuh dan melakukan kekerasan ekonomi atau penelantaran terhadap istri dan anaknya. Terlepas dari semua itu NSR tetap merasa sangat terbantu dan puas dengan hasil yang didapatkan. Dari proses hukum tersebut ART menjadi lebih tenang dan terbantu, apalagi vonis tersebut sudah dijatuhkan kepada FWT, walaupun FWT tidak bisa menerimanya. NSR juga mengatakan bahwa sebenarnya ia mengharapkan hukuman yang maksimal yaitu 5 tahun penjara untuk FWT, tetapi dengan pertimbangan hukum yang dilihat dari anak-anak mereka yang masih kecil dan membutuhkan peran kedua orangtuanya, serta pertimbangan yang lainnya maka FWT di jatuhi hukuman yang lebih rendah dari hukuman maksimal yang tercantum dalam Undang- Undang tentang Kekerasan dalam Rumah Tangga.

6. Proses Perlindungan yang di dapatkan Korban

Setiap korban yang akan diberikan rehabilitasi, harus dilihat dari kondisi dan kasus korban itu sendiri. Apakah perlu dilakukan rehabilitasi untuk korban, hal tersebut juga bisa di minta oleh korban untuk diberikan rehabilitasi untuk ketahap reintegrasi. Rehabilitasi sangat diperlukan oleh korban karena bagaimanapun juga si korban akan melakukan reintegrasi yaitu kembali kekeluarga dan masyarakat. Sebelum kembali kekeluarga dan masyarakat, maka harus dilakukan rehabilitasi terhadap ART. Rehabilitasi ini dilakukan setelah kasus hukum yang Universitas Sumatera Utara dihadapi oleh korban sudah selesai, agar korban tidak mengalami penolakan dalam keluarga, masyarakat dan dari dalam dirinya sendiri atau psikisnya. Berikut penuturan ART : “Aku tidak mendapatkan rehabilitasi dari divisi anak dan perempuan, tetapi mereka memang memberikan penguatan untuk mental aku dan penguatan motivasi”. Sebelum proses hukum berjalan, ART sudah diberikan bekal untuk kembali kuat dan mampu untuk keluar dari ketergantungan ekonomi terhadap mantan suaminya. NSR juga mengatakan bahwa ART sudah diberikan nasehat dan arahan dari keluarga serta penguatan mental yang keluarga berikan, walaupun tidak mendapatkan rehabilitasi tetapi ART bisa lebih kuat karena dukungan yang kuat dari keluarganya. Meskipun tidak mendapatkan atau tidak diberikan rehabilitasi, karena kondisi ART yang dilihat oleh divisi anak dan perempuan tidak terlalu parah serta divisi anak dan perempuan juga melihat kalau ART begitu sangat mendapat dukungan dari keluarga, bagaimana pun juga jika ingin kembali kemasyarakat maka ART harus mendapatkan penguatan terlebih dahulu dari keluarganya, karena hanya dari keluargalah seseorang bisa diterima kembali kemasyarakat dan tidak mengalami penolakan. Dalam proses reintegrasi, maka ART dengan mudah melakukannya karena sebelumnya ART sudah diterima oleh keluarganya dan mendapatkan dukungan yang kuat dari keluarga serta mendapatkan bimbingan konseling dari psikolog agar ART dengan mudah untuk bersosialisasi kembali dengan masyarakat sekitarnya serta mengembalikan rasa percaya diri ART. Berikut penuturan NSR : “ART memang tidak pernah di rehabilitasi oleh Pusaka Indonesia, tetapi dia sudah dapat penguatan psikis oleh psikolog serta kami juga mendukungnya untuk membangkitkan rasa percaya dirinya. Makannya saat reintegrasi untuk ART tidak perlu bersusah payah lagi, walau bagaimanpun dia tetap bagian Universitas Sumatera Utara dari keluarga ini, tidak perlu malu untuk hal ini dan tidak perlu dengar omongan orang lain tapi ART harus yakin sama dirinya sendiri, ini semua untuk dirinya sendiri dan anak-anaknya”. ART begitu sangat terbantu dengan adanya penguatan psikologis yang sudah diberikan oleh Yayasan Pusaka Indonesia dan manfaat yang didapatkannya begitu sangat besar, dimana rasa percaya untuk kembali kemasyarakat atau kefungsi sosialnya bisa kembali, ART tidak perlu malu atau pun menjadikan ini sebagai aib yang harus ditutup-tutupi tetapi adalah pembelajaran yang harus diambil manfaat dan hikmatnya. ART juga tidak perlu takut lagi dengan pikiran dan pembicaraan masyarakat tentang dirinya, walaupun ART tahu bahwa masyarakat Indonesia masih menganggap hal-hal seperti ini adalah suatu aib dalam keluarga tetapi lingkungan tempat ART tinggal sekarang tidak terlalu berpikir seperti itu terhadapnya, hanya 1 atau 2 orang saja yang masih berpikiran seperti itu. ART juga mengatakan : “Aku sangat mengharapkan jika aku kembali ke lingkungan sekitar rumahku, tidak ada yang membicarakan hal-hal yang tidak baik tentangku, walaupun hal seperti itu tidak bisa kita hindari. Lagi pula Pusaka Indonesia juga sudah memberikan dukungan dan keluarga aku juga memberikan dukungan”. ART tidak begitu berharap banyak tetapi ART ingin masyarakat dapat menerimanya dengan cara tidak membicarakannya secara berlebihan karena hal tersebut akan membuatnya sulit untuk percaya diri kembali dan juga demi anak- anaknya yang masih kecil-kecil. Begitu juga dengan NSR yang mengatakan bahwa ART harus menjadi ibu yang kuat demi anak-anaknya tidak perlu peduli dengan apa yang orang lain katakan kepadanya. Penulis juga melihat bahwa ART sudah bisa kembali kemasyarakat dengan meningkatkan rasa percaya dirinya. ART juga sudah tidak ketergantungan ekonomi lagi terhadap mantan suaminya, karena sebelumnya ART memang sudah bekerja, walaupun kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, serta ART juga tidak mau mengingat atau melihat kebelakang lagi untuk mengingat kejadian yang Universitas Sumatera Utara pernah ART alami. Dalam kehidupan bertetanggapun, ART begitu sangat akrab terhadap tetangga dan warga yang ada di sekitar rumah ibunya.

7. Monitoring

Dilihat dari bentuk permasalahan yang di hadapi oleh ART, maka diperlukan bantuan secara finansial agar ART mempunyai penghasilan untuk dirinya dan anak- anaknya serta juga untuk melepaskan dirinya dari ketergantungan terhadap mantan suaminya. Berikut penuturan ART : “Bapak Mitra memang pernah datang kerumah aku yang sebenarnya rumah mama. Bapak Mitra datang hanya mengajak aku ngobrol-ngobrol saja dan menanyakan tetang kondisi aku. Bapak Mitra juga bertanya sama aku, tentang kegiatan yang sudah aku lakukan setelah persidangan kemarin selesai”. NSR juga menambahkan kalau bapak Mitra dan ibu Elisabeth masih sering mendatangi kami untuk menanyakan kabar anak saya, bukan hanya datang kemari secara langsung tetapi juga menelepon kami dan rencananya ART akan meminta Yayasan Pusaka Indonesia untuk mendampingi ART dalam proses perceraian dimata hukum. Bapak Mitra selaku koordinator divisi anak dan perempuan, selalu mengajak ART untuk ikut dalam CU Credit Union yang dikelola oleh Yayasan Pusaka Indonesia dengan tujuan agar ART bisa membuka usaha sendiri dan mampu secara ekonomi karena Yayasan Pusaka Indonesia mengetahui bahwa ART mempunyai gaji yang pas-pasan. Berikut penuturan ART : “Sebenarnya aku memang pernah diajak bapak Mitra untuk bergabung dan menabung dengan CU yang dikelola oleh ibu Tina selaku koordinator kewirausahaan, hal tersebut dilakukan oleh bapak Mitra mungkin dengan tujuan agar aku bisa mandiri dan mempunyai usaha sendiri. Aku sangat tertarik sekali dengan ajakan tersebut, tetapi aku bingung harus buat usaha apa, tetapi akhirnya aku menolak untuk menabung di CU, aku lebih memilih pekerjaanku yang sekarang sebagai pegawai swasta”. Universitas Sumatera Utara ART mengatakan bahwa dirinya memang pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia untuk menunjukkan perkembangan diri serta menceritakan apa saja yang menjadi kendalanya setelah lewati proses reintegrasi. ART juga mengatakan bahwa dirinya sangat tertarik untuk menabung atau meminjam uang di CU atau simpan pinjam, tetap ART sangat bingung harus membuat usaha apa, sehingga akhirnya ART menolak untuk bergabung atau menabung di CU. Dalam beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, divisi anak dan perempuan akan mengajak atau selalu siap jika ada mantan korban atau klien yang pernah ditangani untuk mengajak kerja sama. ART belum pernah diajak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang bentuknya seminar, workshop atau acara lainnya. Berikut penuturan ART : “Sama sekali aku belum pernah diajak sama Pusaka Indonesia untuk melakukan kegiatan atau ikut dalam kegiatan yang di lakukan oleh Pusaka, lagi pula aku sudah mau fokus sama kerjaanku. Ini pun aku udah mulai sibuk dan banyak waktu aku diluar dari pada di rumah. Semua ini demi anak, kalau Pusaka Indonesia punya acara yang berkaitan dengan kerjaanku dan diajak untuk kerjasama, aku mau”. Hal tersebut juga dibenarkan oleh NSR yang mengatakan bahwa NSR tidak pernah diajak untuk ikut atau membuat kerjasama dalam satu kegiatan, mungkin saja kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia, tidak sesuai dengan jenis pekerjaan ART. NSR juga mengatakan bahwa dirinya sangat ingin melihat kerja keras anaknya tidak sia-sia. Peneliti juga melihat bahwa ART sudah bisa mandiri, dimana ART sudah kembali bekerja secara serius dan tidak lagi mau ambil pusing terhadap masalahnya.

5.5 Informan III