Aspek Hermeneutik METODOLOGI PEMAHAMAN TERHADAP AL-QUR’AN

52 Berdasarkan pembahasan tentang aspek teknis penulisan dengan ketujuh elemen di atas, secara keseluruhan dapat tergambar dalam tabel berikut; Tabel 1 Aspek Teknis Penulisan Teks-teks dalam Rubrik Sistematika Penyajian Tematik Bentuk Penyajian Global Gaya Bahasa Populer Bentuk Penulisan Non Ilmiah Sifat Penulis Individual Asal-Usul Majalah Respon Brosur MTA Sumber Rujukan Tidak didapati keterangan sumber

C. Aspek Hermeneutik

Sejarah hermeneutika tafsir al-Qur’an, setidaknya terbagi menjadi dua; hermeneutik al-Qur’an tradisional dan hermeneutika al-Qur’an kontemporer. Perbedaan antara keduanya terletak pada perangkat metodologi yang digunakan. Hermeneutika al-Qur’an tradisional sebatas menggunakan linguistik dan , belum terdapat rajutan sistemik antara teks, penafsir dan audiens sasaran teks, meskipun unsur triadik ini telah hidup di dalamnya waktu itu. Sedangkan hermeneutik al-Qur’an kontemporer telah melakukan perumusan sistematis unsur triadik tersebut. 53 Bagian aspek hermeneutik ini akan mencoba menelisik sisi hermeneutik tersebut dalam teks-teks pada rubrik dengan mengacu pada tiga hal yakni metode, nuansa dan pendekatan. 1. Metode Dua arah penting dalam melihat kerangka metodologi yang dipakai adalah metode riwayat dan pemikiran. Seperti yang terjadi dalam hermeneutik al-Qur’an tradisional, riwayat merupakan satu variabel yang digunakan untuk menjelaskan makna teks. 82 Metode riwayat merupakan suatu proses pengkajian al-Qur’an yang menggunakan data riwayat dari Nabi s.a.w. dan atau sahabat. Data material dalam metode ini mengacu pada hasil penafsiran Nabi yang ditarik dari riwayat pernyataan Nabi atau dalam bentuk an- sebagai satu-satunya sumber data otoritatif. Teks-teks yang dipublikasikan di rubrik MTA menggunakan metode riwayat ini terlihat dari data material berupa pernyataan Nabi dalam bentuk hadis, apa adanya. Artinya, hadis-hadis tersebut dihadirkan sebagai penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang diketengahkan. Dalam beberapa judul, hadis-hadis bahkan mendominasi isi teks. Keberadaan hadis-hadis dalam satu teks terkadang tidak setema. Sebagai contoh dalam judul Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi 83 terdapat dua buah hadis yang berkaitan dengan tema yakni bunuh diri dan tiga buah hadis yang berbeda tema yakni tentang keniscayaan adanya penyakit dalam tubuh manusia. Sebanyak 17 judul dari 47 judul di 82 Ibid., hlm.196 83 Lihat, lampiran 6. 54 dalamnya menggunakan hadis sebagai penjelas. Selebihnya tidak didapati hadis sebagai penjelas, tetapi dengan menghadirkan ayat lain. 2. Nuansa Pemahaman Maksud dari nuansa pemahaman di sini adalah ruang dominan sebagai sudut pandang dari sebuah karya. Dalam konteks ini, setiap teks dapat hadir dengan nuansa yang berbeda-beda. Adakalanya teks tersebut terbangun dalam nuansa atau laun [warna] teologis, sosial kemasyarakatan, kebahasaan, psikologis, sufistik, falsafi, ‘ilmi, atau fiqhi. Nuansa teks dalam rubrik adalah sebagai berikut : a. Nuansa Teologis Sebuah teks dapat dikatakan bernuansa teologis jika bangunan teks tersebut mengedepankan sistem keyakinan ketuhanan sebagai variabel tema yang penting. Hal ini dilakukan dengan cara mengungkap pandangan al-Qur’an mengenai sistem keyakinan dan teologi melalui pelacakan tema-tema pokok beserta konteksnya. Tema pokok berkaitan dengan sistem keyakinan dan teologi semisal hubungan manusia dengan Tuhannya, kekuasaan Tuhan, konsep seputar iman, taqwa, kafir, , persoalan eskatologi, konsepsi tauhid, dan rukun iman. 84 Terdapat beberapa judul dalam yang sekalipun tidak secara langsung berbicara tentang tema keimanan, kekafiran misalnya, 84 9 : ; +,4.. 55 tetapi dalam teks tersebut menuansakan persoalan teologis. Judul-judul tersebut adalah: 1 Hidup Di Dunia Hanya Sehari Saja. Teks ini diawali dengan menyodorkan sebuah ayat tentang ungkapan kesan orang-orang di akhirat berkenaan dengan kehidupan mereka di dunia dalam Q.S. [20]: 104. Pada saat manusia saling berbisik tentang keberadaan mereka yang hanya sepuluh hari saja di dunia. Sementara orang yang paling lurus di antara mereka mengatakan bahwa persinggahan di dunia hanyalah sehari saja. Nuansa teologis didapatkan pada saat digambarkan keadaan orang kafir dan mukmin di akhirat dengan merujuk ayat tersebut. Selepas ayat ini, tidak didapati penjelasan maksud dari ayat yang disajikan dengan mengungkap sisi ayat ini misalnya dengan ayat sebelum dan sesudahnya atau dengan mengetengahkan penafsiran ulama tafsir sehingga tergambar di benak pembaca tentang penyebab dikatakannya hidup di dunia hanya sehari saja. Respon terhadap ayat ini hanya dikatakan betapa bahagianya hidup yang singkat tersebut ketika dihabiskan bersama Rasul dan orang-orang ahli kebenaran. Untuk mendukung penjelasan singkat ini, pembaca disodori dengan sebuah ayat lain dalam Q.S. al- [7]:157 tentang orang-orang yang mengikuti 56 Rasul dan beriman kepadanya adalah termasuk orang-orang yang beruntung. Orang-orang tersebut dikategorikan sebagai orang-orang yang bertaqwa. Ketaqwaan menjadikan perbuatan manusia berkualitas tinggi dan berbuah di dunia dan akhirat. Perjuangan untuk bersabar dalam ketaqwaan sebagai jalan yang diridhoi oleh Allah akan memperoleh derajat yang tinggi dan memiliki kualitas moral yang tinggi pula. Perjuangan ini juga butuh pengendapan dan pembiasaan ilmu, iman dan amal saleh. Penjelasan tentang ketaqwaan ini pun memberikan warna teologis dalam teks ini. 2 Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme. Judul ini masuk dalam kategori teks yang bernuansa teologis oleh karena dalam judul ini membahas tentang sebuah keyakinan [ ] Islam yang dilawankan dengan yang tak bertuhan juga yang menuhankan materi. Teks ini menjelaskan bahwa materialis berpijak pada prinsip bahwa alam raya ada dengan sendirinya dan bersifat kekal sehingga manusia hanyalah akibat adanya alam raya. Hidup dan mati tidak memiliki suatu tanggungjawab sehingga manusia berhak menciptakan alur kehidupan yang dilakukan dengan membuat aturan-aturan yang disepakati di antara mereka tanpa merujuk pada hukum-hukum Allah Tuhan semesta alam, aturan universal yang telah ditetapkan oleh Allah atas umat manusia. Sebaliknya, 57 menurut teks ini, manusia yang patuh dengan peraturan-peraturan Allah akan merasakan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan. Semua itu berpangkal pada jiwa manusia. Rasa terlindungi dan terjaga membawa jiwa manusia kepada ketenangan. Penyebab terbelenggunya manusia pada kehidupan materialis adalah kecintaan kepada dunia dan harta benda. Ini sudah menjadi sebuah pola hidup manusia modern. Solusi penting untuk menghindarinya adalah tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam yang sempurna sehingga keindahan zaman modern tidak menjadi sebuah malapetaka. 3 Mukjizat-mukjizat Nabi Isa. Meski judul teks ini dikhususkan pada mukjizat Nabi Isa, tetapi pembahasan di dalamnya diarahkan untuk mengingatkan manusia akan keagungan Allah. Diutusnya para nabi, termasuk nabi Isa dengan mukjizat yang telah diberikan diharapkan dapat membawa manusia ke jalan yang lurus. Secara individu maupun kolektif, manusia berpotensi melakukan penyimpangan-penyimpangan yang juga pernah terjadi pada umat terdahulu. Jalan keluar terhadap penyimpangan ini sama seperti jalan keluar yang terdahulu, tetap mengagungkan Allah melalui tanda kebesaran-Nya dan melaziminya. Di sinilah tampak nuansa teologis dalam teks ini. 58 4 Menghindari Pola Hidup Sekuler. Meski teks ini menyinggung tentang sekuler, namun isi teks tidak jauh dari pembahasan yang beraroma teologis, hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, juga berkisar tentang keimanan. Pembahasan berawal dari jalan hidup sekuler yang mewabah ke seluruh penjuru dunia ketika manusia terkungkung dengan peraturan-peraturan agama dan mencoba keluar dari kungkungan tersebut dengan menambah dan mengurangi isi agama seperti penyimpangan yang dilakukan oleh manusia sebelum datangnya Islam yang dicontohkan dengan ayat dalam Q.S. al-Baqarah [2] : 75 dan 79, juga Q.S. ‘ [3] : 187. Idealnya, manusia yang mengamalkan ajaran agama dengan benar dan lurus akan mendapat curahan petunjuk dan rahmat dari Allah yang dapat dicirikan dengan ketenangan, ketentraman, kebahagiaan dalam jiwanya. Sekularisasi dibarengi dengan adanya revolusi ilmu dan teknologi disusul dengan revolusi industri dan budaya. Kecenderungan manusia untuk mencintai dunia yang amat sangat mengakibatkan manusia tidak lagi mengetahui tujuan kehidupan. Tujuan tersebut adalah melihat tanda-tanda keagungan Allah dan bersyukur kepada-Nya. Orang-orang yang mengabaikan tuntunan Allah dan acuh-tak acuh dengannya, tidak menjalankan perintah- Nya, suka melanggar larangan-Nya maka mereka akan menjadi manusia yang menempuh jalan kehinaan, tidak lagi suka mendekat 59 kepada Allah Tuhan Yang Maha Suci bahkan mereka lebih suka meyakini bahwa Allah itu tidak ada alias atheis. Ketika manusia sedang berbondong-bondong menuju kehidupan sekuler dapat dipastikan kejiwaan manusia sedang terjangkiti penyakit kesombongan dan kedurhakaan kepada Allah dan pasti akan memunculkan kesengsaraan dan penderitaan jiwa. Walaupun manusia bergelimang dengan ilmu dan teknologi, bergelimang dengan harta benda dan gemerlapnya suasana namun jiwanya akan semakin susah. Kebalikan dari mereka yang mengabaikan tuntunan Allah adalah orang yang tumbuh dengan pemahaman dan amalan-amalan yang benar dan lurus, rajin mendidik diri dengan al-Qur’an dan Sunnah. Mereka akan menemukan ilmu dan teknologi sebagai nikmat-nikmat Allah di kehidupan dunia ini sebab ilmu Allah itu sangat luas tak terbatas. Demikian ringkasan dari teks yang dapat menggambarkan nuansa teologisnya. 5 Cara Jitu Menghindari Bujuk Rayu Setan. Teks ini tidak jauh berbeda dengan teks sebelumnya yang tidak jauh pula dari pembahasan mengenai hati dan keimanannya sebagai wilayah teologis. Ada beberapa sebab yang menjadikan setan masuk ke dalam manusia dan merasa nyaman membersamai manusia untuk berbuat kerusakan sebagaimana Q.S. asy-Syu’ara’ [26] : 221-223. Dosa, atau kekotoran hati adalah pangkal 60 kedatangan setan ke dalam hati manusia. Ibarat tempat sampah dipenuhi dengan lalat, bakteri dan penyakit, demikian pula setan sangat menyenangi hati orang-orang yang suka berbuat dosa, mengkufuri nikmat dan rahmat dari Allah. Setan sangat mahir membuat kebingungan dalam diri manusia. Kegelapan setan menjadikan manusia terhalangi atau tersesatkan dari mengikuti jalan-jalan petunjuk yang benar. Cara atau tips seperti dalam judul ini yang dihadiahkan bagi pembaca untuk menghindari godaan setan sebagai “sunnatullah” adalah meningkatkan daya tahan dalam memegang petunjuk Allah. Sebagai contoh sebatang besi yang satu terlindungi oleh minyak dan yang lain tidak terlindungi bahkan masuk ke dalam cairan garam, pasti akan rapuh dan rusak. Demikian pula hati manusia yang terlindungi dengan iman akan menjadi hati yang kuat dan tangguh. Sebaliknya hati yang tidak terlindungi dengan iman atau bahkan ada di lingkungan yang rusak pasti akan menjadi lemah dan rusak. 6 Nabi Ibrahim Anak Seorang Penyembah Berhala. Berbeda dengan teks lain yang menyinggung tentang keimanan, teks ini lebih cenderung berbicara persoalan ketauhidan sebagai persoalan teologis. Mengacu pada judul tentang seorang Nabi yang dijuluki sebagai bapak tauhid, sebagai nabi yang ditugasi untuk mengakhiri kemusyrikan di tengah masyarakatnya 61 dan menuntun mereka pada jalan tauhid, meski beliau sendiri adalah anak seorang penyembah berhala bahkan produsen berhala. Bukan sebuah ketauhidan ketika apapun dijadikan sebagai tuhan, baik dalam bentuk berhala maupun bentuk lain, bahkan malaikat sekalipun. Penyimpangan dalam bentuk apapun telah dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai penoda ketauhidan. Untuk meluruskan penyimpangan tersebut diutuslah nabi bagi ummatnya, termasuk nabi Ibrahim sebagai panutan yang sangat luar biasa hebatnya dengan segala resiko yang diterimanya dari masyarakatnya namun diselamatkan oleh Allah. Pelajaran dari penjelasan ketauhidan nabi Ibrahim diungkapkan bahwa menjadi seorang pioneer kebenaran di setiap zaman, waktu, tempat dan suasana bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, orang-orang yang memproklamirkan dirinya sebagai orang yang mempercayai al-Qur’an di tengah-tengah budaya yang selainnya adalah orang-orang yang dianugerahi keteguhan iman. 7 Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah. Teks ini diawali dengan sebuah hadis sebagai pengantar pembahasan tentang kehidupan manusia di dunia beserta kehendak bebasnya. Penjelasan disertai dengan hadis : Dari Ali r.a. berkata; Rasul s.a.w. bersabda ; “Jibril mendatangiku dan berkata : Ya Muhammad, hiduplah sesukamu karena engkau akan mati, cintailah siapa yang kamu mau karena engkau akan meninggalkannya, beramallah sesukamu karena engkau akan dibalas dan ketahuilah bahwa kemuliaan seorang mukmin pada dan ‘izzahnya pada kemandiriannya. 62 Selanjutnya dijelaskan penghargaan Islam terhadap kebebasan manusia adalah sebuah penghargaan yang sebenarnya. Kebebasan berpendapat, berekspresi dan segala kebebasan dalam standar aturan yang benar. Sebuah kebebasan yang tidak boleh melanggar kebebasan dan hak orang lain. Manusia diberi kebebasan untuk menempuh kehidupannya dengan cara-masing-masing namun ada prinsip yang harus dibangun dan disadari bahwa kehidupan dunia penuh keterbatasan, tidak abadi. Kehidupan dunia berakhir dengan kematian. Keimanan pada adanya hari akhir seyogyanya menjadikan manusia mengikuti petunjuk dan aturan Allah. Dari sini pembahasan teologisnya terlihat. 8 Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an Judul ini masuk dalam tulisan yang bernuansa teologis oleh karena isi yang dibangun berkenaan dengan pokok keimanan yakni mengimani kitab suci yang dibawa oleh Muhammad s.a.w. Allah menghendaki keselamatan bagi siapa saja yang mengimani, mempercayai dan mengamalkannya. Nilai-nilai kebenaran yang ada dalam al-Qur’an lebih mulia dari sekedar nilai-nilai materi yang telah Allah sebarkan di muka bumi. Walaupun manusia tidak mau meyakini kebenaran al-Qur’an, namun Allah, malaikat-malaikat-Nya dan orang-orang yang saleh yang berbakti kepada-Nya meyakini kebenarannya. Manusia boleh memilih apakah akan mengimani atau mengkafiri firman Allah 63 dalam kitab suci al-Qur’an namun masing-masing dengan segala konsekuensinya. 9 Tidak Faham Al-Qur’an, Pasti Menyesal. Tidak jauh berbeda dengan point kedelapan tentang keimanan terhadap wahyu yang diberikan kepada Rasul terakhir sehingga nuansa teks bersifat teologis. Dalam teks ini banyak menghadirkan ayat-ayat dengan sedikit penjelasan. Ayat pertama yang dihadirkan adalah Q.S. at- [81] : 24-29 , kemudian Q.S. al-Isra’[17]: 15 dan 111. Selepas ayat-ayat tersebut, disusul dengan ayat-ayat lain dengan sedikit penjelasan di antaranya yang berbunyi “Allah menjelaskan kepada kita akan asal-muasal diri kita dan perjalanan kita di muka bumi serta akhir dari perjalanan diri kita di dunia ini juga kemana kita akan pergi”. Perjalanan di muka bumi adalah pertanggungjawaban yang harus dipertanggungjawabkan karenanya harus sesuai dengan petunjuk yang telah digariskan. Di samping itu juga memerlukan adanya kehati-hatian, sebab ujian, cobaan dan tipuan setan selalu menghadang. Ada orang atau sekelompok orang, menurut isi dari penjelasan teks, yang merasa berbuat yang terbaik menurut pikiran, hati dan kehendak serta ilmu yang ada pada mereka, padahal mereka telah berbuat sesuatu yang paling merugikan diri mereka di dunia dan di akhirat. 64 Banyak manusia dimata manusia awam telah menghasilkan karya-karya besar, revolusioner, monumental, mengglobal namun banyak dari mereka yang tidak mau beriman kepada Allah dan tidak mengamalkan al-Qur’an. Penjelasan ini kemudian dilengkapi dengan Q.S. asy- [42]:45, Q.S. al- [7]:51, Q.S. al- 8 [45]: 34. 10 Bertasbih, Sifat Universal Jagat Raya. Judul satu ini termasuk kategori nuansa teologis sebab isi dari teks ini berkaitan dengan kekuasaan Tuhan. Allah menciptakan akal, indra dan hati tidaklah tanpa kehendak khusus di dalamnya. Semuanya itu digunakan melihat tanda-tanda keagungan Allah, untuk bertasbih dan bersyukur dengan nikmat-Nya. Hal tersebut menjadi tugas segenap makhluk untuk menyibukkan diri melihat tanda-tanda keagungan Allah bahkan ini menjadi kewajiban manusia untuk melakukannya. Usaha manusia untuk cinta bertasbih dan bersujud kepada Allah membutuhkan kesungguhan. Ini disebabkan adanya “makhluk-makhluk” jahat yang siap memangsa manusia dan membelokkan dari jalan yang lurus. Dalam teks ini, makhluk yang dimaksud adalah setan, dapat dilihat dari ayat yang dipaparkan setelah penjelasan tersebut. Ayat dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 169 juga Q.S. an-Nisa’[4]: 117 menyebut kata setan di dalamnya. Hanya saja satu ayat yang juga dicantumkan setelah kedua ayat 65 tersebut tidak terdapat kata setan, akan tetapi menyebut tentang kata , ini didapati dalam Q.S. al- [59]: 19. Bertasbih kepada Allah, seperti dalam sub judul teks ini, sebagai obat kesusahan dan kegelisahan jiwa. Manusia membutuhkan makanan dan minuman untuk jiwanya berupa iman dan amal saleh untuk dapat terhindar dari makhluk makhluk yang siap memangsa seperti dijelaskan di atas. Sangat berbahaya ketika manusia telah melalaikan syariat Allah dan membuat syariat sendiri, apalagi melalaikan Allah. Sudah dapat dipastikan ketika hal ini terjadi, manusia menjemput kesesatan yang mengungkung jiwa dan siap meluncur ke dalam jurang kesusahan dan kekalutan jiwa sebagai penyebab pertikaian, perseteruan, kekacauan, dan bahkan peperangan besar di antara umat manusia. Di sinilah mengapa bertasbih, bersujud, ta’at mengagungkan Allah sepanjang kehidupan dunia menjadi pesan penting dalam bagian akhir teks ini. 11 Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna. Paragraf pertama dari teks ini diawali dengan pernyataan bahwa terjadinya banyak musibah, bencana yang datang silih berganti menunjukkan tidak ada perlindungan yang hakiki kecuali perlindungan Allah. Pada saat manusia dilanda kegelisahan, kegalauan, keputusasaan, saat itu hamba yang taat akan mendapatkan hikmah. Dalam keadaan terjepitpun, Allah berkenan 66 memasukkan hikmah perlindungan dan keamanan yang paripurna pada hamba yang bertaqwa. Apa yang diucapkan oleh manusia ketika tertimpa musibah dengan ucapan “Inna wa inna ilaihi ”, dikatakan dalam teks sebagai insting mulut jiwa, bisikan hati yang diridhoi oleh Allah dan membutuhkan adanya latihan untuk mencapai kesucian jiwa. Di antara beberapa hal yang menjadi jalan untuk mendapat jalan dan keselamatan adalah; pertama, mengikuti petunjuk al-Qur’an, kedua; beramal saleh sesuai petunjuk Allah, ketiga; suka berderma karena mencari ridho Allah, keempat; hidup dengan memelihara iman, kelima; membela kebenaran Allah di tengah-tengah masyarakat, keenam; menghayati nilai-nilai kebenaran Islam dan mengamalkannya, ketujuh; mengimani firman Allah dan mengadakan perbaikan diri, dan yang terakhir, kedelapan ; belajar menjadi kekasih Allah. b. Nuansa Psikologis Pengertian nuansa psikologis adalah suatu nuansa tafsir yang analisisnya menekankan pada dimensi psikologi manusia. Ruang lingkup psikologi modern terbatas pada tiga dimensi, yaitu fisik- biologi, kejiwaan, dan sosio-kultural, maka ruang lingkup psikologi 67 Islami di samping tiga hal tersebut juga mencakup dimensi kerohanian dan dimensi spiritual. 85 1 Jika Hati Menjadi Keras. Teks ini mencoba menyentuh sisi terdalam dari manusia yakni hati, sebab itu termasuk bernuansa psikologis. Hati adalah tempat dianugerahinya keimanan yang akan mengantarkan pada sebuah ketundukan [ ] pada ketentuan-ketentuan Allah. Hati yang telah dianugerahi dengan keberserahan diri akan tercermin lewat ketaqwaan, sementara hati yang membatu sudah pasti berada dalam kesesatan. Pernyataan ini dikuatkan dengan menyitir ayat Q.S. az- Zumar [39]:22. Kejernihan hati, dijelaskan dalam teks ini, tidaklah bergaransi. Penyebab keruhnya hati adalah godaan setan. Akibat tergoda, manusia menurutkan hawa nafsu yang menodai hati menjadi lambat laun mengeras dan membatu. “Hati yang sakit”, demikian istilah dalam teks ini, tidak mempan dengan nasehat dan peringatan yang baik, ibarat badan yang sakit tidak dapat merasakan makanan yang lezat. Solusi yang ditawarkan oleh teks ini di bagian akhir adalah mengembalikan kesucian hati dengan mematikan hawa nafsu 85 Islah Gusmian, Khazanah…, hlm. 246-247. 68 duniawi dan menghidupkan hati dengan berkelana mengarungi makna dan ayat-ayat-Nya. Sebagai penutup teks, pembaca dihadiahi dengan kalimat yang mengesankan hubungan personal yang bersifat vertikal antara hati manusia dengan Tuhannya dalam kalimat berikut : Hati bisa sakit sebagaimana sakitnya jasmani, dan kesembuhannya adalah dengan bertaubat. Hati pun bisa kotor dan berdebu sebagaimana cermin, dan cemerlangnya adalah dengan berdzikir. Hati bisa pula telanjang sebagaimana badan, dan pakaian keindahannya adalah taqwa. Hati pun bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, maka makanan dan minumannya adalah mengenal Allah, cinta, tawakkal, bertaubat dan berkhidmat untuk-Nya. 2 Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesoris. Teks ini mengangkat judul dari fenomena yang ada di masyarakat tentang cara berjilbab. Ini dapat dilihat pada kalimat pengantar pada paragraf pertama; Seorang perempuan muda berjilbab mini tengah mengambil bolpoin yang jatuh di lantai. Secara mengejutkan, pakaian yang tak kalah mini dengan jilbabnya, terangkat ke atas hingga memperlihatkan bagian tubuhnya. 6 min , jika contoh yang dilukiskan itu sudah menjadi gambaran dari muslimah-muslimah sekarang ini. Niatnya memang baik, menutup aurat yang sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslimah. Hanya saja, seringkali aurat yang ditutup tidak sesuai dengan apa yang seharusnya dituntunkan oleh Islam. Satu contoh di atas kemudian diikuti dengan contoh lain yang tidak jauh berbeda. Setelah mengungkap contoh fakta tersebut, pembaca diarahkan untuk membaca ayat tentang perintah berjilbab. Ayat yang dikutip adalah Q.S. an-6 [24]: 31, juga Q.S. al- [33]: 59; 69 ِء َِ,َو َIِ0 َََو َIِMاَوْزN ْ ُ 6 ِ ا َ 65َأ َ5 ْنَأ َ,ْدَأ َIَِذ ِ ِ ِEَM ْ ِ ِ ََْ َ ِ,ْ ُ5 َ ِِ ْOُ ْا ً ِ َر اًر ُQَR ُ ا َن َآَو َ ْ5َذْOُ5 Eَ1 َ ْ1َْ.ُ5 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Sebagai keterangan dari ayat yang ditampilkan, jilbab didefinisikan sebagai jilbab yang sejenis baju panjang yang lapang dan dapat menutup kepala hingga dada. Jika mengenakan jilbab yang mini dimana umumnya jilbab diikatkan ke leher, maka berarti tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam ayat. Bukan berarti Islam melarang tampil modis, demikian dijelaskan, akan tetapi pakaian dan terutama jilbab haruslah sesuai dengan unsur syar’i. Ada pesan yang lebih ditonjolkan dengan mengulas persoalan jilbab dalam teks ini yang dapat dilihat dari sub judulnya yakni jilbab sebagai cermin menjaga hati. Inilah mengapa penulis mengkategorikan judul ini bernuansa psikologis karena meskipun mengangkat fenomena masyarakat namun hal tersebut hanya sebagai pengantar untuk membahas tentang sisi kerohanian manusia yakni tentang menjaga hati. Selain contoh kasus pada paragraf awal, teks ini kembali menghadirkan fenomena lain yang tidak asing di masyarakat tentang bagaimana perilaku wanita 70 berjilbab yang dianggap tidak mencerminkan perilaku yang baik, padahal dengan mengenakan jilbab diharapkan dapat merubah perilaku dan sikap menjadi lebih baik, menjadikannya sebagai alat menjaga hati dan perilaku. 3 Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi. Sebagai prolog teks ini mengetengahkan fakta yang terjadi di Solo tentang adanya bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang yang ternyata penyebabnya adalah penyakit yang tak kunjung sembuh. Setelah itu diungkap fakta-fakta lain tentang bunuh diri yang dikaitkan dengan keputusasaan dan dalil tentang tidak diperbolehkannya putus asa. Dalil yang diambil adalah Q.S. al- [15]: 56, Q.S. [12]: 87, Q.S.az-Zumar [39]: 53, dan satu ayat tentang larangan membunuh diri sendiri dalam Q.S. an-Nisa’[4]: 29. Selain ayat-ayat tersebut, disebutkan pula dua buah hadis berikut ; َل َ ضر َةَْ5َُه َِا ْ َ : ص ِWا ُلْ ُ َر َل َ : ِر َ, ِ1 َ ُ َ1 ُ َْQَ, َ َXَ4َ1 ٍ ََM ْ ِ ىدََ0 ْ َ ِ َ5 ِ1 ُ 6 َُ1 ُ َْQَ, َ َXَ4َ1 Z ُ َ3َ0 ْ َ َو ،اً ََا َ ِْ1 اً َ=ُ اً ِ َ\ َ ِْ1 ىدََXَ5 َ َ َM ُ َ3َXَ5 ِ اً ِ َ\ َ َ َM ِر َ, ِ1 ِ1 َ ِ ُ]Mَ َXَ5 ِِ َ5 ِ1 ُ ُ0َ ْ5ِ َ3َ1 ،ٍةَ ْ5ِ َ3ِ ُ َْQَ, َ َXَ ْ َ َو ،اً ََا َ ِْ1 اً َ=ُ اً ََا َ ِْ1 اً َ=ُ اً ِ َ\ َ َ َM ِر َ, . ا و ى_ X ا و و ىر = ا Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barangsiapa menerjunkan diri dari gunung untuk bunuh diri, maka dia di neraka jahannam menerjunkan diri di dalamnya, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa meminum racun untuk bunuh diri, maka dia meminum racun di tangannya itu di neraka jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Dan barangsiapa 71 bunuh diri dengan senjata tajam, maka senjata tajam itu di melukainya di neraka jahannam, kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya”. [H.R. , Muslim, , dan Nasa’i] َل َ ضر َةَْ5َُه َِا ْ َ : ص ِWا ُلْ ُ َر َل َ : ،ِر ا ِ1 َ ُ4ُْ=َ5 ُ َْQَ, ُ`ُْ=َ5 ىِ_ ا ِر ا ِ1 ُِ3َXْ4َ5 ُِ3َXْ4َ5 ىِ_ ا َو ،ِر ا ِ1 ُ َْQَ, ُ ُ.ْaَ5 ُ َْQَ, ُ ُ.ْaَ5 ىِ_ ا َو . ىر = ا Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : Rasulullah s.a.w bersabda; “Orang yang bunuh diri dengan menggantung diri, dia akan menggantung diri di neraka. Orang yang menikam dirinya dengan senjata tajam maka dia akan menikam dirinya di neraka. Dan orang yang bunuh diri dengan menerjunkan diri dari tempat yang tinggi, maka dia akan menerjunkan diri di neraka”. [H.R. ]. 86 Dari ayat-ayat yang disitir tentang putus asa, pembahasan kembali kepada penyebab bunuh diri yang diungkap di dalam prolog teks, yakni sakit yang tak kunjung sembuh. Di sinilah mengapa penulis mengkategorikan tulisan ini bernuansa psikologis karena tulisan ini membahas tentang sifat keputusasaan yang menghampiri manusia juga secara fisik manusia tak bisa terhindar 86 Sanad dan matan berdasarkan penelususran hadis melalui CD Mausu’ah al- | berbunyi sebagai berikut; َِأ ْ َ ِجَ ْ َْا ْ َ ِد َ ا َُأ ََ َ ٌ َْ ُ ََ َ َْأ ِن ََْا َُأ ََ َ َََو ََِْ ُ ا َ + ِ ا َل َ- َل َ- َُْ ُ ا َ ِ.َر َةَ ْ1َ ُه ر ا ِ3 َ4ُُ ْ5َ1 َ4ُُ ْ5َ1 يِ7 اَو ِر ا ِ3 َ4ُ8ُْ9َ1 َُ:ْ;َ ُُْ9َ1 يِ7 ا ِHadis nomor 1276 dalam ini bersanad marfu’ . Adapun hadis lain dengan redaksi yang berbeda terdapat dalam Musnad Ahmad dengan hadis nomor 9245 berbunyi ; ا َ ِ ا ْ َ َةَ ْ1َ ُه َِأ ْ َ ِجَ ْ َْا ِ َ ِد َ ا َِأ ْ َ َن َْ=َ ِ ْا ِ َ ََْ1 ََ َ ََِْ ُ َ ِإ َُ:ْ;َ ُ َ ْ5َ1 يِ7 ا َََو ا ِ3 َ4ُ8ُْ9َ1 َُ:ْ;َ ُُْ9َ1 يِ7 اَو ِر ا ِ3 َُ8ََ1 َ4 ِ3 َُ8ََ1 يِ7 اَو ِر ا ِ3 َ4َُ ْ5َ1 ِر 72 dari rasa sakit, tetapi yang harus disadari oleh manusia bahwa rasa sakit yang melanda, ada pesan kesabaran di dalamnya. 4 Dengki Akhlak Yang Berduri Satu sifat yang juga kerap kali menghampiri manusia adalah sifat dengki. Dengki atau adalah sebuah penyakit berbahaya yang bibitnya hidup dalam tubuh manusia dan senang menjumpai pemicunya. Ketika saudara, teman atau tetangganya tersenyum senang maka sang pendengki akan kusut muka, sedih, pusing kepala menyesali kebahagiaan teman yang didengkinya. Sebaliknya ketika terdengar kabar buruk, kesedihan atau musibah, maka sang pendengki puas bersorak bahagia walau kadang-kadang menutupinya agar terkesan tidak terlihat, bahkan terlihat simpatik. Kedengkian, dalam penjelasan berikutnya, tidak akan muncul di hati manusia beriman yang selalu berusaha menuju taqwa, setiap waktu diguyur ilmu, amal dan berada dalam lingkaran persaudaraan yang ikhlas siap dalam membantu dan menasehati. Iri dengki tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat duniawi, seperti rumah dan kendaraan, melainkan juga menyangkut capaian-capaian di lingkup keagamaan, misalnya dakwah. Ini juga berarti bahwa penyakit dengki bukan hanya menjangkiti kalangan biasa tetapi dapat pula menjangkiti kalangan yang berilmu, pejuang dan da’i. Seorang yang mengikuti kelompok atau jama’ah tertentu sangat benci kepada kelompok atau jama’ah lain yang 73 mendapatkan kemenangan-kemenangan. Dan masih banyak lagi bentuk lainnya dari sikap iri dengki di kalangan para “pejuang” padahal kedengkian dapat mengantarkan pada dosa-dosa yang akan mencoret pahala. Kesimpulan dalam teks ini berbunyi; “sikap dengki akan membebani psikologis pelakunya sehingga tidak produktif malas didunia apalagi akhirat, cenderung tidak disukai orang lain, merasa berkehidupan sempit dan lupa untuk memperbaiki diri”. 5 Menjadi Muslim Anti Dengki. Masih setema dengan teks sebelumnya yakni tentang dengki yang menyelinap dalam diri manusia. Dengki dalam teks ini merupakan kezaliman yang diawali dengan rasa iri ingin memperoleh kenikmatan seperti orang lain peroleh, tetapi tidak suka kalau melihat orang lain mendapat kenikmatan atau sangat senang bila orang lain mendapat kesusahan. Iri dengki menjadi kendaraan setan untuk meniupkan perasaan tersebut di antara muslim. Orang-orang muslim sangat rentan terhadap perasaan iri, prasangka buruk dan khawatir, karena itu dianjurkan untuk berlindung kepada Allah [Q.S. al- : 200]. Perasaan iri hanya dibolehkan untuk dua hal. Ini dapat dilihat dari hadis yang dimunculkan dalam teks ini. “Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dibelanjakan pada jalan yang benar, dan seorang yang diberi ilmu 74 dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya.” H.R. . 6 Salah Kaprah Kaum Adam dan Hawa Memaknai Cintai Ketertarikan antara kaum lelaki dengan kaum perempuan adalah wajar adanya. Ayat yang disisipkan untuk mendukung pernyataan tersebut dalam teks adalah Q.S. [3]: 14 dan Q.S. an-Najm [53]: 45. Hal yang tidak wajar adalah ketika perasaan cinta ditorehkan dalam sebuah ikatan hubungan yang bertentangan dengan syariat Islam, demikian penjelasannya. Lantas bagaimana pemaknaan terhadap cinta yang ditawarkan dalam teks ini?. Jawabannya adalah memilihnya karena mencintai Allah. Kata ‘memilih’ dimaksudkan untuk menghindari jebakan salah kaprahnya memaknai cinta karena sejatinya cinta hanyalah untuk-Nya semata. Kata ini juga dimaksudkan untuk tidak melulu beralasan lantaran ada rasa cinta atau tidak cinta kepada seseorang ketika hendak membina mahligai rumah tangga. Cinta pada Allah yang membuat seseorang memilih pasangannya dengan maksud untuk mendekatkan diri pada-Nya dan bukan sebaliknya. Cinta pada pasangannya hanya sebatas rasa kasih sayang yang tidak melebihi kadar kecintaan kepada-Nya. Pengungkapan rasa cinta pun selayaknya tidak melebihi koridor. Jika memang belum siap memasuki koridor yang dituntunkan yakni pernikahan. Cinta dan 75 kasih sayang dalam pembahasan dalam teks ini yang membuatnya bernuansa psikologis. 7 Bonek, Sebuah Potensi Salah Ekspresi. Meski istilah bonek dikenal sebagai sekelompok orang pendukung tim olahraga, namun bonek, kepanjangan dari “bondo nekat” tidak terlepas dari sifat individu dari kelompok. Bonek, seperti dijelaskan dalam teks ini, sebetulnya mempunyai potensi yang luar biasa. Sebuah bentuk keberanian, tekad dan semangat serta ketawakalan namun belum terarahkan dengan baik. Potensi yang belum tersalurkan dengan benar. Sebagai sebuah kewajaran dalam diri pemuda memiliki jiwa membara untuk menunjukkan eksistensinya. Inilah psikologi pada diri bonek. Dengan mengetahui psikologi tersebut, sejatinya akan lebih mudah bagi orang tua dan lingkungan sekitar, juga media massa berperan untuk mengarahkan dan mengakomodasi keberanian, tekad yang mereka miliki ke arah yang lebih bertanggungjawab misalnya melalui pengorganisasian yang sistemik sehingga tidak lagi bersikap anarkhis. Di samping mengenalkan psikologi para bonek, teks ini mengenalkan beberapa faktor yang menyebabkan sikap anarkhis di antaranya stigma negatif pada diri mereka. Semakin dilabel dan diberitakan, para bonek semakin bangga menunjukkan kenekatan dan anarkhistisnya. Faktor lain adalah godaan situasi kerumunan. Massa berkerumun cenderung berpotensi mudah diprovokasi. 76 Untuk itu, pendekatan sosial yang diperlukan adalah rekayasa kultur dan rekayasa teknis agar ulah para bonek dapat direduksi, meski rekayasa kultur tidak bisa dilakukan dalam jangka pendek. 8 Konsep Cerdas Dalam Perspektif Islam Muncul di benak pembaca ketika membaca judul ini adalah sesuatu yang tidak jauh dari intelektualitas. Tulisan ini mendefinisikan kecerdasan sebagai berpadunya pikir dengan zikir dalam diri seorang muslim. Pikir merupakan kerja otak sedangkan zikir menjadi kerja hati. Definisi ini didasarkan pada penyebutan kata berakal atau berfikir yang tersebar tidak kurang dalam 19 ayat, seperti firman Allah SWT dalam QS.ar-Ra’d [13] : 19. Menurut teks ini yang berdasar pada ayat tersebut, orang-orang yang berakal bukanlah orang-orang yang hanya mengandalkan pikir otak saja. Bahkan orang-orang yang hanya mau menggunakan pikir saja tanpa menggunakan hati bisa disebut sebaliknya yakni orang yang bodoh. Pernyataan ini dikuatkan dengan realita yang terjadi di masyarakat dengan adanya manusia yang secara pikir ‘lebih pandai’ tetapi hatinya tidak hidup atau orang dengan kemampuan berpikir ‘kurang’ tetapi hatinya tetap hidup. Idealnya memang seseorang dikaruniai kecerdasan otak yang handal tetapi hatinya juga hidup, selalu ingat kepada Allah SWT, dan itulah yang paling baik. Menjadi sangat berbahaya, ketika manusia yang “moncer” dengan otaknya tetapi hatinya tidak tersentuh atau 77 terbimbing nilai-nilai agama. Contoh yang terjadi adalah jika mereka menempati posisi lebih tinggi dalam masyarakat akan menindas orang-orang yang bodoh dan lemah dalam kekuasaanya. Berbeda dengan orang yang secara kekuatan otak minim dan hatinya jauh dari Allah SWT, efeknya bagi manusia lain tidak akan celaka seperti yang dilakukan orang yang pintar namun minus moral. Contoh kongkrit adalah kasus Century yang berlarut-larut karena kebohongan orang-orang yang justru memiliki kepandaian. Sebagai penjelas dari konsep cerdas yang dimaksud, teks ini menghadirkan sebuah hadis; Dari Ibnu ‘Umar r.a. ia berkata : Saya datang kepada Nabi s.a.w, kami serombongan sebanyak sepuluh orang kemudian ada seorang laki-laki bertanya, “Wahai Nabi, siapa orang yang paling cerdas dan paling teguh di antara manusia?”. Nabi s.a.w bersabda, “Orang yang paling banyak mengingat mati di antara mereka dan orang yang paling banyak mempersiapkan bekal untuk mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan akhirat”. [H.R. Ibnu Abi ad-Dunya di dalam al-maut. di dalam As- dengan sanad hasan dan Baihaqi juga meriwayatkan di dalam az- = ; Sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi s.a.w, “Siapa di antara orang-orang mukmin itu yang lebih utama?” Nabi s.a.w menjawab; “Orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka”. Orang tersebut bertanya lagi, “Siapakah di antara orang-orang mukmin yang paling cerdas?”. Nabi s.a.w menjawab, “Orang yang paling banyak ingat mati di antara mereka, dan orang yang paling baik persiapannya untuk kehidupan selanjutnya. Mereka itulah orang-orang yang cerdas”. Dari hadis tersebut kemudian disimpulkan bahwa orang cerdas adalah yang mampu memadukan pikir dan zikir, mengoptimalkan 78 kemampuan dalam dirinya. Kualitas iman dan taqwa semakin tebal dengan menguasai Iptek [Ilmu Pengetahuan dan Teknologi]. 9 Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati Teks ini diawali dengan menuliskan dua buah hadis yang sesuai dengan judul. Hadis tersebut berbunyi; Dari Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata : Rasulullah s.a.w. bersabda: ”Maukah aku kabarkan kepadamu orang yang diharamkan masuk neraka atau orang yang nereka itu haram baginya?, neraka itu diharamkan atas setiap orang yang halus, lembut dan mudah [H.R. , ia berkata: Hadis , dan Ibnu dalam ] Dari 8 bin Abdullah r.a, ia berkata : Nabi s.a.w. bersabda : ” Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memberi kepada orang yang berkasih sayang sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bodoh. Apabila Allah mencintai kepada seorang hamba, Allah memberinya sifat kasih sayang. Tiadalah suatu keluarga yang terhalang kasih sayang, melainkan mereka terhalang pula dari kebaikan”. [H.R. , Muslim dan Abu ] Dari hadis ini kemudian diberikan penjelasan bahwa sifat kasih sayang dalam diri manusia dapat ditumbuhkan dengan meninggalkan kebodohan serta rajin menuntut ilmu Islam dan kemudian berusaha diamalkan. Penjelasan ini ditambahkan dengan tiga buah hadis lagi yang berkisar tentang kasih sayang. Orang-orang yang berperangai lembut, penuh sopan santun dan kasih sayang ada dalam masyarakat yang membersihkan diri dari kemaksiatan dengan berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah. Masyarakat yang demikian itu sayangnya tidak ditemukan di zaman sekarang ini oleh karena telah terkontaminasi dengan hal-hal 79 yang merusak yang dapat diakses dengan mudah melalui media massa. Hal-hal yang berbau kriminal, kejahatan, kemarahan, kekejian dan lain sebagainya. Pembahasan tentang jiwa yang ber sifat kasih sayang inilah yang menjadikan teks ini bernuansa psikologis. 10 Ujian Kesabaran Ibarat Menanti Hujan Reda. Sebuah perumpamaan yang hendak ditampilkan dalam judul teks ini yakni kesabaran yang diumpamakan seperti menanti hujan reda. Bila ujian kesabaran diibaratkan dengan menanti hujan reda, apakah orang akan menumpahkan kekesalannya pada rintik-rintik hujan itu? hujan terlalu biasa untuk dikeluhkan orang. Ketika air hujan semakin deras mengguyur, saat itulah kesabaran orang benar- benar berada di titik kulminasi. Hujan sering dianggap sebagai penghambat urusan duniawi. Padahal, hujan merupakan berkah dari Allah. Begitu juga dengan ujian kesabaran pada jiwa manusia seringkali dianggap sebagai sesuatu yang pahit dirasakan. Ujian bagi manusia tak hanya mencakup kesedihan, tetapi juga kebahagiaan. Sikap manusia beriman ketika mendapat ujian adalah tetap bersabar dan mengambil hikmah dari setiap cobaan tersebut. Teks ini menganjurkan untuk bersikap sabar. Kesabaran jiwa inilah yang membuatnya lekat dengan unsur psikologis manusia sehingga teks ini dikategorikan dalam nuansa psikologis. 80 11 Anak Adam Yang Lucu dan Selalu Disayang Allah Pesan utama dalam judul ini terkait dengan hubungan antara orang tua dan anak dalam sebuah keluarga. Orang tua yang berperan dalam mendidik anak sesuai bingkai Islam akan menghasilkan manusia yang lucu dan selalu disayang Allah. Betapa sangat menyenangkan bagi orang tua ketika anak-anak yang dididiknya tumbuh berkembang tetap di jalan yang lurus, penuh santun dan bermanfaat bagi semua, sesuai dengan doa yang dianjurkan ً َ ِإ َ ِ4Xُ ِْ ََْ.ْMاَو ٍ ُْ َأ َةُ َِ0 5bرُذَو َِMاَوْزَأ ْ ِ ََ ْcَه َ َر ”Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.” Nuansa Psikologis yang terbangun dalam teks ini berkaitan dengan sikap kelembutan dan kasih sayang antara manusia, antara anak dan orang tua. 12 Bercahaya Tanpa Skin Care Massage Kebahagiaan, ketentraman dan kedamaian seseorang dapat terlukis di wajahnya sehingga ia akan menebarkan aura positif bagi lingkungan sekitarnya. Tak hanya wajahnya yang melukiskan kedamaian jiwanya, tetapi juga tercermin dari untaian kata-kata yang diucapkan, yang muncul dari hati yang bersih. Kelembutan hati juga kasih sayang tumbuh setelah bersungguh-sungguh mendidik diri dengan hal-hal yang menyebabkan kebaikan tumbuh 81 dalam pribadi seseorang. Dari sini teks ini membangun nuansa psikologisnya. Manusia menyadari adanya kontradiksi dalam dirinya. Antara bisikan kebaikan dan bisikan kejahatan. Bila menurutkan kebaikan, pilihan itu menghantarkan pada kemuliaan yang tersirat pada wajahnya yang berseri-seri. Penampilan ini didapatkan tanpa harus menghabiskan isi dompet dengan melakukan skin care massage. 13 Jangan Tergesa Dalam Berproses Sunnatullah Judul ini berkaitan dengan tuntutan jiwa manusia untuk berusaha karena itu termasuk bernuansa psikologis. Prinsip utama ikhtiar adalah berusaha keras, dengan cara halal, berdo’a dan bersiap dengan apapun yang didapatkan. Dalam hal kesabaran berusaha, manusia dapat belajar dari metamorfosis kupu-kupu. Seringkali manusia berkeinginan serba instan dan terburu-buru [Q.S.al-Anbiya’[21]: 37]. Kesabaran dan ketekunan dengan perencanaan adalah kunci sukses menjalani hidup. Tidak ada kekhawatiran dan kesedihan bagi yang menyandarkan dirinya kepada Allah. Ketika semua usaha telah dilakukan namun hasilnya tidak sesuai keinginan, maka sikap yang tepat adalah tetap dalam kesabaran dan menghindari sikap berputus asa. 14 Manfaatkan Ramadan Secara Maksimal Teks ini dihadirkan sebagai penyambut datangnya bulan ramadan. Ada beberapa strategi yang diungkapkan dalam rangka 82 memasuki bulan ini dengan tujuan mendapatkan nilai ibadah dan ilmu. Pertama, mengetahui ilmunya dengan mempelajari hukum- hukum amalan ibadah. Kedua, menghindari perbuatan syirik, hura- hura, tidak berdalil dan tidak bermanfaat. Ketiga, membuat perencanaan yang matang mengenai zakat, , sadaqah dan lain- lain. Keempat, menyiapkan kondisi dan ekonomi. Kelima, menyambut dengan gembira dan rasa syukur. Teks ini dikategorikan bernuansa psikologis oleh karena dalam penjelasannya menyinggung tentang pentingnya setiap individu untuk memaksimalkan kesehatan jiwa dan raganya di bulan suci. 15 Jangan Sombong, Karena Sombong Dilaknat Allah. Sombong didefinisikan sebagai penolakan kebenaran dan merasa dirinya lebih besar sehingga merendahkan orang lain. Sifat inilah yang kental dengan jiwa manusia sehingga teks ini masuk dalam nuansa psikologis. Makhluk yang dikenal sombong adalah iblis. Kisah-kisah terdahulu tentang kesombongan seperti Fir’aun dan Qarun juga telah menjadi pelajaran berharga bagi manusia. Teks ini kemudian banyak menghadirkan ayat-ayat yang berbicara tentang kesombongan seperti ayat penciptaan Adam dan ketidaktundukan iblis pada perintah Allah, juga mengenyangkan pembaca dengan hadis-hadis yang bertemakan sikap . 83 16 Jangan Berdusta Teks ini pun masuk dalam kategori bernuansa psikologis oleh karena berkenaan dengan sisi kejiwaan manusia dalam judul ini yakni tentang kejujuran. Seperti teks sebelumnya, teks ini diisi penuh dengan ayat-ayat, hadis-hadis dan sedikit sekali penjelasan yang didapatkan kecuali hanya pengantar untuk ayat berikutnya. Terdapat kata-kata yang berkaitan dengan judul dalam ayat-ayat yang dikutip seperti qaul , al- , al-sidq, lalu ayat yang dijadikan contoh sebuah kebohongan adalah ayat yang menyinggung tentang Yahudi; Q.S. at-Taubah [9]: 30-31. Selain orang Yahudi dan Nasrani juga disindir tentang orang munafik sebagai orang yang memiliki sifat berdusta. 17 Tunaikanlah Amanat, Jangan Berkhianat Masih tidak jauh berbeda dengan dua teks sebelumnya, dalam teks ini juga berisi kumpulan ayat-ayat yang dianggap setema, yakni ayat-ayat yang mengandung kata . Jika teks ini masuk dalam kategori bernuansa psikologis, maka lebih didasarkan pada ayat-ayat yang diambil sesuai dengan judul yakni berhubungan dengan amanah sebagai sifat yang idealnya dimiliki oleh manusia. 84 18 Sekolah Jujur 30 Hari Maksud tiga puluh hari dalam judul ini adalah Ramadan. Ramadan diibaratkan sekolah yang dilakukan berulang-ulang sebelum habisnya umur manusia. Ketidakjujuran dikatakan sebagai penyakit mental. Sebaliknya, kejujuran merupakan mozaik yang amat mahal harganya. Secara psikologis, kejujuran mendatangkan ketentraman jiwa. Sebaliknya, seorang yang tidak jujur akan tega menutup-nutupi kebenaran dan tega melakukan kezaliman terhadap hak orang lain. Contoh kongkrit yang coba diungkap dalam teks ini adalah korupsi, kolusi, penipuan, manipulasi. Tidak hanya itu, fenomena ketidakjujuran mengantarkan masyarakat dan bangsa pada beberapa musibah nasional yang berlangsung secara beruntun dan silih berganti tiada henti. Terjadinya malapetaka berupa krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia adalah cermin paling jelas dari makin hilangnya sukma kejujuran menurut teks ini sehingga masuk dalam kategori nuansa psikologis. 19 Ketika Ketupat Telah Habis Teks ini membahas tentang bulan Syawal. Secara garis besar terdapat dua kelompok ketika memasuki bulan Syawal. Istilah yang digunakan adalah hamba semusim vs hamba . Hamba semusim adalah hamba yang bersungguh-sungguh beribadah pada bulan ramadan akan tetapi sehabis bulan Ramadan hamba tersebut 85 kembali seperti semula, tidak lagi seperti pada saat Ramadan. Sebaliknya, hamba yang adalah hamba yang menjaga ibadahnya saat Ramadan dan selebihnya. Nuansa psikologis yang terbangun adalah ketika teks ini mengungkap tentang sifat manusia kaitannya dengan kontinyuitas dalam melakukan kebaikan, dan ini termasuk sisi psikologis manusia. c. Nuansa Sosiologis Kemasyarakatan Nuansa sosial kemasyarakatan yang dimaksud disini menitikberatkan penjelasan ayat al-Qur’an dari; [1] segi ketelitian redaksinya, [2] menyusun kandungan ayat-ayat tersebut dalam suatu redaksi dengan tujuan utama memaparkan tujuan-tujuan al-Qur’an, [3] penjelasan terhadap ayat dikaitkan dengan sunnatullah yang berlaku dalam masyarakat. Apabila mengacu pada kerangka di atas, teks-teks dalam rubrik selain bernuansa teologis dan psikologis juga bernuansa sosial kemasyarakatan. Berikut pembahasan tentang teks-teks yang bernuansa sosial kemasyarakatan 1 Tarikh : Proses Larangan Miras Miras, minuman keras, juga menjadi persoalan yang diangkat sebagai problem masyarakat, karena itu teks ini termasuk bernuansa sosial. Paragraf awal dari teks ini berisi dialog tentang minuman keras. Cuplikan dialog tersebut sebagai berikut ; 86 “Kalaulah pabrik miras ditutup maka akan banyak pengangguran dan hilangnya mata pencaharian rakyat. Dan jika perusahaan ditutup maka akan hilanglah perolehan pajak kepada negara dan pemerintah setempat, maka yang rugi adalah kita semua.” “Kan yang minum bukan orang muslim, Indonesia negara heterogen maka menjunjung tinggi keberagaman.” Dialog ini ditampilkan untuk menggambarkan betapa banyak alasan yang terlontar ketika muncul pertanyaan mengapa pemusnahan minuman keras tidak menimbulkan efek jera?. Satu hadis yang dikenalkan kepada pembaca adalah ; ْنَا َِ ddd ا ِطاَdddْHَا ْ dddِ نِا َdddَ ْfَ5 َو ُdddْ َ= ْا َبَdddْ-ُ5 َو ُ dddْ َh ْا َidddُْjَ5 َو ُdddِْ. ْا َkdddَ1ُْ5 َ,ّl ا . ىر = ا Sesungguhnya di antara tanda-tanda datangnya kehancuran suatu bangsa ialah diangkatnya pengetahuan agama dan didukungnya sifat jahil bodoh tentang agama, diminumnya minuman keras secara terang-terangan dan dilakukan perzinaan secara meluas dan terang-terangan. [H.R. Bukhari juz I, hal. 28] Teks ini juga mengenalkan pada pembaca tentang sejarah diharamkannya minuman keras di dalam Islam. Proses pengharaman miras terbilang unik karena dilakukan dengan bertahap sampai dengan total pelarangan. Larangan minum khamr minuman keras, diturunkan secara berangsur-angsur sebab minum khamr bagi orang Arab sudah menjadi adat kebiasaan yang mendarah daging semenjak zaman jahiliyah. Mula-mula dikatakan bahwa dosanya lebih besar daripada manfaatnya, kemudian orang yang mabuk tidak boleh mengerjakan shalat, dan 87 yang terakhir dikatakan bahwa minum khamr adalah keji dan termasuk perbuatan setan. Akhirnya Allah mengharamkan minum khamr secara tegas. 2 Mengemis, Kok Enak Mengemis merupakan salah satu fenomena yang menjadi problem masyarakat. Cuplikan kisah di awal kalimat dalam teks ini dapat disimak ; Pada suatu Ahad yang panas, “Mas, tahu tidak yang sering nungguin kita habis kajian itu ternyata bukan orang miskin lho. Di daerahnya punya s.a.w.ah, rumah dan hidup kecukupan. Konon sehari bisa 50rb bersih. Dan sip-nya lagi mereka punya koordinator yang menjaga dan siap mengkoordinir grup yang seperti ini, jadi tidak perlu takut bermaratonan dengan bpibu satpol pp.” Fakta yang ditampilkan dengan dialog keseharian kemudian diarahkan untuk memasuki pembahasan tentang etos kerja. Memiliki etos dan kemampuan berusaha dengan cara yang halal, bukan menghalalkan segala cara agar martabat atau harga diri tetap bisa dipertahankan. Termasuk mengemispun tidak boleh dilakukan. Hadis yang dijadikan sandaran adalah hadis berikut: َل dddَ ص ِWا َلْ dddُ َر نَا ضر َةَdddْ5َُه dddَِا ْ dddَ : ِِ dddَِ dddِْQَ, ىِ_ddd ا َو ُْآُ dddَ َا َ_dddُ\ْ]َ5 ْنَmَ ُ dddَ.ََ ْوَا َُdddَaْ َا ُ ََ]dddََْ1 ًEdddُMَر َ ِ0ْ]dddَ5 ْنَا ْ dddِ ُ dddَ ٌdddَْ\ ِِdddْ َn dddََ َcdddِaَXْ3ََ1 ُ dddََْ . ىر = ا Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah s.a.w bersabda; “Demi Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh seseorang di antara kalian mengambil tali, lalu mencari kayu bakar dan 88 membawanya di atas punggungnya adalah lebih baik baginya daripada ia datang kepada seseorang untuk minta-minta, baik orang itu memberinya maupun tidak memberinya“. [H.R. juz 2, hal. 129] Apa yang ingin ditekankan oleh teks ini adalah sebuah usaha yang dijalani secara halal dengan tetap memperhatikan kewajiban zakat dan infaq. Seorang pengemis pastilah berbeda dengan orang biasa yang sekedar meminta bantuan, terutama dari segi motivasi dan cara kerja. Pada akhir teks ini disebutkan bahwa tulisan ini bukan berarti mendiskreditkan para peminta-mintapengemis, tetapi sebagai bahan pemikiran dengan tetap berpikir positif kepada siapapun dan tetap semangat bekerja. 3 Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah Teks ini merupakan artikel majalah Respon yang kemudian di tampilkan dalam . Peran wanita dalam jihad Rasulullah pada saat itu sangatlah signifikan. Sebut saja wanita-wanita yang sangat populer dalam sejarah Islam seperti Khadijah, Fatimah, Aisyah dan masih banyak lagi. Pertanyaan yang dimunculkan kemudian adalah adakah sosok- sosok seperti itu masa kini? dilihat dari sisi pribadi wanita masa kini, secara fisik wanita masa kini kurang mencitrakan dirinya sebagai muslimah, seperti busana yang dikenakan, juga akhlak 89 yang jauh dari harapan apalagi dilihat dari sisi perjuangan mendakwahkan Islam. Peran wanita dalam berdakwah tentu tak sepenuhnya sama dengan laki-laki. Bagaimanapun, laki-laki diciptakan untuk menjadi pemimpin bagi wanita didasarkan pada Q.S. an-Nisa’[4]: 34. Namun demikian, peran wanita muslimah juga penting sebagai pendukung di belakang layar yang menentukan perjuangan dakwah. Pembahasan peran wanita dalam dunia publik ini yang membuat teks tersebut bernuansa sosial. 4 Empat Amanah Istimewa Judul ini termasuk bernuansa sosial kemasyarakatan oleh karena menyangkut hubungan antara individu dengan individu yang lain dalam satu bingkai amanah. Ada beberapa macam amanah yang diembankan kepada manusia. Empat amanah berat yang dimaksudkan dalam judul ini adalah ; a. Memberi maaf ketika marah Marah memerlukan control management. Dalam kondisi marah, manusia seringkali dibuat gelap mata bahkan berpeluang melakukan pembalasan terhadap sesuatu yang menyebabkan kemarahan. Pada saat seperti ini, memberi maaf menjadi sikap yang susah sekali ditunaikan. Padahal, dalam ilmu psikologi, memberi ma’af dapat mendatangkan rasa tenteram dan kesejukan dalam bermuamalah serta 90 menyuburkan silaturrahim. Di samping itu, faktor terpenting dari memberi ma’af adalah merupakan ciri-ciri insan yang bertaqwa. b. Berderma ketika miskin Kenapa hal ini berat dilakukan? karena status miskin seringkali dianggap sebagai status yang aman untuk berkata tidak dalam bersedekah. Memposisikan dirinya sebagai objek dan bukan subjek dalam bersedekah. Kondisi seperti ini yang membuat seseorang sangat sulit menerima himbauan bersedekah kepada orang lain. Namun ini tidak berlaku bagi mereka yang memiliki keimanan yang mantap. Kemiskinan bukanlah masalah begitu juga kekayaan. Nikmat iman dan kesehatan merupakan nikmat yang tak dapat diuangkan. Demikian pesan yang dapat ditangkap dari penjelasan mengenai berderma ketika miskin. c. Meninggalkan yang haram dan ketika sendirian Hal ketiga yang susah dilakukan adalah meninggalkan ketika sendirian. Meninggalkan atau kemaksiatan secara bersama-sama di lingkungan saleh adalah mudah, selain malu kepada Allah juga akan merasa malu dan hina diketahui oleh orang lain. Tetapi ketika sendirian, akal sehat seringkali terbelokkan. Sesuatu yang haram ‘dibungkus’ seolah menjadi halal dengan dalih tidak ada yang melihat, 91 tidak ada yang dirugikan, darurat dan sebagainya. Pesan terpenting dalam hal ini adalah , merasa dilihat oleh Yang Maha Melihat. d. Berkata jujur kepada siapapun. Berkata benar dan jujur kepada sesama teman mungkin hal yang sangat mudah, tetapi berkata benar dan jujur kepada seseorang yang tidak disukai atau kepada lawan adalah hal yang sulit. Dibutuhkan keberanian mengatakan kejujuran tentang seseorang yang mungkin sangat dihormati. 5 Perlunya Manusia Yang Berpribadi Adil. Sikap adil dalam teks ini semula dikesankan sebagai sikap yang dapat dimiliki ketika manusia melatih dirinya untuk bertaqwa, namun pada pembahasan berikutnya sikap adil ini dikatakan sebagai sikap yang dibutuhkan oleh pemimpin masyarakat modern atau masyarakat paternalistik karenanya teks ini sangat bernuansa sosial. Keadilan ini dibutuhkan dalam rangka mencapai masyarakat yang “Gemar ripah, Loh Jinawi, Toto Tentrem kerto raharja“ atau dalam Islam diringkas dengan kehidupan yang penuh berkah dari Allah. Keadilan yang hilang akan membawa manusia pada kesulitan-kesulitan sebagaimana dapat dilihat pada umat-umat terdahulu. 92 6 Memberikan Nilai Sebagai Cermin Dalam berinteraksi dengan orang lain, tentu tidak terlepas dari sebuah penilaian. Memberikan penilaian terhadap orang lain seringkali dilakukan hanya berdasar persepsi pribadi saja [baca: subjektif], bahkan seringkali penilaian itu berdasarkan apa yang tampak dari lahiriahnya saja, tidak berdasarkan sudut pandang yang tepat apalagi bertabayyun. Kekhawatiran yang muncul akibat penilaian tersebut adalah prasangka buruk. Padahal prasangka itu belum tentu kebenarannya. Pesan yang tersampaikan oleh teks berjudul memberikan nilai sebagai cermin bahwa penilaian buruk terhadap orang lain terkadang justru akan menciutkan motivasi orang tersebut untuk berbuat baik. Akan lebih baik untuk menilai diri sendiri [introspeksi] dan menyadari bahwa penilaian yang paling adil adalah penilaian di akhirat kelak. Nuansa sosial dalam teks ini muncul ketika berbicara tentang hubungan antar individu dalam masyarakat. 7 Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya Munculnya judul ini terkait dengan kesalahpahaman sebagian orang dalam menilai orang yang berusaha rajin mengkaji al- Qur’an. 93 Untuk menjadi baik, yang harus diketahui adalah jalan menuju kebaikan. Di antara jalan itu adalah seperti ringkasan point-point di bawah ini ; a. Tetap terus mengkaji Tidak ada istilah lulus dalam kegiatan mengkaji al-Qur’an karena ini merupakan bagian dari menuntut ilmu sepanjang kehidupan. Banyak keuntungan yang didapat dengan mengkaji yakni memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan. b. Memperbaiki akhlak Akhlak merupakan simbol utama seorang muslim, karena itulah yang akan dilihat dan dirasakan oleh diri dan lingkungan. Akhlak adalah respon otomatis yang diberikan oleh hati. c. Selalu introspeksi diri [ ] No body is perfect. Pasti selalu ada kesalahan dan kekhilafan dalam diri manusia. Perenungan menjadi penting terlebih setelah mendapatkan ilmu dari kajian-kajian sehingga tidak hanya sia-sia tanpa bekas. Seseorang yang selalu introspeksi akan dengan senang hati menerima nasehat dan berterimakasih, bukan tersinggung, sibuk membela diri atau mendebat . 94 d. Berani mencegah kemungkaran Keberanian untuk mengatakan bahwa ini benar dan ini salah mencirikan adanya keimanan, karena dengan begitu tidak ada istilah grey area [wilayah abu-abu]. Keberanian itulah yang muncul ketika melihat kemungkaran . Apakah kemudian menjadi tidak disukai masyarakat adalah hal yang biasa, sebagai ujian kesungguhan apakah tetap beriman, teguh pendirian ataukah munafik yang plin plan? e. Berdakwah di manapun adanya Point kelima adalah berdakwah. Dikatakan bahwa kewajiban seorang muslim adalah tidak berkeberatan untuk menyampaikan kebenaran walaupun satu ayat. Islam jauh dari sifat menyimpan ilmu rapat-rapat untuk diri sendiri dan Islam bisa mendunia hanya dengan dakwah . f. Meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah Salah satu parameter peningkatan sebuah iman adalah rajin melaksanakan ibadah wajib maupun sunnah. Rajin yang dimaksudkan di sini bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban, tetapi merasakan kenikmatan menjalankan ibadah tersebut . g. Rela mengorbankan harta fi Al-Qur’an sering menyebutkan kombinasi amal antara shalat dan zakat. Artinya, shalat yang telah dilakukan sungguh- 95 sungguh memberikan efek positif kepada pelakunya untuk secara ikhlas membantu yang lain . Keimanan juga dicirikan dengan kedermawanan di saat ada atau tiada. Berdasarkan penjelasan di atas, teks ini terbangun nuansa sosialnya dari pengungkapannya tentang pentingnya berinteraksi baik di masyarakat dengan cara mengamalkan ajaran yang benar. 8 Bermimpi Memiliki Universitas MTA Satu-satunya judul yang berbicara langsung mengenai MTA adalah judul ini. Sebuah peran yang didambakan oleh MTA di tengah masyarakat. Sebuh kesimpulan yang didapat bahwa peradaban akan menonjol, mengemuka dan memancar keluar apabila kota itu memiliki pusat-pusat pembelajaran yang berkualitas. Menyadari akan pentingnya pendidikan yang berkualitas, baik metode maupun pendukung sarana, maka membangun universitas telah menjadi pilihan yang ditempuh oleh banyak kalangan untuk andil membangun peradaban umat manusia di masa depan. Siapapun yang mampu membangun sebuah universitas bergengsi akan memiliki kesempatan yang luas untuk ikut andil membangun peradaban dunia di masa depan di seluruh belahan dunia. Universitas merupakan bentuk pendidikan tinggi yang dapat mewadahi berbagai jenjang dan program studi secara fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh di Indonesia, pendidikan 96 keahlian yang menyinergikan teori dan praktek adalah pendidikan kesehatan dan kedokteran. Teks ini kemudian mencoba mengkritisi lembaga-lembaga pendidikan yang berlabel Islam. Ada sesuatu yang hilang di lembaga-lembaga tersebut karena dikejar padatnya kurikulum dan muatan inti pengajaran sehingga tanpa disadari telah memutuskan hubungan antara ulama dan umat. Maksud dari pernyataan ini adalah tidak berpadunya antara ilmu-ilmu alat dan keterampilan yang diajarkan dengan ulama umat sehingga seolah terpisah jauh dari contoh-contoh kearifan ulama. Inilah yang menjadikan MTA berharap Indonesia menjadi pusat peradaban masyarakat dunia dalam mengimplementasikan iman, islam, taqwa dan beramal salih yang penuh kedamaian dan keberkahan. Ini pulalah yang menjadikan teks ini memiliki nuansa sosial kemasyarakatan. 9 Islam Sangat Memuliakan Kaum Wanita Definisi kemuliaan yang dikenalkan kepada pembaca dalam teks ini mengacu pada Q.S. al- [49]: 13. Sedangkan kemuliaan yang diperoleh wanita didapat dari penghormatan anak dan suaminya kepadanya. Sifat mulia yang dianugerahkan kepada wanita adalah kehalusan, kelembutan perasaan dan sifat malu yang dominan. Kedua sifat tersebut sangat dekat dengan iman dan taqwa. Kedua sifat ini pula yang diperlukan dalam pembentukan generasi 97 penerus. Jalan untuk memelihara kedua sifat tersebut dijelaskan melalui banyak ayat, di antaranya Q.S.al- [33]: 33-35. Adapun cara yang ditawarkan di antaranya menjaga kewibawaan demi memasung diri dari pergaulan bebas. Bagaimana dengan persoalan wanita dan kepemimpinan? teks ini juga mengulas tentang hal itu karenanya memiliki nuansa sosial dalam pembahasannya. Penjelasan yang didapatkan adalah bahwa Islam tidak melarang kaum perempuan untuk bekerja ditengah- tengah masyarakat asal sesuai dengan fitrah dan tetap menjaga kestabilan hidup rumah tangganya. Rasulullah Muhammad s.a.w telah mengajarkan kepada umat Islam tentang pentingnya kepemimpinan kaum perempuan terutama di tengah-tengah keluarganya. Islam mensejajarkan setiap manusia, baik laki-laki dan perempuan dan masing-masing diberi kelebihan pada bidangnya masing-masing. Kelebihan yang diberikan oleh Allah pada laki-laki adalah pada kemampuannya mencari nafkah dan melindungi segenap anggota keluarga [Q.S. an-Nisa’ [4]:34]. Sebaliknya kaum wanita memiliki kelebihan dalam membangun keharmonisan keluarga, baik terhadap suami dan terutama membangun agama, akhlak, budi pekerti untuk anak-anak mereka. Dewasa ini semakin banyak anak-anak yang menyimpang akibat terabaikannya peran ibu dalam rumah. Penyebab lain adalah dominasi informasi dari 98 luar lewat berbagai multi media yang menerobos ke dalam rumah- rumah, yang mampu meracuni jiwa para kaum ibu dan kaum wanita sehingga mereka terseret kepada akhlak yang rendah. Dari pembahasan kepemimpinan wanita, teks ini beranjak pada pembahasan kesesatan hati dalam memaknai kehidupan dunia seperti dalam sub judul yang ditampakkan. Isi sub judul ini berkisar tentang perbedaan sudut pandang antara muslim dan kafir dalam memandang dunia ini. Orang kafir melihat dunia sebagai terminal akhir kebahagiaan, tidak demikian dengan muslim. Menjadi sangat sulit hidup di tengah bercampurnya prinsip hidup yang beraneka ragam, namun kebenaran dan kebatilan tak akan pernah sama. Demikian kesimpulan yang didapat dari teks ini. 10 Menyembuhkan Hobi Suka membuat Sulit Orang Lain Iman dan taqwa sangat penting untuk menciptakan ketentraman, kebahagiaan dan kedamaian dalam diri pribadi dan masyarakat. Demikian ditegaskan dalam teks ini. Iman dan taqwa sangat dinamis tergantung bagaimana manusia mengolahnya, mengisinya dengan ketaatan ataukah sebaliknya. Manusia yang beriman akan melihat orang lain sebagai objek untuk melakukan kebaikan karena dengan begitu ia berbuat baik untuk dirinya sendiri. Sering terdengar kata-kata yang tidak sepatutnya terdengar dari al-ummah ,”dipersulit saja bisa, kenapa dipermudah?”, padahal seharusnya al-ummah, ”. Para pembesar 99 suatu kaum justru pelayan bagi umatnya yang melayani sepenuh hati. Dengan cara menyusahkan orang lain berarti manusia masih suka mencelakai dan menyulitkan dirinya sendiri, namun terpulas di hati merasa sangat beruntung. Dari penjelasan tentang pentingnya membangun relasi baik dalam birokrasi atau dalam urusan melayani masyarakat inilah tampak nuansa sosial di dalamnya. 11 Bahaya Sangat Besar dari Budaya Korupsi. Korupsi dalam teks ini dikaitkan pembahasannya dengan kejujuran. Terlihat dari kalimat pembuka dalam teks ini ; Allah telah memberikan pendidikan yang amat tegas tentang pentingnya kejujuran dalam perdagangan dan pelayanan jasa kepada sesama umat manusia. Betapa Allah sangat-sangat benci kepada orang-orang yang curang sehingga Allah pernah memusnahkan suatu kaum disebabkan mereka membangkang kepada utusan Allah yang memperingatkan umatnya agar mereka tidak curang dan agar mereka berlaku jujur. Kalimat di atas kemudian dilengkapi dengan banyak ayat. Budaya korupsi sama dengan budaya ketidakjujuran. Maka untuk melawan budaya ini adalah dengan membangun budaya kejujuran. Ini bisa terwujud dimulai dengan membangun jiwa saleh, dermawan dan ikhlas. Kesalehan, kedermawanan dan keikhlasan tersebut akan menghindarkan diri dari tindakan menyimpang bahkan bisa dapat membentuk lembaga-lembaga amal yang mengelola dana masyarakat yang dikelola untuk membangun perusahaan-perusahaan penghasil keuntungan, yang dapat 100 menopang kesejahteraan kehidupan masyarakat termasuk mendukung kuatnya sebuah negara. Sifat cinta berkurban, jujur, amanah, dermawan dapat mendukung terciptanya sebuah sistem pemerintahan yang kuat dan dicintai umat. Setelah pembahasan tentang kejujuran dan ketidakjujuran, sub judul berikutnya adalah tanda-tanda keruntuhan umat. Isi dari sub judul ini tentang kesilapan manusia disebabkan karena kelemahan menghadapi dunia yang sering melenakan. Ayat penutup teks ini adalah: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat- ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [Q.S.al- [ 7]: 96]. Pembahasan tentang korupsi yang merusak tatanan kehidupan kemasyarakatan ini membuat teks ini kental dengan nuansa sosial. 12 Sejarah Panjang Perjuangan Palestina Sebagaimana judul yang tertera, teks ini membahas tentang sejarah dilatari oleh tragedi kemanusiaan yang tidak juga berakhir, masih antara Palestina dan Israel. Teks ini dimunculkan sebagai respon atas tragedi kemanusiaan yang terulang pada tanggal 31 Mei 2010 dimana Israel menyerang kapal-kapal penyalur bantuan untuk Gaza. Teks ini kemudian mencoba mengulas sebab musabab konflik tersebut dengan menampilkan sejarahnya mulai tahun 2000 SM sampai diterbitkannya tulisan ini juga disertai dengan peta 101 Gaza. Teks ini pada dasarnya bernuansa sejarah, hanya saja dimasukkan dalam sosial kemasyarakatan karena teks ini menjadi bentuk keprihatinan terhadap Palestina. 13 Tontonan Penghancur Moral Bangsa Judul ini berkaitan dengan merebaknya tayangan yang tak layak dipertontonkan. Moral yang menjadi komponen utama bangsa kembali dipertanyakan. Selain korupsi dan syirik, perzinahan menjadi problem bagi negara. Pembahasan tentang problem yang dihadapi masyarakat ini menjadikan teks bernuansa sosial kemasyarakatan. Tentu persoalan ini tidak tanpa akibat. Rusaknya moral akan diikuti dengan kekacauan ekonomi, terguncangnya pendidikan, politik, budaya, dan terlebih nilai-nilai agama akan terpinggirkan. Moral yang rusak karena perbuatan zina jelas merupakan dan sa’a . Q.S.Al-Isra’ [17]:32 dan hadis berikut sebagai dalilnya ; Rasulullah s.a.w juga bersabda; “Hendaknya kalian menjauhi perbuatan zina, karena akan mengakibatkan empat hal yang merusak, yaitu menghilangkan kewibawaan dan keceriaan wajah, memutuskan rezeki mengakibatkan kefakiran, mengundang kutukan Allah, dan menyebabkan kekal dalam neraka.” H.R. dari Ibn ‘ . Solusi yang ditawarkan dalam menghadapi problem ini adalah komitmen dan kepedulian kuat dari semua komponen bangsa. Selain itu, nilai-nilai agama harus terinternalisasi secara konsisten pada pikiran, jiwa maupun prilaku masyarakat. Tak kalah 102 pentingnya adalah hukuman yang akan menimbulkan efek jera pada pelakunya. Tidak lain karena zina menimbulkan bahaya yang besar seperti dalam hadis-hadis yang banyak dikutip dalam teks ini. Dari Abu Bakrah, ia berkata; Rasulullah s.a.w bersabda; “Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk disegerakan siksanya oleh Allah bagi pelakunya di dunia ini di samping siksanya di akhirat nanti selain dari perbuatan zina dan memutuskan shilaturrahim”. [H.R. Ibnu juz 2, hal. 1408, no. 4211] Apabila perbuatan zina dan riba telah terang-terangan di suatu negeri, maka penduduk negeri itu sudah rela terhadap datangnya azab Allah pada diri mereka. [H.R. ] Tidaklah suatu kaum yang di tengah-tengah mereka dilakukan kemaksiatan, sedang mereka mampu mencegahnya, tetapi tidak mau mencegahnya, melainkan Allah akan menimpakan azab secara merata kepada mereka. [H.R. Abu juz 4, hal. 122] 14 Cara Jitu Mengusir Setan Dari Rumah Menilik sejarah zaman Rasul sebelum dijadikannya masjid sebagai tempat belajar Islam, para sahabat menjadikan rumah- rumah mereka sebagai tempat belajar. Dari sejarah ini kemudian teks ini mencoba melihat ke masa sekarang dengan perubahan pola kehidupan melalui hadirnya pengajar yang –dikatakan- super cerdik di rumah-rumah yakni televisi. Dia adalah guru-guru yang lebih ampuh dari guru-guru kelas, lebih ampuh dari guru-guru masyarakat dari zaman kapanpun. Perubahan yang pelan tapi pasti telah terjadi secara Evolusi- Revolusi. Keduanya berjalan dengan sangat presisi mengajar kepada seluruh masyarakat dunia. Pengajaran yang terus menerus disampaikan dan diulang-ulang, maka secara evolusi- revolusi telah menjadikan manusia menjadi murid-murid setia dari apa saja yang diceritakan oleh si guru cerdik siaran televisi. 103 Televisi telah menyita perhatian setiap orang dan mengalihkan perhatian orang dari masjid-masjid. Pesan yang disampaikan teks ini sebagai solusi adalah berlaku cerdik dan cerdas pula menghadapinya. Dimulai dari lingkungan terdekat yakni keluarga untuk menyadarkan diri bahwa dunia adalah ujian dan cobaan, juga bersungguh-sungguh untuk menyenangi dan mencintai Islam. Selain itu, selayaknya di setiap rumah disediakan ruang khusus untuk beribadah, bersholat, berdzikir, muhasabah, tadarus, sebagai proses ta’lim al-Qur’an dan Sunnah bagi keluarga. Kepedulian pada perubahan masyarakat dan pemberian solusi di atas mengesankan teks ini bernuansa kemasyarakatan. 15 Kerjasama MUI dan Polisis dalam Mencegah Kejahatan Teks ini berkaitan dengan dakwah di masyarakat, karenanya bernuansa sosial kemasyarakatan. Problem yang menjadi sorotan adalah terjadinya kemungkaran dan penyimpangan di tengah- tengah masyarakat yang menyebabkan kemerosotan moral dan kebinasaan. Di sisi lain, lembaga-lembaga dakwah berjuang keras berdakwah langsung pada sasaran. Cara ini yang diharapkan untuk dikembangkan dan didukung oleh lembaga formal dakwah seperti MUI [Majelis Ulama Indonesia] dan bekerjasama dengan aparat [Polisi] yang berkompeten untuk membendung tumbuhnya kejahatan di tengah masyarakat. 104 Kerjasama lembaga-lembaga formal semacam MUI dan POLISI dalam memahami hakekat kejiwaan manusia dan melakukan usaha-usaha preventif terhadap antisipasi dan pencegahan munculnya, terjangkitnya, dan tersebarnya berbagai penyakit jiwa di tengah-tengah masyarakat akan dapat memunculkan keserasian dan keindahan tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Selain itu akan dapat mewujudkan dan melestarikan kebesaran dan kejayaan bangsa dalam pergaulan dunia Internasional, wujud dari kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 16 Mustahilnya TEITT Teks ini bernuansa sosial oleh karena mengungkap tentang persoalan ekonomi. TEITT merupakan singkatan dari Tata Ekonomi Tanpa Taqwa. TEITT adalah kemustahilan karena dewasa ini banyak yang menginginkan masyarakat yang adil tapi tanpa taqwa, padahal sifat adil dan dermawan akan tumbuh dengan cara memelihara ketaqwaan. Lebih lanjut dijelaskan, produktifitas jiwa dan raga merupakan kata kunci keadilan dan kemakmuran. Maksud produktif jiwa adalah kesucian batin yang dapat dibangun melalui ketekunan dalam majlis-majlis ilmu dan amal yang dapat memelihara ketaqwaan. Sedangkan produktifitas raga dengan giat menekuni dan mempraktekkan ilmu-ilmu materi. 105 Setelah membahas tentang produktifitas, teks ini kemudian menyinggung tentang bank modern. Harapan yang dilontarkan adalah adanya bank-bank modern yang dapat menjalankan operasionalnya tanpa bunga. Caranya dengan mensyaratkan nasabah untuk beriman, bertaqwa, berilmu, terampil, jujur dan produktif. Keseimbangan antara ketekunan dalam pendidikan rohani dan jasmani dapat membangun bank-bank modern tanpa bunga. Biaya operasional bank didapatkan dari proses bagi hasil dari keuntungan riil yang diperoleh para nasabah. Daya tarik bank tidak lagi dengan hadiah-hadiah perhiasan dunia yang melimpah- yang dibebankan pada inflasi yang terus meninggi, namun daya tarik bank adalah saling tolong menolong dan menguatkan saudara- saudaranya yang masih lemah dengan peningkatan ilmu, keterampilan, iman dan taqwa. Pesan yang dapat dipetik dari teks ini bahwa kata kunci dari semua masalah tersebut adalah pada ilmu, iman dan taqwa. Bila sebuah masyarakat memahami agama dengan benar maka segala apa yang dititipkan oleh Allah, baik materi atau non materi, agar dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat dan kekal haruslah ditukarkan dengan amal-amal saleh yang didasari dengan iman dan taqwa. 106 17 Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam Strategi dan metode dakwah Nabi pada saat itu adalah memenuhi hajat ummat melalui ketersediaan dana dakwah bagi banyak kepentingan. Dana diambil dari harta Nabi sendiri, dapur ummat, orang-orang dekat nabi dari sahabat Muhajirin dan Anshar, Baitul wa az- , dan terkadang melalui sistem penawaran sebagai hasil penempaan tarbiyah Rasul. Sahabat penyandang da’wah ini terkenal dengan sebutan al- . Menurut teks ini, dana dakwah diperlukan untuk menjadi daya pendorong pelaksanaan program, menjadi daya panggil bagi muslim yang mulai belajar, menjadi pengikat bagi para mu’allaf yang baru masuk Islam, menjadi tenaga dalam melaksanakan program dan perencanaan dakwah, seperti pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Kelemahan gerakan dakwah Islamiyyah sekaligus menjadi kelebihan dakwah misionaris dan menjadi daya tarik laju perkembangan aliran sesat berpusat pada penyediaan dan pengelolaan dana. Kekuatan infaq dan sadaqah dapat mewujudkan kembali “jihad ekonomi”. Jihad ekonomi dapat memerangi pemurtadan, kebodohan, penanggulangan bencana, membantu daerah konflik, menyantuni yatim piatu, dan yang terpenting adalah menggerakkan roda kegiatan dakwah. Akar masalah yang ada lebih pada rendahnya tingkat kesadaran ummat Islam yang selama ini kurang 107 disentuh oleh para penyeru da’i melalui paket kegiatan dan program dakwah. Kepedulian pada pentingnya dana bagi kesejahteraan masyarakat dengan meneladani Rasul inilah yang menjadikan teks bernuansa sosial. 3. Pendekatan. Pendekatan dimaknai sebagai titik pijak keberangkatan dari proses tafsir. Dengan pendekatan tafsir yang sama bisa melahirkan corak tafsir yang berbeda. Ada dua pendekatan: [1] berorientasi pada teks dalam dirinya yang kemudian disebut pendekatan teksual, dan [2] berorientasi pada konteks pembaca penafsir, yang kemudian disebut pendekatan kontekstual. 87 a. Pendekatan tekstual: teks al-Qur’an sebagai pusat. Praktik tafsir lebih berorientasi pada teks dalam dirinya. Kontekstualitas suatu teks lebih dilihat sebagai posisi suatu wacana dalam konteks internalnya. Pandangan yang mengemuka dalam konteks ini bahwa dalam memahami suatu wacana atau teks, seseorang harus melacak konteks penggunaannya pada masa di mana teks itu muncul. Pengertian kontekstualitas dalam pendekatan tekstual cenderung bersifat kearaban. Analisis tafsir yang menggunakan pendekatan tekstual ini cenderung bergerak dari refleksi [teks] ke praksis 87 Ibid.,hlm. 247. 108 [konteks], itupun praksis yang menjadi muaranya lebih bersifat kearaban sehingga pengalaman lokal [sejarah dan budaya] seorang penafsir tidak menempati posisi yang signifikan. 88 b. Pendekatan kontekstual: realitas kehidupan sebagai medan keberangkatan penafsiran. Orientasi dalam pendekatan ini terletak pada pembaca [penafsir] teks al-Qur’an. Latar belakang sosial historis di mana teks muncul dan diproduksi menjadi point penting dalam pendekatan ini. Namun yang lebih penting adalah ketika ditarik ke dalam konteks pembaca [penafsir] di mana ia hidup dan berada, dengan pengalaman budaya, sejarah dan sosialnya. Karena itu, sifat gerakannya dari bawah ke atas: dari praksis [konteks] menuju refleksi [teks]. 89 Berdasarkan dua pembedaan tersebut, teks-teks dalam rubrik memiliki pendekatan tekstual. Meski menampilkan fenomena atau realitas sosio historis sebagai pembahasan untuk disarikan jawaban atas problemnya, tetapi fenomena tersebut hanya sebagai contoh yang dimasukkan dalam teks. Dengan kata lain, konteks tersebut berada dalam kungkungan teks. Setelah mengadakan penelusuran terhadap aspek hermeneutika dalam teks-teks rubrik , berikut gambaran aspek tersebut dalam tabel. 88 Ibid. hlm.248 89 Ibid.hlm.249. 109 Tabel II Aspek Hermeneutika Teks-teks dalam Rubrik Metode Riwayat Nuansa pemahaman 1. Teologis Hidup di Dunia Hanya Sehari Saja 21 Januari 2010 Melawan Arus Deras Materialisme dan Atheisme 29 Januari 2010 Mukjizat-mukjizat Nabi Isa 3 Februari 2010 Menghindari Pola Hidup Sekuler 17 Februari 2010 Cara Jitu menghindari Bujuk Rayu Setan 24 Maret 2010 Nabi Ibrahim Anak Seorang Penyembah Berhala 19 April 2010 Indahnya Hidup Sesuai Aturan Allah 12 Mei 2010 Cara Mencintai al-Islam dan al-Qur’an 14 Juni 2010 Tidak Faham al-Qur’an Pasti Menyesal 16 Juni 2010 Bertasbih Sifat Universal Jagat Raya 19 Juni 2010 Menggapai Perlindungan Allah Yang Paripurna 28 Juni 2010 2. Psikologis Jika Hati Menjadi Keras 11 Januari 2010 Ketika Jilbab Hanya Sebagai Aksesoris 14 Januari 2010 Bunuh Diri Jalan Haram Mengakhiri Frustasi 6 Januari 2010 Dengki Akhlak Yang Berduri 21 Januari 2010 Menjadi Muslim Anti Dengki 25 Januari 2010 Salah Kaprah Kaum Adam dan Hawa Memaknai Cinta 8 Februari 2010 Bonek Sebuah Potensi Salah Ekspresi 26 Januari 2010 Konsep Cerdas dalam Perspektif Islam 9 Maret 2010 Menumbuhkan Perilaku Sopan Santun dan Lembut Hati 6 April 2010 Ujian Kesabaran Ibarat Menanti Hujan Reda 9 April 2010 Anak Adam Yang Lucu dan Selalu Disayang Allah 12 April 2010 Bercahaya Tanpa Skin Care Massage 25 Mei 2010 Jangan Tergesa dalam Berproses Sunnatullah 14 Juli 2010 110 Manfaatkan Ramadan Dengan Maksimal 2 Agustus 2010 Jangan Sombong Karena Sombong Dilaknat Allah 13 Agustus 2010 Jangan Berdusta 14 Agustus 2010 Tunaikanlah Amanat Jangan Berkhianat 22 Agustus 2010 Sekolah Jujur 30 Hari 30 Agustus 2010 Ketika Ketupat Telah Habis 21 September 2010 3. Sosial Kemasyarakatan Tarikh Proses Larangan Miras 2 Februari 2010 Mengemis, Kok Enak 10 Februari 2010 Muslimah-muslimah Pendakwah Agama Allah, Adakah Sosok Itu Kini? 25 Februari 2010 Empat amanah Istimewa 3 Maret 2010 Perlunya Manusia Yang Berpribadi Adil 12 Maret 2010 Memberikan Nilai Sebagai Cermin 19 Maret 2010 Menjadi Saksi Mengamalkan Islam Sebenarnya 29 Maret 2010 Bermimpi Memiliki Universitas MTA 21 April 2010 Islam Sangat Memuliakan Kaum Wanita 27 April 2010 Menyembuhkan Hobi Suka Membuat Sulit Orang Lain 20 Mei 2010 Bahaya Sangat Besar dari Budaya Korupsi 27 Mei 2010 Sejarah Panjang Perjuangan Palestina 3 Juni 2010 Tontonan Penghancur Moral Bangsa 23 Juni 2010 Cara Jitu Mengusir Setan dari Rumah 24 Juni 2010 Kerjasama MUI dan Polisi dalam Mencegah Kejahatan 29 Juni 2010 Mustahilnya TEITT 16 Juli 2010 Menyantuni Perjuangan Dakwah Islam 28 September 2010 Pendekatan Tekstual 111

D. Aspek Struktural Teks .