127
bahwa; “aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”. Meski secara etimologis akhlak berarti kelakuan atau perbuatan yang tidak terkait dengan
nilai, namun dalam sehari-hari hampir dapat dipastikan tidak ada perbuatan yang tidak terkait dengan nilai. Karena itu dalam realitas sosial, akhlak tetap
tercitrakan sebagai kelakuan yang di dalamnya ada unsur nilai dan kesadaran, dalam arti perilaku yang didasari kesengajaan dan kesadaran nilai, terlihat
atau tidak terlihat oleh manusia.
108
1. Akhlak : Refleksi Keimanan.
Berkaitan dengan perbuatan atas dasar kesadaran nilai, pada hakikatnya akhlak bukan perbuatan yang sifatnya keterpaksaan [Q.S.an-
Nisa’[4]: 148] tetapi merupakan refleksi dari keyakinan. Iman atau keyakinan sebagai internal power yang dimiliki oleh setiap orang mukmin
berfungsi sebagai motor penggerak dan memotivasi terbentuknya kehendak untuk direfleksikan dalam tata rasa, karsa, cipta dan karya yang
konkret. Dalam konteks ini iman sangat signifikan fungsinya menjadi dasar pijakan setiap tindakan maupun perbuatan karena keimanan yang
sempurna akan melahirkan kesempurnaan akhlak. Dengan kata lain, keindahan akhlak merupakan manifestasi daripada kesempurnaan iman.
109
Kesempurnaan iman
akan merefleksikan
keindahan akhlak,
sebaliknya kelemahan iman pun akan tampak dalam perilaku yang tidak
108
Sanusi Uwes, “Filosofi Pembinaan Akhlak”, Ta’dib, vol.2, no. 1 [Bandung; Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Bandung, 2002], hlm. 3.
109
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak [Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004], hlm. 63.
128
dikatakan baik dan terpuji. Pandangan seperti ini yang tertangkap dari teks rubrik
berjudul Bahaya Sangat Besar Dari Budaya Korupsi. Dalam menyoroti persoalan korupsi, teks ini tidak melihat persoalan
tersebut dari sudut pandang politik, hukum atau ekonomi tetapi dari aspek moralitas. Akhlak tidak terpuji yang ditengarai menjadi sumber budaya
korupsi adalah ketidakjujuran. Budaya ketidakjujuran dalam sebuah sistem kehidupan bersama akan mengakibatkan kerugian yang teramat besar.
Pemerintahan dikatakan menuju keruntuhan apabila pajak yang dikenakan semakin meninggi dan penyimpangan uang dilakukan oleh pemegang
amanah.
110
Kesimpulan dari teks ini bahwa budaya korupsi yang merajalela merupakan cermin lemahnya keimanan dan ketaqwaan
manusia.
111
Peningkatan keimanan dan ketaqwaan dapat dilakukan dengan menumbuhkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ketika keimanan
dan ketaqwaan telah menyatu dalam diri manusia, akan berimbas pada perilakunya terhadap orang lain. Manusia yang beriman akan melihat
orang lain sebagai objek untuk memperbanyak amal kebaikan. Ia akan berlaku kasih sayang, menyantuni orang lain dan tidak suka menyulitkan
orang lain oleh sebab kesadaran bahwa perbuatan baik itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Pesan inilah yang terungkap dari judul teks
Menyembuhkan Hobi Suka Membuat Sulit Orang Lain.
110
Redaksi, “Bahaya Sangat Besar Dari Budaya Korupsi”, hlm.3
111
Ibid.,hlm.5.
129
Apa keterkaitan antara judul teks yang unik tersebut dengan pesan yang disampaikan kepada pembaca?. Ini dapat diamati dari contoh kata
sehari-hari yang ditampilkan dalam teks tersebut berupa sindiran bagi penguasa ummat, pemimpin ummat, atau birokrasi yang tidak melayani
dengan baik. Tidak melayani sama dengan tidak berakhlak baik. Tidak berakhlak baik berarti tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang baik
pula.
2. Akhlak : dari Individu ke Sosial