28
Beberapa penelitian mengenai
framing effect
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan telah banyak dilakukan, seperti penelitian Wardani dan
Sukirno 2014 yang menyatakan bahwa manajer dalam kondisi
positive framing
tidak akan berinvestasi dibandingkan pada manajer dalam kondisi tanpa
framing
, sedangkan manajer dalam kondisi
negative framing
akan berinvestasi dibandingkan pada manajer dalam kondisi tanpa
framing
karena informasi yang disajikan dalam
negative framing
meningkatkan preferensi resiko individu. Konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya, Putri dkk. 2012 juga menyatakan bahwa partisipan dalam
penelitiannya mengambil tindakan yang tidak beresiko ketika informasi disajikan dalam bentuk
positive framed
. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketika suatu informasi dibingkai secara positif dan tampak menguntungkan, maka
kebanyakan individu akan memilih opsi keputusan yang tidak beresiko dan dapat diterima
acceptable
. Namun,
framing effect
tersebut tergantung pada situasi apakah individu menguraikan atau tidak menguraikan
elaborate
rangkaian informasi selama proses pembuatan keputusan. Dalam kondisi
low-elaborate
,
framing effect
dapat diamati namun dalam kondisi
high-elaborate
,
framing effect
tidak dapat
diamati Takemura, 1993.
7. Teori Prospek
Teori prospek pertama kali diperkenalkan oleh Tversky dan Kahneman pada tahun 1979. Menurut Safiq dkk. 2014 teori prospek dikembangkan untuk
menjelaskan alasan seseorang membuat atau mengambil keputusan tertentu dari sisi psikologis. Teori prospek membantah teori sebelumnya yang menyatakan bahwa
seseorang membuat keputusan secara rasional dan linear,
expected utility theory
.
29
Dari sisi psikologis teori prospek menyatakan bahwa dalam membuat keputusan, individu cenderung berfokus pada prospek atau peluangnya, yaitu prospek untung
gain
atau prospek rugi
loss
. Ketika individu diberikan informasi yang dibingkai tertentu ada kemungkinan individu bersikap menolak resiko
risk aversion
dan ketika dengan esensi yang sama informasi tersebut dibingkai berbeda ada
kemungkinan ia bersikap mengambil resiko
risk seeking
. Dalam konteks keputusan investasi, seorang
decision maker
yang menerima umpan balik negatif atas keputusan investasinya akan berada dalam posisi menderita
kerugian dan akan memandang keputusan selanjutnya sebagai opsi antara kerugian pasti yang telah terjadi memilih untuk tidak menambah investasi dengan kerugian
di masa yang akan datang yang kurang pasti memilih untuk mengambil resiko menambah dana dengan harapan mendapat
return
positif. Dalam keadaan tersebut,
decision maker
cenderung mengambilmencari resiko yaitu memilih kerugian yang tidak pasti yang memberikan harapan perbaikan dibandingkan dengan kerugian yang
pasti. Sedangkan jika informasi disajikan dengan bingkai keputusan positif,
decision maker
dihadapkan pada opsi antara keuntungan yang pasti pengembalian investasi semula dengan keuntungan di masa depan yang tidak pasti. Menurut Bateman dan
Zeithaml 1989 dalam keadaan tersebut
decision maker
cenderung akan menghindari resiko dengan mengambil keuntungan yang pasti daripada menghadapi
resiko keuntungan yang tidak pasti dengan tidak melanjutkan proyek.
8. Bias dalam Penilaian
30
Untuk keperluan keputusan investasi, investor non profesional yang
menginvestasikan sahamnya pada perusahaan multi segmen tentu perlu untuk menganalisis pelaporan segmen yang berkaitan dengan segmen operasi perusahaan
tersebut. Dari sisi psikologis, investor non profesional selain kurang memahami dan bisa salah tafsir terhadap informasi yang disajikan, investor non profesional
cenderung bias dalam melakukan penilaian seperti
overconfidence
; terlalu optimis terhadap
gainreturn
; selalu meninjau peristiwa yang sudah terjadi di masa lalu
hindsight
;
overreaction
terhadap peristiwa yang sering terjadi; mengalami
error preference
; dan
loss-control
terhadap
lossrisk
yang bisa berdampak negatif terhadap persepsi dan keyakinannya atas investasi tersebut, sehingga investor non profesional
perlu berhati-hati saat menafsirkan informasi keuangan secara keseluruhan, bukan hanya sekedar melihat laba secara sepintas. Investor yang cenderung bias akan
mengambil resiko yang tidak mereka ketahui dan memperoleh
outcome
yang tidak mereka antisipasi, cenderung melakukan transaksi yang tidak tepat, dan pada
akhirnya menyalahkan diri mereka sendiri jika hasil akhirnya buruk. Tversky dan Kahneman 1981 menyatakan bahwa
“
The psychological principles that govern the perception of decision problems and the evaluation of probabilities and outcomes produce predictable shifts of preference
when the problem is framed in diferrent ways. Reversals of preference are
demonstrated in choices regarding monetary outcomes, both hypothetical and real, and in questions pertaining to the loss of human lives. The effects of frames on
preferences are compared to the effects of perspectives on perceptual appearance”. “Prinsip-prinsip psikologis yang mengatur persepsi masalah keputusan dan evaluasi
probabilitas dan hasil menghasilkan pergeseran preferensi yang dapat diprediksi ketika masalah tersebut dibingkai secara berbeda. Pembalikan preferensi terjadi
dalam pilihan yang menyangkut hasil moneter, baik secara hipotetis maupun situasi yang sebenarnya, dan dalam pertanyaan-pertanyaan yang menyinggung pada
kerugian. Efek pembingkaian dalam preferensi dibandingkan dengan efek sudut
pandang dalam tampilan perseptual”.
31
Dalam IFRS 8 dimana pelaporan segmen melaporkan dan mengungkapkan segmen operasi, tidak semua perusahaan menampilkan secara utuh pelaporan
tersebut, sebab ada beberapa perusahaan yang hanya menampilkan garis besarnya saja tanpa mencantumkan rincian tinjauan operasinya. Peneliti mengasumsikan
bahwa investor non profesional yang hanya melihat informasi yang disajikan secara positif dalam format
gain
akan membuat investor menjadi gegabah dan bias dalam pengambilan keputusan, dan sebaliknya. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan
uji eksperimen untuk menguji penilaian investor non profesional terhadap laba segmen dengan membagi perlakuan menjadi dua yaitu ilustrasi kasus yang hanya
menampilkan garis besar labanya saja dengan format
gainloss
yang jelas seperti dalam IFRS 8 yang diujikan pada subjek mahasiswa akuntansi dan menampilkan
tambahan rincian segmen geografis informasi seperti yang diterapkan PSAK 5 dengan format
gainloss
yang juga jelas yang dilaporkan dalam pelaporan segmen.
B. HASIL PENELITIAN TERDAHULU
Behn
et al
., 2002 meneliti tentang kemampuan prediksi pengungkapan segmen geografis pada perusahaan di Amerika dan modifikasi terbaru pelaporan segmen yang
ditujukan kepada analis berdasarkan data geografis. Hasil penelitian adalah signifikan yang mendukung pernyataan FASB bahwa informasi segmen per negara sangat
informatif dan berguna karena lebih mudah diinterpretasikan. Hope
et al
., 2004 meneliti apakah ketidakpengungkapan laba segmen geografis setelah implementasi SFAS berdampak pada prediksi laba perusahaan multinasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakpengungkapan laba segmen geografis tidak berdampak pada keakuratan peramalan analis, sehingga FASB tidak lagi memerlukan