Degradasi Lahan TINJAUAN PUSTAKA

27 Sediment yield di lapang merupakan jumlah kehilangan tanah pada bagian lereng dikurangi deposisi dalam depresi di lahan, pada kaki lereng, sepanjang batasan petak dan di dalam saluran teras. Persamaan USLE tidak menghitung deposisi ini Weischmeier dan Smith, 1978. Banyak variabel dan interaksi yang mempengaruhi sheet dan riil erosion. USLE menggolongkan variabel ini menjadi enam faktor erosi utama, hasilnya untuk suatu kondisi tertentu mewakili kehilangan tanah rata-rata tahunan. Menurut Weischmeier 1978, ada beberapa sumber kekeliruan dalam menerapkan USLE, yaitu: - USLE sering digunakan pada DAS yang kompleks, padahal USLE tidak bisa digunakan untuk memprediksi erosi pada DAS yang kompleks karena tidak ada sistem pengelolaan dan penanaman yang konsisten, variabilitas wilayah sangat tinggi. USLE membutuhkan data yang spesifik dan detil. Oleh karena itu hasil perhitungan yang diperoleh akan keliru atau tidak sesuai dengan kondisi aktualnya. - USLE akan memberikan hasil yang keliru jika digunakan untuk prediksi sedimentasi di reservoir, karena USLE hanya digunakan untuk memprediksi erosi pada suatu unit lahan, bukan untuk prediksi sedimentasi seperti yang telah dikemukakan sebelumnya. Penetapan faktor C dan LS juga sering menyebabkan kekeliruan perhitungan erosi berdasarkan USLE. Faktor C sering ditentukan berdasarkan kondisi tanaman dalam satu musim tanam atau berdasarkan hasil interpretasi citra landsat atau foto udara yang terakhir, pada hal faktor C yang dimaksudkan dalam USLE adalah faktor C yang menggambarkan kondisi penanaman selama satu tahun. Selain itu faktor LS sering ditentukan berdasarkan peta topografi sehingga hasil yang diperoleh bias, karena interpretasi dan perhitungan yang kurang tepat. Seharusnya penentuan faktor LS ini harus berdasarkan pengukuran langsung di lapang.

2.7. Degradasi Lahan

Degradasi lahan pertanian yang dihadapi terutama berupa menurunnya kesuburan fisik dan kimia tanah akibat erosi maupun akibat penggunaan lahan 28 yang over intensive. Sejak krisis ekonomi, laju degradasi lahan pertanian cenderung meningkat karena perambahan hutan oleh masyarakat sekitar kawasan hutan. Sementara itu, praktek pertanian konservasi tidak berkembang dengan baik karena tiadanya insentif ekonomi yang sepadan Sumaryanto et al., 2002. Degradasi akibat penggunaan lahan yang terlalu intensif tercermin dari kecenderungan terjadinya ”lapar pupuk”. Beberapa tahun terakhir ini, untuk mempertahankan produktivitas yang dicapai petani mengaplikasikan dosis pemupukan yang lebih tinggi Sumaryanto et al., 2002. Hal ini diduga berkaitan dengan terkurasnya unsur-unsur hara mikro dalam tanah maupun kesuburan fisik tanah akibat semakin habisnya bahan organik yang terkandung dalam tanah akibat intensitas tanam yang tinggi dan terlalu mengandalkan pupuk anorganik semata, seperti N, P dan K. Degradasi lahan land degradation, menurut Padusung dan Arman 2002, disebabkan oleh erosi, pencemaran air tanah dan air permukaan oleh pestisida dan limbah industri, penanaman tanaman secara terus-menerus dalam jangka waktu lama tanpa ada usaha pengembalian sisa, dan kegiatan penambangan seperti penambangan batu bara, minyak bumi dan bahan mineral. Namun, penyebab utamanya adalah erosi, sebagai akibat kurang tepatnya penggunaan dan pengelolaan lahan yang diikuti dengan curah hujan yang tinggi. Lahan dengan kerentanan tinggi terhadap degradasi memiliki sebaran yang luas di Indonesia. Kerentanan lahan ditentukan oleh sifat tanah yang terbentuk pada proses awalnya. Tanah rentan apabila terdegradasi akan meninggalkan kerusakan yang berat dan relatif permanen. Peningkatan kecepatan meluasnya degradasi lahan pada tanah rentan disebabkan antara lain karena kesalahan dalam pengelolaan Djuwansah, 2002. Proses degradasi lahan saat ini terjadi dimana-mana. Pertambahan jumlah penduduk beserta peningkatan pesat akan kebutuhan sumberdaya lahan menjadi pemicunya. Sebagai respons dari perkembangan di atas, telah terjadi konversi lahan dalam skala luas. Di daerah padat hunian, lahan-lahan pertanian produktif dikonversikan menjadi lahan-lahan industri non-pertanian sehingga terjadi konversi, salah satunya lahan pertanian dan perkebunan. Pada proses konversi ini, batas-batas kemampuan lahan seringkali terabaikan Djuwansah, 2002. 29 Menurut Djuwansah 2002, faktor pembatas utama di daerah pegunungan terutama adalah faktor fisik, dimana bentuk lahan pada umumnya berlereng terjal dengan bentuk wilayah yang berbukit atau bergunung. Pada tanah-tanah yang berasal dari endapan bahan vulkanik, batas kemiringan ini bisa lebih longgar karena tanah yang berkembang diatasnya memiliki kestabilan fisik yang lebih mantap. Pada tanah vulkanik, usahatani tanaman keras masih bisa dilakukan pada lahan dengan kemiringan yang lebih tinggi, sedangkan pada tanah dengan bahan induk non-vulkanik, penggunaan lahan di atas ambang batas kemiringan yang ditentukan bisa mengakibatkan terjadi tanah longsor. Pembatas lainnya yang biasa ditemukan di daerah pegunungan adalah banyaknya jumlah fragmen batuan yang terdapat pada lapisan oleh, sehingga menyulitkan pengolahan tanah. Pada umumnya persoalan fisik lebih mudah dikuasai sehingga masyarakat petani tradisional dapat mengatasinya, misalnya melalui sengkedan pada tanah- tanah berlereng dan pembersihan batuan. Permasalahan kimia pada umumnya sulit dimengerti oleh petani tradisional, sehingga lahan tidak dapat digarap. Hal ini menyebabkan lahan-lahan di daerah pegunungan menipis cadangan haranya. Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 79 Tahun 1985, Rencana Umum Tata Ruang Kawasan Puncak meliputi rencana alokasi peruntukan ruang berdasarkan fungsi sebagai berikut: 1. Kawasan lindung yang terdiri dari hutan lindung, hutan suaka alam, dan areal lindung lainnya di luar hutan 2. Kawasan penyangga yang terdiri dari peruntukan ruang untuk perkebunan teh, tanaman tahunan, dan hutan produksi terbatas 3. Kawasan budidaya pertanian yang terdiri dari peruntukan ruang untuk tanaman tahunan, tanaman pangan lahan kering, dan tanaman pangan lahan basah 4. Kawasan budidaya non-pertanian yang terdiri dari peruntukan ruang untuk pemukiman perkotaan, pemukiman perdesaan, industri, dan pariwisata. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya 30 alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2002. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 1985, kawasan penyangga mempunyai fungsi penyangga yang dapat berfungsi lindung dan budidaya terbatas, sebagai pembatas antara kawasan dan kawasan budidaya dan berperan untuk menunjang terjaminnya fungsi pada kawasan lindung guna mengendalikan perkembangan fungsi budidaya.

2.8. Penguasaan Lahan dan Konservasi Tanah

Dokumen yang terkait

Analisis karakteristik usahatani komoditas hortikultura dan faktor faktor yang mempengaruhinya di kawasan agropolitan pacet Cianjur

2 25 188

Analisis Pola Aliran Penduduk di Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Pacet dan Cipanas, Kabupaten Cianjur)

4 26 127

Studi Perbandingan Land Rent Antara Lahan Komoditas Hortikultur Dengan Padi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

0 10 80

Kajian terhadap pendapatan petani dan harga tanah di Kawasan Agropolitan: studi kasus di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur

0 8 240

Analisis pengaruh kompensasi petani terhadap produktivitas usaha: studi kasus Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur

0 8 215

Kajian terhadap pendapatan petani dan harga tanah di Kawasan Agropolitan studi kasus di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur

0 7 126

PENGARUH AGRIBISNIS HORTIKULTURA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI : Studi Kasus Pada Kelompok Tani Di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

1 6 41

PENGARUH AGRIBISNIS HORTIKULTURA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI :Studi Kasus Pada Kelompok Tani Di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

0 1 47

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

0 0 5

PENENTUAN KAWASAN AGROPOLITAN BERDASARKAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MALANG

0 0 476