Analisis Biaya Produksi Penggunaan Pupuk dan Pestisida

81 terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Konsekuensi nantinya akan mengakibatkan produktivitas lahan dari waktu ke waktu semakin menurun. Hal ini sangat terkait dengan hasil penelitian Situmorang 2004, kondisi lahan di kawasan agropolitan sudah miskin kandungan bahan organik sehingga apabila kondisi fisik lahan tidak diperhatikan maka pengembangan kawasan agropolitan akan gagal. Menurut Saefulhakim 2004, semakin tinggi nilai indeks diversitas tanaman dari suatu petak lahan mengindikasikan bahwa resiko yang dihadapi oleh petani semakin tinggi. Karena itu pola tanam polikultur menjadi pola tanam paling rasional dalam kondisi penguasaan lahan yang sempit dan resiko fluktuasi harga yang tinggi.

5.2. Analisis

Kelayakan Usahatani Komoditas Hortikultura dan Produktivitas Usahatani dengan Penguasaan Lahan Serta Peran Petani Terhadap Penerapan Teknik Konservasi Tanah Untuk menentukan tingkat kelayakan sistem usahatani yang dikembangkan petani di kawasan agropolitan Pacet-Cianjur diperlukan analisis usahatani mengenai hubungan ekonomi antara output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Tiga variabel yang menjadi komponen dalam analisis ini adalah biaya produksi, penerimaan, dan pendapatan usahatani.

5.2.1. Analisis Biaya Produksi Penggunaan Pupuk dan Pestisida

Biaya produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan petani selama berlangsungnya proses produksi dalam usahatani komoditas hortikultura. Biaya itu meliputi biaya variabel biaya-biaya untuk keperluan bibit, pupuk, pestisida, tenaga kerja penyusutan alat, dan sewa lahan. Seiring dengan semakin meningkatnya dan beragamnya jenis sayuran yang ditanam pada pola tanam tumpangsari menyebabkan jenis-jenis pupuk dan pestisida yang digunakan semakin beragam, mulai dari pupuk dasar, seperti Urea, dan KCl hingga zat pemacu tumbuh dan pestisida berbagai merk sebagaimana tertera pada Tabel 14. 82 Tabel 14. Beberapa Jenis Pupuk, dan Pestisida yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari Polyculture di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur No. Desa Wilayah Jenis Pupuk dan Nama Produk Jenis Pestisida 1. Desa Sukatani 4,62 ha Urea, SP.36, Pupuk Kandang, Supergrowth, Antracol Curacron, Dursband, Supervit, Biotanik 2. Desa Sindangjaya 5,80 ha Urea, SP.36, Pupuk Kandang, KCl, Supergrowth, Antracol, Green Asri, Bayfolant, Gandasil Curacron, Dursban, Victory, Agrimex, Ortin, Decis 3. Kawasan Agropolitan 10,42 ha Urea, SP.36, Pupuk Kandang, KCl, Supergrowth, Antracol, Green Asri, Byfolant, Gandasil Curacron, Dursband, Victory, Agrimex, Ortin, Decis, Supervit, Biotanik Sumber: Data Primer 2006 diolah Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan jenis pupuk dan pestisida serta nama produk yang digunakan petani sangat beragam dikhawatirkan dalam jangka panjang akumulasi dari zat kimia ini akan mencemari tanah dan lingkungan, meskipun hasil panennya terlihat bagus. Karena hampir seluruh petani berpendapat bahwa pestisida dapat mengatasi masalah akibat serangan hamapenyakit tanaman. Kondisi ini menggambarkan bahwa pestisida masih menjadi pilihan utama dalam memberantas hamapenyakit tanaman. Jika suatu jenis pestisida dipergunakan terus menerus untuk suatu hama, maka jumlah dosis yang diperlukan lama kelamaan akan bertambah. Solusi yang petani lakukan adalah dengan berganti-ganti merk pestisida agar hama penyakit tidak menjadi resisten. Dampak lain dari penggunaan pestisida yang beragam akan berpengaruh terhadap permintaan konsumen, karena konsumen cenderung untuk mengkonsumsi sayuran yang bebas dari zat-zat kimia seperti zat pemacu tumbuh dan pestisida. Apabila dilakukan analisis biaya rata-rata penggunaan jenis pupuk dan dan jenis pestisida yang digunakan petani untuk mengelola lahannya di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur sebagaimana disajikan pada Tabel 15. 83 Tabel 15. Analisis Rata-rata Jenis Pupuk, dan Pestisida yang Digunakan Petani Pola Tanam Tumpangsari Polyculture di Kawasan Agropolitan Pacet- Cianjur No Jenis Pupuk Pestisida Desa Sukatani 0,13 ha Unit Nilai Rp Desa Sindangjaya 0,11 ha Unit Nilai Rp Kawasan Agropolitan 0,12 ha Unit Nilai Rp 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pupuk Urea kg SP.36 kg KCl kg Pupuk Kandang kg Supergrowth ltr Antracol btl Green Asri klg Byfolan ltr Gandasil ltr Pestisida Curacron ml Dursban ltr Victory klg Agrimex cc Ortin ltr Decis klg Supervit klg Biotanik tube 57 84.857 21 42.914 0 0 350 105.086 1 20.594 0,8 48.150 0 0 0 0 0 0 0,7 30.800 1,2 21.630 0 0 0 0 0 0 0 0 0,6 5.909 1 10.500 35 51.917 20 39.273 10 17.500 244 73.200 0,9 18.667 0,9 37.474 1 18.750 2,3 23.333 1,7 20.000 0,4 66.857 1,8 33.246 1 40.000 100 60.000 2 36.000 0,8 56.250 0 0 0 0 43 64.871 20 40.886 10 17.500 291 87.150 1 19.768 0,9 42.949 1 18.750 2,3 23.333 1,7 20.000 0,5 54.611 1,5 27.023 1 40.000 100 60.000 2 36.000 0,8 56.250 0,6 5.909 1 10.500 Jumlah 370.440 592.467 625.500 Sumber: Data Primer 2006 diolah Berdasarkan Tabel 15 diketahui biaya penggunaan pupuk dan pestisida untuk luasan lahan rata-rata 0,12 ha di kawasan agropolitan sebesar Rp.625.500,- dalam satu kali musim tanam sistem pola tanam tumpangsari untuk satu petak lahan. Tingkat pengeluaran biaya bervariasi untuk pupuk dan pestisida, yang utama adalah pembelian pupuk kandang, pupuk urea dan diikuti pengeluaran biaya pupuk lainnya. Jenis yang digunakan adalah pestisida, jenis agrimex dan decis. Desa Sindangjaya lebih besar mengeluarkan biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida walaupun luasan lahannya lebih kecil dibandingkan dengan Desa Sukatani dengan total pengeluaran biaya sebesar Rp.592.467,- berbeda dengan Desa Sukatani yang hanya mengeluarkan total biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida sebesar Rp.370.440,-. Hal ini disebabkan karena pengeluaran biaya pembelian pestisida lebih kecil dibandingkan Desa Sindangjaya. Desa Sukatani dan Desa Sindangjaya memang berbeda kondisi fisik lahannya, misalnya 84 ketersediaan air, kesesuaian lahan, kemudahan pengelolaan teknis budidaya, dan pola tanam tumpangsari yang diusahakan. Di Desa Sindangjaya beragam jenis sayuran tumpangsari yang ditanam karena tanahnya lebih subur dan produktif sehingga pengeluaran biaya pembelian pupuk dan pestisida lebih besar, baik secara analisis biaya pengeluaran rata-rata maupun secara pengeluaran total. Hal inilah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan dan tingkat kesejahteraan petani kedua desa tersebut karena perbedaan kondisi fisik lahan. Adapun analisis biaya pengeluaran pembelian pupuk dan pestisida secara total untuk luasan lahan 10,12 ha di kawasan agropolitan, sebagaimana disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Analisis Total Jenis Pupuk, dan Pestisida yang Digunakan Petani Pada Pola Tanam Tumpangsari Polyculture di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur No Jenis Pupuk Pestisida Desa Sukatani 4,62 ha Unit Nilai Rp Desa Sindangjaya 5,80 ha Unit Nilai Rp Kawasan Agropolitan 10,12 ha Unit Nilai Rp 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pupuk Urea kg SP.36 kg KCl kg Pupuk Kandang kg Supergrowth ltr Antracol btl Green Asri klg Byfolan ltr Gandasil ltr Pestisida Curacron ml Dursban ltr Victory klg Agrimex cc Ortin ltr Decis klg Supervit klg Biotanik tube 1.980 2.970.000 751 1.502.000 0 0 12.260 3.678.000 33,2 659.000 16,1 963.000 0 0 0 0 0 0 13,2 554.400 36,1 648.900 0 0 0 0 0 0 0 0 6,5 65.000 2 21.000 1.869 2.803.500 864 1.728.000 263 472.500 10.980 3.294.000 22,6 448.000 17,8 712.000 4 75.000 14 140.000 5 60.000 13 2.340.000 46,8 864.400 3 120.000 300 180.000 6 108.000 1,5 112.500 0 0 0 0 3.849 5.773.500 3.615 3.230.000 263 472.500 23.240 6.972.000 55,8 1.107.000 33,9 1.675.000 4 75.000 14 140.000 5 60.000 26,2 2.894.400 82,9 1.513.300 3 120.000 300 180.000 6 108.000 1,5 112.500 6,5 65.000 2,0 21.000 Jumlah 11.061.300 13.457.900 24.519.200 Sumber: Data Primer 2006 diolah Tabel 16 menjelaskan bahwa untuk luasan lahan 10,42 ha di Kawasan Agropolitan Pacet-Cianjur diperlukan biaya untuk pengeluaran pupuk dan pestisida sebesar Rp.24.519.200,-. Desa Sukatani dengan luasan lahan 4,62 ha sebesar Rp.11.061.300,- dan Desa Sindangjaya dengan luasan lahan 5,80 ha sebesar Rp.13.457.900,-. Jenis pestisida lebih banyak digunakan oleh Desa 85 Sindangjaya, karena kondisi fisik lahan solum tanah dan kesuburan tanah berbeda dengan Desa Sukatani. Begitu juga jenis sayuran pola tanam tumpangsari yang diusahakan petani Desa Sindangjaya sangat beragam macam dan jenisnya sehingga penggunaan pupuk dan pestisida juga beragam penggunaannya. Dari sudut pandang ekologi dan kesehatan, aplikasi pestisida berlebih berdampak terhadap kualitas produk sayuran. Secara fisibilitas tekstur atau penampilan komoditas hortikultura sayuran memang menarik konsumen, karena tidak ada bekas kerusakan akibat serangan hama dan penyakit. Akan tetapi dalam jangka panjang akan berdampak terhadap kepercayaan konsumen karena kandungan pestisida yang cukup tinggi. Petani cenderung bersifat over preventif dalam menanggulangi hama dan penyakit. Aplikasi pestisida cenderung tidak memperhatikan batas ambang ekonomi serangan hama dan penyakit. Dampaknya terjadi pemborosan biaya perawatan tanaman yang tidak hanya biaya pembelian bahan pestisida juga biaya tenaga kerjanya. Oleh karena itu, antisipasi berupa penyuluhan dan peningkatan aplikasi teknologi yang lebih ramah lingkungan terkait dengan isu lingkungan merupakan salah satu alasan agar penggunaan pestisida kimia segera dikurangi karena berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan, yaitu dengan menganjurkan ditingkatkan penggunaan pupuk organik atau penggunaan pupuk kimia sesuai dengan standarisasi jenis, dosis, waktu, dan cara yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian setempat. Misalnya penggunaan pupuk kandang yang dapat memasok nutrient yang dibutuhkan sayuran diberikan sebelum penanaman pada saat pengolahan tanah. Pupuk kandang juga dapat meningkatkan kandungan tanah akan karbon organik, nitrogen organik, sehingga mengakibatkan kenaikan pH yang nyata Sanchez, 1992. Begitu juga halnya dalam penyemprotan tanaman, jika tanaman semakin tua konsentrasi yang diperlukan dalam penyemprotan tidak semakin tinggi. Hal ini berkaitan dengan harga pestisida yang cukup mahal sehingga petani tidak perlu terlalu sering untuk menyemprot tanamannya. Karena dengan penyemprotan dengan intensitas dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan patogen penyebab hamapenyakit menjadi resisten. Juga dalam melakukan penyemprotan hendaknya melihat arah mata angin. 86

5.2.2. Analisis Biaya Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Usahatani

Dokumen yang terkait

Analisis karakteristik usahatani komoditas hortikultura dan faktor faktor yang mempengaruhinya di kawasan agropolitan pacet Cianjur

2 25 188

Analisis Pola Aliran Penduduk di Kawasan Agropolitan (Studi Kasus Kecamatan Pacet dan Cipanas, Kabupaten Cianjur)

4 26 127

Studi Perbandingan Land Rent Antara Lahan Komoditas Hortikultur Dengan Padi Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya (Studi Kasus : Kecamatan Pacet dan Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat)

0 10 80

Kajian terhadap pendapatan petani dan harga tanah di Kawasan Agropolitan: studi kasus di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur

0 8 240

Analisis pengaruh kompensasi petani terhadap produktivitas usaha: studi kasus Kawasan Agropolitan Pacet, Kabupaten Cianjur

0 8 215

Kajian terhadap pendapatan petani dan harga tanah di Kawasan Agropolitan studi kasus di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet dan Cipanas Kabupaten Cianjur

0 7 126

PENGARUH AGRIBISNIS HORTIKULTURA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI : Studi Kasus Pada Kelompok Tani Di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

1 6 41

PENGARUH AGRIBISNIS HORTIKULTURA TERHADAP KESEJAHTERAAN PETANI :Studi Kasus Pada Kelompok Tani Di Kawasan Agropolitan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

0 1 47

Penentuan Kawasan Agropolitan berdasarkan Komoditas Unggulan Tanaman Hortikultura di Kabupaten Malang

0 0 5

PENENTUAN KAWASAN AGROPOLITAN BERDASARKAN KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN HORTIKULTURA DI KABUPATEN MALANG

0 0 476