III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara nasional dengan melihat perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia. Penelitian ini dimulai dari bulan Maret
sampai Juli 2009.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series data deret waktu tahun 1989 hingga tahun 2006. Data yang digunakan meliputi data rasio
konsentrasi CR, nilai output, nilai input, nilai tambah, upah, nilai produksi, nilai ekspor dan krisis ekonomi. Data tersebut diperoleh dari Biro Pusat Statistik
BPS, Departemen Perindustrian, Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia APKI, literatur dan jurnal dari berbagai perpustakaan dan hasil penelitian terdahulu.
3.3. Metode Analisis
Metode yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar dibagi atas dua, yaitu: metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan
untuk menganalisis lebih lanjut tentang perilaku industri pulp dan kertas di Indonesia. Metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis struktur dan kinerja
industri pulp dan kertas di Indonesia. Metode ini biasanya dilakukan melalui pendekatan Structure, Conduct, and Performance SCP yang diolah melalui
Ordinary Least Square OLS.
3.3.1. Analisis Struktur Industri
a Pangsa Pasar MS
Setiap perusahaan memiliki pangsa pasar yang berbeda dan berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan seluruh pasar. Pangsa pasar
menggambarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan dari hasil penjualannya.
Di mana : Msi = pangsa pasar perusahaan i persen
Si = penjualan perusahaan i rupiah Stot = penjualan total seluruh perusahaan rupiah
Sumber: Hasibuan 1993 b
Konsentrasi Industri Tingkat konsentrasi dapat dihitung dengan melihat Concentration Ratio
CR. Untuk mengetahui tingkat konsentrasi empat perusahaan terbesar digunakan rumus rasio konsentrasi empat perusahaan terbesar, yang merupakan persentase
dari total pendapatan penjualan. Semakin besar angka persentasenya mendekati 100 persen berarti semakin besar konsentrasi industri dari produk tersebut. Jika
rasio konsentrasi suatu industri mencapai 100 persen maka bentuk pasarnya adalah monopoli Jaya, 2001.
Di mana : CRm = rasio konsentrasi sebanyak m perusahaan .
msi = pangsa pasar perusahaan ke-i .
c Hambatan Masuk Pasar Barrier to Entry
Hambatan masuk pasar dapat dilihat dari mudah atau tidaknya pesaing- pesaing potensial untuk masuk ke pasar. Jika pesaing-pesaing baru dapat dengan
leluasa masuk dan mengurangi kekuatan pasar perusahaan-perusahaan lama, maka dapat dikatakan hambatan tersebut tidak ada. Hambatan ini tidak hanya dalam
bentuk perangkat-perangkat yang legal, tetapi juga dapat terjadi secara alami. Hambatan masuk pasar dibagi menjadi dua yaitu hambatan teknis yang terjadi
karena ketidakmampuan teknis dan hambatan legal berupa undang-undang khusus atau hak khusus seperti hak paten. Salah satu cara yang digunakan untuk melihat
hambatan masuk adalah dengan mengukur skala ekonomis yang didekati melalui output perusahaan yang menguasai pasar lebih dari 50 persen. Nilai output
tersebut kemudian dibagi dengan total output industri. Data ini disebut sebagai Minimum Efficiency Scale
MES,
3.3.2 Analisis Perilaku Industri
Analisis mengenai
perilaku industri ini akan dilakukan dengan metode
analisis deskriptif kualitatif. Elemen-elemen dalam perilaku pasar dapat dijelaskan sebagai berikut :
• Strategi harga Strategi penetapan harga suatu industri tergantung dari beberapa faktor
produksi terutama bahan baku. Dalam hal ini akan dilihat bagaimana strategi penetapan harga yang dilakukan oleh industri serta apakah ada perilaku
kesepakatan harga antar sesama pesaing yang dapat menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
• Strategi produk Perusahaan yang bergerak di dalam industri akan melakukan strategi
dalam mengeluarkan produknya. Dalam hal ini yang akan dilihat apakah terdapat strategi khusus dalam menentukan produk yang akan dijual seperti adanya
diversifikasi produk ataupun kesepakatan jumlah penawaran produk. • Strategi distribusi
Produsen melakukan strategi distribusi yang bertujuan agar produk yang dihasilkan dapat didistribusikan secara optimal sehingga dapat memenuhi
kebutuhan konsumen dan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
3.3.3. Analisis Kinerja Industri
Analisis kinerja
dilakukan dengan menggunakan analisis Price-Cost
Margin PCM dan efisiensi internal XEF. Efisiensi internal menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam suatu industri dalam menekan biaya produksi yang harus dikeluarkan. Semakin efisien suatu perusahaan, semakin besar pula
keuntungan yang akan diperoleh. Untuk mengukur tingkat efisiensi internal adalah dengan membagi nilai tambah dengan input industri tersebut Jaya, 2001.
Nilai tambah diperoleh dengan mengurangkan biaya input terhadap nilai outputnya. Nilai output itu sendiri adalah nilai dari seluruh barang dan jasa juga
sebagai produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan
memanfaatkan faktor produksi yang tersedia. Sementara itu nilai input memiliki pengertian yang dibagi dua, yaitu:
1. Input antara adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk barang dan jasa
yang digunakan habis dalam proses produksi. 2.
Input primer adalah biaya yang timbul sebagai akibat dari pemakaian faktor produksi dalam suatu kegiatan ekonomi antara lain tenaga kerja,
tanah, modal dan kewirausahaan. Variabel yang digunakan sebagai indikator kinerja yang lainnya adalah
proksi dari keuntungan Price Cost Margin PCM. PCM dinyatakan sebagai indikator kemampuan perusahaan untuk meningkatkan harga di atas biaya
produksi. PCM juga diidentifikasikan sebagai persentase keuntungan dari kelebihan penerimaan atas biaya langsung. Tingkat PCM yang tinggi umumnya
dapat tercipta jika terdapat rasio konsentrasi pasar yang tinggi. PCM diperoleh dengan membagi selisih antara nilai tambah dikurangi upah terhadap output yang
dihasilkan Jaya, 2001.
Variabel pertumbuhan output Growth diduga dapat mempengaruhi kinerja industri karena variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar. Untuk
mengukur tingkat pertumbuhan output Growth adalah dengan membagi selisih antara output pada tahun ke-i dan output tahun sebelumnya.
3.3.4. Hubungan Struktur dan Faktor Lainnya dengan Kinerja
Hubungan struktur dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja dapat dilihat dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode
Ordinary Least Square OLS. Pemilihan metode OLS untuk meramalkan model
disebabkan oleh mudahnya penggunaan serta pendeskripsian hasil regresi. Di samping itu merupakan salah satu metode yang sering digunakan peneliti di
bidang ekonomi untuk melihat hubungan antar variabel ekonomi. Hubungan struktur dan faktor lain yang mempengaruhi kinerja dapat
dilihat dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode Ordinary Least Square
OLS. Penggunaan variabel PCM sebagai proksi keuntungan telah digunakan oleh Collins dan Preston 1968,1969 lalu Shepherd
1972 dan semakin banyak digunakan dalam penelitian ilmiah. PCM
t
= β
+ β
1
CR4
-1
+ β
2
GROWTH
-1
+ β
3
XEF
t
+ β
4
MES
t
+ β
5
EKSPOR
t
+ β
6
KRISIS
t
+ U
t
......................................................................................7 Dimana :
PCM
t
= tingkat keuntungan industri pada tahun ke-t CR4
-1
= konsentrasi industri dari empat perusahaan terbesar pada tahun sebelumnya
GROWTH
-1
= pertumbuhan nilai produksi pada tahun sebelumnya XEF
t
= efisiensi internal industri pada tahun ke-t MES
t
= hambatan masuk industri pada tahun ke-t EKSPOR
t
= jumlah komoditi yang diekspor pada tahun ke-t ton KRISIS
t
= krisis ekonomi pada tahun 1997, dengan nilai 0 sebelum krisis dan 1 setelah krisis.
Ut =
error β
= intersep β
β
i
= koefisien parameter yang diduga nilai dugaan diharapkan
β
i
3.4. Uji Ekonometrika
1. Uji Autokorelasi
Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi yang terjadi antar unsur gangguan galat pada tahun sekarang dengan galat tahun sebelumnya.
Autokorelasi bisa terjadi pada deret waktu time series. Pengujian autokorelasi dapat diketahui dengan menggunakan Breusch-godfrey serial Correlation LM
Test , yang hasil kesimpulannya dapat diketahui dari nilai Probability ObsR-
squared . Jika nilai Probability ObsR-squared lebih kecil dari taraf nyata, maka
terjadi autokorelasi di dalam model persamaan. Begitu pula sebaliknya, jika nilai Probability ObsR-squared
ternyata lebih besar dari taraf nyata maka tidak terjadi autokorelasi pada model persamaan yang digunakan.
Teknik mengatasi autokorelasi di antaranya dengan menggunakan 1 Evaluasi model, 2 Metode Pembedaan Umum Generalized Differences, 3
Metode Pembedaan Pertama, 4 Estimasi ρ berdasarkan Durbin Watson, 5
Estimasi ρ berdasarkan residual.
2. Uji Heteroskedastisitas
Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas tidak terjadi heteroskedastisitas atau memiliki ragam error yang sama.
Heteroskedastisitas tidak merusak ketakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar yaitu
asimtotik Gujarati, 1978. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh probability ObsR-squared pada uji Heteroskedasticity Test: Breusch-
Pagan-Godfrey. Jika nilai probabilitas ObsR-squared taraf nyata
α yang digunakan, maka persamaan tidak mengalami heteroskedastisitas. Jika nilai
probabilitas ObsR-squared taraf nyata α yang digunakan, maka persamaan
mengalami heteroskedastisitas. Teknik mengatasi Heteroskedastisitas di antarnya dengan menggunakan
Metode Generalized Least Squares GLS, Transformasi dengan , Transformasi dengan Logaritma.
1. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas didefinisikan sebagai adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas pada model persamaan. Multikolinearitas dapat menyebabkan
koefisien bebas cenderung tidak signifikan terhadap variabel respon. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF Variance Inflation Factor.
Jika terdapat nilai VIF yang lebih besar dari 12 maka dapat disimpulkan terjadi multikolinearitas pada model persamaan yang digunakan. Teknik mengatasi
multikolinearitas: 1 Membuang peubah bebas yang mempunyai multikolinearitas tinggi terhadap peubah bebas lainnya, 2 menambah data
pengamatan contoh, dan 3 melakukan transformasi terhadap peubah-peubah bebas yang mempunyai kolinearitas atau menggabungkan menjadi peubah-peubah
bebas baru yang mempunyai arti.
IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI
4.1. Sejarah Industri Pulp dan Kertas
Industri pulp dan kertas dapat digolongkan menjadi dua, yaitu industri pulp dan kertas integrated dan non-integrated. Industri kertas integrated
merupakan industri kertas dimana dalam satu industri dapat menghasilkan pulp dan kertas. Dalam industri kertas integrated, bahan baku diproses untuk
menghasilkan pulp yang kemudian pulp tersebut digunakan untuk menghasilkan produk kertas. Sedangkan pada industri kertas non-integrated, bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan pulp dan kertas dilakukan secara terpisah, sehingga hanya pulp atau kertas saja yang dihasilkan dalam satu pabrik APKI, 2007.
Industri kertas mulai didirikan pada tahun 1928 yaitu pada zaman Hindia Belanda dengan nama NV. Padalarangsche Papier Fabriek yang merupakan anak
dari perusahaan NV. Papier Fabriek Nijmegens di Belanda. Tujuan pendirian pabrik tersebut adalah menghasilkan berbagai jenis kertas untuk keperluan kantor
sebagai substitusi impor kertas dari Belanda yang mengalami hambatan pengiriman karena adanya Perang Dunia I.
Pada tahun 1970-an industri kertas mulai berkembang, terutama setelah dikeluarkannya Undang-Undang tentang Penanaman Modal Asing PMA pada
tahun 1967 dan Undang-Undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN pada tahun 1968. Adanya kedua Undang-Undang tersebut, telah memicu
berkembangnya pabrik kertas baik yang berstatus PMA maupun PMDN.