Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Pulp dan Kertas Indonesia

baku yang cukup besar, serta biaya tenaga kerja dan energi yang dimiliki Indonesia relatif lebih murah dibandingkan negara-negara produsen lainnya.

4.4. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Pulp dan Kertas Indonesia

Dalam rangka meningkatkan peranan industri pulp dan kertas untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun tujuan ekspor, pemerintah mengambil kebijaksanaan sebagai berikut Gloria, 1997 : a. Kebijakan investasi Industri pulp dan kertas secara umum masih terbuka untuk investasi baru, kecuali industri pulp yang menggunakan sulfit dalam proses produksinya. Pemerintah memberikan keistimewaan kepada industri ini mengingat peranan kertas yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia. Keistimewaan yang diberikan tersebut tertuang dalam Paket Deregulasi 23 Mei 1995, yang isinya antara lain tidak dilarang membuka proyek perluasan maupun proyek investasi baru bagi perusahaan-perusahaan yang dinilai mampu mengelola hasil hutan untuk keperluan industri pulp dan kertas melalui program Hutan Tanaman Industri HTI. Kesempatan investasi tersebut terbuka, baik bagi investor dalam negeri maupun luar negeri. Dengan adanya kebijakan ini maka minat para investor dalam negeri maupun luar negeri untuk melakukan investasi semakin meningkat, termasuk untuk perluasan usaha. b. Kebijakan Ijin Membuka Industri Berdasarkan Paket Deregulasi 23 Mei 1995 pemerintah melakukan penyempurnaan perijinan industri meliputi jenis perijinan dan kemudahan memperoleh ijin usaha dan perluasan industri. Dalam ketentuan tersebut, industri yang melakukan proses produksi yang tidak membahayakan lingkungan dan tidak menggunakan sumber daya alam secara berlebihan akan langsung diberikan ijin usaha tanpa perlu tahap persetujuan prinsip. Khusus untuk pulp, pemerintah mengharuskan agar para investor memperhatikan kelestarian pasokan bahan baku serta kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan cara melakukan proses produksi yang tidak membahayakan dan menyertakan program hutan tanaman industri. Selain memberikan ijin usaha industri dan perluasan perusahaan, pemerintah juga memberikan kemudahan melalui insentif kepada perusahaan yang melakukan restrukturisasi. Perusahaan-perusahaan yang melakukan penambahan investasi untuk restrukturisasi diberi kemudahan memperoleh ijin, jika menyediakan sekurang-kurangnya 30 persen dari besarnya investasi peralatan dan mesin yang tercantum dalam pengajuan ijin usaha industri. Kemudahan lain yang diberikan adalah keringanan bea masuk dan bea masuk tambahan lain. Besarnya keringanan bea masuk tersebut dapat mencapai 100 persen, sehingga bea masuk produk perusahaan tersebut menjadi 0 persen untuk impor mesin dan peralatan, bahan baku dan bahan penolong. c. Standarisasi Produk Pada akhir tahun 1995 pemerintah menetapkan kebijakan baru di sektor industri dengan tujuan meningkatkan efisiensi biaya dan daya saing produk industri dalam negeri. Berdasarkan Paket Deregulasi 23 Mei 1995, pemerintah menetapkan bea masuk bagi semua komoditas termasuk impor pulp dan kertas. Khusus untuk kertas, walaupun industri ini merupakan industri tertua di Indonesia, akan tetapi standarisasi dari produk kertas dan prosesnya baru dikeluarkan secara resmi mulai tahun 1980-an. Dengan Paket Deregulasi 23 Mei 1995, standarisasi produk dan prosesnya disempurnakan dan ketentuan- ketentuannya yang berkaitan dengan uji mutu dan prosesnya dirangkum dalam Standar Nasional Indonesia SNI bidang industri. d. Kebijakan Ekolabeling Ekolabeling dapat didefinisikan sebagai sebuah label pada sebuah mata dagang yang menerangkan bahwa produksi mata dagang tersebut memenuhi persyaratan tidak merusak lingkungan. Saat ini kebijakan mengenai ekolabel banyak diberlakukan di negara-negara maju seperti Eropa Barat, Amerika Utara, Jerman, Jepang, Singapura, Korea dan beberapa negara lainnya. Dengan adanya ekolabel ini, maka banyak negara mengharuskan komoditas yang diperdagangkan memiliki label ramah lingkungan. Dengan adanya masalah ekolabel ini, maka pemerintah Indonesia bersikap proaktif dengan mendirikan lembaga sertifikat independen LEI Lembaga Ekolabel Indonesia yang khusus mengembangkan ekolabel bidang kehutanan, sedangkan ekolabel bidang industri diserahkan kepada Direktorat Pengembangan Teknik, Bapedal. Dalam rangka mengembangkan ekolabel bidang industri, Bapedal melakukan langkah-langkah : 1 mengharuskan pabrik pulp yang beroperasi sesudah tahun 1990 untuk menggunakan minimal ECF Elementally Clorine Free untuk proses pemutihannya, 2 menghimbau pabrik-pabrik pulp yang beroperasi sebelum tahun 1990 yang masih menggunakan chlorine agar secara bertahap merubahnya dengan ECF TFC, 3 melarang industri menggunakan proses sulfit, melarang penggunaan proses merkuri pada CAP Chlor Alkali Plant, mempromosikan penggunaan proses alkalin yang lebih ramah lingkungan untuk proses pembuatan kertas dan mempromosikan penerapan cleaner production pada industri pulp dan kertas.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN