masyarakat, dan TFT, KHJL berhasil memperoleh sertifikasi untuk pengelolaan hutan secara lestari pada tanggal 20 Mei 2005. Uji sertifikasi dilakukan oleh SmartWood,
sebuah organisasi dunia anggota Forest Stewardshift Council FSC, organisasi jaringan international yang mempromosikan manajemen hutan dan menaruh
perhatian pada pengelolaan hutan secara lestari. Penilaian dilakukan terhadap aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Dengan
mendapatkan sertifikasi ini KHJL menerima pengakuan sekaligus kehormatan sebagai koperasi pertama untuk ketegori koperasi milik masyarakat di Asia Tenggara
yang berhasil mendapatkan sertifikasi FSC. Sertifikat ini adalah untuk kelompok Hutan yang dikelola dengan intensitas kecil dan rendah Small and Low Intensity
Managed Forests, SLIMFs. Tanaman jati yang dikelola oleh KHJL adalah milik petani-petani pemilik
lahan sebagai anggota koperasi. Sejak diresmikan pada tahun 2003, KHJL telah mampu menjual kayu persegian sejumlah 1-2 kontainer per bulan dengan volume
masing-masing sekitar 18 m³. Kayu-kayu tersebut umumnya dibeli oleh perusahaan- perusahaan furnitur dari Jawa dengan harga tinggi karena sertifikat SLIMF FSC yang
telah dimiliki KHJL sejak tahun 2005. Hingga data terakhir saat tulisan ini dibuat, luasan hutan yang dikelola telah mencapai 657 ha dengan unit pengelolaan sejumlah
25 unit.
4. 7. Sistem Pemanenan Jati
Jika dilihat dari sumber energinya, sistem pemanenan yang diterapkan di KHJL merupakan sistem pemanenan semi mekanis, yaitu sistem pemanenan yang
menggunakan kombinasi alat mekanis dan alat manual dalam setiap tahapan kegiatannya. Kegiatan penebangan menggunakan chainsaw untuk merebahkan
pohon; penyaradan dilakukan menggunakan tenaga manusia; dan pengangkutan kayu menggunakan truk. Jika didasarkan pada ukuran sortimen, maka sistem
pemanenan KHJL dapat digolongkan ke dalam Shortwood System, yaitu sistem pemanenan yang melakukan pembagian batang di lokasi tebangan, sehingga
sortimen yang kemudian disarad telah berupa kayu bulat pendek. Di KHJL, ada sedikit tambahan perlakuan pada sortimen kayu bulat tersebut sebelum disarad,
yaitu dibentuk menjadi kayu persegian. Tahapan kegiatan pemanenan yang diterapkan oleh KHJL meliputi kegiatan-
kegiatan sebagai berikut:
4. 7. 1. Penebangan
Metode penebangan dan persiapannya ditentukan sendiri oleh pemilik tegakan yang umumnya cenderung menyerahkannya kepada regu tebang. Regu
tebang biasanya berjumlah 2 orang yang terdiri dari chainsawman dan helper pembantuasisten. Regu tebang ini dipilih dan disewa oleh pemilik tegakan tanpa
campur tangan dari pihak koperasi. Penebang merupakan masyarakat sekitar hutan yang beroperasi menggunakan chainsaw milik pribadi. Pengamatan di lapangan
menunjukkan bahwa umumnya para penebang menggunakan chainsaw STIHL S70 yang memiliki kekuatan besar dan bilah sepanjang satu meter. Biasanya jenis ini
digunakan untuk pohon-pohon berdiameter besar di hutan-hutan alam. Fakta bahwa para penebang memiliki chainsaw jenis ini kemungkinan disebabkan oleh latar
belakang mereka yang dulunya merupakan pelaku-pelaku pembalakan liar di hutan negara Konawe Selatan.
Kegiatan penebangan dimulai dengan persiapan areal di sekitar pohon yang akan ditebang, berupa pembersihan tumbuhan bawah yang dilakukan oleh helper.
Setelah menentukan arah rebah, chainsawman membuat takik rebah dan takik balas Gambar 4a kemudian melakukan penebangan. Pohon yang rebah selanjutnya
dibersihkan dari cabang dan ranting Gambar 4b yang diperkirakan akan mengganggu proses pembagian batang. Kegiatan ini disebut pencabangan, dan
dilakukan oleh chainsawman dengan menggunakan chainsaw dan helper dengan parang.
a b
Gambar 4 Proses pembuatan takik rebah a dan pencabangan b. Pengukuran dilakukan kemudian oleh helper, dengan berpedoman pada
klasifikasi sortimen kayu persegian yang ditentukan oleh KHJL. Diameter rata-rata kayu bulat yang dimanfaatkan adalah 38,25 cm termasuk kulit, dengan diameter
terkecil adalah 19,5 cm dan diameter terbesar 57 cm. Panjang sortimen berkisar antara 110 – 210 cm. Pada setiap batasan panjang diberi tanda torehan pada kulit
kayu dengan menggunakan parang, yang selanjutnya dijadikan sebagai patokan
oleh chainsawman dalam membagi batang. Saat pembagian batang, bagian-bagian kayu yang memiliki cacat dibuang karena akan mengurangi kualitas sortimen yang
dihasilkan
4. 7. 2. Pembuatan Kayu Persegian