Dapat dilihat dalam Tabel 5, potensi kayu sisa penebangan jati yang didapatkan di KHJL jauh lebih besar bila dibandingkan dengan kayu sisa yang terjadi
di KPH Banyuwangi Utara, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Perbedaan yang besar ini terutama disebabkan oleh perbedaan dalam aturan pembagian batang
bucking policy. Perum Perhutani menghasilkan sortimen dalam bentuk kayu bulat, sehingga kegiatan pembagian batang tidak menghasilkan kayu sisa sebetan seperti
yang terjadi di KHJL. Sementara berdasarkan pengamatan di lapangan, kayu sisa sebetan merupakan kayu sisa dengan presentase terbesar dari seluruh jenis kayu
sisa. Bila dianalogikan KHJL memanfaatkan sortimen dalam bentuk kayu bulat, maka kayu sisa yang terjadi adalah sebesar 31,25. Nilai ini tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan Perum Perhutani, mengingat batas bawah diameter sortimen yang digunakan oleh Anggoro 2007 adalah
≥ 4 cm. Kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh sistem penebangan yang tidak jauh berbeda antara KHJL dan
Perum Perhutani. Keduanya sama-sama menerapkan sistem semi mekanis dalam rangkaian kegiatannya, dan alat yang digunakan untuk menebang pun sama, yaitu
chainsaw.
5. 1. 2. 1. Kayu Sisa Tunggak
Tinggi tunggak adalah jarak antara permukaan tanah dan dasar takik rebah Husch 2003. Di KHJL batasan maksimal tinggi tunggak belum diatur dalam SOP
Pemanenan KHJL. Namun karena umumnya seluruh bagian kayu jati dapat dimanfaatkan termasuk tunggaknya, maka dalam penelitian ini keseluruhan tunggak
yang berada di atas permukaan tanah dianggap sebagai kayu sisa. Bagian tunggak yang berada di dalam tanah tidak ikut dikuantifikasi karena KHJL tidak melakukan
pedongkelan tunggak.
a b
Gambar 8 Kayu sisa tunggak setinggi 10 cm a dan 54 cm b.
Ketinggian tunggak rata-rata per pohon adalah 22,43 cm dengan tinggi terendah yang didapati di lapangan 10 cm dan tertinggi 54 cm Gambar 9. Volume
kayu sisa tunggak tanpa kulit sebesar 0,73 m³ dengan nilai rata-rata 0,02 m³pohon 2,62 dengan asumsi tebal kulit tunggak sama dengan tebal kulit batang yaitu 1,5
cm. Di Perum Perhutani, tinggi tunggak dibuat serendah mungkin, bahkan
dianjurkan untuk melakukan penggalian tunggak agar didapatkan volume kayu yang lebih besar.
5. 1. 2. 2. Kayu Sisa Cabang dan Ranting
Berdasarkan pengamatan, tebal kulit pada bagian cabang umumnya ± 1 cm, dan pada bagian ranting ± 0,5 cm. Hasil pengukuran pada 30 pohon contoh
menunjukkan volume kayu sisa cabang dan ranting tanpa kulit sampai dengan diameter 3 cm didapatkan sebesar 3,45 m³ dengan volume per pohon sebesar 0,11
m³ 12,39 dari volume pohon, namun sejumlah 1,13 m³ diantaranya tidak memenuhi persyaratan klasifikasi dikarenakan oleh dimensi panjang yang tidak
mencukupi danatau memiliki cacat berupa pecah dan lengkung. Sisanya sebesar 2,31 m³ dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Kayu sisa cabang dan ranting. Dari Gambar 10 dapat diketahui bahwa potensi cabang dan ranting terbesar
termasuk ke dalam kelas diameter 7 cm dengan selang diameter 6 cm - 8,99 cm dan
108 145
92 44
5 6
0,4139 0,7589
0,6289 0,3914
0,0580 0,0580
20 40
60 80
100 120
140 160
4 7
10 13
16 19
22 25
28 ≥ 30
Kelas Diameter cm
0,0000 0,1000
0,2000 0,3000
0,4000 0,5000
0,6000 0,7000
0,8000 Jumlah Sortimen
Volume Sortimen m3
Ju m
lah so
rt im
en
V o
lu m
e s
o rt
im e
n m
³
panjang ≥ 1 meter yang berjumlah 145 batang 0,76 m³. Potensi terkecil berada
pada kelas diameter 16 cm 15 cm – 17,99 cm dan kelas 19 cm 18 cm – 20,99 cm dengan panjang minimal 40 cm dan jumlah masing-masing 5 dan 6 batang 0,06 m³.
Gambar 10 Potensi sortimen kayu bulat cabang dan ranting.
5. 1. 2. 3. Kayu Sisa Batang Atas