3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kayu Sisa
Sisa-sisa kayu hasil proses pemanenan yang disebut limbah tebang dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6886Kpts-II2002 dapat berupa sisa
pembagian batang termasuk cabang, ranting, pucuk, tunggak atau kayu bulat yang mempunyai ukuran diameter kurang dari 30 cm atau panjang tidak lebih dari 2 meter
atau kayu cacat gerowong lebih dari 40.
2. 2. 3. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kayu Sisa
Menurut Dulsalam 1995 dalam Anggoro 2007, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kayu sisa pemanenan adalah :
1. Tidak diterapkannya teknik pemanenan hutan yang baik 2. Kebijakan perusahaan
Perusahaan yang hanya mengutamakan produksi log dengan kualitas baik akan mengakibatkan banyak bagian kayu yang ditinggalkan di hutan. Para pekerja
hutan pada dasarnya hanya mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh mandor dan pengawas mereka.
3. Topografi Pada topografi yang berat, penebang sulit mengendalikan arah rebah pohon yang
ditebang. 4. Kerapatan tegakan
5. Sistem upah Sistem upah borongan merangsang pekerja-pekerja hutan untuk memperoleh
produksi yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kerusakan pohon yang dikerjakan maupun kerusakan tegakan tinggal. Sebagai akibatnya, banyak
dijumpai kayu yang mungkin masih dapat dimanfaatkan ditinggalkan di hutan. 6. Keterampilan tenaga kerja
Tenaga kerja yang memempunyai keterampilan tinggi akan mengakibatkan limbah penebangan relatif kecil, demikian juga sebaliknya. Keterampilan ini sangat
dipengaruhi oleh motivasi dan pengalaman kerja.Tenaga kerja yang mempunyai motivasi tinggi biasanya cenderung bekerja lebih giat dan lebih sungguh-sungguh.
Tenaga yang mempunyai pengalaman kerja yang lebih lama biasanya lebih terampil.
7. Pengawasan Endom 1996 menyatakan bahwa dengan penurunan tinggi takik rebah
sebesar 30 – 60 diperoleh tambahan volume sekitar 1. Penambahan biaya dengan memperhitungkan perbedaan waktu kerja efektif sebanyak 0, 58
menitkegiatan penebangan dengan asumsi harga bensin Rp. 1000, 00liter didapatkan hanya sebesar Rp. 10, 00menit atau Rp. 344, 13m³.
Simarmata dan Haryono 1986 menyebutkan bahwa volume kayu sisa dari pohon yang ditebang lebih besar bila dibandingkan dengan kayu sisa akibat kegiatan
penyaradan dan penebangan. Hal ini umumnya disebabkan karena batang pecah dan rusak pada waktu rebah dan dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan pasar
atau tidak efisien apabila diangkut seperti batang yang memenuhi syarat. Kejadian batang pecah bisa terjadi karena menimpa batu atau permukaan tanah yang tidak
rata, serta teknik penebangan yang salah sehingga batang pecah saat direbahkan. Anggoro 2007 menguatkan dalam penelitiannya di tegakan jati KPH Banyuwangi
Utara bahwa kegiatan penyaradan, muat-bongkar dan pengangkutan tidak menghasilkan kayu sisa pemanenan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh nilai kayu
jati yang cukup mahal, sehingga efisiensi pemanenan yang dilakukan oleh pihak Perum Perhutani untuk jenis kayu ini cukup tinggi dibandingkan dengan jenis kayu
lainnya.
2. 3. Tinjauan Umum Jati Tectona grandis Linn. f. 2. 3. 1. Sifat Ekologis dan Penyebaran