1. 2. 8. Kulit 2. Prospek Pemanfaatan Kayu Sisa dan Kulit Jati 2. 1. Kayu Sisa

A 79,51 B 20,49 a b Gambar 15 Sortimen kayu bulat dengan gubal yang tebal a dan kayu sisa sebetan yang dihasilkan b

5. 1. 2. 8. Kulit

Berdasarkan pengamatan, jati di lokasi penelitian memiliki rata-rata ketebalan kulit sekitar 1,5 cm pada bagian batang, 1 cm pada cabang, dan 0,5 cm pada ranting. Data yang didapatkan dari 30 pohon contoh menunjukkan total volume kulit adalah sebesar 7,17 m³ dengan nilai rata-rata per pohon ialah 0,24 m³. Nilai ini merupakan 20,49 dari volume kayu total Gambar 16. Keterangan: A : Kayu jati B : Kulit jati Gambar 16 Proporsi kulit dan kayu dalam satu pohon. 5. 2. Prospek Pemanfaatan Kayu Sisa dan Kulit Jati 5. 2. 1. Kayu Sisa Potensi kayu sisa dari kegiatan penebangan jati pada 30 pohon contoh besarnya mencapai 46,08 16,12 m³ yang berupa batang atas, potongan pendek, cabang dan ranting, tunggak dan sebetan, dan jenis kayu sisa yang memiliki volume terbesar adalah sebetan 8,26 m³. Volume kayu sisa yang berbentuk sortimen kayu bulat adalah sebesar 7,15 m³ yang merupakan 25,71 dari total volume pohon sampai dengan diameter 3 cm. Jumlah yang masih berpotensi untuk dimanfaatkan berdasarkan klasifikasi SNI 01-5007.17-2001 dan SNI 01-5007.1-2003 sebanyak 4,89 m³ 68,31. Dari jumlah ini, sebanyak 47,20 adalah cabang dan ranting. Berdasarkan klasifikasi kayu sisa menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 6886Kpts-II2002 dengan persyaratan diameter ≤ 30 cm, volume kayu sisa yang didapatkan adalah sebesar 6,34 m³ atau 0,21 m³pohon 22,78 dari volume pohon, dan volume sortimen dengan panjang ≤ 2 m yaitu sejumlah 7,18 m³ atau 0,24 m³pohon 25,80. Sedangkan kayu gerowong tidak ditemukan pada pohon-pohon contoh. Baik berdasarkan persyaratan diameter maupun panjang, volume terbesar berasal dari sortimen batang atas 2,49 m³ dan 2,42 m³, dan jumlah sortimen terbanyak ada pada sortimen ranting 481 dan 388 batang. Kayu sisa tebangan jati antara lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri kerajinan, flooring, papan partikel, inti papan blok, briket arang, bahkan dapat digunakan sebagai bahan campuran anti nyamuk bakar berbahan alami Zulnely dan Martono 2003. Konversi kayu menjadi arang diharapkan dapat meminimalkan emisi, dibanding dengan membakarnya langsung. Inisiatif ini pun dapat menambah penghasilan masyarakat. Menurut Heriansyah 2005, selain digunakan sebagai sumber panas, arang pun dapat digunakan sebagai kondisioner tanah untuk mempercepat terjadinya simbiotik antara akar dengan mikoriza, yang berkontribusi pada percepatan pertumbuhan tanaman dan penyerapan emisi CO2 di atmosfir. Selain itu, karbon pada arang dapat disimpan dalam durasi yang lama jika dibandingkan dengan karbon dalam bentuk kayu, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar karbon di atmosfiir. Zulnely dan Martono 2003 menyatakan bahwa campuran kulit gemor Alseodaphne sp dan serbuk gergaji kayu jati dapat dibuat anti nyamuk bakar dengan komposisi serbuk gergajian kayu jati sebanyak 50 . Serbuk gergajian jati dipakai untuk mempermudah anti nyamuk bakar dicetak, dan zat ekstraktif tectoquinon dari serbuk kayu jati juga bersifat insektisida.

5. 2. 2. Kulit