Tabel 1 Ciri morfologi kukang jawa
Klasifikasi Ciri
Kerajaan Animalia
Hewan Filum
Chordata Bertulang belakang
Kelas Mamalia
Menyusui, memiliki rambut hampir di seluruh tubuh Ordo
Primata Mata binokuler dan streoskopis, kapasitas otak yang relatif
besar, berkuku dan mampu menggenggam Sub Ordo
Strepsirhine Prosimian
Nokturnal dan memiliki tapetum lucidum, tooth coomb, toilet claw, dan rhinarium
Famili Loridae
Arboreal, memiliki ibu jari opposite atau berseberangan dengan keempat jari lainnya, bergerak lamban dengan
lokomosi quadrupedal bergerak berpindah dengan empat anggota gerak tanpa leaping meloncat, cantilevering
berpindah tempat dengan cara meregangkan tubuh, serta metabolisme basal yang rendah, masa bunting yang lama,
infan lahir dengan berat yang ringan, masa menyusui yang lama, dan adanya perilaku infant parking
Genus Nycticebus
Memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada Loris sp. Spesies
N. javanicus Memiliki pola garpu di wajah yang paling jelas dibandingkan
dengan genus Nycticebus lainnya, dan memiliki frosting rambut warna putih pada bagian leher
Sumber: Napier Napier 1967, 1985; Rowe 1996; Schulze 2003d; Nekaris Bearder 2007 dalam Winarti 2011.
2.2 Penyebaran dan Habitat
Penyebaran kukang yang ada di seluruh dunia cukup luas, mulai dari Afrika Selatan, Gurun Sahara, India, Srilanka, Asia Selatan, Asia Timur sampai
ke Asia Tenggara Nursahid dan Purnama 2007 Gambar 3. Di Asia Tenggara sendiri terdapat di Thailand, Brunei, Vietnam, Laos, Filipina, Semenanjung
Malaysia dan tentunya di Indonesia yang hanya terdapat di Jawa, Sumatera dan Kalimantan Wachyuni 2008.
Di Pulau Jawa terdapat spesies Nycticebus javanicus, yang penyebarannya meliputi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur Wirdateti et al.
2005. Sedangkan Ba’alwy 2003 menyatakan bahwa penyebaran kukang di Sumatera meliputi Belitung, Pulau Enggano Bengkulu, Kepulauan Mentawai
dan Pulau Simeuleu Aceh. Dahrudin dan Wirdateti 2008 juga menjelaskan mengenai penyebaran kukang yang ada di Kalimantan yaitu meliputi Kalimantan
Selatan khususnya Banjarmasin, Kalimantan Tengah khususnya Palangkaraya, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.
Gambar 3 Sebaran kukang di Asia diadaptasi dari Schulze 2003c dalam Winarti 2011.
Supriatna dan Wahyono 2000 mengungkapkan bahwa kukang tersebar cukup luas dan dapat ditemui hingga pada ketinggian 1300 mdpl serta habitat
utamanya yaitu di hutan primer, hutan sekunder, hutan bambu dan hutan bakau, namun kadang-kadang juga dapat dijumpai di daerah-daerah perkebunan. Sebaran
habitat kukang berdasarkan ketinggian di atas permukaan laut m dpl berturut- turut adalah kukang malaya 0-920 m dpl, kukang borneo 19-900 m dpl, kukang
bengalensis 48-339 m dpl, kukang jawa 200-931 m dpl Wiens 2002; Schulze 2003b; Winarti 2003; Wirdateti 2003; Wirdateti 2005; Wirdateti et al. 2005;
Wirdateti Suparno 2006; Dahrudin Wirdateti 2008; Pambudi 2008; Nandini et al. 2009; Pliosungnoen et al. 2008; Swapna et al. 2008 dalam Winarti 2011.
Ketersediaan pakan di alam bergantung pada kondisi habitat utamanya. Kartika 2000 menjelaskan bahwa pencarian makanan menjadi sesuatu yang
penting terutama untuk satwa primata. Semua satwa primata mempunyai kesamaan yang umum terhadap kebutuhannya akan energi, asam amino, mineral,
vitamin, air dan beberapa asam lemak, tetapi dalam jumlah yang bervariasi antar spesiesnya karena kondisi fisiologis dan anatomis yang berbeda.
Menurut Smuts et al. 1987 berdasarkan sumber pakan utamanya, primata terbagi atas faunivora, frugivora, dan folivora. Jenis faunivora dan frugivora akan
mencukupi kebutuhan proteinnya dengan serangga, dan kukang termasuk ke dalam jenis ini. Jenis Lorisidae akan mengonsumsi pakan dengan kandungan
energi tinggi yaitu buah-buahan, getah dan serangga mangsaannya. Lorisidae tidak pernah memakan daun-daunan, ia hanya menjilati embun atau sesuatu yang
keluar dari ujung daun. Supriatna dan Wahyono 2000 menyatakan bahwa kukang memakan
buah-buahan berserat sekitar 50, selain itu kukang juga memakan berbagai jenis binatang sekitar 40 seperti serangga, moluska, kadal, dan sesekali juga
memakan telur burung dan 10 getah serta biji-bijian dari biji polong leguminosae, termasuk buah atau biji coklat. Puspitasari 2003 dalam hasil
risetnya menyatakan bahwa buah-buahan yang memiliki palatabilitas tinggi bagi kukang yaitu misalnya pisang ambon, pepaya dan jagung manis dengan pakan
tambahannya yaitu roti tawar yang mengandung karbohidrat yang tinggi, dengan rata-rata konsumsi pakan segar sebanyak 317,26 gramkgBBhari, atau dalam
bahan kering sebesar 114,15 gramkgBBhari. Selain pemberian pakan utama, pengayaan pakan alami juga perlu
diberikan. Pengayaan enrichment merupakan suatu upaya untuk memberikan kondisi dan perlakuan tertentu terhadap satwa yang disesuaikan dengan pola
perilaku, kebutuhan serta karakteristik habitat alaminya Purba 2008. Menurut Kartika 2000 perilaku seekor satwa merupakan salah satu indikator yang
menentukan tingkat kesejahteraan dan keberhasilan pengelolaan suatu lembaga penyelamatan satwa.
Purba 2008 menyatakan bahwa satwa liar yang dikeluarkan dan atau keluar dari habitat alaminya tersebut harus hidup dalam suatu dimensi yang
terbatas dan dibatasi baik itu makanan, ruang jelajah, kawanan, sifat sosial dan fasilitas. Kebutuhan perilaku satwa liar adalah hal penting bagi kesejahteraannya.
Maka ketika satwa dikandangi akan memberikan kesempatan yang sangat minim untuk berperilaku normal dibanding apabila
berada di alam karena tempat tersedianya banyak pilihan yang secara umum tersedia bagi mereka di alam, maka
sudah menjadi keharusan melengkapi kandang dengan materi enrichment untuk merangsang satwa melakukan perilaku alamiahnya sehingga berpengaruh
terhadap kualitas hidup satwa itu sendiri.
Perilaku satwa tersebut merupakan ekspresi dari suatu kegiatan yang dilakukan satwa terkait dengan faktor dalam internal dan faktor luar
lingkungan. Salah satu faktor luar yang terkait yaitu ketersediaan pakan dan pengayaannya enrichment. Enrichment bertujuan untuk menambah kekayaan
kandang sehingga memungkinkan terjadinya kegiatan interaktif, menarik dan kemudian faktor lingkunganlah yang akan merangsang satwa tersebut untuk
memperlihatkan perilaku alamiahnya sebanyak mungkin sehingga satwa terhindar dari ancaman kebosanan, kejenuhan, stress dan perilaku menyimpang Purba
2008. Ecclestone 2009 menjelaskan bahwa ada beberapa jenis pengayaan untuk
satwa, yaitu yang pertama adalah pengayaan struktural untuk memperbaiki susunan lingkungan kandang. Misalnya, pemberian kandang yang cukup luas
supaya satwa dapat melakukan gerakan alami seperti lari atau terbang dan tempat untuk berteduh. Jenis pengayaan yang kedua adalah pengayaan obyek yang dapat
digunakan untuk mengurangi kebosanan dan menghindari perkembangan perilaku menyimpang serta merangsang untuk melakukan perilaku alami. Jenis pengayaan
yang ketiga adalah pengayaan sosial yaitu mensosialisasikan satwa dengan sejenisnya atau tidak karena tidak semua jenis satwa hidup berkelompok. Dan
jenis pengayaan yang terakhir adalah pengayaan pakan, pemberian pakan yang bervariasi dan cukup dengan cara-cara berbeda penting untuk meningkatkan
kualitas hidup satwa untuk dapat mengekspresikan perilaku makan alami seperti di habitatnya.
2.3 Reproduksi