Pemanfaatan dan Status Perlindungan Pusat Rehabilitasi Satwa dan Kesejahteraan Satwa Animal Welfare

atau berpindah ke lokasi baru. Namun beberapa hewan mampu memodifikasi lingkungan sementaranya dengan perilaku sosial yang kooperatif. Cooper dan Albentosa 2005 menyebutkan bahwa adaptasi merupakan kecenderungan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru. Perilaku stereotip merupakan salah satu contoh adaptasi satwa yang berada di suatu penangkaran atau di lingkungan baru di luar habitat alaminya. Dan salah satu tantangan yang dihadapi suatu penangkaran yaitu ada aspek dalam lingkungan buatan manusia yang melibatkan satwa tidak mampu beradaptasi, dalam hal ini, adalah tanggung jawab pengelola untuk mengurangi dampak dari tantangan atau memberikan kesempatan untuk beradaptasi. Dampak dari perilaku stereotip ini yaitu akan berpengaruh pada perilaku sosial yang terisolasi serta perilaku makan yang kurang akan konsentrat serat yang tinggi. Sedangkan Kimball 1983 menyatakan bahwa kebanyakan satwa dapat bertahan hanya dengan kisaran suhu, kelembaban, salinitas dan lain-lain, yang kisarannya relatif tergantung dari masing-masing satwa seperti burung dan mamalia yang memiliki mekanisme efisiensi untuk mempertahankan kontrol homeostatis yang melebihi lingkungan internal mereka. Hasil dari adaptasi reseptor akal dapat ditunjukan oleh fakta bahwa respon bersifat tahan lama. Ketika sudah sepenuhnya terbiasa, satwa tidak akan merespon stimulus lain dari luar. Sehingga adaptasi perlu dilakukan untuk menyetahui penyebab langsung mengapa satwa berperilaku tertentu dalam kehidupan satwa yang telah menghasilkan perilaku yang tidak sesuai.

2.6 Pemanfaatan dan Status Perlindungan

Nursahid dan Purnama 2007 menyatakan bahwa selain diperdagangkan sebagai hewan peliharaan yang eksotis, kukang juga diburu untuk diambil dagingnya yang kemudian dijadikan obat tradisional. Daging kukang dipercaya dapat meningkatkan kekuatan dan stamina bagi kaum pria dan berfungsi sebagai afrodisiak. Selain itu, tulang kukang juga diyakini memiliki kekuatan magis untuk menghindari bahaya atau digunakan sebagai pembawa keberuntungan dan perdamaian bagi kehidupan rumah tangga. Nursahid dan Purnama 2007 menyatakan bahwa kukang sudah dilindungi sejak tahun 1973 oleh hukum Indonesia melalui Keputusan Menteri Pertanian tanggal 14 Februari 1973, no. 66KptsUm21973, yang diperkuat oleh undang-undang pemerintah Indonesia no. 7 Tahun 1999 mengenai pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, di mana kukang terdaftar sebagai spesies yang dilindungi. Selain itu, menurut undang-undang Negara Indonesia no. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem pasal 21 no. 2, perdagangan dan pemeliharaan satwa dilindungi adalah dilarang. Pelaku akan menerima hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 Juta. Sedangkan secara international, selain termasuk satwa yang dilindungi, IUCN menetapkan status terancam punah endangered, yang berarti terancam oleh tingkat kepunahan dalam waktu 10 tahun. Sedangkan menurut CITES Konvensi Internasional Perdagangan Spesies Langka fauna dan flora liar kukang dimasukkan ke dalam daftar Appendix I.

2.7 Pusat Rehabilitasi Satwa dan Kesejahteraan Satwa Animal Welfare

Rehabilitasi merupakan program pemulihan kesehatan dan perilaku satwa sehingga memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di habitat alami setelah dilepaskan kembali ke habitat alami Ario et al. 2007. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53Menhut-II2006 tentang Lembaga Konservasi, pada Pasal 1 Ayat 11 dijelaskan bahwa pusat rehabilitasi satwa adalah lembaga konservasi yang melakukan kegiatan untuk mengadaptasikan satwa yang karena suatu sebab berada di lingkungan manusia untuk dikembalikan ke habitatnya. Lembaga konservasi tersebut mempunyai fungsi utama pengembangbiakan dan atau penyelamatan tumbuhan dan satwa dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya. Selain itu juga berfungsi sebagai tempat pendidikan, peragaan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, sarana perlindungan dan pelestarian jenis serta sarana rekreasi yang sehat. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No. P.53Menhut-II2006 pasal 11 dijelaskan bahwa pusat rehabilitasi satwa memiliki beberapa kriteria seperti: a. Melakukan perawatanpemeliharaan berbagai jenis satwa baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi undang-undang dan atau ketentuan Convention of International Trade on Endangered Spesies of Flora Fauna CITES dalam rangka mengadaptasi satwa untuk dikembalikan ke habitatnya, b. Memiliki lahan seluas sekurang-kurangnya 3 tiga hektar, c. Memiliki ketersediaan sumber air dan pakan yang cukup, d. Memiliki sarana pemeliharaan satwa, antara lain: kandang pemeliharaan, kandang perawatan, kandang karantina, dan sarana prasarana pendukung pengelolaan satwa, e. Memiliki kantor pengelola dan sarana informasi pengunjung; f. Tersedia tenaga kerja sesuai bidang keahliannya antara lain dokter hewan, ahli biologi atau konservasi, kurator, perawat, dan tenaga keamanan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Pasal 18 Ayat 2 disebutkan bahwa kegiatan rehabilitasi satwa meliputi kegiatan mengamati kesehatan satwa, melakukan pengobatan dan pemberian vitamin dan makanan tambahan serta melatih dan mengadaptasikan dengan lingkungan habitat alamnya satwa-satwa yang terpilih untuk dilepaskan ke habitatnya. Selain itu pula dijelaskan bahwa rehabilitasi satwa dilakukan agar satwa yang telah lama berada di lingkungan manusia mempunyai ketahanan hidup yang tinggi untuk dilepaskan kembali ke alam serta tidak mengganggu populasi yang telah mendiami habitat tersebut melalui penyebaran penyakit dan polusi genetik. Sanchez 2008 menyatakan bahwa kukang adalah salah satu jenis satwa yang tidak mempunyai tingkat ketergantungan tinggi terhadap manusia. Oleh karena itu, kukang yang telah menjalani proses rehabilitasi kemungkinan besar dapat dilepasliarkan bila giginya masih lengkap. Kukang yang sudah siap untuk dilepasliarkan umumnya bersifat pemalu atau menghindari kontak langsung dengan manusia bersifat liar dan sudah mampu mencari makan sendiri serta aktif pada malam hari. Kesejahteraan satwa berhubungan dengan tingkat stres, dimana jika satwa mengalami stres yang tinggi maka akan menurunkan tingkat kesejahteraan satwa. Broom dan Johnson 1993 mengungkapkan bahwa stres dapat didefinisikan sebagai efek lingkungan pada individu yang melebihi kapasitas sistem kontrol dan mengurangi atau mempengaruhi kesehatan serta sangat berhubungan dengan lingkungan, gangguan perilaku dan penyakit. Keeling dan Jensen 2009 juga menyebutkan bahwa kesehatan satwa merupakan aspek penting dari kesejahteraan satwa animal welfare. Kesejahteraan satwa mengarah pada kualitas hidup dan berhubungan dengan banyak elemen yang berbeda-beda, seperti kesehatan, kesenangan, dan hidup yang lama, yang mana perlakuan yang diberikan manusia berbeda-beda dan dengan kadar kepentingan yang berbeda pula Tannenbaum, 1991; Fraser, 1995. Pada umumnya terdapat 5 prinsip kesejahteraan satwa yaitu: 1. Bebas rasa lapar dan haus. Menurut Appbley et al. 1997, satwa memiliki kebutuhan nutrisi termasuk air untuk menjaga fungsi fisiologinya, dan kebutuhan tersebut diperlukan pada saat bersamaan. Satwa dapat mengalami malnutrisi atau kekurangan nutrisi. Keadaan tersebut dapat menyebabkan ketidaknormalan atau gangguan perilaku, keadaan stress dan kematian. Pemberian makan yang cukup dan air minum yang bersih setiap harinya adalah salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut. 2. Bebas dari rasa tidak nyaman. Keadaan ini dapat dihilangkan dengan menyediakan suatu lingkungan yang sesuai dengan habitat asli satwa tersebut. 3. Bebas dari sakit, luka dan penyakit Sakit pada satwa jelas berpengaruh pada kesejahteraan jika diasumsikan bahwa perasaan sakit pada satwa disamakan dengan manusia. Luka, ditimbulkan dari kejadian trauma atau bahkan konsekuensi yang tidak dapat dihindari dari sistem penangkaran Appbley et al. 1997. Sehingga diperlukan pemberian perawatan untuk satwa yang sakit dan pencegahan terhadap penyakit pada satwa di seluruh lembaga konservasi eksitu. 4. Bebas dari berperilaku liar alami. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan kondisi lingkungan alami dan membebaskan satwa untuk berperilaku secara alami. 5. Bebas dari rasa takut dan stress. Dilakukan dengan melakukan perlindungan untuk menghindari dari rasa takut dan stress.

BAB III METODE PENELITIAN