Penentuan Konsentrasi Ampisilin Media

28 Pengamatan struktur granula pati dengan mikroskop cahaya terpolarisasi menunjukkan bahwa MP dan MK memiliki sifat birefringence. Menurut Taggart 2004, birefringence merupakan pola maltose-cross pola silang sebagai hasil refleksi cahaya terpolarisasi oleh granula pati. Pola ini juga menghasilkan warna biru-kuning yang menunjukkan indeks refraksi dari granula pati seperti yang terlihat pada Gambar 13. Menurut French 1984, indeks refraksi granula pati dipengaruhi oleh struktur heliks amilosa yang dapat menyerap sebagian cahaya yang melewati granula pati. Gambar 13 menunjukkan bahwa granula pati MP dan MK adalah bulat poligonal bersegi banyak dengan ukuran diameter 1-6 skala garis kecil 2.5-15 μm. Menurut Fennema 1996, rata-rata ukuran diameter granula pati jagung adalah 2-30 μm dengan bentuk hampir bulat dan bersegi banyak. Gambar 13. Struktur granula pati suspensi 2 di bawah mikroskop terpolarisasi dengan perbesaran 400x aMaizena penelitian, bMaizena komersial Berdasarkan hasil analisis maizena secara keseluruhan, nilai kadar air, densitas kamba, dan struktur granula pati MP menyerupai MK. Kadar air dan densitas kamba terkait dengan proses pembuatan terutama tahap pengeringan. Sementara perbedaan derajat putih yang cukup signifikan antara MP dan MK lebih terkait dengan perbedaan bahan baku yang digunakan, bukan proses yang diterapkan. Jadi, tahap perendaman jagung pada suhu 52 C selama 48 jam dan pengeringan maizena pada suhu 50 C selama 24 jam dapat diterapkan dalam pengujian sintas mutan Cronobacter spp.

B. PENENTUAN METODE DETEKSI MUTAN Cronobacter spp.

1. Penentuan Konsentrasi Ampisilin Media

Isolat Cronobacter spp. yang digunakan pada penelitian ini adalah isolat Cronobacter spp. normal YR t2a asal susu formula Meutia 2008, DES c7 asal maizena Gitapratiwi 2011, dan FWH c3 asal pati singkong Hamdani 2012, serta mutan dari ketiga isolat tersebut yang telah dibuat oleh Nurjanah et al. 2012. Pemilihan ketiga isolat ini didasarkan pada sumber isolasinya. Dua isolat DES c7 dan FWH c3 diisolasi dari sampel pati, sedangkan satu isolat dari susu formula YR t2a digunakan sebagai pembanding. Sumber isolasi dapat mempengaruhi ketahanan panas isolat. Sel mikroba yang sering terpapar stress ringan seperti perlakuan pemanasan menjadikan sel tersebut terbiasa dalam kondisi stress dan akan menjadi lebih resisten terhadap stress yang lebih tinggi Yousef dan Juneja 2003. Isolat mutan Cronobacter spp. yang digunakan memiliki kemampuan berfluoresens dan resisten terhadap ampisilin. Kemampuan tersebut dapat digunakan sebagai penanda dan penyeleksi selama pengujian sintas Cronobacter spp. karena mutan merupakan organisme atau sel yang telah mengalami perubahan fenotip akibat dari proses mutasi sehingga berbeda dari wild- type. Wild-type merupakan bentuk umum yang ditemukan di alam atau stok laboratorium standar Griffiths et al. 2000. Oleh sebab itu, mikroorganisme yang teramati saat pengujian sintas pada a b 29 pembuatan maizena benar-benar mikroorganisme yang diinokulasikan pada awal proses yaitu mutan Cronobacter spp., bukan Cronobacter spp. atau mikroorganisme lain yang secara alami terdapat pada bahan baku proses. Sebelum isolat mutan Cronobacter spp. digunakan pada pengujian sintas selama perendaman jagung dan pengeringan maizena, perlu dilakukan penentuan metode deteksi mutan Cronobacter spp. yang terbaik. Pada penentuan metode deteksi ini, hal yang pertama dilakukan adalah menentukan konsentrasi ampisilin pada media yang akan digunakan sebagai media pertumbuhan inokulum dan media penghitungan. Tahap ini juga bertujuan membandingkan resistensi ampisilin isolat normal dan mutan Cronobacter spp, serta kultur kapang A. flavus, A. niger, F. oxysporum, khamir K. ohmeri, C. krusei, C. zeylanoides, BAL Pediococcus, L. plantarum, L. lactis, L.brevis, dan kultur campuran. Kultur kapang, khamir, BAL, dan kultur campuran diperoleh dari fermentasi spontan perendaman jagung Rahmawati et al. 2012 dan dapat dijadikan sebagai simulasi keragaman mikroorganisme pada jagung saat pengujian sintas mutan Cronobacter spp. selama perendaman jagung. Konsentrasi ampisilin yang digunakan adalah 0 μgml, 25 μgml, 50 μgml, 75 μgml, dan 100 μgml media TSA Tryptone Soy Agar. Gambar 14. Grafik intensitas pertumbuhan isolat normal dan mutan Cronobacter spp. pada media TSA dengan berbagai konsentrasi ampisilin. 0 = - = tidak ada koloni, 1= + = sangat sedikit, 2= ++ = sedikit, 3= +++ = agak banyak, 4= ++++ = banyak, 5= +++++ = sangat banyak. Gambar 14 menunjukkan bahwa isolat mutan YR t2a dan mutan FWH c3 dapat dibedakan dari isolat normalnya karena dapat bertahan pada media TSA hingga konsentrasi ampisilin 100 µgml. Hal ini disebabkan pGFPuv yang disisipkan mengandung gen Amp r yang menyandikan enzim β-lactamase. Enzim ini dapat menghidrolisis ampisilin sehingga tidak mengganggu pembentukan ikatan silang pada dinding sel bakteri Haddix et al. 2000. Sementara isolat normal Cronobacter spp. tidak dapat tumbuh pada media TSA yang mengandung ampisilin. Ketidaktahanan isolat normal Cronobacter spp. terhadap ampisilin disebabkan oleh kemampuan ampisilin dalam menghambat enzim transpeptidase yang berfungsi dalam pembentukan struktur ikatan silang pada dinding sel bakteri. Pertumbuhan sel dengan keberadaan ampisilin akan mengakibatkan pembentukan dinding sel yang lemah sehingga sel bakteri akan pecah karena 1 2 3 4 5 0 µgml 25 µgml 50 µgml 75 µgml 100 µgml Intensitas koloni yang tumbuh Konsentrasi ampisilin normal DES c7 mutan DES c7 normal FWH c3 mutan FWH c3 normal YR t2a mutan YR t2a 30 tekanan osmotik internal yang tinggi Haddix et al. 2000. Ketidaktahanan isolat normal Cronobacter spp. pada media ampisilin juga sesuai dengan pernyataan Farmer et al. 1980, yaitu Cronobacter spp. tidak tahan terhadap antibiotic ampisilin, gentamisin, kanamisin, dan kloramfenikol. Sementara isolat mutan DES c7 hanya dapat tumbuh hingga konsentrasi ampisilin 25 μgml dengan intensitas banyak dan pada konsentrasi ampisilin di atas 25 μgml, isolat mutan DES c7 tidak dapat tumbuh lagi. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan proses transformasi yang dilakukan pada isolat DES c7 tidak berhasil sehingga isolat tersebut masih memiliki karakteristik seperti isolat normal. Hal ini disebabkan berdasarkan Gambar 14, isolat normal DES c7 juga masih dapat bertahan hingga konsentrasi ampisilin 25 μgml, meskipun intensitas koloninya sangat sedikit. Kuzina et al. 2001 pernah mengidentifikasi Cronobacter spp. yang diisolasi dari usus lalat buah Meksiko tahan terhadap ampisilin, cephalothin, eritromisin, novobiosin, dan penisilin. Dennison dan Morris 2002 juga melaporkan bahwa ada infeksi Cronobacter spp. yang resisten terhadap antibiotik ampisilin. Gambar 15. Grafik intensitas pertumbuhan kapang, khamir, BAL, dan kultur campuran pada media TSA dengan berbagai konsentrasi ampisilin. 0 = - = tidak ada koloni, 1= + = sangat sedikit, 2= ++ = sedikit, 3= +++ = agak banyak, 4= ++++ = banyak, 5= +++++ = sangat banyak. Resistensi kapang A. flavus, A. niger, F. oxysporum, khamir K. ohmeri, C. krusei, C. zeylanoides, BAL Pediococcus, L. plantarum, L. lactis, L.brevis, dan kultur campuran terhadap ampisilin dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 menunjukkan bahwa kultur campuran memiliki intensitas tumbuh sangat banyak pada media yang tidak mengandung ampisilin, namun masih dapat bertahan pada konsentrasi ampisilin hingga konsentrasi 100 μgml dengan intensitas agak banyak. Berdasarkan hasil tersebut, berarti ada organisme pada kultur campuran yang tidak tahan terhadap ampisilin karena adanya penurunan intensitas koloni yang tumbuh dari konsentrasi ampisilin 0 μgml ke 25 μgml. Karena berdasarkan Gambar 15 kapang dan khamir tidak mengalami penurunan intensitas koloni hingga konsentrasi ampisilin 100 μgml, maka disimpulkan bahwa organisme pada kultur campuran yang tidak tahan terhadap ampisilin adalah 1 2 3 4 5 0 µgml 25 µgml 50 µgml 75 µgml 100 µgml Intensitas koloni yang tumbuh Konsentrasi ampisilin Kultur campuran Kapang Khamir BAL 31 sebagian BAL. Hal ini disebabkan pada konsentrasi ampisilin 25-100 μgml, intensitas koloni BAL menurun menjadi agak banyak. Menurut Pearlman 1979, ampisilin tidak efektif terhadap kapang dan khamir. Sementara untuk kultur BAL yang semuanya merupakan bakteri gram positif, ada beberapa yang sensitif dan ada juga yg resisten terhadap ampisilin. Hartanti 2007 menyatakan bahwa Pediococcus, tahan terhadap ampisilin, sedangkan Lactobacillus rhamnosus sensitif terhadap ampisilin. Hummel et al. 2007 juga menyatakan bahwa resistensi ampisilin tidak terjadi pada Lactobacillus, S. thermophilus, dan Leuconostoc. Ketidaktahanan beberapa BAL terhadap ampisilin disebabkan oleh mekanisme ampisilin yang bekerja menghambat enzim transpeptidase yang berfungsi dalam pembentukan struktur ikatan silang pada dinding sel bakteri. Pertumbuhan sel dengan keberadaan ampisilin akan mengakibatkan pembentukan dinding sel yang lemah sehingga sel bakteri akan pecah karena tekanan osmotik internal yang tinggi Haddix et al. 200. Sementara adanya BAL yang tahan terhadap ampisilin dapat disebabkan oleh degradasi enzimatis senyawa antibiotik sehingga tidak dapat kontak dengan senyawa target, perubahan protein bakteri yang menjadi target antibiotik tersebut, atau perubahan permeabilitas membran terhadap antibiotik tersebut Dever dan Dermody 1991. Oleh karena resistensi ampisilin isolat mutan DES c7 rendah, maka isolat mutan yang digunakan pada tahap penelitian selanjutnya adalah mutan YR t2a dan mutan FWH c3. Kedua isolat ini masih dapat bertahan pada media yang mengandung ampisilin hingga konsentrasi 100 μgml dengan intensitas pertumbuhan yang tetap. Sebenarnya konsentrasi ampisilin 25 μgml sudah cukup dapat membedakan isolat mutan YR t2a dan FWH c3 dengan isolat normalnya. Oleh karena Clontech USA menyatakan bahwa konsentrasi ampisilin yang direkomendasikan adalah 100 μgml, maka konsentrasi ampisilin yang digunakan untuk keperluan tahap penelitian selanjutnya adalah 100 μgml. Kemudian karena hingga konsentrasi ampisilin 100 µgml kultur kapang, khamir, BAL, dan kultur campuran yang menjadi simulasi keragaman mikroorganisme pada jagung masih dapat tumbuh, maka pada pengujian sintas mutan Cronobacter spp. selama perendaman jagung, jagung diklorinasi terlebih dahulu untuk mengurangi jumlah mikroorganisme awal. Sementara untuk pengujian sintas mutan Cronobacter spp. selama pengeringan maizena, air dan maizena yang akan digunakan sebagai sampel dapat disterilisasi terlebih dahulu secara terpisah menggunakan autoklaf sebelum diinokulasi oleh mutan Cronobacter spp.

2. Penentuan Metode Pemupukan dan Media Pertumbuhan Inokulum