Ketahanan terhadap antibiotik Ketahanan terhadap panas

5 selama atau setelah proses rekonstitusi. FAO-WHO 2004 juga menambahkan bahwa Cronobacter spp. yang mencemari produk susu bubuk termasuk susu formula dapat berasal dari ingridien yang ditambahkan selama proses pembuatan susu formula.

3. Ketahanan terhadap antibiotik

Farmer et al. 1980 mengidentifikasi bahwa seluruh isolat Cronobacter spp. yang diuji dengen metode difusi sumur tidak tahan terhadap gentamisin, kanamisin, kloramfenikol, dan ampisilin. Kemudian hasil pengujian dengan metode Minimum Inhibitory Concentration MIC menunjukkan bahwa MIC kloramfenikol terhadap Cronobacter spp. yaitu 4 – 8 μgml, sedangkan untuk ampisilin yaitu 2 – 4 μgml. Kedua antibiotik ini sering digunakan untuk mengobati pasien yang menderita meningitis akibat infeksi bakteri Cronobacter spp. Sementara Willis dan Robinson 1988 merekomendasikan penggunaan ampisilin dan gentamisin untuk pengobatan terhadap penyakit meningitis yang diakibatkan oleh Cronobacter spp. karena gentamisin dapat menghambat Cronobacter spp. dalam mencapai jumlah yang cukup untuk menginfeksi cairan cerebrospinal. Farmer et al. 1980 juga menemukan hanya satu isolat Cronobacter spp. yang tahan terhadap beberapa antibiotik sekaligus yaitu streptomisin, kanamisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Akan tetapi, Kuzina et al. 2001 menemukan Cronobacter spp. yang diisolasi dari usus lalat buah Meksiko tahan terhadap ampisilin, cephalothin, eritromisin, novobiosin, dan penisilin. Dennison dan Morris 2002 juga melaporkan bahwa ada infeksi Cronobacter spp. yang resisten terhadap beberapa antibiotik, yaitu ampisilin, gentamisin, dan cefotaxamine.

4. Ketahanan terhadap panas

Cronobacter spp . dap at tumbuh pada kisaran suhu yang lebar 6-47 o C. Pada suhu ruang 21 o C, Cronobacter spp. mempunyai waktu generasi sekitar 75 menit pada susu formula yang direkonstitusi. Sementara pada suhu 10 o C, Cronobacter spp. memiliki waktu generasi sekitar 10 jam yang kemudian pertumbuhannya semakin lambat pada kondisi di bawah suhu refrigerasi Iversen dan Forsythe 2003. Menurut Nazarowec-White dan Farber 1997a, Cronobacter spp. memiliki nilai D 52 54.8 menit, D 54 23.7 menit, D 56 10.3 menit, D 58 4.2 menit, dan D 60 2.5 menit untuk rata-rata dari isolat sumber klinis dan bahan pangan. Apabila kedua sumber tersebut dibandingkan, isolat sumber klinis cenderung memiliki nilai D yang lebih tinggi, meskipun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Kemudian untuk nilai z, Cronobacter spp. dari sumber klinis memiliki nilai z 6.02 C, sedangkan dari sumber bahan pangan adalah 5.60 C dengan rata- rata dari kedua sumber tersebut adalah 5.82 C. Nilai tersebut berada pada kisaran nilai z untuk mayoritas bakteri yang tidak membentuk spora, yaitu 4-6 C Tomlins dan Ordal 1976. Apabila didasarkan pada hasil penelitian Nazarowec-White dan Farber 1997a yaitu nilai D 60 2.5 menit, diperlukan perlakuan panas pasteurisasi terhadap susu pada suhu 60 C selama 15 dan 17.5 menit untuk memperoleh reduksi Cronobacter spp. sebesar 6 dan 7 log secara berturut-turut. Sementara Singh dan Ranganathan 1980 menyatakan bahwa Cronobacter spp. memiliki nilai D sebesar 23.7 menit dan 10.3 menit pada suhu 54 C dan 56 C. Morgan et al. 1988 juga melaporkan nilai D 72 Cronobacter spp. pada susu formula bayi adalah 1.30088 menit. Nilai tersebut merupakan nilai D yang paling tinggi dibandingkan dengan bakteri gram negatif lain pada produk olahan susu. Permadi 2011 juga melakukan pengujian ketahanan beberapa isolat Cronobacter spp. selama pengeringan semprot susu formula yang direkonstitusi. Hasilnya 6 menunjukkan bahwa reduksi jumlah Cronobacter spp. pada perlakuan suhu inlet pengering 160 C berkisar antara 2.54 hingga 3.07 siklus log, pada suhu 170 C berkisar antara 2.77 hingga 3.25 siklus log, dan pada suhu 180 C berkisar antara 3.24 hingga 3.55 siklus log. Menurut Ardelino 2011, isolat Cronobacter spp. YR t2a asal susu formula Meutia 2008 memiliki nilai D pada suhu 54, 56, 58, dan 60 secara berturut-turut adalah 7.75, 3.61, 1.34, dan 0.90 menit. Pengujian ketahanan panas isolat YR t2a juga pernah dilakukan oleh Meutia 2008 terhadap susu formula yang direkonstitusi. Hasilnya menunjukkan bahwa pada suhu rekonstitusi 40 C terjadi penurunan jumlah sel sebesar 1.44 log. Kemudian pada suhu rekonstitusi 70 C, YR t2a mengalami penurunan jumlah sel sebesar 5.3 log dan pada suhu rekonstitusi 100 C jumlah sel YR t2a tidak terdeteksi lagi. Isolat YR t2a juga mengalami penurunan log yang paling besar 3.59 log dibandingkan isolat Cronobacter spp. lainnya pada susu formula yang direkonstitusi dengan suhu air 4 C. Pengujian ketahanan panas isolat Cronobacter spp. asal maizena Gitapratiwi 2011 juga pernah dilakukan oleh Permadi 2011. Pada pengujian ketahanan panas dengan suhu 54 C selama 23 menit, DES c7 mengalami reduksi jumlah sel sebesar 3.47 log.

B. JAGUNG