Pengujian Sintas Mutan Cronobacter spp. selama Pengeringan Pengamatan Koloni

23 diencerkan hingga tingkat pengenceran tertentu seperti yang terlampir pada Lampiran 10. Pemupukan ke cawan petri dilakukan dengan metode pemupukan terpilih menggunakan media TSA+A. Kemudian cawan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 hari dengan posisi terbalik.

v. Pengamatan Koloni

Setelah masa inkubasi, cawan diamati di bawah lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 366 nm. Koloni berpendar yang teramati dihitung dengan rumus Standar Plate Count sebagai berikut : N= C [ 1n 1 + 0.1 n 2 d Keterangan : N = Total koloni per ml atau gram sampel C = Jumlah koloni dari semua cawan yang masuk dalam batas perhitungan n 1 = Jumlah cawan pada pengenceran pertama n 2 = Jumlah cawan pada pengenceran kedua d = Tingkat pengenceran pertama saat mulai perhitungan Kemudian reduksi jumlah log dihitung dengan rumus berikut: S=Log N -log N t Keterangan: S = reduksi jumlah log N = Jumlah populasi mikroba sebelum perlakuan N t = Jumlah populasi mikroba setelah perlakuan

b. Pengujian Sintas Mutan Cronobacter spp. selama Pengeringan

Maizena i. Persiapan Inokulum Isolat mutan Cronobacterr spp. diinokulasikan ke media pertumbuhan inokulum terpilih, lalu diinkubasi selama 1 hari pada suhu 37 o C. Kultur yang telah mencapai fase stasioner tersebut diperkirakan memiliki jumlah 10 8 – 10 9 CFUml. ii. Persiapan Suspensi Pati Sebanyak 35 gram maizena dimasukkan ke dalam botol, lalu disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. Maizena steril lalu dicampur dengan 65 ml air steril. iii. Pengeringan Maizena Johnson dan May 2003 24 Sebanyak 1 ml inokulum diinokulasikan ke dalam botol berisi suspensi pati yang telah disiapkan, lalu diaduk. Suspensi tersebut lalu dipindahkan ke loyang berukuran 18x18 cm. Lalu ditutup dengan kertas saring yang dilubangi pada keempat sudutnya dengan ukuran 2x2 cm. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu 50 C selama 24 jam. iv. Pemupukan BAM 2001 Pemupukan dilakukan terhadap inokulum, sampel 0 jam pengeringan, 6 jam pengeringan, dan 24 jam pengeringan. Pemupukan inokulum dilakukan dengan memipet 1 ml inokulum ke 9 ml BPW, lalu diencerkan hingga tingkat pengenceran tertentu seperti yang terlihat pada lampiran 11. Pemupukan sampel dilakukan dengan memasukkan 10 gram sampel ke dalam plastik steril, lalu ditambahkan 90 ml larutan pengencer dan dihancurkan menggunakan stomacher selama 1 menit. Kemudian diencerkan hingga tingkat pengenceran tertentu seperti yang terlihat pada Lampiran 11. Pemupukan ke cawan petri dilakukan dengan metode pemupukan terpilih menggunakan media TSA+A. Kemudian cawan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 2 hari dengan posisi terbalik.

v. Pengamatan Koloni

Setelah masa inkubasi, cawan diamati di bawah lampu ultraviolet dengan panjang gelombang 366 nm. Koloni fluoresens yang teramati dihitung dengan rumus Standard Plate Count sebagai berikut : N= C [ 1n 1 + 0.1 n 2 d Keterangan : N : Total koloni per ml atau gram sampel C : Jumlah koloni dari semua cawan yang masuk dalam batas perhitungan n 1 : Jumlah cawan pada pengenceran pertama n 2 : Jumlah cawan pada pengenceran kedua d : Tingkat pengenceran pertama saat mulai perhitungan Kemudian reduksi jumlah log dihitung dengan rumus berikut: S=Log N -log N t Keterangan: S = reduksi jumlah log N = Jumlah populasi mikroba sebelum perlakuan N t = Jumlah populasi mikroba setelah perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PEMBUATAN MAIZENA

Pembuatan maizena terdiri dari tahap pembersihan, perendaman, penggilingan, pemisahan lembaga dan serat, pemisahan gluten, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan. Diagram alir pembuatan maizena dapat dilihat pada Lampiran 1. Jagung yang digunakan untuk membuat maizena pada penelitian ini adalah jagung kuning varietas Pioneer dengan tipe biji dent. Menurut Watson 2003, jagung dengan tipe biji dent memiliki crown yang berbentuk cekung seperti gigi dent seperti yang terlihat pada Gambar 11. Menurut Kereliuk Sosulski 1995, jagung yang mayoritas bijinya tipe dent memiliki kandungan pati yang lebih besar dari pada jagung yang mayoritas bijinya tipe flint. Biji jagung flint memiliki lembaga yang lebih besar dan lapisan perikarp yang lebih tebal, mengakibatkan berkurangnya 1-2 endosperma dibandingkan dengan jenis dent. Jagung dengan tipe biji flint juga memiliki kandungan serat total yang lebih banyak dibandingkan dengan jagung tipe biji dent Kereliuk Sosulski 1996. Johnson dan May 2003 juga menyatakan bahwa biji jagung flint tidak dapat melunak walau direndam selama 50-60 jam. Hal ini disebabkan jagung tipe flint merupakan jenis jagung yang memiliki biji paling keras karena mengandung endosperma keras yang lebih banyak Watson 2003. Oleh karena itu, jagung jenis flint jarang digunakan untuk pembuatan maizena. Gambar 11. Jagung varietas Pioneer tipe biji dent Bahan baku jagung yang digunakan pada penelitian ini yaitu dalam bentuk biji jagung kering. Menurut Watson 2003, biasanya jagung yang telah dipanen memiliki kadar air 22-25, kemudian dikeringkan hingga kadar airnya 15-16 untuk keperluan penyimpanan dan distribusi. Hal ini disebabkan kadar air dan aktivitas air berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penentuan mutu dan umur simpan selama penyimpanan deMan 2007. Kadar air yang tinggi juga dapat menimbulkan masalah kapang dan serangga, respirasi, serta germinasi Mrema et al. 2011. Abramson et al. 1980 juga menyatakan bahwa kandungan air yang tinggi pada beberapa biji-bijian juga berpotensi terhadap pembentukan mikotoksin. Biji jagung yang akan digunakan untuk pembuatan maizena harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran fisik seperti seperti sekam, pasir, batu, sisa tongkol, dan bagian tubuh serangga. Menurut Mrema et al. 2011, biji-bijian yang baru dipanen perlu dibersihkan dari debu dan kontaminan yang kemungkinan mengandung serangga dan material tanaman seperti jerami atau sekam. Material- material tersebut dapat mengisi rongga dari biji-bijian, menghambat pergerakan udara, dan menambah kemungkinan masalah kebusukan. Setelah dibersihkan, jagung digiling dengan disc mill untuk memperkecil ukuran biji jagung menjadi grits sehingga akan lebih mudah diproses. Menurut Watson