49
Salah satu penyebab utama mahalnya harga jeruk adalah tingginya biaya transportasi dalam mendistribusikan jeruk ke masyarakat. maraknya pungutan liar
membuat selisih antara harga di tingkat produsen menuju tingkat konsumen semakin besar. Harga buah jeruk di pasar pun terpaksa menyesuaikan, sehingga
harga jual semakin mahal. Keadaan ini membuat para penjual jeruk dalam skala besar lebih memilih untuk mengimpor jeruk karena harganya jauh lebih murah
dibandingkan mendatangkan jeruk dari luar pulau. Kebijakan pemerintah melalui ACFTA juga sangat mendukung jual beli
jeruk dengan cara ini dengan menetapkan biaya masuk 0 , sehingga pasokan jeruk melimpah dengan harga yang lebih murah lagi. Kondisi ini membuat jeruk
lokal semakin terpuruk karena sepi peminat. Akibatnya, petani jeruk terus berkurang karena selain permintaan minim, bahkan diantara mereka ada yang
terpaksa menjual lahan jeruknya untuk memenuhi kebutuhan hidup, sehingga produksi jeruk nasional pun menurun. Serangan penyakit akibat hama terutama
yang disebabkan oleh CVPD membuat produsen jeruk lokal semakin sulit untuk melakukan substitusi terhadap jeruk impor.
5.3 Perkembangan Nilai Jeruk Impor Mandarin Cina
Proses impor Jeruk Mandarin asal Cina membutuhkan biaya yang cukup tinggi mengingat sangat banyaknya volume jeruk yang memasuki negara ini.
Akan tetapi, importir menganggap bahwa hal tersebut sangat menguntungkan mengingat banyaknya permintaan masyarakat terhadap jeruk Mandarin. Keadaan
ini semakin parah semenjak ACFTA diterapkan. Bea masuk 0 membuat harga jeruk impor menjadi lebih murah dari negara lain, sehingga volume yang dari
awal semakin meningkat pesat hingga berkali-kali lipat dan berdampak pada nilai
50
impor jeruk tersebut yang juga ikut mengalami kenaikan. Nilai dari Jeruk Mandarin impor dari Cina adalah sebagai berikut:
Sumber: Statistik Perdagangan Luar Negeri, BPS 2000-2009.
Gambar 7. Nilai Jeruk Mandarin Impor di Indonesia Tahun 2000-2009 Berdasarkan data tersebut, dapat terlihat bahwa nilai impor hanya menurun
pada tahun 2001 dan 2004. Selain tahun tersebut, nilai impor terus meningkat bahkan pada tahun 2006 meningkat dua kali lipat dibanding tahun 2006 dan
mencapai nilai paling tinggi pada tahun 2009 yaitu sebesar US 159.165.295. Hal ini menunjukkan betapa besar biaya berupa devisa yang dikeluarkan oleh
Indonesia akibat melakukan impor dari Cina. Keadaan tersebut sangat ironis karena Indonesia sebagai negara tropis yang memiliki lahan subur dan banyak
yang tidak termanfaatkan, seharusnya sangat berpotensi untuk memproduksi produk hortikultura. Akan tetapi, akibat kelalaian pemerintah dalam
mengembangkan produksi terutama jeruk, membuat potensi ini terabaikan dan Indonesia lebih suka menjadi importir.
Nilai impor yang bernilai ratusan juta dolar ini seharusnya dapat dialihkan untuk sektor lain yang lebih bermanfaat. Apabila pemerintah dan pihak-pihak
terkait dapat bekerja sama dalam meningkatkan produksi jeruk guna menguatkan
51
substitusi impor, maka dana devisa ini bisa digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Peningkatan
mutu pendidikan,
mengurangi kemiskinan, pengembangan teknologi produksi jeruk, dan lain sebagainya. dapat
dijadikan sebagai alternatif pemanfaatan keuangan negara dibanding mengimpor jeruk yang seharusnya dapat dipenuhi kebutuhannya oleh produksi dalam negeri.
Melalui substitusi impor, maka biaya impor jeruk dapat dikurangi atau dihilangkan, sehingga Indonesia dapat terhindar dari ketergantungan terhadap
Jeruk Mandarin impor dan lebih mencintai produk jeruk lokal.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1