KESIMPULAN DAN SARAN Design for sustainable management of coral reef ecosystem in the regional marine conservation area of East Bintan Riau Islands

6. Upaya pengelolaan dengan menggunakan strategi pada skenario II moderat merupakan kondisi yang dapat dicapai pada saat ini. Dengan menggunakan skenario II, maka nilai indeks keberlanjutan gabungan meningkat dari 54,73 menjadi 60,70 cukup berkelanjutan. Ketersediaan sumberdaya manusia, biaya, waktu dan kebijakan yang mampu mendukung pencapaian strategi optimum, menjadi pertimbangan bagi keberhasilan pengelolaan yang dilakukan. 7. Strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang ditentukan oleh peran atribut kunci dominan yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Adapun strategi pengelolaan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai keberlanjutan adalah p eningkatan koordinasi antar stakeholders ; p eningkatan pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum secara konsisten ; p emberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan mata pencaharian alternatif ; m eningkatkan kualitas SDM pesisir; dan m elakukan rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan pengendalian serta penanggulangan pencemaran .

6.2 . Saran

1. Perlu diprioritaskan perbaikan dimensi keberlanjutan yang mempunyai nilai indeks keberlanjutan yang lebih rendah, yaitu dimensi hukum dan kelembagaan. 2. Suhubungan ditetapkannya KKLD Bintan Timur sebagai kawasan untuk mendukung kegiatan perikanan dan pariwisata bahari secara berkelanjutan, maka perlu kajian daya dukung lingkungan sehingga pemanfaatan kawasan tersebut tidak melampaui daya dukungnya. 3. Guna membangkitkan partisipasi stakeholders dan untuk mengakomodasi kepentingan para pihak terhadap KKLD, juga sebagai partner kerja UPT KKLD dalam melakukan pengelolaan KKLD perlu dibentuk sebuah forum atau mitra KKLD. Salah satu bentuk forum yang diusulkan adalah ”Forum Penyelamat Terumbu Karang Bintan ” atau dapat disingkat FP-TKB. DAFTAR PUSTAKA Alder J, Pritcher TJ, Preikshot D, Kaschner K, Ferriss B. 2001. How Good is Good ?: A Rapid Appraisal Technique for Evaluation of the Sustainability Status of Fisheries of the North Atlantic. Fisheries Centre. University of British Columbia. Vancouver, Canada. Allister, Don Mc. 1989. Ancaman Terhadap Ikan-ikan Karang. Spesies, Newsletter of the SSC No. 12, May 1989. Alustco S. 2009. Kajian Kualitas Tutupan Karang Hidup dan Kaitannya dengan Acthaster planci di Kabupaten Bintan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Anderson V, Johnson L. 1997. Systems Thinking Basics. From Concepts to Causal Loops. Pegasus Communication, Inc. Cambridge. [APHA] American Public Health Association. 1989. Standard Method for Examination of Water and Waste Water 14 th Apriliani V. 2009. Strategi Rehabilitasi Terumbu Karang untuk Pengembangan Ed. APHA-AWWA-WPFC, Port Press. Washington DC . Pariwisata Bahari di Pulau Mapur Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ariani AAA. 2006. Pengaruh Kegiatan Pembangunan pada Ekosistem Terumbu Karang. Studi Kasus: Efek Sedimentasi di Wilayah Pesisir Timur Pulau Bintan. [Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Arifin T. 2008. Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Terumbu Karang di Selat Lembeh, Kota Bitung. [Disertasi], Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Aziz KA, Boer M, Widodo J, Naamin N, Amarullah MH, Hasyim B, Djamali A, Priyono BE. 1998. Potensi Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut. Jakarta. [Bapedalda] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kabupaten Kepulauan Riau. 2002. Profil Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Riau. Tanjung Pinang. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan, 2007. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan 2007 – 2017. Konpilasi Data. Tanjung Pinang. [Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan, 2010. Potensi Ekosistem Penting dan Kondisi Hidrologisnya di Wilayah Bintan Bagian Timur. Tanjung Pinang. Baker LP, Kaeoniam. 1986. Manual of Coastal Development Planning and Management for Thailand. The Unesco MAP and COMAR Programmes. Jakarta. Bearman, G. 1999. Waves, Tides, And Shallow Water Processes. Open University, Waton Hall, Milton Keynes, MK7 6AA, and Butterworth-Heinemann. England. Bengen, DG. 2000. Sinopsis Teknik Pengambilan Sampel dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. PKSPL IPB. Bengen, D.G. 2002. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis DAS. Seminar HUT LIPI, Jakarta, 25 – 26 September 2002. Bond, Richard, Curran, Jahanna, Kirk Patrick, Lece, Norman, Francis, Paul, 2001. Integrated Impact Assessment for Sustainable Development. A Case Study Approach, University of Manchester, UK. Bourgeois R, Jesus F. 2004. Participatory Prospective Analysis, Exploring and Anticipating Challenges with Stakeholders. Center for Alleviation of Poverty through Secondery Crops Development in Asia and The Pacific and French Agricultural Reasearch Center for Internasional Development. Monograph 46 : 1 – 29. Bourgeois R. 2007. Analisis Prospektif. Bahan Lokakarya Training of Trainer. ICASEPS. Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan, 2009. Kabupaten Bintan Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan, 2010. Monografi Kecamatan Gunung Kijang Dalam Angka. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan, 2010. Monografi Kecamatan Bintan Pesisir Dalam Angka. [BP DAS] Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kepulauan Riau. 2010. Laporan Tahunan Monitoring dan Evaluasi Tata Air Kabupaten Bintan. Brightsmith DJ, Stroza A, Holle K. 2008. Ecotourism, Conservation Biology and Volunteer Tourism: A Manual Benefical Triumvirate. Journal Biology Conservation 141: 2832-2842. Budiharsono S. 2007. Manual Penentuan Status dan Faktor Pengungkit PEL. Direktorat Perekonomian Daerah. Bappenas. Jakarta. Burke L, Selig, E, Spalding M. 2002. Reef at Risk in Southest Asia. World Resources Institute WRI, Washongton, DC. Cappenberg HEW, Salatalohi A. 2009. Monitoring Terumbu Karang Bintan Bintan Timur dan Pulau-pulau Numbing. Coremap II –LIPI . Jakarta. Cesar HJS, Burke L, Pet-Soede L. 2003. The Economics of Worldwide Coral Reef Degradation. Cesar Environmental Economics Consulting, Arnhem, and WWF-Netherland, Zeist, The Netherland. 23 pp. Online at: http:asset.pandaorgdownloadscesardegradationreport100203.pdf . Chang YC, Hong FW, Lee MT 2008. A System Dynamic Based DSS for Sustainable Coral Reef Management in Kenting Coastal Zone, Taiwan. Journal Ecology Modelling 211: 153–168. Changsang H, Booyanate P, Charuchinda M. 2001. Effect of Sedimentation from Coastal Mining on Coral Reef on the Northwestern Coast of Phuket Island, Thailand. Prociding 4 th International Coral Reef Synp . hlm 129-137. Charles AT. 2000. Sustainability Fishery Systems. Sain Mary’s University Halifax, Nova Scotia, Canada. Christie P, Makapedua D, Lalamentik LTX. 2003. Bio-Physical Impact and Links to Integrated Coastal Managemnt Sustainability in Bunaken National Park. Indonesia. Dalam Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources. Special Edition, No. 1, hal 8. Cicin-Sain B, Knecht RW. 1998. Integrated Coastal and Ocean Management. Island Press. Washington, USA. [COREMAP II] Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II Kabupaten Bintan. 2008. Pengelolaan Terumbu Karang dan MMA. Buku I. [COREMP II] Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II Bintan. 2011. Laporan Pelaksanaan Proyek Coremap II Kabupaten Bintan 2004-2011. [COREMAP II – LIPI] Coral Reef Rehabilitation and Management Program Phase II-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2010. Monitoring Kesehatan Terumbu Karang Kabupaten Bintan Bintan Timur dan Numbing. Jakarta. Cornelissen AMG, Van den Berg J, Koops WJ, Grossman M, Udo HMJ. 2001. Assessment of the Contribution of Sustainability Indicator to Sustainable Development; A Novel Approach Using Fuzzy Set Theory. Agriculture, Ecosystem Environment 86: 173-185. [CRITC- COREMAP II- LIPI] Coral Reef Information and Training Centre- Coral Reef Management Program Phase II- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2007. Studi Baseline Ekologi di Kabupaten Bintan Kepulauan Riau. Coremap II – LIPI. Jakarta. [CRITC] Coral Reef Information and Training Centre Bintan. 2009. Monitoring Kondisi Terumbu Karang di KKLD Bintan Timur. Tanjung Pinang. Dahuri R, Rais Y, Putra SG, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu . Jakarta PT. Pradnya Paramita. Dahuri R. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang Indonesia. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengelolaan dan Iptek Terumbu Karang Indonesia. Jakarta, 22-23 Nopember 1999. Davison ML, Skay CL. 1991. Multidimensional Scaling and Factor Model of Test and Item Respon. Psychology Bulletin 110 3: 551 – 556. De Santo RS. 2000. Concepts of Applied Ecology. Springer-Verlag. New York. De Silva MWRN. 1985. Human and Development Presure on the Coral Reef Ecosystem, The Malaysian Experince. In Matthews WH, Suhaimi A, editor. Environmental Protection and Coastal Zone Management in Asia and the Pacific . Tokyo: Univ. of Tokyo Press. Dight I, Kenchington R Baldwin J, editor. 1999. Proceedings of the International Tropical Marine Ecosystems Management Symposium . November 1998. Published by the Great Barrier Reef Marine Park Authority, Townsville, Australia. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan. 2008. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah RIPDA Kabupaten Bintan. Dizon CP. 1986. Coral Reef Ecosystem of Philipines: Ist Problems, Need and Management. Proceeding of MAB-COMAR Regional Workshop on Coarl Reef Ecosystem: Their management Practices and ResearchTraning Needs. Bogor, 4 -7 March 1986. 129 -132. Ditlev H. 1980. A Field Guide to the Reef-Building Coral of the Indo-Pacific. Scandinavian Science Press Ltd. Klampenborg. Djajadiningrat ST, Amir HH. 1993. Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber Pencemaran Air, Tanah dan Udara . Gadjah Mada University Press. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Penyusunan Rencana Tata Ruang Gugus Pulau Untuk Pengembangan Investasi di Gugus Pulau Bintan dan Nipah. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Pedoman Teknis Penyiapan Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan di Daerah. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut. Jakarta. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. 2009. Laporan Tahunan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. Dollar SJ, Grigg RW. 2001. Impact of Koalin Clay Spill on Coral Reef in Hawai. Marine Biology 65 :269-276. Edinger EN, Jompa J, Limmon GV, Widjatmoko W, Risk MJ. 1998. Reef Degradation and Coral Biodiversity in Indonesia: Effects of Land-Based Pollution, Destructive Fishing Practices and Changes Over Time. Marine Pollution Bullletin 36 8: 617-630. Edwards AJ, Gomez ED. 2007. Reef Restoration Concepts and Guidelines: Making Sensible Management Choices in the Face of Uncertainty . Coral Reef Targeted Research Capacity Building for Management Programme: St Lucia, Australia. Ekins P, Simon S. 2001. Estimating Sustainability Gaps: Methods and Prelimary Application for the United Kingdom and the Netherlands. Ecology Econmics 37:5-22. English SC, Wilkinson, Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources . Second edition. Australia. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Bogor. IPB Press. Fabricius KE. 2005. Effects of Terrestrial Runoff on the Ecology of Coarl and Coarl Reefs: Review and Synthesis. Marine Pollution Bulletin 50: 125- 146. Faiza R. 2011. Efektifitas dan Keberlanjutan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat DPL-BM Kasus DPL-BM Blongko Minahasa Selatan, DPL-BM Pulau Sebesi Lampung Selatan dan APL Pulau Harapan Kepulauan Seribu. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Fauzi. A dan S. Anna. 2005. Studi Evaluasi Ekonomi Perencanaan Kawasan Konservasi Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Manado . Fauzi. A dan S. Anna. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan, Aplikasi RAPFISH, Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol. 43. Francini-Filho RB, Moura RL. 2008. Evidence for Spillover of Reef Fishes from a No-Take Marine Reserve: An Evaluation Using the Before- After Control- Impact BACI Approach. Fisheries Research 93: 346.356. Febrizal. 2009. Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaannya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Garces LR. 1992. Coral Reef Management in Thailand Naga. The ICLARM Quarterly. July 1992. Gomez ED, Yap HT. 1988. Monitoring Reef Condition. In Kenchington RA, Hudson BET, editor. Coral Reef Management Handbook. UNESCO Regional Office for Science and Technology for Sounth East Asia. Jakarta. Gulland JA. 1983. Fish Stock Assesment; A Manual of Basic Methods. John Willey Sons Inc. Chichester. Halim. 1998. Penentuan Lokasi Wisata Bahari Dengan Sistem Informasi Geografis di Gili Indah, Kabupaten Lombok Barat NTB. [Skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor. Hardianto D, Ika K, dan Tri Supyani. 1998. Terumbu Karang: Keindahan Alam di Ambang Kepunahan . Konphalindo, Jakarta. Hardjomidjojo H. 2004. Panduan Lokakarya Analisis Prospektif. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hawker DW, Connell DW. 1992. Standards and Criteria for Pollution Control in Coral Reef Areas. pp: 169-191. di dalam: Connel DW, Hawker DW, ed. Pollution in Tropical Aquatic System . CRC Press Inc. London. Hilyana S. 2011. Optimasi Pemanfaatan Ruang Kawasan Konservasi Gili Sulat- Gili Lawang Kabupaten Lombok Timur. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan Lingkungan . SEAMEO BIOTROP. Bogor. Hoccut CH. 2001. Fish as Indicators Biological Integrity. Fisheries 66: 28-31. Holling CS, Schindler DW, Walker BW, Roughgarden J. 2002. Biodiversity in the Functioning of Ecosystem: An Ecological Synthesis. Dalam Perrings C, Maller KG, Fplke C, Holling CS, Jasson BO, editor. Biodiversity Loss, Economic and Ecological Issues. Cambridge University Press, Cambridge. pp: 44-83. Hubbard DK. 1997. Reef as Dynamic System. Edited by Charles Brikeland. Life and Death of Coral Reef. Champman and Hall. Husni S. 2001. Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Studi Kasus di Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Hutabarat AA, Yulianda F, Fahrudin A, Harteti S, Kusharjani. 2009. Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan Republik Indonesia – SECEM- Korea International Copperation Agency. Hutabarat L, Evans SM. 1986. Pengantar Oceanografi. UI Press. Jakarta Inglis GJ, Barbara JH, Rose AH. 2000. An Overview of Factors Affecting the Carrying Capacity of Coastal Embayments for Mussel Culture . New Zealand, National Institute of Water Atmospheric Research Ltd. [IUNC] International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources. 1994. United Nation List of National Park and Protected Area. Switzerland: IUCN Gland. Johnson RA, Wichern DW. 1992. Applied Multivariate Analysis . Third Edition. Prentice Hall Inc. New Jersey. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan UNDP, 2000. Membuat Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta. Karr JR. 2002. Assessment of Biotic Integrity Using Fish Communities. Fisheries 66:21-27. Kavanagh, P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries RAPFISH Project. University of British Columbia, Fisheries Centre. Khanna P, Babu PR, George MS. 1999. Carryng Capacity as a Basis for Sustainable Development. A Case Study of National Capita Region in India. Progress in Planning 52:101-163. Kirkwood CW. 1998. System Dynamics Methods : A Quick Introduction. http:www.public.asu.edukirkwoodsysdynSDIntroSDIntro.htm. 26 Mei 2009 . Kositratana N, Nuntapotidech A, Supatanasikasem S, Ittharatana A. 1989. Report of the Assessment of Pollution from Land-based Sources, their Impact on the Environment. Official of the National Environment Board ONEB. Thailand. Krom MD. 1986. An Evaluation of The Concept of Assimilative Capacity as Applied to Marine Water. Ambio. XV4: 208-214. Kunzmann A. 2001. Corals, Fisherman and Tourists. Center for Tropical Marine Ecology ZMT Bremen. Jurnal Pesisir dan Lautan. Vol.4, No.1. Kusumastanto T. 2000. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan. Makalah pada Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. Bogor. Legendre L, Legendre P. 1983. Numerical Ecology. Developments in Environmental Modeling . Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam. Li, Eric, A. 2000. Optimum Harvesting with Marine Reserves. North American. Journal of Fish Management 20: 882-896. [LIPI- PPSPL UMRAH]. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia – Pusat Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Universitas Maritim Raja Ali Haji. 2010. Kajian Pengembangan Ekowisata Bahari Sebagai Mata Pencaharian Alternatif bagi Masyarakat di Kabupaten Bintan. Coremap II- LIPI dan UMRAH. Ludwig JA, Reynold JF. 1988. Statistical Ecology: A Primer on Methods and Computing. New York. John Wiley and Sons, Inc. Malhotra NK. 2006. Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan. Jakarta. PT Indeks Gramedia. Manafi MR, Fachrudin A, Bengen DG, Boer M. 2009. Aplikasi Konsep Daya Dukung untuk Pembangunan Berkelanjutan di Pulau Kecil Studi Kasus Gugus Pulau Kaledupa, Kabupaten Wakatobi. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 1: 63 – 71. Manengkey HWK. 2003. Tingkat Sedimentasi dan Pengaruhnya pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Teluk Buyat dan Sekitarnya Provinsi Sulawesi Utara. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Manulang S. 1999. Kesepakatan Konservasi Masyarakat dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Mardani NK. 1995. Strategi Pelestarian Taman Wisata dan Agrowisata di Bali. Makalah Seminar Nasional Pola Agrowisata di Bali, 31 Juli 1995. Marhayudi P. 2006. Model Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Maryunani. 1999. Model pemberdayaan Penduduk Lokal Dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelanjutan Studi Kasus Kawasan Pesisir Barat Pulau Lombok, Propinsi Dati I Nusa Tenggara Barat. [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarja, Institut Pertanian Bogor. McLaughlin CJ, Smith CA, Buddermeier BA, Bartley JD, Maxwell BA, 2003. River, Run off and Reef. Global and Planetary Change 39: 191 – 199. Millero FJ, Sohn. 1992. Chemical Oceanography. London. CRC Press. Mitsch WJ, Goesselink JG. 1993. Wetland. In Water Quaity Prevention, Identification and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrand Peinhold, New York. Monoarfa M. 2002. Dampak Pembangunan Bagi Kualitas Air di Kawasan Pesisir Pantai Losari, Makasar. www. Pascaunhas.net Accessed, 20 Juli 2011 Mumby P, Steneck R. 2008. Coral Reef Management and Conservation in Light of Rapidly Evoving Ecological Paradigms. Trend In Ecology and Evolution 23 10: 555-563. Munasinghe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. World Bank Environment Paper No. 3. Washington DC. Dalam Rogers et al., 2008. An Introduction to Sustainable Development. First published by Earthscan in the UK and USA. Copyright Glen Educational Foundation, inc. National Research Council. 2001. Marine Protected Areas. Committee on the Evaluation, Design, and Monitoring of Marine Reserves and Protected Areas in the United States. Tools for Sustaining Ocean Ecosystems. National Academy Press, Washington, D.C. Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta. PT. Pustaka Cidesindo.. Nybakken JW. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Cetakan kedua. Jakarta. Penerbit PT. Gramedia. Oakerson RJ. 1992. Analyzing the Commons: A Farmework, p 41-59. dalam Bromley DW. 1992. Making the Commons Work. Theory, Practice, and Policy. Institut for Contemporary Studies ICS Press. San Fransisco, California. Odum EP. 1971. Fundamental of Ecology, Thirt Edition. W. B. Sanders Co. Philadelphia. Partini. 2009. Efek Sedimentasi Terhadap Terumbu Karang di Pantai Timur Kabupaten Bintan. [T esis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Parwinia. 2007. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi KODI di Selat Lembeh Sulawesi Utara. [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Perrings C, Maller KG, Folke C,. Holling CS, Jasson BO. 2003. Introduction : Framing the Problem of Biodiversty Loss. In Perrings C, Maller KG, Folke C, Holling CS, Jasson BO, editor. Biodiversity Loss, Economic and Ecological Issues. Cambridge University Press, Cambridge. Pekuwali MM. 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Terumbu Karang Pulau Kera, Taman Wisata Alam Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur. [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pitcher TJ, Preikshot DB. 2001. Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to Evaluate the Sustainability Status of Fisheries. Fisheries Research 493: 255-270. Pond S, Pickard GL. 1983. Introductory Dynamic Oceanography. Pergamon Press. Canada. Priyono A. 2004. Kebijakan Pengelolaan Terumbu Karang di Perairan Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu Daerah Khusus Ibukota Jakarta. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Purwoto A. 2007. Panduan Laboratorium Statistik Inferensial. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Purnomo PW, Soedharma D, Zamani NP, Sanusi HS. 2010. Model Kehidupan Zooxanthelae dan Penumbuhan Massalnya pada Media Binaan. Jurnal Saintek Perikanan 6: 46-54. Pusat Penelitian Kawasan Pantai dan Perairan Lembaga Penelitian Universitas Riau. 2001. Penataan KawasanZonasi Terumbu Karang di Kecamatan Bintan Timur, Singkep dan Tambelan. Pekanbaru. P2KP2 Lemlit Universitas Riau. Roberts CM, Hawkins JP. 2000. Fullyprotected Marine Reserves: A guide. WWF in Washington D.C. USA, University of York, York, UK. Roderic G, Meppem, Tony. 1997. Planning for Sustainability as a Learning Concept, New England Ecological Economic Group, Centre for Water Policy Research, University of New England, Armidale, Australia. Rogers CS, Garrison G, Grober R, dan Hillis MA. 1994. Coral Reef Monitoring Manual for the Caribbean and Western Atlantic. National Park Service. Virgin Island National Park. Rogers PP, Jalal KF, Boyd JA. 2008. An Introduction to Sustainable Development . Earthscan, UK and USA. Romdiati H, Djohan E. 2009. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Lokasi COREMAP II, Gunung Kijang dan Malang Rapat Kabupaten Bintan. Hasil BME. COREMAP II-LIPI. Jakarta. Saaty, Thomas L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Saeni MS. 1989. Kimia Lingkungan. Bogor : PAU IPB. Salim E. 1992. Pidato Pengarahan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Pada Seminar Kelautan Strategi Konservasi dan Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Diselenggarakan atas kerjasama Kantor Men LH, EMDI dan WWF, Jakarta 7 Agustus 1992. Salm RV, Clark JR. 1989. Marine and Coastal Protected Areas: A Guide for Planner and Managers. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources. Gland, Switzerland. Schroder PC.1986. Coastal Environment Plays Key Role in Bold Indonesian Regional Development Project. Proceeding of MAB-COMAR Regional Workshop on Coarl Reef Ecosystem: Their management Practices and ResearchTraning Needs. Bogor, 4 -7 March 1986. 12 -13. Scones JB. 1993. Global Equity and Environment Crisis: An Argument For Reducing Working Hours and The North Orld Development. Sickle JV. 1997. Using Mean Similarity Dendrogram to Evaluate Classfications. Journal of Agricultural, Biological and Environmental Statistics Tarigan A. 2008. Pokok-Pokok Pikiran Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang. 2: 370– 388. Sjafrie NDM. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat Wilayah Indonesia Bagian Barat Tahun 2009. CRITC- COREMAP II-LIPI. Jakarta. Sjafrie NDM. 2011. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat Wilayah Indonesia Bagian Barat Tahun 2010. CRITC- COREMAP II-LIPI. Jakarta. Soekarno, Hutomo M, Moesa MK, Darsono P. 1981. Terumbu Karang di Indonesia. Sumberdaya, Permasalahan dan Pengelolaannya. Proyek Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Lembaga Oseanografi Nasional - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta Soekarno. 1995. Teknik Teknik Rehabilitasi Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang. Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu Integreted Coastal Zone Planning and Management Angkatan I. Kerjasama Pusat Penelitian Lingkungan Hidup PPLH Lembaga Penelitian IPB dengan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. Bogor 3 April – September 1995. Smith SJ. 1993. Risk Evaluation and Biological Reference Point for Fisheries Management. A Review. Dalam Kruse G, Raggers,. Marasco DM, Pautzke RJ, Quinn CTJ, editor. Management Strategies For Exploited Fish Population. Alaska Sea Grant, Anchorage. pp 339 – 353. Stronza A, Gordillo J. 2008. Community Views of Ecotourism. Journal Annals Tourism Resources 35:448-468. Suharsono. 1996. Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. Proyek Penelitian dan Pengembangan Daerah Pantai P3O-LIPI, Jakarta. Suharsono. 1998. Condition of Coral Reef Resources in Indonesia. Jurnal Pesisir dan Lautan . Vol. 1, No.2. Sukandar. 2010. Identifikasi Karang Keras Hard Coral dan Jenis Ikan di Perairan Bawean Kabupaten Gresik. Jurnal Mitra Bahari. Vol. 3 No. 2. Supriharyono. 2007. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Suyono MS. 1995. Hidrologi Dasar. Yogyakarta. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. http:www.bappenas.go.id node711186. Diakses pada 13 Juni 2011. Tasrif M. 2004. Model Simulasi Untuk Analisis Kebijakan. Pendekatan Metodologi System Dinamics. Kelompok Penelitian dan Pengembangan Energi. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Telesnicki GJ, Goldberg WM. 1995. Effects of Turbidity on the Photosynthesis and Respiration of Two South Florida Reef Coral Species. Bulltetin of Marine Science 57: 527-539. Tesfamichael D, Pitcher TJ. 2006. Multidisciplinary Evaluation of the Sustainability of Red Sea Fisheries Using Rapfish. Fisheries Research 78: 277-235. Tomascik T. 1991. Coral Reef Ecosystem. Environmental Management Guidelines. Kantor Menteri Negara KLH. Tomascik, T., Mah AJ, Nontji A, Moosa K. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas: Part One. Periplus Edition HK Ltd. Singapore. [Trismades-P2O LIPI] Trikora Seagrass Management Demonstration Site – Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 2010. Rencana Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan dan Penataan Ruangnya di Pesisir Timur Pulau Bintan. Kerjasama dengan Bappeda Kabupaten Bintan. Tsaur SH, Yu-Chang Lin, Jo-Hu Lin. 2006. Evaluating Ecotourism Sustainability from the Integrated Perspective of Resources Community and Tourism. Journal Tourism Management 27: 640-563. [UNEP] United Nation Environmental Program. 1993. Training Manual on Assessment of The Quanlity and Type of Land Based Pollutant Discharge into the Marine and Coastal Environment. RUCEAS Technical Reports Series. No. 1. van Woesik R, Tomascik T, Blake S. 1999. Coral Assemblages and Physico- Chemical Characteristics of the Whitsunday Islands: Evidence of Recent Community Changes. Marine and Freshwater Research 50: 427- 440. Vaughan TW. 1999. Corals and the Formation of Coral Reefs. Special Paper Geoplogy Sociaty Amarican 44: 1-33. Walpole RE. 1995. Pengantar Statistik. Gramedia Pustaka, Jakarta Wawo M. 2000. Penilaian Ekonomi Terumbu Karang: Studi Kasus di Desa Ameth Pulau Nusa laut Propinsi Maluku. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [WCED] World Commission on Environment and Development.1987. Our Common Future . Oxford University Press. New York. Wetsel RG. 1975. Lymnology. Pennsylvania. WB Saunders Co. Wiadnya DGR, Syafaat R, Susilo E, Setyohadi D, Arifin Z, Wiryawan B. 2011. Recent Development of Marine Protected Area MPAs in Indonesia: Policies and Government. J. Appl. Environ.Biol. Sci. 12 : 608-613. White AT. 1988. The Effect of Community-Managed Marine Reserves in the Philippines on their Associated Coral Reef Fish Populations. Asian Fisheries Science 2: 27-41. Williams MJ. 1998. Fisheries and Marine Protected Areas. Parks 8 2: 41-46. Williamson DH, Russ GR, Ayling AM. 2004. No Take Marine Reserves Increase Abundance and Biomass of Reef Fish on Inshore Fringing Reefs of tehe Great Barrier Reef. Environmental Conservation 31 2: 149 – 159. Yamazato.1996. The Effect of Suspended Particles on Reef Building Corals. Prociding MAB-COMAR Regional Workshop on Coral Reef Ecosystem. Bogor. 86 – 91. Young FW. 2001. Multidimensional Scaling : History, Theory and Application. Erlbaum,New York. http.forrest.psych.unc.eduteachingp230p230.html. Diakses pada 5 Agustus 2009. Zieren M, Priyatna T, Aribowo F. 1997. Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Riau, Riau Coastal Management Project. PT. Ardes Perdana. Lampiran 1. Persentase tutupan dari kategori benthic lifeform di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Tahun 2010 St Lokasi Tutupan Karang Hidup Dead Coral Algae Other Fauna Abiotic Acropora dan Non Acropora 1 Karang Masiran 52,89 24,99 20,85 0,26 2,045 2 Pulau Manjin 44,33 35,92 13,04 3,32 3,39 3 Muara Kawal 34,69 21,85 16,65 1,26 25,55 4 Karang Penyerap 54,28 31,91 7,47 5,24 1,10 5 Pulau Beralas Bakau 62,38 30,5 0,00 6,23 0,89 6 Pulau Busung Bujur Nikoi 61,245 30,915 0,18 7,66 0,00 7 Pulau Penyusuk 48,99 24,305 1,77 1,17 23,765 8 Pulau Cengom 43,31 38,69 12,485 2,835 2,68 9 Pulau Kelong 42,29 52,8 0,86 4,05 0,00 10 Pulau Gin Besar 36,4 52,00 2,00 2,80 6,8 11 Pulau Gin Kecil 57,25 37,13 3,30 2,32 0,00 Lampiran 2. Data Kualitas Perairan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau Tahun 2010 St Lokasi Parameter Suhu o Kecerah -an m C Kedala- man m Kec. Arus ms TSS mgL -1 Salinit as -1 o oo DO mgL BOD mgL -1 Nitrat mgL -1 Posfat mgL -1 -1 1 Karang Masiran 29,5 5,50 5,50 15 6,0 30 6,19 15,25 0,099 0,013 2 Pulau Manjin 29,5 5,20 5,20 12,5 10,0 30 6,82 25,70 0,241 0,019 3 Muara Kawal 29 4,40 4,40 12,5 6,0 31,5 6,84 16,25 0,112 0,012 4 Karang Penyerap 29,5 4,25 4,25 17,5 6,0 31 6,15 13,75 0,101 0,011 5 Pulau Beralas Bakau 29,5 8,10 8,10 12,5 3,0 30 6,39 9,80 0,069 0,009 6 Pulau Busung Bujur Nikoi 29 7,05 7,05 12,5 4,5 31,5 6,08 12,25 0,079 0,012 7 Pulau Penyusuk 30 3,60 3,60 17,5 4,0 31,5 6,89 13,35 0,084 0,012 8 Pulau Cengom 29,5 3,10 3,10 17,5 6,0 31,5 6,52 15,15 0,108 0,013 9 Pulau Kelong 29,5 6,35 6,35 17,5 5,5 32 6,08 20,75 0,127 0,011 10 Pulau Gin Besar 29,5 5,25 5,25 22,5 7,5 32 6,47 18,20 0,187 0,013 11 Pulau Gin Kecil 29,5 5,50 5,50 22,5 12,5 32 6,42 28,20 0,351 0,027 Baku Mutu 28 - 30 5 - - 20 33 - 34 5 20 0,008 0,015 BM : Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut Lampiran III Lampiran 3. Akar ciri dan persentase kontribusi setiap sumbu faktorial terhadap total variansi F1 F2 F3 Eigenvalue 5,300 2,974 1,870 Variability 40,765 22,875 14,386 Cumulative 40,765 63,640 78,026 Lampiran 4. Kualitas representasi kosinus kuadrat dari fisika-kimia perairan pada 3 sumbu utama pada Analisis Komponen Utama PCA No Parameter F1 F2 F3 1 Suhu 0,034 0,248 0,000 2 Kecerahan 0,086 0,821 0,001 3 Kedalaman 0,086 0,821 0,001 4 Kec. Arus 0,375 0,059 0,426 5 TSS 0,928 0,026 0,013 6 Salinitas 0,105 0,021 0,622 7 DO 0,060 0,309 0,334 8 BOD 0,868 0,037 0,010 9 Nitrat 0,927 0,053 0,003 10 Posfat 0,867 0,036 0,016 11 Laju sedimentasi 0,898 0,056 0,018 Lampiran 5. Kualitas representasi kosinus kuadrat lokasi pengamatan pada 3 sumbu utama pada Analisis Komponen Utama PCA No Lokasi F1 F2 F3 1 Karang Masiran 0,263 0,054 0,116 2 Pulau Manjin 0,430 0,023 0,532 3 Muara Kawal 0,082 0,072 0,118 4 Karang Penyerap 0,172 0,186 0,043 5 Pulau Beralas Bakau 0,631 0,198 0,041 6 Pulau Busung Bujur Nikoi 0,437 0,348 0,056 7 Pulau Penyusuk 0,040 0,772 0,003 8 Pulau Cengom 0,000 0,843 0,042 9 Pulau Kelong 0,010 0,228 0,486 10 Pulau Gin Besar 0,245 0,029 0,495 11 Pulau Gin Kecil 0,927 0,052 0,011 Lampiran 6. Dimensi ekologi dan atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau o Atribut atau faktor Status Kriteria Skor Baik Buruk 1 Persentase luas penutupan karang Gomes dan Yap, 1998 3 Persentase tutupan karang 0-24,9; 1 Persentase tutupan karang 25-49,9; 1 2 Persentase tutupan karang 50-74,9; 3 Persentase tutupan karang 75-100; 2 Keanekaragaman ikan karang Indeks Shannon- Wieners H Keanekaragaman rendah H1 2 1 Kenakeragaman sedang H =1 -3 2 2 Keanekaragaman tinggi H 3 3 Substrat perairan Soekarno et al., 1981 Sedimen 3 1 Pasir dan sedimen 1 2 Pasir halus 3 Pasir kasar 4 Memiliki spesies yang dilindungi Arifin, 2008 Tidak memiliki spesies dilindungi 1 1 Memiliki spesies dilindungi 1 5 Tingkat sedimentasi Pastorok Bilyard, 1985 Ringan hingga sedang : 1 -10 mgcm2hari 2 1 Sedang hingga berat : 10 - 50 mgcm2hari 1 2 Sangat berat hingga catastrophic : 50 mgcm2hari 6 Kondisi perairan Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 baku mutu 1 1 Baku Mutu 1 7 Luas Area yang dilindungi Charles, 2000 Sedikit 5 2 1 Sedang 5 - 10 2 Tinggi 10 8 Keragaman Ekosistem Kawasan Charles, 2000 Rendah : bila ada 1 ekosistem 2 1 Sedang : bila ada 2-3 ekosistem 1 2 Tinggi : bila ada 4 ekosistem 9 Tingkat eksploitasi ikan karang FAO dan Rapfish Collaps 3 1 Lebih tangkap 2 2 Tinggi 3 Kurang Lampiran 7. Dimensi ekonomi dan atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau No Atribut atau faktor Status Kriteria Skor Baik Buruk 1 Ketergantungan pada sektor perikanan sebagai sumber nafkah : Didasarkan pada persentase pendapatan keluarga dari sektor perikanan Rapfish; dan Nikijuluw, 2002 0 Rendah : Sedikit tergantung 50 1 Sedang :Tergantung 50 -80 2 2 Tinggi: Sangat tergantung 80 2 2 Penyerapan tenaga kerja pariwisata 0 Rendah 2 1 Sedang 2 Tinggi 3 Usaha penangkapan : Berdasarkan intensitas aktivitas penangkapan Rapfish 0 Sangat tinggi : Penuh waktu 3 1 Tinggi : Musiman 2 Sedang : Paruh waktu 3 Rendah : Sambilan 4 Tingkat Pendapatan nelayan: Di dasarkan atas angka garis kemiskinan Kabupaten Bintan Rp. 274.271,-kapitabulan 2 0 Rendah : Pendapatan ≤ Rp. 274.271,-kapitabln 1 1 Sedang : Pendapatan Rp. 274.271,- Rp. 500.000,-kapitabln 2 Cukup Tinggi : Pendapatan Rp. 500.000,- kapitabulan 5 Pemasaran hasil perikanan ; Didasarkan pada pasar utama hasil perikanan RAPFISH 0 Pasar internasional 2 1 Pasar nasional 2 2 Pasar lokal 6 Kunjungan wisatawan Arifin, 2008 0 Rendah 2 1 Sedang 2 2 Tinggi 7 Jumlah objek wisata Arifin, 2008 0 Tidak ada 2 1 Sedikit 2 2 Banyak 8 Ketersediaan modal : Didasarkan atas ketersediaan modal nelayan umumnya 0 Rata-rata nelayan tidak memiliki modal 3 1 Rata-rata nelayan tidak kekurangan modal 1 2 Rata-rata nelayan cukup modal 3 Tidak ada masalah dengan modal Lampiran 8. Dimensi sosial budaya dan atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau No Atribut atau faktor Status Kriteria Skor Baik Buruk 1 Tingkat pendidikan penduduk: Didasarkan atas jenjang pendidikan formal yang ditamatkan 0 Tidak tamat SD 3 1 Tamat SD-SMP 1 2 Tamat SLTA 3 Tamat S0 - S1 2 Pengetahuan lingkungan sumberdaya ikan dan ekosistemnya Rapfish 0 Tidak ada 3 1 Sedikit 2 2 Cukup 3 Banyak 3 Potensi konflik dengan sektor lain Rapfish; Nikijuluw, 2002 0 Tinggi 3 1 Sedang 2 Rendah 3 Hampir tidak ada 4 Memiliki nilai estetika Arifin, 2008 0 Rendah : bila ada 1 objek wisata alam 2 1 Sedang : bila ada 2 - 3 objek wisata alam 2 2 Tinggi : bila ada ≥ 4 objek wisata alam 5 Pemberdayaan masyarakat 0 Tidak ada 2 1 Ada, kurang optimal 1 2 Optimal 6 Tingat pertumbuhan jumlah nelayan : Didasarkan atas laju pertumbuhan jumlah nelayan secara agregasi di Kab. Bintan 2003 - 2009 0 Sangat tinggi 30 3 1 Tinggi : 20 - 30 3 2 Sedang : 10 -20 3 Rendah : 10 7 Mata pencaharian alternatif non perikanan 0 Rendah 2 1 Sedang 2 Tinggi 8 Kekompakan nelayan social networking 0 Rendah 2 1 Sedang 1 2 Tinggi 9 Jumlah rumah tangga perikanan di masyarakat Rapfish 0 Banyak : 30 2 1 Sedang : 10 - 30 2 Sedikit : 10 Lampiran 9. Dimensi teknologi dan infrastruktur serta atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau No Atribut atau faktor Status Kriteria Skor Baik Buruk 1 Jenis alat tangkap Rapfish 2 0 Mayoritas aktif 1 Seimbang antara aktif dan pasif 2 2 Mayoritas pasif 2 Selektivitas alat tangkap Rapfish 3 0 Tidak selektif 1 Kurang selektif 2 Selektif 2 3 Sangat selektif 3 Rehabilitasi karang dengan transplantasi Dahuri, 1996 1 0 Belum ada 1 ada 4 Sarpras pengawasan 0 Tidakada 2 1 Ada, belum optimal 1 2 Optimal 5 Perubahan kemampuan alat dan armada tangkap 0 Banyak 3 1 Sedang 1 2 Sedikit 3 Sangat sedikit 6 Efek alat tangkap terhadap Terumbu karang 3 0 Banyak 1 Sedang 1 2 Sedikit 3 Tidak ada 7 Pengolahan limbah Hotel dan Restoran 2 0 Tidak ada 1 1 Ada 8 Pengolahan limbah penduduk 1 0 Tidak ada 1 Ada 9 Penggunaan alat tangkap terlarang 0 Banyak 3 1 Sedang 2 2 Sedikit jarang 3 Tidak ada Lampiran 10. Dimensi hukum dan kelembagaan serta atribut keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau No Atribut atau faktor Status Kriteria Skor Baik Buruk 1 Ketersediaan peraturan formal pengelolaan 2 0 Tidak ada 1 Ada, belum berjalan optimal 1 2 Optimal 2 Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum formal Nikijuluw, 2002 2 0 Tidak patuh 1 Sedang 1 2 Patuh 3 Lembaga Konservasi 2 0 Tidak ada 1 1 Ada, belum berjalan optimal 2 Optimal 4 Koordinasi antara stakeholders 0 Buruk 2 1 Sedang 1 2 Baik 5 Partisipasi masyarakat Rapfish; Nikijuluw, 2002 0 Rendah 2 1 Sedang 1 2 Baik 6 Tokoh panutan : Didasarkan atas ketersediaan tokoh panutan dalam masyarakat Nikijuluw, 2002 0 Tidak ada 2 1 Sedikit 1 2 Cukup 7 Pelaksanaan pemantauan, pengawasan Nikijuluw, 2002 0 Rendah 2 1 Sedang 1 2 Tinggi 8 Penyuluhan hukum lingkungan 0 Tidak pernah 2 1 Jarang 1 2 Sering Lampiran 11. Perhitungan beban pencemaran dari penduduk, hotel dan restoran serta peternakan Sumber Pencemar Satuan Teknik Perhitungan Volume Beban Pencemaran tontahun BOD TN TP 1.PEMUKIMAN A. Limba cair Tanpa diolah a. Jumlah penduduk b. Faktor Konversi c. Beban limbah B.Pakai Septic tank a. Jumlah penduduk b.Faktor konversi c. Beban limbah Jiwa gkaphari axbx360x10 -6 tonthn Jiwa gkaphari axbx360x10 -6 13.817 3.454 tonthn 53 363,638 12,6 15,667 22.7 112,913 5,4 6,715 3.8 18,902 0,9 1,243 Jumlah 379,305 119,628 20,145 2. HOTEL a. Jumlah hotel b. Jumlah kamar c. Jumlah pengunjung d. Faktor konversi e. Beban limbah Buah Unit Orangthn gkaphari cxdx360x10 -6 7 238 67.581 tonth 12,6 306,547 5,4 131,377 0,9 21,896 3. RESTORAN a. Jumlah b. Luas ruang makan rata-rata c. Faktor konversi d. Beban limbah Buah m 2 gm 2 hari axbxcx360x10 -6 64 32 tonth 53,2 39,223 5,74 4,232 1,67 1,231 Jumlah 345,770 135,609 23,127 4. PETERNAKAN - Kelompok Unggas a. Jumlah ternak b. Faktor Konversi c. Beban limbah - Kelompok Sapi a. Jumlah ternak b. Faktor Konversi c. Beban limbah -Kelompok Kambing a. Jumlah ternak b. Faktor Konversi c. Beban limbah - Kelompok babi a.Jumlah ternak b. Faktor Konversi c. Beban limbah ekor gekorhari axbx360x10 -6 tonth ekor gekorhari axbx360x10 -6 tonth ekor gekorhari axbx360x10 -6 tonth ekor gekorhari axbx360x10 -6 403.060 72 262 60 tonth 3,9 565,896 694,4 17,999 101,7 9,592 78,9 1,704 1,4 203,142 223,1 5,783 23,3 2,198 23,3 0,503 - - - - - - - - Jumlah 595,191 211,626 - Total 1.320,266 466,863 43,272 Lampiran 12. Matriks strategi dan implementasi program, capaian program menurut waktu serta indikator kinerja utama IKU pelaksanaan kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau Urutan Prioritas Strategi Program Capaian Program Menurut Waktu Tahun Indikator Kinerja 1 2 3 4 5 1 Peningkatan koordinasi antar stakeholders 1. Mengintensifkan pertemuan formal dan informal semua stakeholders 2 kali 3 kali 3 kali 4 kali 4 kali Frekuensi pertemuan dalam setahun 2. Membuat program bersama pengelolaan terumbu karang yang melibatkan semua stakeholders 8 stake- holders - - - 8 stake- holders Jumlah stakeholders yang berterlibat dalam pembuatan program 3. Pelatihan penguatan kelembagaan lintas sektor 24 orang 24 orang 24 orang - - Jumlah peserta pelatihan dalam setahun 2 Peningkatan pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum secara konsisten 1. Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan secara periodik dan peningkatan pengawasan berbasis masyarakat 2 kali 3 kali 3 kali 4 kali 4 kali Frekuensi pemantauan secara periodik dalam setahun 2.Meningkatkan penataran dan penyuluhan hukum lingkungan bagi semua stakeholders 2 kali 2 kali 2 kali - - Frekuensi penataran dan penyuluhan hukum lingkungan dalam setahun 3. Penetapan sanksi hukum dan sanksi sosial yang tegas bagi orang merusak terumbu karang 100 100 100 100 100 Persentase masalah hukum perusakan terumbu karang dapat diselesaikan 4. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana pengawasan seperti kapal, teropong, alat komunikasi, kamera dan biaya operasional yang memadai 50 75 100 100 100 Tersedianya sarana dan prasarana pengawasan seperti kapal, teropong, alat komunikasi, kamera dan biaya operasional yang memadai Lanjutan lampiran 12. Urutan Prioritas Strategi Program Capaian Program Menurut Waktu Tahun Indikator Kinerja 1 2 3 4 5 3 Pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan mata pencaharian alternatif 1. Pengembangan perikanan budidaya laut 2 4 6 8 10 Persentase peningkatan jumlah kelompok atau perorangan dalam usaha budidaya laut 2. Pengembangan wisata bahari berbasis masyarakat 3 5 8 10 12 Persentase jumlah masyarakat di Kecamatan Gunung Kijang yang terlibat dalam penyelenggaraan wisata bahari 3. Pengembangan pengelolaan perikanan berkelanjutan melalui penggunaan alat ramah lingkungan - 5 10 15 - Persentase jumlah nelayan di Kec.Gunung Kijang dan Bintan Pesisir yang mendapat pembinaan dan bantuan alat tangkap ramah lingkungan 4 Meningkatkan kualitas SDM pesisir 1. Meningkatkan akses pendidikan formal bagi masyarakat pesisir secara luas 24,50 25 26 27 30 Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas menurut angka partisipasi sekolah pada pendidikan menengah atas 2. Meningkatkan pendidikan non-formal dan informal masyarakat pesisir 24 orang 48 orang 48 orang 48 orang - Jumlah peserta pelatihan, dan penyuluhan Lanjutan Lampiran 12. Urutan Prioritas Strategi Program Capaian Program Menurut Waktu Tahun Indikator Kinerja 1 2 3 4 5 5 Melakukan rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan pengendalian serta penanggu-langan pencemaran 1. Melakukan transplantasi karang di lokasi yang terpilih, seperti di lokasi yang kondisi terumbu karang sudah rusak dan lokasi pengembangan wisata bahari - 2 3 4 4 Persentase peningkatan tutupan karang hidup 2. Meningkatkan jumlah dan luas DPL di KKLD 5 buah 6 buah 7 buah 8 buah - Jumlah DPL bertambah di KKLD Bintan Timur terutama di desa yang belum punya DPL 3. Meningkatkan pemantauan dan pengawasan terhadap sumber-sumber pencemaran di daratan, pesisir dan laut 2 kali 3 kali 3 kali 4 kali 4 kali Frekuensi pemantauan secara periodik dalam setahun ABSTRACT ADRIMAN. 2012. Design for Sustainable Management of Coral Reef Ecosystem in the Regional Marine Conservation Area of East Bintan Riau Islands . Under the Supervision of ARI PURBAYANTO, SUGENG BUDIHARSONO, dan ARIO DAMAR. The purpose of this study are: 1 to analyze the condition of coral reefs and the factors that influence it, 2 to analyze the index and sustainability status of coral reef ecosystem management, 3 to identify management existing and to build strategies scenarios of sustainable management of coral reef ecosystems; and 4 to build management strategies of coral reef ecosystems in a sustainable manner. A survey method was used, data were collected by using questionnaires and field surveys. Some analysis tools used were Principal Component Analysis PCA, Method of Multi Dimensional Scaling Approach MDS, and prospective analysis. The results showed that the condition of coral reef in the Regional Marine Conservation Areas of East Bintan considered moderate to good. Management of coral reef ecosystems currently showed imbalance between the dimension of economic, ecological, social cultural, and technological infrastructure, and law and institutions. There were ten key factors that influence to the sustainability , namely the condition of coral reefs , protected area , the public revenue , tourism employment , human resource availability , government policies, coordination among stakeholders , community compliance , environmental legal counseling , and surveillance infrastructure. Design an implementation strategy of coral reef management in the Regional Marine Conservation Area of East Bintan using an integrative approach by improving and increasing the dominant factor among others: a improving coordination among stakeholders; b increasing monitoring, supervision and enforcement of the law consistently, c empowering coastal communities through the development of alternative livelihoods; d improving the quality of coastal human resources, and e conducting rehabilitation of coral reef ecosystems and pollution control and prevention. Keywords : Design, management, conservation, coral reef, ecosystems, sustainability, East Bintan RINGKASAN ADRIMAN. 2012. Desain Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepulauan Riau. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, SUGENG BUDIHARSONO, dan ARIO DAMAR. Kawasan pesisir Bintan Timur Kabupaten Bintan yang ditetapkan sebagai salah satu Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial termasuk terumbu karang. Ekosistem terumbu karang di pesisir Bintan Timur ini telah sejak lama dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi, seperti lokasi penangkapan ikan dan wisata bahari dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan stakeholders. Meningkatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir Bintan Timur telah meningkatkan tekanan terhadap sumberdaya perairan pesisir termasuk ekosistem terumbu karang. Untuk itu perlu pengelolaan yang komprehensif dengan pendekatan yang bersifat multidimensi sehingga konsep pembangunan berkelanjutan dapat diwujudkan. Tujuan utama penelitian ini adalah membangun desain pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur Kepuluan Riau. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1 menganalisis kondisi terumbu karang dan faktor-faktor yang mempengaruhinya; 2 menganalisis indeks dan status keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang; 3 mengidentifikasi pengelolaan saat ini dan menyusun skenario strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan; dan 4 membangun strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan. Untuk mengkaji permasalahan akibat beragamnya kegiatan masyarakat pesisir di Bintan Timur yang memiliki potensi ekosistem terumbu karang cukup tinggi, maka dilakukan pendekatan komprehensif dan multidimensi. Beberapa alat analisis yang digunakan adalah Analisis Komponen Utama PCA, Metode Pendekatan Multi Dimensional Scaling MDS, dan analisis prospektif. Hasil penggunaan analisis tersebut diharapkan dapat memberikan telaah secara komprehensif tentang keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau. Kondisi terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Daerah Bintan Timur tergolong sedang sampai baik. Kondisi ini disebabkan oleh tekanan dari aktivitas penduduk pada masa silam penambangan pasir laut, pembuangan limbah tailing pencucian bauksit, tailing penambangan pasir darat, dan penangkapan ikan dengan bom yang dampaknya masih berlanjut sampai saat penelitian dilakukan. Dengan adanya Program Coremap II di Kabupaten Bintan, maka secara berangsur kondisi terumbu karang semakin baik. Disamping itu, penggunaan alat tangkap seperti bubu, bagan tancap juga dapat merusak terumbu karang. Hasil analisis korelasi antara faktor kondisi lingkungan perairan dengan tutupan karang hidup menunjukkan bahwa tutupan karang hidup berkorelasi negatif dengan sebagian besar variabel parameter lingkungan seperti kecepatan arus, salinitas, TSS, DO, BOD 5 , nitrat, sedimentasi dan alga. kecuali suhu, kecerahan, dan kedalaman serta posfat berkorelasi positif. Pengelolaan ekosistem terumbu karang saat ini belum menunjukkan seimbangnya antar dimensi ekonomi, ekologi, sosial budaya, infrastruktur dan teknologi serta hukum dan kelembagaan di KKLD Bintan Timur. Nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang untuk dimensi ekologi 63,00 cukup berkelanjutan, dimensi ekonomi 57,48 cukup berkelanjutan, dimensi sosial budaya 52,03 cukup berkelanjutan, dimensi infrastruktur dan teknologi 51,18 cukup berkelanjutan serta hukum dan kelembagaan sebesar 49,91 kurang berkelanjutan. Dengan demikian pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur berada pada tingkat katagori kurang berkelanjutan sampai cukup berkelanjutan. Ada sepuluh atribut utama atau faktor kunci yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur, yaitu kondisi terumbu karang, luas area dilindungi, pendapatan masyarakat, penyerapan tenaga kerja pariwisata, ketersediaan SDM, kebijakan pemerintah, koordinasi antar stakeholders, kepatuhan masyarakat, penyuluhan hukum lingkungan, serta sarana dan prasarana pengawasan. Strategi implementasi pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur menggunakan pendekatan integratif dengan melakukan perbaikan dan peningkatan pada faktor dominan antara lain: a p eningkatan koordinasi antar stakeholders ; b p eningkatan pemantauan, pengawasan dan penegakan hukum secara konsisten ; c p emberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan mata pencaharian alternatif ; d m eningkatkan kualitas SDM pesisir ; dan e m elakukan rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan pengendalian serta penanggulangan pencemaran. Kata kunci: Desain, pengelolaan, konservasi, ekosistem, terumbu karang, berkelanjutan, Bintan Timur

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia memiliki sekitar 50.000 km 2 ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh wilayah pesisir dan lautan nusantara. Potensi lestari sumberdaya perikanan yang terkandung di dalamnya diperkirakan sebesar 80.802 tonkm 2 Ekosistem terumbu karang sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat, terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut. Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik. Nilai ekonomi terumbu karang yang terdapat di Indonesia dari kegiatan perikanan, perlindungan pantai, pariwisata sekitar 1,6 milyar dolar AS Burke et al ., 2002 . tahun, meliputi berbagai jenis ikan karang, udang karang, alga, teripang, dan kerang mutiara. Terumbu karang yang masih utuh juga memberikan nilai pemandangan yang sangat indah. Keindahan tersebut merupakan potensi wisata bahari yang belum dimanfaatkan secara optimal Dahuri et al., 1996. Indonesia memiliki keanekaragaman terumbu karang yang sangat tinggi, dimana ditemukan 75 genera yang terdiri dari 350 spesies Borel-Best et al., 1989 diacu dalam Supriharyono, 2007. Disisi lain, kenyataan menunjukkan bahwa pemanfaatan ekosistem terumbu karang di beberapa wilayah perairan telah berlangsung secara berlebihan, sehingga cenderung mengalami kerusakan yang parah Edwards dan Gomez, 2007 ; Dahuri et al., 1996. Secara umum kerusakan terumbu karang disebabkan oleh gangguan alam dan kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang dapat mengancam terumbu karang antara lain kegiatan penangkapan ikan dan pariwisata. Kunzmann 2001 mengatakan bahwa lebih dari 60 ekosistem terumbu karang dunia terancam oleh kegiatan penangkapan ikan dan pariwisata. Hasil pengamatan terhadap 324 lokasi terumbu karang di Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 43 terumbu karang rusak atau bahkan dapat dianggap berada diambang kepunahan, sedangkan yang masih sangat baik hanya sekitar 6,48 Soekarno, 1995. Selanjutnya Sjafrie 2011 melaporkan bahwa berdasarkan hasil penelitian Pusat Penelitian Oseanografi LIPI dari 985 stasiun yang tercatat sampai dengan tahun 2008 menunjukkan hanya 5,48 terumbu karang di Indonesia dalam keadaan sangat baik. Secara garis besar kerusakan ekosistem terumbu karang di Indonesia disebabkan oleh enam faktor utama, yaitu 1 penambangan karang coral mining untuk keperluan bahan bangunan, pembuatan jalan, dan bahan hiasan; 2 penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak bom, bahan beracun, dan cara-cara lainnya yang merusak; 3 kegiatan wisata bahari yang kurang memperhatikan pelestarian sumberdaya laut; 4 pencemaran, baik yang berasal dari kegiatan-kegiatan ekonomi pembangunan di darat dan di laut; 5 kekeruhan dan sedimentasi akibat pengelolaan lahan atas upland areas yang tidak atau kurang mengindahkan kaedah-kaedah ekologis pelestarian lingkungan; dan 6 sebab-sebab alamiah, termasuk pemanasan global yang telah mengakibatkan ”coral bleaching”Dahuri et al., 1996. Selanjutnya Burke et al. 2002 melaporkan, bahwa 25 terumbu karang di di Asia Tenggara termasuk Indonesia terancam akibat pembangunan di wilayah pesisir, 7 terancam akibat pencemaran laut, 21 terancam akibat sedimentasi dan pencemaran dari darat, 64 terancam akibat penangkapan berlebihan, 56 terancam akibat penangkapan ikan dengan cara yang merusak. Kabupaten Bintan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari 240 pulau-pulau kecil serta memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang sangat potensial. Luas wilayah Kabupaten Bintan sekitar 87.777,84 km² yang sebagian besar wilayahnya 98,51 merupakan perairan laut serta memiliki garis pantai sepanjang 728 km. Jumlah penduduk Kabupaten Bintan pada tahun 2008 tercatat sebanyak 122.677 jiwa. Sektor perikanan merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian masyarakat, dimana pada tahun 2007