23
2.3. Pembangunan Berkelanjutan
Konsep pembangunan berkelanjutan sustainable development pada beberapa dekade terakhir, semakin sering digunakan oleh banyak negara di dunia
untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan baik pada level nasional maupun internasional. Saat ini keberlanjutan sustainability telah menjadi elemen
inti core element bagi banyak kebijakan pemerintah di negara-negara di dunia dan lembaga-lembaga strategis lainnya Ekins dan Simon, 2001.
Konsep pertama pembangunan berkelanjutan dirumuskan dalam Brundtland Report
yang merupakan hasil kongres Komisi Dunia Mengenai Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa: “Pembangunan
berkelanjutan ialah pembangunan yang mewujudkan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mewujudkan kebutuhan
mereka” WCED, 1987. Selain berorientasi masa depan, secara etis definisi ini
juga memberi jaminan pemenuhan kebutuhan hidup antar generasi. Menurut Khanna et al. 1999, pembangunan berkelanjutan berimplikasi pada ke-
seimbangan dinamis antara fungsi maintenance sustainability dan transformasi Development dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup. Walau banyak variasi
definisi pembangunan berkelanjutan, termasuk pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan, yang diterima secara luas ialah yang bertumpu pada tiga
pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi Munasinghe, 1993. Dengan perkataan lain, konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan,
yaitu: keberlanjutan usaha ekonomi profit, keberlanjutan kehidupan sosial manusia people, keberlanjutan ekologi alam planet, atau pilar Triple-P.
Ketiga dimensi tersebut saling mempengaruhi sehingga ketiganya harus diperhatikan secara berimbang. Sistem sosial yang stabil dan sehat serta
sumberdaya alam dan lingkungan merupakan basis untuk kegiatan ekonomi, sementara kesejahteraan ekonomi merupakan prasyarat untuk terpeliharanya
stabilitas sosial budaya maupun kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem sosial yang tidak stabil akan cenderung menimbulkan tindakan
yang merusak kelestarian sumberdaya alam dan merusak kesehatan lingkungan, sementara ancaman kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan misalnya
24
kelangkaan tanah dan air dapat mendorong terjadinya kekacauan dan penyakit sosial Suryana, 2005.
Bond et al. 2001 menyatakan bahwa istilah keberlanjutan sustainability didefinisikan sebagai pembangunan dari kesepakatan multidimensional untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang. Selanjutnya Roderic et al.
1997 menyatakan bahwa keberlanjutan memerlukan pengelolaan tentang skala keberlanjutan ekonomi terhadap dukungan sistem ekologi, pembagian
distribusi sumberdaya dan kesempatan antara generasi sekarang dan yang akan datang secara berimbang dan adil, serta efisien dalam pengalokasian sumberdaya.
Menurut Supriharyono 2007 bahwa dalam mengelola sumberdaya pesisir, termasuk ekosistem terumbu karang perlu melakukan beberapa pertimbangan.
Pertimbangan tersebut mencakup aspek ekonomis, ekologis dan aspek sosial budaya.
Menurut Cincin-Sain dan Knecht 1998, pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga aspek utama, yaitu: 1 pembangunan ekonomi untuk
memperbaiki kualitas hidup manusia, yaitu pembangunan yang menekankan manusia sebagai pusat perhatian; 2 pembangunan yang memperhatikan
lingkungan, baik dalam pemanfaatan sumberdaya, perlindungan proses ekologi, sistem pendukung kehidupan maupun keanekaragaman hayati; 3 pembangunan
sosial secara adil dalam distribusi keuntungan pembangunan yang meliputi keadilan antar masyarakat, antar generasi, antar negara. Ketiga ide utama ini
biasanya diterjemahkan dalam bentuk pertanyaan oleh pengambil keputusan yang berkaitan dengan pembangunan dan lingkungan, yaitu: Bagaimana pembangunan
tersebut akan memperbaiki kualitas hidup manusia? Bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi sumberdaya alam dan lingkungannya? Adakah keadilan sosial
dalam distribusi keuntungan dari pembangunan? Perencanaan pembangunan berkelanjutan membutuhkan informasi yang
tepat tentang opsi penggunaan sumberdaya, pilihan teknologi yang digunakan, perubahan struktur sistem, pola konsumsi, tingkat kualitas hidup yang diinginkan
dan status lingkungan yang menjamin tereduksinya tekanan ekologis oleh berbagai proses ekonomi. Pada level wilayah, operasionalisasi skema tersebut
membutuhkan proses identifikasi keterkaitan antara kapasitas sumberdaya,
25
aktivitas pembangunan, kapasitas asimilasi, status lingkungan, pertumbuhan ekonomi dan tingkat kualitas hidup yang diinginkan.
Chang et al. 2008 mengatakan bahwa sebagai analisis skenario untuk mengambil kebijakan dalam pemecahan permasalahan wilayah pesisir yang
kompleks dapat dibangun model sistem dinamik didasarkan DSS decision suport system
. Selanjutnya dikatakan bahwa strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan yang dibangun berdasarkan DSS ini diharapkan dapat
diimplementasikan dimasa depan di wilayah pesisir Kenting Taiwan.
2.4. Daya Dukung