118
5.3. Pengelolaan Saat ini dan Skenario Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berkelanjutan
5.3.1. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Saat ini 1. Kebijakan Nasional
Dalam pandangan pemerintah, sumber daya alam hayati laut dan ekosistemnya sangatlah penting untuk dikelola, karena sebagai sumber daya alam
yang terkandung di dalam bumi dan air Indonesia menurut Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Arti dikuasai dalam kaitan ini bukan dimiliki, melainkan negara memperoleh mandat dari rakyat sebagai pemilik sumber daya alam hayati
laut dan ekosistemnya untuk melakukan pengelolaan dan upaya-upaya lainnya yang bermanfaat bagi rakyat banyak. Dengan demikian, penggunaan sumber daya
alam hayati laut dan ekosistemnya melalui kegiatan konservasi laut akan bermanfaat bagi rakyat banyak bila secara ekonomis, politis, sosiologis dan
kultural menguntungkan. Untuk melindungi sumberdaya alam ini, pemerintah melakukan berbagai
upaya perlindungan diantaranya dengan menetapkan kawasankawasan konservasi laut yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia. Pemerintah telah merancang
suatu model pengelolaan kawasan di wilayah laut yang diberi nama Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD
Pengelolaan ekosistem terumbu karang di suatu KKLD adalah suatu proses untuk memotivasi kegiatan yang dilaksanakan oleh organisasilembaga
terhadap pembangunan manusia sehari-hari yang berlangsung dalam suatu kawasan. Secara umum kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang KKLD
bertujuan untuk mengkonservasi habitat, dan proses-proses ekologi, dan perlindungan nilai sumber daya sehingga kegiatan perikanan, pariwisata, dan
penelitian, pendidikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan. Pengelolaan terumbu karang di Kabupaten Bintan tidak terlepas dari
kebijakan nasional melalui peraturan dan perundang-undangan lainnya. Adapun peraturan dan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan ekosistem
terumbu karang di KKLD Bintan Timur disajikan pada Tabel 25 berikut.
119
Tabel 25. Landasan hukum kebijakan pengelolaan ekosistem terumbu karang
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang
Konservasi Sumber Daya Ikan
1. Pelaksanaan kegiatan konservasi sumberdaya ikan dan ekosistemnya
2. Pengembangan kelembagaan dan SDM dibidang konservasi SDI
3. Pengawasan konservasi suumber daya ikan
Pemerintah, Masyarakat,
dan penegak hukum
Analisis isi content analysis dilakukan terhadap peraturan perundanga Tabel 25 di atas menyangkut tema konservasi ekosistem dan pengelolaan ekosistem
terumbu karang secara umum. Dua tema tersebut dijadikan sebagai indikator tentang keberpihakan suatu peraturan terhadap keberlanjutan sumberdaya alam
secara umum dan ekosistem terumbu karang secara khusus. Hasilnya diuraikan di bawah ini.
Peraturan Perundangan Batas Yuridiksi
Lembaga yang Berwenang
UU No 5 Tahun 1995 Tentang Konservasi
Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya
1. Pelaksanaan kegiatan konservasi; 2. Pola dasar dan pengaturan cara
pemanfaatan konservasi sumberdaya; 3. Pembinaan konservasi berkaitan
penegakan hukum. Pemerintah,
masyarakat dan penegak
hukum
UU No 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan jun to
UU No. 45 Tahun 2009 1. Rencana pengelolaan SDI, jumlah
penangkapan; 2. Penyusunan sistem informasi SDI;
3. Penelitian dan pengembangan SDI; 4. Pengawasan.
Pemerintah LSM, PT
penegak hukum
UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Penyelengaraan pemerintahan; 3. Pengelolaan SDA;
4. Perencanaan RTRW. Pemerintah
provinsi dan kabupatenkota
UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil 1. Pengaturan dan pembinaan penataan
ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
2. Perencanaan pemanfaatan, pengendalian dan pengawasan ruang
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 3. Penyidikan
Pemerintah, masyarakat ,
POLRI dan PPNS
120
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada prinsipnya mengatur semua aspek yang
berkaitan dengan konservasi, baik ruang maupun sumberdaya alamnya. Pengertian konservasi menurut undang-undang ini adalah pengelolaan
sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas keanekaragaman nilainya. Dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 ini belum secara tegas memberikan arahan kepada berbagai pihak
terkait kebijakan pengelolaan konservasi ekosistem terumbu karang. Pada pasal 38 terkait penyerahan urusan dan pembantuan tugas dalam rangka pelaksanaan
konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya kepada pemerintah daerah masih sangat umum. Disamping itu UU No. 5 Tahun 1990 belum memberikan
ruang publik untuk terlibat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Peran rakyat dalam pelaksanaan konservasi diarahkan oleh pemerintah, seperti yang termuat
dalam pasal 37. Hal tersebut memberikan gambaran pengelolaannya masih bersifat sentralistik sebagaimana regim yang berkuasa ketika itu.
2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jun to Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jun to Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 ini mengatur penetapan status hukum kawasan
lautnya. Secara khusus undang-undang ini memberikan wewenang kepada menteri terkait menetapkan status bagian laut tertentu sebagai Kawasan Suaka Alam
Perairan, Taman Nasional Perairan, Taman Wisata Perairan, atau Suaka Perikanan. Pada pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa ”Dalam rangka pengelolaan
sumberdaya ikan, dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan”. Dalam penjelasan pasal 13 dinyatakan bahwa
terumbu karang termasuk dalam kawasan konservasi terkait kegiatan perikanan. Secara eksplisit keterpaduan pelaksanaan konservasi belum diatur dalam batang
tubuh undang-undang ini. Secara umum undang-undang ini dalam pengelolaannya masih bersifat sentralistik. Walaupun dalam pasal 65 sudah termuat tentang
121
penyerahan urusan dan pembantuan umum tehadap pemerintah daerah tetapi tidak jelas rinciannya. Menurut Wiadnya et al. 2011 bahwa UU No. 31 Tahun 2004
bahwa pemerintah pusat telah berbagi wewenang dan tanggung jawab dengan pemerintah daerah dalam pengelolaan kawasan konservasi.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pembuatan Peraturan Daerah tentang KKLD yang didasarkan pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 18 ayat 1 menyatakan bahwa: ”Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan
kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut”. Selanjutnya pasal 18 ayat 3 menyatakan bahwa kewenangan daerah untuk mengelola sumberdaya di
wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi: eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan hayati laut; pengaturan
administrasi; pengaturan tata ruang; penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah;
ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Selanjutnya dalam ayat 4 dijelaskan bahwa daerah diberi
kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat 3 paling jauh 12 dua belas mil laut diukur dari garis pantai ke arah
laut lepas danatau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 13 sepertiga dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupatenkota. Namun sisi lain secara
bersamaan undang-undang ini pendekatannya sangat formal dalam memahami batasan sumberdaya alam. Akibatnya sering terjadi konflik kepentingan dan
kewenangan terkait pengelolaan sumberdaya alam diantara pemerintah daerah. Misalnya kerusakan ekosistem terumbu karang yang merupakan daerah hilir, jika
pengendaliannya semata teknosentris melalui restorasi terumbu karang, maka tidak menyelesaikan permasalahan secara mendasar, karena akar masalah di
bagian hulu tidak dikendalikan. Sisi lain kawasan hilir dan hulu berada pada daerah administrasi kabupatenkota yang berbeda. Dengan demikian regim
otonomi daerah gagal memperbaiki pola pemanfaatan sumberdaya alam yang ekstraktif. Kegagalan tersebut diantaranya disebabkan oleh 1 keterbatasan
kapasitas SDM daerah sehingga belum efektif menjalankan mandat yang diberikan. Kondisi tersebut bisa berdampak pada biaya transaksi tinggi; 2
122
dominannya kekuatan politik kepala daerah yang berimplikasi pada lahirnya kebijakan yang berorientasi kepentingan jangan pendek.
4. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada pasal 4 huruf a dinyatakan bahwa pengelolaan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dilaksanakan dengan tujuan melindungi, mengkonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya sumber daya
pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 28 ayat 3 pengusulan kawasan konservasi dapat
dilakukan oleh perseorangan, kelompok masyarakat, danatau oleh PemerintahPemerintah Daerah berdasarkan ciri khas kawasan yang ditunjang
dengan data dan informasi ilmiah . Dengan demikian UU No. 27 tahun 2007 ini
memberi mandat hukum atau kewenangan kepada pemerintah daerah dan masyarakat sesuai dengan kompetensi dan proporsinya masing-masing dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil beserta sumberdaya yang dikandungnya.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan
ini dimaksudkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Undang- Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Peraturan pemerintah ini
memberi kewenangan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan untuk menetapkan Kawasan Konservasi Perairan yang terdiri atas taman nasional
perairan, taman wisata perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan Pasal 8.
Berdasarkan lingkup kewenanganya, pengelolaan Kawasan Konservasi Peraiaran terdiri dari : a Kawasan Konservasi Perairan Nasional, b Kawasan
Konservasi Perairan Propinsi, c Kawasan Konservasi Perairan KabupatenKota. Peraturan Pemerintah ini juga memberi kewenangan kepada Menteri Kelautan dan
Perikanan untuk menetapkan status perlindungan jenis ikan tertentu pasal 24 ayat 1, yang meliputi jenis ikan yang dilindungi dan jenis ikan yang tidak dilindungi
Pasal 23 ayat 1. Jenis ikan tertentu dapat ditetapkan sebagai jenis ikan yang
123
dilindungi, apabila memenuhi kriteria: a. terancam punah; b. langka; c. daerah penyebaran terbatas endemic; d. adanya penurunan jumlah populasi di
alam yang tajam; dan e. tingkat kemampuan reproduksi yang rendah.
Peraturan dan Undang-Undang sebagaimana diuraikan di atas memberi mandat hukum atau
kewenangan sesuai dengan kompetensi dan proporsinya masing-masing kepada lembaga-lembaga pemerintah, swasta,
dan masyarakat dalam rangka mengembangkan kawasan konservasi di Indonesia termasuk KKLD Bintan Timur.
2. Kebijakan Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah Propinsi, KabupatenKota
untuk mengelola sumberdaya di wilayah lautnya pasal 18. Berdasarkan undang- undang ini Pemerintah Kabupaten Bintan membuat kebijakan tentang pengelolaan
terumbu karang. Adapun kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Bintan terkait pengelolaan terumbu karang adalah sebagai berikut.
i Surat Keputusan Bupati Bintan Nomor 261III2007 tentang Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD Kabupaten Bintan. KKLD ini terletak
pada dua kawasan, yaitu 1 Kawasan pesisir Bintan Timur kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Pesisir seluas 116.000 ha, dan 2
Kawasan perairan laut di Kecamatan Tambelan dengan luas 365.905 ha . Dalam Surat Keputusan Bupati Bintan Nomor 261VIII2007 tersebut juga
menetapkan pemanfaatan Kawasan Konservasi Laut Daerah Kabupaten Bintan, yaitu wilayah pesisir Bintan Timur Kecamatan Gunung Kijang dan
Kecamatan Bintan Pesisir diprioritaskan untuk mendukung kegiatan perikanan berkelanjutan dan pariwisata bahari. Sementara kawasan perairan
laut Kepulauan Tambelan diprioritaskan untuk mendukung perikanan berkelanjutan.
ii Peraturan Daerah Kabupaten Bintan Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Terumbu Karang.
Adapun ruang lingkup pengaturan peraturan daerah ini meliputi perumusan kebijaksanaan mencakup perencanaan, pemanfaatan, rehabilitasi ekosistem