103
dipertahankan dan terhindar dari kepunahan. Di wilayah pesisir timur Pulau Bintan yang menjadi KKLD ini ditemukan spesies yang dilindungi seperti duyung
Dugong dugon, dan penyu hijau Chelonia midas. Selama tahun 2008 dan 2010 duyung tersebut pernah tertangkap dengan tidak sengaja oleh nelayan di Desa
Berakit Bappeda Kabupaten Bintan, 2010. Keanekaragaman spesies telah lama digunakan sebagai indikator stabilitas
lingkungan De Santo, 2000. Selain itu, spesies itu sendiri penting karena fungsi bertindak di dalam menimbulkan atau memunculkan jasa ekologis yang memang
bernilai ekonomis bagi manusia Perrings et al., 2003. Keanekaragaman spesies secara fungsional menetukan ketahanan resilience ekosistem atau sensitivitas
ekosistem Holling et al.,2002. Jumlah spesies dan kombinasi spesies ikan merupakan dua dari beberapa indikator integritas biotik ekosistem perairan Karr,
2002. Integritas biotik adalah suatu ekosistem yang berubah baik secara struktur maupun secara fungsional akibat aktivitas manusia Hocutt, 2001.
5.2.2.2. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Hasil analisis ordinasi Rap-Insus COREMAG terhadap 8 atribut yang berpengaruh terhadap dimensi ekonomi menunjukkan bahwa nilai indeks
keberlanjutan dimensi ekonomi adalah 57,48. Nilai tersebut berada pada selang 50,01- 75,00 skala keberlanjutan dengan status cukup berkelanjutan, ditunjukkan
oleh Gambar 17.
Rap Insus COREMAG Ordination
57,48
DOWN UP
BAD GOOD
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
Economy Sustainability O
th er
D is
ti n
g is
h in
g F
ea tu
re s
Real Fisheries References
Anchors
Gambar 17. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekonomi
104
Analisis leverage terhadap 8 atribut dimensi ekonomi diperoleh empat atribut yang sensitif, yaitu kunjungan wisatawan, jumlah obyek wisata,
penyerapan tenaga kerja pariwisata, dan ketersediaan modal nelayan. Perubahan terhadap ke-4 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau
penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Hasil analisis leverage
disajikan pada Gambar 18.
Leverage of Attributes
0,37 5,49
7,68 11,54
11,25 9,17
2,51 1,82
2 4
6 8
10 12
14
Ketergantungan pada sektor perikanan sebagai sumber nafkah
Usaha penangkapan Keterediaan modal nelayan
Kunjungan wisatawan Jumlah obyek wisata
Penyerapan tenaga kerja pariwisata Tingkat pendapatan masyarakat
nelayan Pasar utama hasil perikanan
Attr ib
ute
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
Gambar 18. Nilai sensitivitas atribut dimensi ekonomi yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 – 100
Berdasarkan hasil analisis laverage diatas terlihat bahwa atribut kunjungan wisatawan mempunyai nilai RMS yang paling tinggi, yaitu 11,54. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa atribut “kunjungan wisatawan” berpengaruh paling besar terhadap sustainability pengelolaan ekosistem terumbu karang dari sisi ekonomi.
Kunjungan wisatawan manacanegara ke Kabupaten Bintan pada tahun 2009 tercatat 296.229 orang, sedangkan kunjungan wisatawan nusantara sebanyak
100.294 orang Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bintan, 2009. Hampir 70 wisman yang berkunjung ke Kabupaten Bintan melakukan kegiatan
wisata bahari, seperti snorkeling, diving, memancing di terumbu karang dan lain sebagainya. Pemanfaatan ekosistem terumbu karang ini untuk wisata bahari
hendaknya memperhitungkan daya dukung lingkungan, sehingga kelestarian terumbu karang dapat dipertahankan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian daya
105
dukung lingkungan untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan di lokasi penelitian. Sebagai perbandingan hasil penelitian Manafi et al. 2009 bahwa daya
dukung wilayah perairan Gugus Pulau Kaledupa Wakatobi yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya laut, pariwisata pantai, dan pariwisata bahari seluas
sekitar 70 dari luas perairan, sedangkan sisanya sekitar 30 luas perairan direkomendasikan sebagai daerah perlindungan laut kawasan lindung perairan.
Berkaitan dengan kontribusi wilayah pesisir dan laut Kabupaten Bintan oleh pengguna terhadap PAD, sektor pariwisata memberikan kontribusi yang cukup
besar. Berdasarkan nilai PDRB tahun 2008 atas dasar harga yang berlaku tahun 2000 menurut lapangan usaha, kontribusi sektor pariwisata yang diperoleh dari
sektor-sektor perdagangan, hotel dan restoran saja telah mencapai Rp. 540,08 milyar atau sebesar 19,76 dengan laju pertumbuhan 6,67 BPS Kabupaten
Bintan, 2009. Selanjutnya LIPI dan PPSPL UMRAH 2010 melaporkan bahwa potensi nilai ekonomi ekowisata dari wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Kabupaten Bintan pada tahun 2009 lebih dari Rp. 109,741 milyar. Kegiatan wisata bahari yang dilakukan oleh wisman didukung oleh
tersedianya fasilitas diving, seperti alat scuba yang dipandu oleh pemandu wisata yang telah berlisensi. Setiap resort penyelenggara wisata bahari telah melengkapi
peralatan selam dengan pemandu wisata yang telah mempunyai lisensi diving. Disamping itu wisman yang berkunjung ke Bintan tidak hanya melakukan wisata
bahari, tetapi juga berkunjung ke obyek wisata lainnya yang ada di Kabupaten Bintan.
Banyaknya kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bintan tidak terlepas dari banyaknya obyek wisata yang menarik, baik wisata alam, wisata budaya dan
minat khusus terutama terdapat di Bintan Timur. Secara keseluruhan terdapat 12
lokasi potensial sebagai obyek wisata baik yang sudah dikembangkan maupun yang sedang dikembangkan. Kunjungan wisman ke obyek wisata di wilayah
pesisir Bintan akan dapat membuka peluang kerja dan usaha sektor informal bagi masyarakat pesisir, sehingga akan mengurangi waktu pemanfaatan terumbu
karang untuk menangkap ikan. Namun sampai saat serapan tenaga kerja pariwisata masih tergolong rendah.
Ketersediaan modal bagi nelayan, baik armada penangkapan maupun alat tangkap merupakan suatu yang penting dalam keberlanjutan sosial ekonomi
mereka dan untuk mengurangi kerusakan terumbu karang. Ketersediaan armada
106
penangkapan dan alat tangkap yang memadai, para nelayan dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih luas dan tidak terkonsentrasi di sekitar terumbu
karang. Dengan demikian pendapatan nelayan bisa meningkat dan potensi kerusakan terumbu karang akibat penangkapan, baik oleh penempatan alat
tangkap atau oleh labuh jangkar perahu atau kapal nelayan dapat diminimalkan.
5.2.2.3 Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Sosial