33
sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.
Keunggulan pendekatan sistem antara lain: 1 pendekatan sistem diperlukan karena makin lama makin dirasakan interdependensinya dari berbagai
bagian dalam mencapai tujuan sistem, 2 sangat penting untuk menonjolkan tujuan yang hendak dicapai, dan tidak terikat pada prosedur koordinasi atau
pengawasan dan pengendalian itu sendiri, 3 dalam banyak hal pendekatan manajemen tradisional seringkali mengarahkan pandangan pada cara-cara
koordinasi dan kontrol yang tepat, seolah-olah inilah yang menjadi tujuan manajemen, padahal tindakan-tindakan koordinasi dan kontrol ini hanyalah suatu
cara untuk mencapai tujuan, dan harus disesuaikan dengan lingkungan yang dihadapi, 4 konsep sistem terutama berguna sebagai cara berfikir dalam suatu
kerangka analisa, yang dapat memberi pengertian yang lebih mendasar mengenai perilaku dari suatu sistem dalam mencapai tujuannya.
2.8. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang hasilnya terkait adalah sebagai berikut : Maryunani 1999 melakukan penelitian tentang “Model Pemberdayaan
Penduduk Lokal Dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Secara Berkelanjutan Studi Kasus Kawasan Pesisir Barat Pulau Lombok, Propinsi Dati
I Nusa Tenggara Barat . Penelitian mempunyai tujuan utama untuk memperoleh
pemahaman faktor-faktor sistem internal penduduk lokal yang dominan berpengaruh terhadap kondisi wilayah berdasarkan kerusakan terumbu karang,
sebagai dasar untuk menyusun model pemberdayaan penduduk lokal dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan. Penelitian dengan
menggunakan model empirik peubah ganda multivariate análysis dan model kuantifikasi Hayashi I menyimpulkan bahwa operasionalisasi Model
Pemberdayaan Penduduk Lokal MPPL dalam Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang tidak dapat diperlakukan secara seragam homogen, tergantung keragaan
spasial karakteristik sosial ekonomi penduduk lokal, serta pola dan intensitas pemanfaatan terumbu karang yang berbeda di setiap wilayah. Kemampuan
institusi lokal dalam mengendalikan pengelolaan ekosistem terumbu karang di
34
setiap wilayah studi sangat diutamakan, dan sangat tergantung pada pengalaman dan kemampuan penduduk lokal menjadi penggerak dalam mengendalikan diri
dan pihak lain eksploitasi ekosistem terumbu karang secara besar-besaran. Pekuwali 2000 melakukan kajian ”Analisis Kebijakan Pengelolaan
Terumbu Karang Pulau Kera Taman Wisata Alam Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur
”. Penelitian bertujuan untuk menganalisis skenario pemanfaatan yang optimal di dalam pengelolaan terumbu karang Pulau Kera dan memperkirakan
daya dukung fisik Pulau Kera dalam menunjang kegiatan pariwisata bahari. Kajian ini menggunakan pendekatan AHP Analytical Hierarchy Proces. Hasil
kajian menyimpulkan bahwa prioritas kebijakan pengelolaan terumbu karang di Pulau Kera adalah pengelolaan kawasan wisata yang memperhatikan konservasi.
Selanjutnya dijelaskan bahwa pemasalahan yang paling dominan adalah kurangnya koordinasi dengan sektor terkait, pelestarian fungsi lingkungan,
masalah ekonomi, sosial dan budaya. Selanjutnya Priyono 2004 melakukan penelitian dengan judul ”Kebijakan Pengelolaan Terumbu Karang di Perairan
Kelurahan Pulau Panggang Kepulauan Seribu Daerah Khusus Ibukota Jakarta” .
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan terumbu karang di perairan Kelurahan Pulau
Panggang serta menentukan kebijakan pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan. Penelitian menggunakan metode A’WOT, yaitu penggabungan
antara AHP Analytical Hierarchy Process dengan Analisis SWOT Strenghts, Weaknesess, Opportunities, and Threats
menyimpulkan bahwa komponen kekuatan S menempati urutan teratas dalam menentukan kebijakan pengelolaan
terumbu karang di perairan Pulau Panggang, kemudian berturut-turut diikuti oleh komponen kelemahan W, peluang O dan ancaman T. Adapun prioritas
kebijakan pengelolaan terumbu karang di Pulau Panggang berturut-turut adalah konservasi, wisata bahari, dan budidaya perikanan.
Husni 2001 melakukan penelitian dengan judul ”Kajian Ekonomi Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Studi Kasus di Kawasan Taman Wisata
Alam Laut Gili Indah Kabupaten Lombok Barat, Propinsi Nusa Tenggara Barat ,
bertujuan menganalisis nilai ekonomi total dari manfaat ekosistem terumbu karang mengkaji alternatif pengelolaan ekosistem terumbu karang yang optimal
dan berkelanjutan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa nilai ekonomi total
35
terumbu karang seluas 448,76 ha adalah Rp. 25.897.263.024,-tahun atau Rp. 57.708.046,65,-hatahun. Pengelolaan ekosistem terumbu karang harus
memperhatikan aspek biofisik dan lingkungan, aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek kelembagaan.
Manengkey 2003 melakukan penelitian dengan judul ”Tingkat Sedimentasi dan Pengaruhnya pada Ekosistem Terumbu Karang di Perairan
Teluk Buyat dan Sekitarnya Provinsi Sulawesi Utara” , bertujuan mengukur dan
menganalisis banyaknya material sedimen pada kawasan terumbu karang. Penelitian dengan menggunakan sediment traps yang dipasang di ekosistem
terumbu karang selama 20 hari. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tingkat sedimentasi di daerah studi cukup tinggi, yaitu mencapai 525. 250 mgl terutama
di muara sungai dan diduga berasal dari daratan. Di daerah terumbu karang ditemukan sedimentasi yang tinggi yaitu mencapai 141.800 mgl. Kandungan
bahan organik dalam sedimen diduga berasal dari limbah rumah tangga dan bahan organik dari daratan. Kerusakan terumbu karang di lokasi studi disebabkan karena
adanya sedimentasi, dan pengeboman. Selanjutnya Partini 2009 dengan judul penelitian ”Efek Sedimentasi Terhadap Terumbu Karang di Pantai Timur
Kabupaten Bintan” . Penelitian ini bertujuan untuk menghitung laju sedimentasi di
ekosistem terumbu karang dan menganalisis hubungan dan pengaruh laju sedimentasi terhadap komunitas terumbu karang. Penelitian dengan menggunakan
sediment traps yang dipasang di ekosistem terumbu karang selama 20 hari,
menyimpulkan bahwa laju sedimentasi di lokasi penelitian kategori ringan – berat 4,00 – 78,24 mgcm
2
Arifin 2008 dengan judul penelitian “Akuntabilitas dan Keberlanjutan Pengelolalaan Kawasan Terumbu Karang di Selat Lembeh, Kota Bitung”,
bertujuan menelaah akuntabilitas dan keberlanjutan pengelolaan kawasan terumbu karang. Penelitian menggunakan pendekatan Rap–Insus COREMAG Rapid
Appraisal-Index Sustainability of Coral Reef Management . Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa p
enyebab degradasi terumbu karang di Selat Lembeh diduga disebabkan oleh menurunnya kondisi perairan setempat akibat aktivitas industri,
pelabuhan dan aktivitas manusia.
Berdasarkan penilaian terhadap 4 dimensi akuntabilitas pengelolaan kawasan terumbu karang ekologi, teknologi, sosial
ekonomi, dan kelembagaan, diperoleh bahwa dimensi kelembagaan dan hari. Laju sedimentasi berkorelasi negatif terhadap tutupan
karang dan berkorelasi positif terhadap indeks mortalitas.
36
teknologi merupakan dimensi yang paling rendah indeks akuntabilitas pengelolaan kawasan terumbu karang di Selat Lembeh. Selanjutnya dikatakan
bahwa indeks akuntabilitas terbukti dapat mempengaruhi perubahan pada sistem keberlanjutan pengelolaan kawasan terumbu karang. Sistem keberlanjutan
pengelolaan kawasan terumbu karang saat ini di lokasi penelitian akan mengalami penurunan pada 5 tahun ke depan, karena itu diperlukan upaya perbaikan.
Febrizal 2009 melakukan penelitian dengan judul ” Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Kabupaten Bintan dan Alternatif Pengelolaannya
”. Penelitian dengan menggunakan metode transek kuadrat dan dianalisis dengan
software Image-J serta untuk melihat hubungan antara parameter lingkungan
perairan dengan penutupan substrat menggunakan PCA, menyimpulkan bahwa kondisi terumbu karang di kawasan yang dekat dengan permukiman nelayan dan
daratan memiliki tutupan karang hidup relatif rendah dibandingkan dengan terumbu karang di kawasan yang jauh dari aktivitas daratan. Aktivitas di daratan
mengakibatkan buruknya kualitas perairan yang berdampak pada terumbu karang. Dari penelitian-penelitian tersebut di atas belum ada penelitian yang
dilakukan secara spesifik dan komprehensif dalam membangun desain pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan di KKLD Bintan
Timur Kepulauan Riau. Dengan demikian topik yang diambil sejauh ini masih dapat dianggap asli.
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Konservasi Laut Daerah KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau. Secara administrasi lokasi penelitian mencakup
dua kecamatan, yaitu Kecamatan Gunung Kijang dan Kecamatan Bintan Pesisir. Lokasi pengamatan ditetapkan 11 stasiun, yaitu Karang Masiran, Pulau Manjin,
Muara, Penyerap, Pulau Beralas Bakau, Pulau Busung Bujur Nikoi, Pulau Penyusuk, Pulau Cengom, Pulau Kelong, Pulau Gin Besar dan Pulau Gin Kecil
Gambar 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 hingga September 2011, terhitung sejak penyusunan proposal sampai penyusunan disertasi.
3.2. Pendekatan Penelitian
Penelitian dilakukan berdasarkan data primer dan data sekunder yang diperoleh dari survei lapangan. Lingkup penelitian yang ditelaah meliputi aspek
ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi dan infrastruktur serta hukum dan kelembagaan.
Pelaksanaan penelitian dibagi dalam beberapa tahapan Gambar 3 antara lain sebagai berikut:
a. Melakukan studi kepustakaan desk study dengan melakukan pengum- pulan beberapa informasi mengenai ekosistem terumbu karang dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. b. Penentuan atribut-atribut utama pada setiap aspek ekologi, ekonomi,
sosial budaya, teknologi dan infrastruktur serta hukum dan kelembagaan yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan
ekosistem terumbu karang. c. Melakukan survei lapangan untuk mengumpulkan data komponen
biofisik, sosial ekonomi dan sosial budaya d. Melakukan analisis data, yaitu analisis tutupan karang, analisis kualitas
air, analisis kebutuhan stakeholders, analisis keberlanjutan dan analisis prospektif.
e. Menyusun alternatif skenario strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berdasarkan hasil analisis tahap sebelumnya.
f. Menyusun strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau.