Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

106 penangkapan dan alat tangkap yang memadai, para nelayan dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih luas dan tidak terkonsentrasi di sekitar terumbu karang. Dengan demikian pendapatan nelayan bisa meningkat dan potensi kerusakan terumbu karang akibat penangkapan, baik oleh penempatan alat tangkap atau oleh labuh jangkar perahu atau kapal nelayan dapat diminimalkan.

5.2.2.3 Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

Hasil analisis ordinasi Rap-Insus COREMAG terhadap 9 atribut yang berpengaruh terhadap dimensi sosial budaya menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya adalah 52,03. Nilai tersebut berada pada selang 50,01- 75,00 skala keberlanjutan dengan status cukup berkelanjutan, ditunjukkan oleh Gambar 19. Rap Insus COREMAG Ordination 52,03 DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Social Sustainability O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Fisheries References Anchors Gambar 19. Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi sosial budaya Analisis leverage terhadap 9 atribut dimensi sosial budaya diperoleh empat atribut yang sensitif, yaitu nilai estetika, pertumbuhan jumlah nelayan, mata pencaharian alternatif non perikanan, dan potensi konflik pemanfaatan. Perubahan terhadap ke-4 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya. Hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 20. 107 Berdasarkan hasil analisis laverage terlihat bahwa atribut nilai estetika mempunyai nilai RMS yang paling tinggi, yaitu 7,79. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa atribut “nilai estetika” berpengaruh paling besar terhadap sustainability pengelolaan ekosistem terumbu karang dari sisi sosial budaya. Perubahan terhadap atribut nilai estetika ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial budaya. Leverage of Attributes 0,54 1,08 5,49 0,91 7,79 7,11 5,58 1,22 0,66 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tingkat pendidikan penduduk Pengetahuan lingkungan Potensi konflik pemanfaatan Pemberdayaan masyarakat Nilai estetika Pertumbuhan jumlah nelayan Mata percaharian non perikanan Kekompakan nelayan social networking Jumlah RTP di masyarakat A ttr ib u te Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100 Gambar 20. Nilai sensitivitas atribut dimensi sosial budaya yang dinyatakan dalam perubahan Root Mean Square RMS skala keberlanjutan 0 – 100 Kabupaten Bintan, terutama pesisir Bintan Timur mempunyai obyek atau tempat yang bernilai estetika tinggi, seperti pantai pasir putih, ekosistem terumbu karang serta panorama laut lainnya. Dalam RTRW Kabupaten Bintan 2007 -2017 kawasan Pesisir Bintan Timur telah dialokasi sebagai daerah pengembangan pariwisata bahari. Disamping itu Kabupaten Bintan juga mempunyai tempat- tempat bernilai sejarah, seperti situs para sejarah “Bukit Kerang” di Desa Kawal. Obyek atau tempat-tempat ini telah menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan sebagai obyek wisata. Bila masyarakat tempatan diberdayakan untuk ikut berpartsipasi dalam pengelolaan, maka akan menjadi mata pencaharian alternatif yang sangat potensial untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 108 Mata pencaharian sebagai nelayan merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian besar masyarakat pesisir Kabupaten Bintan, khusus masyarakat pesisir Bintan Timur. Walaupun tingkat pertumbuhan jumlah nelayan secara keseluruhan di Kabupaten Bintan tergolong rendah 8,8, namun lebih dari 30 masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Mata pencaharian sebagai nelayan merupakan mata pencaharian secara turun temurun diwariskan antar generasi, sehingga secara sosial sangat sulit untuk dikurangi. Kondisi ini diperburuk oleh tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, sehingga kemampuan mereka untuk mencari mata pencaharian selain sektor perikanan sangat terbatas. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat dengan berbagai program perlu diwujudkan. Pemberdayaan masyarakat adalah proses pengembangan kesempatan, kemauan motivasi, dan kemampuan masyarakat untuk lebih mempunyai akses terhadap sumberdaya, sehingga meningkatkan kapasitasnya untuk menentukan masa depan sendiri dengan berpartisipasi dalamm mempengaruhi dan mewujudkan kualitas kehidupan diri dan komunitasnya. Tujuan jangka pendek pemberdayaan sebaiknya jelas specific, terukur measurable, sederhana realistic, sehingga merupakan kondisi yang mendorong minat masyarakat untuk mewujudkannya achievable dalam waktu tertentu. Adanya program pemberdayaan masyarakat pesisir secara baik dan merata di setiap desa akan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat pesisir dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang ada, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Ketergantungan terhadap hasil penangkapan ikan di laut dapat dikurangi, sehingga tekanan terhadap ekosistem terumbu karang juga dapat dikurangi. Mengingat pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten Bintan melibatkan berbagai stakeholders pemerintah berbagai level, dunia usaha, masyarakat, perguruan tinggi, LSM maka potensi konflik cukup tinggi. Potensi konflik tersebut dapat dibagi atas tiga kelompok, yaitu 1 potensi konflik antara masyarakat dengan pemerintah biasanya menyangkut ketidak adilan dalam distribusi bantuan, kebijakan yang lebih berpihak pada investor dibanding berpihak kepada masyarakat bila terjadi konflik, 2 potensi konflik antara masyarakat dengan pengusaha biasanya konflik lahan, terganggu dan tertutup akses masyarakat melewati pantai, gangguan wisata bahari terhadap aktivitas 109 penangkapan nelayan, dan 3 potensi konflik antara masyarakat dengan masyarakat biasanya konflik daerah penangkapan, kecemburuan sosial penerimaan tenaga kerja lokal di perusahaan, dan masih adanya nelayan luar daerah melakukan penangkapan dengan alat destruktif pada waktu-waktu tertentu.

5.2.2.4. Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi dan Infrastruktur