2. Perumusan Masalah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. 2. Perumusan Masalah

Penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Pulau Bintan termasuk di KKLD dapat dibedakan ke dalam dua faktor, yaitu 1 kegiatan pembangunan di wilayah daratan external factors yang meliputi : kekeruhan dan sedimentasi dari kegiatan pertambangan bauksit, granit, dan pasir darat; pencemaran dari industri, domestik, hotel dan restoran serta pertanian, dan 2 kegiatan pembangunan atau pemanfaatan sumberdaya di dalam perairan itu internal factors yang meliputi; penambangan karang coral mining, penggunaan bahan peledak bom, bahan beracun, dan cara-cara lainnya yang merusak dalam penangkapan ikan di kawasan terumbu karang; pelabuhan dan transportasi laut serta kegiatan wisata yang berkaitan dengan pemanfaatan keindahan terumbu karang Bapedalda Kabupaten Kepulauan Riau, 2002. Saat ini kegiatan pembangunan yang terdapat di wilayah pesisir Bintan Timur yang menjadi lokasi KKLD adalah kegiatan pertambangan, perikanan, pelabuhan dan transportasi laut, pariwisata bahari, hotel dan restoran serta sebagai kawasan industri akan berdampak terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang. Jumlah industri di wilayah pesisir Bintan Timur baik industri besar maupun industri kecil dan menengah sampai tahun 2008 sebanyak 8 industri. Kegiatan pertambangan meliputi pertambangan bauksit, granit dan pasir darat. Pertambangan bauksit tersebar pada 2 dua lokasi dengan luas kuasa penambangan 459,96 ha; pertambangan granit pada 2 dua lokasi dengan luas kuasa penambangan 111,22 ha dan pertambangan pasir darat pada 2 dua lokasi dengan luas kuasa penambangan 132,20 ha. Disamping itu wilayah pesisir Bintan Timur merupakan kawasan pengembangan wisata di Kabupaten Bintan yang menyebabkan tumbuhnya hotel dan restoran. Jumlah hotel di wilayah pesisisr Bintan Timur pada tahun 2008 tercatat sebanyak 6 enam hotel dengan jumlah kamar 400 unit. Sedangkan jumlah restoran sebanyak 22 buah dengan jumlah tempat duduk 911 kursi BPS Kabupaten Bintan, 2009. Meningkatnya kegiatan pembangunan di Bintan akan berdampak terhadap meningkatknya jumlah limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Menurut Hughes et al. 1999, bahwa pembuangan limbah industri dan domestik akan meningkatkan nutrien dan racun di lingkungan terumbu karang serta dapat menyebabkan pertumbuhan alga yang berlebihan. Limbah kaya nutrisi dari pembuangan atau dari sumber lain sangat mengganggu karena dapat menyebabkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan teratur. Alga akan mendominasi terumbu karang hingga akhirnya melenyapkan karang. Sementara itu kegiatan pertambangan di Bintan akan meningkatkan kekeruhan air dan sedimentasi di perairan. Partini 2009 menemukan bahwa laju sedimentasi pada ekosistem terumbu karang Bintan Timur berkisar 4,00 – 78,24 mgcm 2 Dampak terhadap ekosistem terumbu karang akan mengakibatkan kerugian ekonomi, berupa pendapatan nelayan turun, hilangnya potensi sumberdaya alam yang seharusnya dimanfaatkan. Kerugian ekologi berupa penurunan populasi biota karang, kerusakan karang, sedangkan kerugian sosial adalah hilangnya kesempatan kerja, serta terjadinya konflik sosial. Oleh karena itu perlu pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan yang dapat menjamin kelestariannya. hari ringan – berat. Kondisi ini berkorelasi negatif terhadap tutupan karang dan berkorelasi positif terhadap indeks mortalitas karang. CRITC-COREMAP II - LIPI 2007 melaporkan bahwa kondisi terumbu karang di KKLD Bintan berada dalam kategori buruk sampai sedang. Tutupan karang hidup pada beberapa lokasi bervariasi, diantaranya di perairan pantai Trikora tutupan karang hidup berkisar 5 – 61,90 dengan rerata persentase tutupan karang hidup 25,27, Pulau Gyn dan Pulau Numbing tutupan karang hidup berkisar 5 – 42,11 dengan rerata tutupan karang hidup 21,88 . Penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di KKLD ini adalah akibat penangkapan ikan dengan cara destruktif bahan peledak dan sianida, dan bubu, pencermaran dari pertambangan, domestik, hotel dan restoran, pariwisata bahari penyelaman, penambatan kapal dan pengambilan batu karang untuk bangunan Coremap II Bintan, 2008. Selanjutnya CRITIC Bintan 2009 melaporkan bahwa masih ditemukan penurunan persentase tutupan karang hidup pada beberapa titik pemantauan pada periode 2008 sampai 2009 di lokasi KKLD ini. Lokasi yang mengalami penurunan persentase tutupan karang hidup adalah di Desa Malang Rapat dari 17,5 menjadi 16,35 , Desa Teluk Bakau dari 59,6 menjadi 52,8 dan Desa Kawal dari 42,19 menjadi 36,8 . Penurunan tutupan karang hidup ini diduga akibat kekeruhan dan sedimentasi dari kegiatan penambangan bauksit, granit dan pasir darat. Menurut Ariani 2006 bahwa permasalahan yang mendasar sebagai penyebab kerusakan ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir Bintan Timur adalah 1 kemiskinan masyarakat dan kesulitan adaptasi pada mata pencaharian alternatif, 2 keserakahan pemilik modal, 3 lemahnya penegakan hukum law enforcement , dan 4 kebijakan pemerintah yang belum memberikan perhatian pada pengelolaan kualitas lingkungan di wilayah pesisir Bintan Timur. Selanjutnya dikatakan bahwa kegiatan pembangunan di daratan yang paling berpengaruh terhadap tutupan karang hidup adalah pembukaan lahan yang menyebabkan kekeruhan dan sedimentasi di ekosistem terumbu karang. Disamping itu LIPI 2009 melaporkan bahwa kesulitan dalam koordinasi antar sektor juga merupakan kendala dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang saat ini. Kegiatan pembangunan yang masih sektoral dan berorientasi ekonomi semata, sehingga menimbulkan konflik pemanfaatan. Trimades – P2O LIPI 2010 melaporkan bahwa di wilayah pesisir Bintan Timur potensi konflik pemanfaatan antara stakeholders cukup tinggi, terutama antara masyarakat nelayan dengan pengusaha wisata, dan antara nelayan dengan nelayan. Solusi dari permasalahan pengelolaan ekosistem terumbu karang yang kompleks tersebut di atas memerlukan suatu pendekatan yang bersifat multidimensi sehingga konsep pembangunan berkelanjutan pada sumberdaya pesisir termasuk terumbu karang dapat diwujudkan. Permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur yang selama ini masih bersifat sektoral dan belum didasarkan atas pertimbangan multi sektoral dan multi dimensi. Kondisi ini telah menimbulkan kerugian ganda yang berupa hilangnya penerimaan negara, kerusakan lingkungan dan masalah sosial. Pertanyaan penelitian terkait dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang di KKLD Bintan Timur Kepulauan Riau adalah sebagai berikut : 1 Bagaimana kondisi ekosistem terumbu karang saat ini? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang tersebut? 2 Bagaimana status keberlanjutan ekosistem terumbu karang saat ini? 3 Bagaimana pengelolaan saat ini dan bagaimana skenario pengelolaan ekosistem terumbu karang berkelanjutan? 4 Bagaimana strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan?

1. 3. Tujuan Penelitian