V. GAMBARAN UMUM
5.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kecamatan Cipayung merupakan salah satu kecamatan di Jakarta Timur dengan luas wilayah sebesar 27,36 km
2
. Adapun batas wilayah Kecamatan Cipayung adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Makasar – Jakarta Timur
Sebelah Selatan : Kecamatan Cibinong – Kabupaten Bogor Sebelah Timur
: Kecamatan Pondok Gede – Jakarta Timur Sebelah Barat
: Kecamatan Ciracas – Jakarta Timur Secara administratif Kecamatan Cipayung terdiri atas delapan kelurahan
yaitu Kelurahan Pondok Ranggon, Kelurahan Cilangkap, Kelurahan Munjul, Kelurahan Cipayung, Kelurahan Setu, Kelurahan Bambu Apus, Kelurahan Ceger
dan Kelurahan Lubang Buaya. Lahan di Kecamatan Cipayung didominasi oleh perumahan sebesar 73,32, kegiatan industri sebesar 1,07 dan 25,61 untuk
kegiatan lainnya. Penelitian dilakukan di Kecamatan Cipayung tepatnya di Kelurahan Pondok Ranggon.
Kelurahan Pondok Ranggon merupakan pemekaran dari Desa Sukatani, sebelumnya Kelurahan Pondok Ranggon masuk dalam wilayah Kecamatan
Cimanggis, Kabupaten DT II Bogor. Namun sejak tanggal 2 Februari 1991, Kelurahan Pondok Ranggon masuk ke dalam wilayah Kecamatan Cipayung,
Kotamadya Jakarta Timur. Setelah itu, pada tanggal 20 Maret 1991, Desa Pondok Ranggon ditingkatkan statusnya menjadi kelurahan dan berubah nama menjadi
Kelurahan Pondok Ranggon sampai dengan sekarang. Kelurahan Pondok Ranggon termasuk daerah dataran rendah berupa sawah-
sawah yang ditumbuhi banyak pepohonan. Luas wilayah Kelurahan Pondok Ranggon kurang lebih 366,15 ha, terdiri dari tanah pertanian dan perikanan
sebesar 179,24 ha, tanah untuk perumahan dan bangunan 155 ha dan untuk lain- lainnya seluas 31,91 ha. Penggunaan tanah terluas di Kelurahan Pondok Ranggon
yaitu tanah pertanian dan perikanan seluas 179, 24 ha Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta, 2015.
34
5.2 Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
Terbitnya SK Gubernur DKI Jakarta No 300 tahun 1986 tentang keputusan relokasi usahaternak sapi perah yang sebelumnya berada di Kuningan, Jakarta
Selatan ke kawasan Pondok Ranggon, Jakarta Timur menjadi awal mula terbentuknya Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon.
Relokasi peternakan sapi perah ke kawasan pinggiran Jakarta disebabkan karena maraknya pembangunan di tengah kota sehingga menyebabkan usaha peternakan
rakyat harus mengalah. Relokasi baru dapat terealisasi pada awal tahun 1992, para peternak sapi perah yang berasal dari Kuningan, Jakarta Selatan secara bertahap
pindah ke wilayah Pondok Ranggon. Peternak yang mengelamai relokasi tersebut akhirnya bersama Dinas Peternakan Jakarta Timur membentuk kelompok tani
dengan nama Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon. Dinas Peternakan Jakarta Timur memiliki tanggung jawab dalam melakukan
pengawasan terhadap seluruh kegiatan usahaternak yang dilakukan oleh Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon sehingga kegiatan
usaha dalam kelompok dapat terus berkembang dan berjalan dengan baik. Selain itu, Dinas Peternakan Jakarta Timur juga memberikan pembinaan dan bantuan
secara rutin seperti pemberian vaksin, kawin suntik inseminasi buatan, tes kesehatan atau pun pemberian bantuan berupa alat-alat produksi seperti milk can,
ember stainless, induk sapi dan lain sebagainya kepada Kelompok Usahatani Spai Perah Swadaya Pondok Ranggon yangdapat membantu peternak dalam
mengembangkan usaha dan meningkatkan pendapatannya. Bangsa
sapi perah
yang dipelihara oleh Kelompok Usahatani Sapi Perah
Swadaya Pondok Ranggon adalah bangsa sapi perah Fries Holland FH dengan warna bulu hitam putih, para peternak memilih sapi Fries Holland FH karena
menghasilkan produksi susu tertinggi apabila dibandingkan dengan jenis sapi perah lainnya Sudono, 1999. Jumlah peternak yang terdaftar menjadi anggota
pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon sampai saat ini yaitu berjumlah 25 orang.
5.3 Karakteristik Responden
Karakteristik responden pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dikategorikan berdasarkan kelompok jenis kelamin, usia, tingkat
35 pendidikan, dan lama pengalaman berternak. Karakteristik responden dianggap
penting karena dapat berpengaruh dalam setiap keputusan usaha yang dilakukan. Faktor-faktor tersebut dipilih sebagai karakteristik responden karena merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan yang diterima oleh peternak Suratiyah, 2008. Jumlah seluruh responden dalam penelitian adalah 25
orang yang merupakan keseluruhan anggota dari Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Karakteristik responden dalam penelitian
No Identitas
Jumlah orang Persentase
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 24
96 Perempuan
1 4
2 Usia tahun
20-40 11
44 40-60
4 16
60-80 10
40 3
Tingkat Pendidikan SD
2 8
SMP 3
12 SMA
12 48
Diploma 1
4 Perguruan Tinggi
7 28
4 Pengalaman Berternak
1-10 6
24 10-20
3 12
20 16
64
Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sebanyak 24 orang atau 96 responden adalah laki-laki, sedangkan satu orang atau 4 responden adalah
perempuan. Mayoritas responden penelitian adalah laki-laki karena perannya sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan
keluarga. Terdapat satu orang responden perempuan dalam penelitian karena menggantikan suaminya yang telah meninggal dunia untuk melakukan kegiatan
usaha sapi perah. Tingkat usia responden dalam penelitian berdasarkan Tabel 5.1 didominasi
oleh peternak dengan rentang usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 11 orang atau 44 responden dan empat orang responden dengan rentang usia 40-60 tahun atau
sebesar 16. Sisanya merupakan responden dengan rentang usia 60-80 tahun sebanyak 10 orang atau 40, usia tersebut bukan merupakan usia produktif untuk
melakukan usaha, usia produktif menurut Bappenas 2001 yaitu usia 15-64 tahun. Namun, karena tidak adanya regenerasi dari keturunan mereka yang ingin
36 melanjutkan usahanya, menyebabkan peternak tetap melakukan usahanya sendiri.
Kebanyakan anak-anak peternak lebih memilih bekerja di kantor dibandingkan menjadi peternak sapi perah.
Tingkat pendidikan responden dilihat berdasarkan pendidikan terakhir peternak, berdasarkan data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa tingkat
pendidikan peternak di Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon sudah cukup tinggi karena sebagian besar responden telah menempuh
pendidikan sampai ke tingkat Sekolah Menengah Atas SMA dan perguruan tinggi, yaitu sebanyak 12 orang atau 48 responden memiliki pendidikan terakhir
SMA dan sebanyak 7 orang atau 28 responden telah menempuh pendidikan perguruan tinggi.
Pengalaman berternak
memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan
peternak, peternak dengan pengalaman dan waktu berternak lebih lama lebih mudah dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan usahaternak
dibandingkan peternak pemula. Peternak anggota Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon pada umumnya memiliki pengalaman berternak yang
sudah cukup lama. Sebanyak 16 orang atau 64 peternak memiliki pengalaman berternak lebih dari 20 tahun, tiga orang peternak atau 12 memiliki pengalaman
berternak antara 10-20 tahun dan enam orang peternak atau 24 memiliki pengalaman
berternak antara
1-10 tahun.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Identifikasi Proses Terbentuknya Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
Proses terbentuknya Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dalam penelitian ini menentukan kekuatan kelompok yang terbentuk.
Data yang digunakan untuk menjawab tujuan ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara kepada 25 orang responden yang terdiri dari
seluruh anggota Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dan ketua kelompok sebagai key person atau informan kunci dalam memperoleh
informasi.
6.1.1 Analisis Aktor yang Berperan dalam Pembentukan Kelompok
Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada ketua kelompok sebagai informan kunci, terdapat dua aktor utama yang berperan dalam terbentuknya
Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon yaitu Dinas Peternakan Jakarta Timur dan peternak sapi perah yang mengalami relokasi ke
wilayah Pondok Ranggon. Peran dan keterlibatan masing-masing aktor dalam pembentukan kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 6.1 dibawah ini.
Tabel 6.1
Matriks identifikasi peran dan keterlibatan para aktor dalam pembentukan kelompok tani
No Aktor
Peran dan Keterlibatan 1
Dinas Peternakan Jakarta Timur
x Terbitnya SK Gubernur DKI No 300 tahun 1986 melalui Dinas Peternakan Jakarta Timur berperan dalam pembentukan
Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon x Dinas Peternakan Jakarta Timur secara rutin memberikan
bantuan sejak awal berdirinya kelompok hingga saat ini, baik berupa input usaha seperti induk sapi, milk can, karpet sapi,
vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan guna menunjang dan mengembangkan usahaternak yang dilakukan oleh kelompok.
x Melakukan pengawasan, pembinaan dan pelatihan kepada anggota kelompok agar produktivitas dan kualitas peternak dapat
meningkat. 2
Peternak sapi perah yang direlokasi ke
daerah Pondok Ranggon
Peternak yang direlokasi ke kawasan Pondok Ranggon dengan kesamaan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan hidup mereka, memutuskan bergabung ke dalam Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dengan
harapan dapat membantu meningkatkan pendapatan mereka.
Sumber: Data Primer
38 Berdasarkan Tabel 6.1 Dinas Peternakan Jakarta Timur sebagai aktor dalam
pembentukan kelompok memiliki peran dalam mewadahi terbentuknya Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon sebagai salah satu kelompok tani
yang resmi dan diakui keberadaannya oleh pemerintah. Selain itu, Dinas Peternakan Jakarta Timur berperan dalam melakukan pengawasan terhadap
kegiatan usahaternak kelompok serta memberikan pembinaan dan bantuan kepada peternak agar dapat mengembangkan usaha dan meningkatkan produktivitasnya.
Bantuan yang diberikan yaitu berupa input dan alat produksi seperti induk sapi, milkcan, karpet sapi, ember stainless, pemberian vaksinasi dan inseminasi buatan
serta pemeriksaan kesehatan yang dilakukan secara rutin dan berkala. Aktor lain yang berperan dalam pembentukan Kelompok Usahatani Sapi
Perah Swadaya Pondok Ranggon adalah para peternak sapi perah yang mengalami relokasi ke kawasan Pondok Ranggon. Para peternak dengan kesamaan motivasi
untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomi, bergabung ke dalam kelompok tani yang diwadahi oleh Dinas Peternakan Jakarta Timur bernama
Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan dan mengembangkan usahaternak mereka.
6.1.2 Analisis Motivasi Awal Pembentukan Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
Adanya kesamaan motivasi mendorong para peternak untuk bergabung membentuk sebuah kelompok tani. Semakin tinggi tingkat kesamaan motivasi
anggota dalam pembentukan kelompok semakin kuat kelembagaan yang terbentuk. Motivasi awal para peternak bergabung ke dalam kelompok tani diperoleh melalui
wawancara kepada peternak dan didapatkan hasil sebagai berikut.
Tabel 6.2 Motivasi awal bergabungnya peternak ke dalam kelompok tani
No Motivasi awal bergabung dalam kelompok
Jumlah orang Persentase
1 Motif ekonomi meningkatkan pendapatan
25 100
2 Meningkatan posisi tawar bargaining position
3 Kemudahan akses terhadap modal dan bantuan
lainnya Sumber: Data Primer
Tabel 6.2 menunjukkan bahwa sebanyak 25 orang atau 100 responden menjawab motivasi awal bergabung ke dalam kelompok tani karena motif
ekonomi untuk meningkatkan pendapatan. Para peternak berpendapat dengan bergabung ke dalam kelompok tani dapat membantu mengembangkan usaha dan
39 meningkatkan pendapatan mereka. Meningkatnya skala usaha atau posisi tawar
dan kemudahan akses dalam memperoleh modal serta bantuan merupakan salah satu peran kelompok dalam meningkatkan pendapatan yang menjadi motif utama
para peternak bergabung ke dalam kelompok. Tingginya kesamaan motivasi aktor bergabung dalam kelompok
menunjukkan bahwa Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memiliki kekuatan kelembagaan yang tinggi sehingga dapat menunjang
keberlanjutan kelompok. Selain itu, bergabung ke dalam kelompok dapat meningkatkan rasa kekeluargaan antar peternak sehingga kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan usahaternak dapat ditangani bersama sehingga lebih kecil peluang terjadinya kegagalan seperti yang selama ini sering dialami oleh peternak
individu.
6.1.3 Analisis Tingkat Kepentingan Aktor terhadap Kelompok dalam
Melaksanakan Kegiatan Usaha Sapi Perah
Tingkat kepentingan para peternak terhadap kelompok dalam melaksanakan kegiatan usaha sapi perah merupakan salah satu faktor yang menentukan kekuatan
kelompok, semakin tinggi tingkat kepentingan anggota terhadap kelompok semakin kuat kelompok yang terbentuk. Berdasarkan hasil penelitian didapat
tingkat kepentingan aktor terhadap kelompok dalam melaksanakan kegiatan usaha sapi perah sebagai berikut.
Tabel 6.3 Tingkat kepentingan aktor terhadap kelompok dalam melaksanakan kegiatan usaha sapi perah
No Tingkat Kepentingan
Jumlah orang Skor
Persentase 1
Tinggi Skor = 3 25
75 100
2 Sedang Skor = 2
3 Rendah Skor = 1
Jumlah 25
75 100
Sumber: Data Primer diolah
Tabel 6.3 menunjukkan bahwa sebanyak 25 orang atau 100 responden memiliki tingkat kepentingan yang tinggi terhadap kelompok, artinya sebanyak 25
orang peternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon menganggap bahwa kelompok berperan dalam membantu kegiatan usaha sapi
perah yang mereka jalankan dan tetap ingin terus bergabung menjadi anggota kelompok.