56 Tabel 6.11 Penerimaan anggota Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya
Pondok Ranggon dari hasil penjualan susu tahun 2014
No Res
Induk ekor
Harga jual
susu Rp
Penerimaan bulan Rp
Penerimaan harga min. 6rb
Rp No
Res Induk
ekor Harga
jual susu
Rp Penerimaan
bulan Rp Penerimaan
harga min. 6rb Rp
1 70
8000 103.200.000
103.200.000 15
3 4000
3.600.000 5.400.000
2 8
8000 12.000.000
12.000.000 16
44 5000
37.500.000 45.000.000
3 20
8000 24.000.000
24.000.000 17
34 5000
37.500.000 45.000.000
4 22
7000 31.500.000
31.500.000 18
165 6500
156.000.000 156.000.000
5 21
7000 35.700.000
35.700.000 19
23 6000
21.600.000 21.600.000
6 25
7000 37.800.000
37.800.000 20
96 8000
168.000.000 168.000.000
7 11
5000 12.000.000
14.400.000 21
15 6500
15.600.000 15.600.000
8 8
5000 10.200.000
12.240.000 22
21 5500
28.875.000 31.500.000
9 29
7000 39.900.000
39.900.000 23
37 6000
45.000.000 45.000.000
10 28
6000 37.800.000
37.800.000 24
30 5000
30.000.000 36.000.000
11 17
6000 23.400.000
23.400.000 25
10 5500
18.975.000 20.700.000
12 39
5500 49.500.000
54.000.000
Jlh
837 151500
1.053.150.000 1.103.940.000
13 32
5000 30.000.000
36.000.000
Rata- rata
33 6000
42.126.000 44.157.600
14 29
5000 43.500.000
52.200.000
Sumber: Data Primer diolah
Perhitungan penerimaan dari hasil penjualan susu secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 17. Berdasarkan Tabel 6.11, dapat dilihat bahwa harga jual
susu anggota Kelompok Usahatani Swadaya Pondok Ranggon berbeda masing- masing peternak sehingga mengakibatkan ketimpangan penerimaan antar anggota.
Hal ini disebabkan karena perbedaan kualitas susu yang dihasilkan dan pasar yang dimiliki masing-masing peternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya
Pondok Ranggon berbeda satu sama lain. Beberapa faktor penentu harga susu menurut Santosa 2009 dapat dikaji dari beberapa sudut pandang, yaitu dari
perilaku konsumen, kondisi usaha peternakan sapi perah rakyat dan IPS yang berkaitan dengan perdagangan global.
Ada pun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas susu antara lain adalah bangsa sapi, lama bunting, masa laktasi, besarnya sapi, estrus birahi,
umur, selang beranak, masa kering, frekuensi pemerahan serta makanan dan tata laksana pemeliharaan sapi perah yang dilakukan Sudono, 1999. Kualitas susu
juga ditentukan berdasarkan kadar mineral yang dikandungnya, konsentrasi mineral yang rendah dapat menurunkan bobot jenis air susu. Bobot jenis air susu
merupakan salah satu kriteria kualitas air susu yang sangat diperhatikan Toharmat, 1985.
Upaya kelompok untuk dapat meminimalisir ketimpangan penerimaan antar anggota adalah dengan memberikan penyuluhan dan pelatihan mengenai
pemeliharaan ternak sapi perah yang baik untuk menghasilkan susu dengan kualitas tinggi dengan biaya seminimal mungkin. Upaya tersebut diharapkan
dapat membantu para peternak meningkatkan harga jual susu per liternya,
57 sehingga dapat mengatasi ketimpangan penerimaan antar anggota serta
meningkatkan pendapatan kelompok. Tabel 6.11 menunjukkan total penerimaan real per bulan peternak anggota
Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dan penerimaan yang didapat apabila kelompok menetapkan harga Rp 6.000,00 sebagai harga penjualan
susu minimum per liternya. Harga susu minimum sebesar Rp 6.000,00 diperoleh berdasarkan rata-rata harga jual susu yang saat ini diterapkan oleh para peternak
Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon. Peningkatan pendapatan kelompok apabila menerapkan harga Rp 6.000,00 sebagai harga susu
minimum adalah sebesar Rp 50.790.000,00tahun pada tahun 2014.
6.4.2 Analisis Pendapatan Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
1. Biaya usahaternak sapi perah
Biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak sapi perah pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dibagi menjadi dua yaitu biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan alat, penyusutan kandang, penyusutan kendaraan, listrik dan PBB. Biaya variabel terdiri dari biaya
pakan, upah tenaga kerja, transportasi dan inseminasi buatan. Biaya obat-obatan dan vaksinasi yang dikeluarkan oleh peternak tidak
dihitung dalam komponen biaya karena merupakan bantuan dari Dinas Peternakan Jakarta Timur yang dihitung sebagai keuntungan atau pendapatan non tunai
karena bergabung dalam kelompok. Tabel 6.12 menyajikan komponen biaya dalam usahaternak sapi perah yang dilakukan di Kelompok Usahatani Sapi Perah
Swadaya Pondok Ranggon.
58 Tabel 6.12 Komponen biaya usahaternak di Kelompok Usahatani Sapi Perah
Swadaya Pondok Ranggon tahun 2014
Komponen Biaya Jumlah Rp
Persentase
Biaya Variabel
Pakan konsentrat, ampas tahu dan hijauan 4.150.686.500
57,8 Inseminasi buatan IB
76.560.000 1,1
Upah Tenaga Kerja 2.059.200.000
28,7 Transportasi
176.400.000 2,5
Jumlah Biaya Variabel 6.462.846.500
Biaya Tetap
Penyusutan Alat 7.690.988
0,1 Penyusutan Kandang
216.600.000 3,0
Penyusutan Kendaraan 283.389.824
3,9 Listrrik
179.400.000 2,5
PBB 25.200.000
0,4
Jumlah Biaya Tetap
712.280.812
Total Biaya 7.175.127.312
100 Sumber: Data Primer diolah
Perhitungan komponen biaya tetap dan variabel secara lengkap dapat dilihat pada lampiran skripsi. Berdasarkan data pada Tabel 6.12 biaya yang dikeluarkan
untuk pakan merupakan komponen biaya tertinggi dalam usaha sapi perah yaitu sebesar Rp 4.150.686.500,00 per tahun atau sebesar
57,8 dari keseluruhan biaya yang dibutuhkan dalam usahaternak sapi perah. Menurut Sudono 1999
persentase biaya produksi dalam peternakan sapi perah adalah sebesar 60-70 untuk kebutuhan pakan ternak, 20-30 untuk tenaga buruh dan 10 untuk obat-
obatan dan lainnya. Pemberian
pakan yang
baik akan
menghasilkan produksi susu yang baik sehingga pemberian pakan kepada hewan ternak sangat diperhatikan. Penggunaan
biaya terbesar kedua setelah pakan adalah upah untuk tenaga kerja yaitu sebesar Rp 2.059.200.000,00 per tahun atau sebesar 28,7 dari keseluruhan biaya yang
dikeluarkan dalam usahaternak sapi perah. Berdasarkan Tabel 6.12 diperoleh jumlah biaya tetap yang dikeluarkan oleh Kelompok Usahatani Sapi Perah
Swadaya Pondok Ranggon adalah sebesar Rp 712.280.812,00 per tahun dan biaya variabel sebesar Rp 6.462.846.500,00 per tahun sehingga diperoleh total biaya
sebesar Rp 7.175.127.312,00 pada tahun 2014.
2. Penerimaan usahaternak sapi perah
Penerimaan usahaternak sapi perah pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dibagi menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan
penerimaan non tunai. Penerimaan tunai terdiri dari penerimaan hasil penjualan susu dan penjualan ternak yaitu sapi jantan dewasa dan sapi induk afkir pada saat
59 Idul Fitri dan Idul Adha karena harganya yang tinggi. Penerimaan non tunai
didapat dari perubahan nilai ternak yang diperoleh selama setahun berdasarkan populasi ternak yang ada pada kelompok.
Perubahan nilai ternak diperoleh dari selisih jumlah populasi ternak akhir dengan populasi ternak awal, dengan cara mengalikan populasi yang ada dengan
harga jualnya. Tabel 6.13 menyajikan perhitungan perubahan nilai ternak selama setahun dalam Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
dengan asumsi harga 1 ekor sapi dewasa atau 1 ST adalah sebesar Rp 20.000.000,00 dan 0,5 ST adalah setengahnya yaitu Rp 10.000.000,00 dan
seterusnya berdasarkan satuan ternak. Tabel 6.13 Perubahan nilai ternak di Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya
Pondok Ranggon tahun 2014
Ternak Sapi Inventaris Ternak Awal
Inventaris Ternak Akhir Ekor
ST Jumlah Rp
Ekor ST
Jumlah Rp Pedet betina
lahir-11bulan 143
35,75 715.000.000
124 31,00
620.000.000 Pedet jantan
lahir-11bulan 71
17,75 355.000.000
67 16,75
335.000.000 Dara 1-2tahun
149 74,50
1.490.000.000 143
71,50 1.430.000.000
Jantan muda 1-2tahun
126 63,00
1260.000.000 71
35,50 710.000.000
Jantan dewasa 2tahun
100 100,00
2.000.000.000 126
126,00 2.520.000.000
Induk 2tahun 752
752,00 150.40.000.000
837 837,00
16.740.000.000 Jumlah
1.341 1043,00
20.860.000.000 1.368
1.117,75 22.355.000.000
Perubahan nilai ternak = jumlah ternak akhir – jumlah ternak awal =
Rp 1.495.000.000,00 Sumber: Data Primer diolah
Berdasarkan Tabel 6.13 maka diperoleh perubahan nilai ternak yang ada di Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dalam setahun yaitu
sebesar Rp 1.495.000.000,00. Komponen penerimaan usahaternak baik tunai dan non tunai pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
disajikan pada Tabel 6.14 di bawah ini. Tabel 6.14 Komponen penerimaan usahaternak di Kelompok Usahatani Sapi
Perah Swadaya Pondok Ranggon tahun 2014
Komponen Penerimaan Jumlah Rp
Persentase
Penerimaan tunai
Penjualan susu 12.637.800.000
74,5 Penjualan ternak
2.737.500.000 16,5
Total penerimaan tunai
15.375.300.000
Penerimaan non tunai
Perubahan nilai ternak 1.495.000.000
9
Total penerimaan 16.870.300.000
100 Sumber: Data Primer diolah
60 Perhitungan komponen penerimaan selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran skripsi. Tabel 6.14 menunjukkan bahwa penerimaan terbesar dalam usahaternak sapi perah adalah hasil dari penjualan susu yaitu sebesar Rp
12.637.800.000,00 atau sebesar 74,5 dari total penerimaan, penerimaan terbesar kedua berasal dari penjualan ternak sebesar Rp 2.737.500.000,00 atau 16,5 dari
penerimaan dan terakhir penerimaan non tunai dari perubahan nilai ternak selama setahun yaitu sebesar Rp 1.495.000.000,00 atau 9 dari total penerimaan.
3. Pendapatan usahaternak sapi perah
Pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan yang di dapat dari keseluruhan penerimaan baik tunai atau pun non tunai dengan total biaya yang
dikeluarkan meliputi biaya tetap dan biaya variabel dalam usahaternak. Pendapatan seluruh anggota Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok
Ranggon disajikan pada Tabel 6.15 dibawah ini. Tabel 6.15 Total pendapatan Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok
Ranggon tahun 2014
Uraian Jumlah Rp
Penerimaan
Tunai 15.375.300.000
Non tunai 1.495.000.000
Total penerimaan A 16.870.300.000
Biaya
Variabel 6.462.846.500
Tetap 712.280.812
Total Biaya B 7.175.127.312
Pendapatan A-B
9.695.172.668
Pendapatan non tunai 84.600.000
TOTAL PENDAPATAN 9.779.772.668
Sumber: Data Primer diolah
Perhitungan total pendapatan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 20. Berdasarkan Tabel 6.15, total pendapatan seluruh anggota pada Kelompok
Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp 9.779.772.668,00. Pendapatan diperoleh dari selisih total penerimaan dengan
biaya yang dikeluarkan ditambah dengan pendapatan non tunai yang didapat dari nilai biaya vaksinasi dan obat-obatan bantuan dari Dinas Peternakan Jakarta
Timur yang dihitung sebagai keutungan non tunai yang diterima oleh peternak karena bergabung dalam kelompok.
Tabel 6.15 menunjukkan bahwa usahaternak yang dilakukan oleh Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon menguntungkan karena memiliki
61 pendapatan lebih besar dari nol. Pendapatan per bulan dari hasil penjualan susu
untuk menentukan layak tidaknya pendapatan para peternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dapat dilihat pada Tabel 6.16.
Tabel 6.16 Pendapatan anggota Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dari hasil penjualan susu tahun 2014
No Responden
Total pendapatan bulan Rp No
Responden Total pendapatan bulan Rp
1 57.860.543
15 2.079.318
2 4.812.870
16 13.386.490
3 11.135.714
17 8.623.864
4 8.435.354
18 97.311.364
5 9.667.235
19 7.639.886
6 15.414.861
20 96.483.434
7 4.691.146
21 4.399.861
8 3.042.500
22 7.073.791
9 11.082.318
23 15.385.764
10 16.187.388
24 18.312.437
11 6.716.427
25 3.656.369
12 21.857.986
Jumlah 462.272.722
13 6.647.999
Rata- Rata
18.490.909 14
10.367.803 Sumber: Data Primer diolah
Berdasarkan Tabel
6.16 pendapatan
para peternak Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dari hasil penjualan susu dianalisis layak
atau tidaknya berdasarkan Upah Minimum Provinsi UMP DKI Jakarta tahun 2014 berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 1232013 yaitu sebesar Rp
2.441.000,00 per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu orang peternak yang memiliki pendapatan di bawah UMP atau dapat dikatakan tidak
layak yaitu Rp 2.079.318bulan. Hal ini dikarenakan usaha sapi perah bukan merupakan matapencaharian utama dari responden tersebut, responden tersebut
berternak sapi perah hanya untuk mengisi kegiatan dan bukan sebagai matapencaharian. Namun, secara keseluruhan para peternak pada Kelompok
Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memiliki pendapatan di atas UMP atau dapat dikatakan layak. Dapat terlihat pula berdasarkan pendapatan
peternak bahwa skala usaha pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon sudah cukup besar.
4. Rasio penerimaan dengan biaya RC Ratio
Rasio penerimaan dengan biaya digunakan untuk mengetahui nilai keuntungan usahaternak sapi perah yang dilakukan oleh Kelompok Usahatani
62 Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon. Tabel 6.17 menunjukkan hasil perhitungan
RC Ratio dari usahaternak yang dilakukan kelompok. Tabel 6.17 Rasio penerimaan dengan biaya usahaternak pada Kelompok
Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon tahun 2014
No Jenis Penerimaan
Penerimaan Total Biaya
RC Ratio 1
Total Penerimaan 16.870.300.000
7.175.127.312 2.4
2 Hanya dari penjualan susu
12.637.800.000 7.175.127.312
1,9 Sumber: Data Primer diolah
Perhitungan penerimaan dan biaya secara lengkap dapat dilihat pada lampiran skripsi. Berdasarkan Tabel 6.17 nilai rasio total penerimaan dengan total
biaya yang dikeluarkan dalam usahaternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon adalah sebesar 2,4. Nilai tersebut dapat diartikan
bahwa setiap satu rupiah yang digunakan untuk kegiatan usaha akan memberikan penerimaan sebesar Rp 2,4. Besarnya nilai RC Ratio dari total penerimaan
peternak karena pada perhitungan total penerimaan dimasukkan nilai penjualan ternak yang cukup besar nilainya. Hal ini dikarenakan para peternak biasa menjual
sapi jantan dan sapi induk afkir mereka pada Idul Fitri dan Idul Adha sehingga harga jualnya tinggi.
Peternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memiliki keuntungan yang besar karena telah memiliki skala usaha yang besar.
Menurut Santoso 2015, skala usaha yang semakin besar pada usaha peternakan sapi perah akan mendatangkan keuntungan yang semakin besar. Selain itu, para
peternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon dapat menjual secara langsung hasil produksi susu mereka kepada konsumen, tidak
seperti kelompok tani lainnya yang harus menjual susu hasil produksi kepada koperasi. Hal ini dikarenakan para peternak telah memiliki konsumennya masing-
masing yang mau membeli susu dengan harga lebih tinggi dibandingkan harga jual ke kelompok. Hal tersebut menjadikan keuntungan yang didapat oleh
peternak pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon menjadi lebih besar dibandingkan kelompok peternak sapi perah di tempat lain
yang menjual hasil produksi susunya kepada koperasi. Sedangkan nilai RC untuk penerimaan hanya dari penjualan susu adalah
sebesar 1,9. Hal ini menunjukkan bahwa peternak di dalam Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon tetap mendapat keuntungan walaupun
63 penerimaan hanya didapat dari hasil menjual susu. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa usahaternak sapi perah di Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memberikan keuntungan bagi para peternak dan
dapat terus dijalankan karena memiliki nilai RC Ratio 1.
6.4.3 Analisis Peran Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon terhadap Peningkatan Pendapatan Anggota
Peningkatan pendapatan peternak diperoleh dari biaya yang seharusnya mereka keluarkan untuk vaksinasi dan obat-obatan sebagai biaya produksi namun
karena tergabung ke dalam kelompok tani dengan kualitas kelembagaan yang baik dan diakui keberadaannya oleh pemerintah peternak anggota pada Kelompok
Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon mendapatkan bantuan berupa vaksinasi dan obat-obatan untuk menghindari sapi dari penyakit sehingga
produktivitas usaha dapat meningkat. Biaya yang seharusnya dikeluarkan peternak untuk obat-obatan dan
vaksinasi dalam penelitian digolongkan sebagai keuntungan atau pendapatan non tunai yaitu sebesar Rp 84.600.000,00 per tahun. Artinya tiap peternak
memperoleh rata-rata keuntungan sebesar Rp 3.384.000,00 per tahun karena tergabung ke dalam Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon berperan terhadap peningkatan pendapatan anggota yaitu
sebesar Rp 84.600.000,00 pada tahun 2014.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memiliki
kekuatan kelembagaan yang tinggi berdasarkan proses terbentuknya kelompok, sehingga dapat menunjang keberlanjutan kelompok.
2. Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memiliki
tingkat status keberlanjutan kelembagaan yang tinggi berdasarkan hasil analisis parameter yang telah ditentukan. Tingkat status keberlanjutan
kelompok yang tinggi menunjukkan bahwa pengelolaan kelembagaan yang ada pada kelompok sudah cukup baik.
3. Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon berperan dalam
membantu pemecahan masalah usahatani yang dihadapi anggota, memberikan kemudahan dalam memperoleh akses informasi, teknologi dan
permodalan serta efisiensi sumberdaya bagi anggota, hal ini menunjukkan bahwa Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon
memiliki kualitas kelembagaan yang baik. 4.
Pendapatan yang diperoleh oleh Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon pada tahun 2014 adalah sebesar Rp 9.779.772.668,00
dengan nilai RC Ratio total sebesar 2,4 dan nilai RC Ratio hanya dari penjualan susu sebesar 1,9. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa kegiatan
usaha sapi perah yang dilakukan Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon memberikan keuntungan sehingga dapat terus dijalankan.
Peran kelompok terhadap peningkatan pendapatan anggota yaitu sebesar Rp 84.600.000,00 pada tahun 2014. Nilai tersebut didapat dari biaya vaksinasi
dan obat-obatan yang seharusnya dikeluarkan oleh peternak sebagai biaya produksi namun karena mendapat bantuan dari kelompok biaya tersebut
digolongkan sebagai pendapatan non tunai peternak atau tiap peternak memperoleh rata-rata keuntungan sebesar Rp 3.384.000,00tahun pada tahun
2014 karena tergabung ke dalam kelompok.
66
7.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:
1. Perlunya dibuat ADART baru apabila ADART kelompok yang lama sudah
hilang atau rusak sehingga kelompok memiliki bukti legalitas secara tertulis yang diakui oleh pemerintah.
2. Pentingnya dibuat pencatatan atau recording yang lengkap terhadap
usahaternak yang dilakukan, pencatatan berfungsi untuk melakukan pengawasan usaha meliputi produksi susu, kesehatan sapi dan reproduksi
sapi. Dibutuhkan pula data yang berhubungan dengan manajemen usahaternak seperti data penjualan seperti susu dan ternak sapi, data
pembelian, transaksi keuangan dan populasi sapi perah yang selalu diperbaharui sesuai dengan keadaan di lapangan. Hal ini penting dalam
memperkirakan keuntungan peternak atau pun jika terdapat kerugian. 3.
Perlunya peningkatan standar harga penjualan susu per liternya oleh seluruh anggota kelompok sehingga dapat meningkatkan pendapatan kelompok
secara menyeluruh. Oleh sebab itu, diperlukan upaya kelompok untuk melakukan penyuluhan dan pelatihan mengenai bagaimana pemeliharaan
ternak sapi perah yang dapat menghasilkan kualitas susu tinggi dengan biaya produksi seminimal mungkin, serta pemberian motivasi untuk
meningkatkan harga jual susu sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak.
4. Perlunya dilakukan pengembangan kelompok tani pada Kelompok Usahatani Sapi Perah Swadaya Pondok Ranggon agar dapat terus
berkelanjutan dan berkembang menjadi kelompok tani yang lebih baik. Pengembangan kelompok tani berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No
82PermentanOT.14082013 dapat dilihat pada Lampiran 2.
DAFTAR PUSTAKA
Adina AP. 2012. Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota terhadap Peran Gapoktan Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten
Magelang [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Anantanyu S. 2008. Tipe Petani dan Strategi Pengembangan Kelembagaan
Kelompok Petani Kasus di Provinsi Jawa Tengah. M’POWER. 88:35-48. Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta ID:
PT Asdi Mahasatya. Aryani L. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani
Kacang Tanah Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa
Timur [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam
Peningkatan kesejahteraan. [Diskominfomas] Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Pemprov DKI
Jakarta. 2015. Kampung Pondok Ranggon. http:www.jakarta.go.id. diakses
pada 20 Maret 2015. Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, Sirait M. 2003. Kelembagaan dan Kebijakan
dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor ID: World Agroforestry Centre ICRAF.
Fonna S. 2012. Evaluasi Kinerja Kelompok Tani [skripsi]. Medan ID: Universitas Sumatera Utara.
Ina M. 2012. Persepsi Siswa terhadap Implementasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta [skripsi]. Yogyakarta
ID: Universitas Negri Yogyakarta. Kamiludin A. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di
Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
Kementerian Perindustrian. 2014. Pasokan Minim, Produsen Susu Tergantung Impor. Jakarta
Kementerian Pertanian. 2012. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan Ekonomi Petani.
Kementerian Pertanian. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta ID: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian
Pertanian RI. Malihatin H. 2012. Persepsi Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
Semarang tentang Blog sebagai Media Dakwah [skripsi]. Semarang ID: Institut Agama Islam Negeri IAIN Walisongo.