anak. Dari hasil penelitian diketahui bahwa asupan zat gizi relatif masih kurang. Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang tidak nyata
antara tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi kecuali pada zat gizi besi dan vitamin D. Terdapat hubungan nyata antara tingkat kecukupan zat gizi besi dan
vitamin D dengan status gizi balita melalui pengukuran BBU di kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Tella 2012, pada daerah Mapanget yang mengatakan bahwa hubungan pola makan dengan status gizi
sangat kuat. Asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses pertumbuhan anak dibarengi dengan pola makan yang baik dan
teratur yang perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan perkenalan jam- jam makan dan variasi makanan dapat membantu mengkoordinasikan kebutuhan
akan pola makan sehat pada anak.
Hasil penelitian Hendrayati et al 2013 menunjukkan dari jumlah sampel sebanyak 30 balita pada usia 24
– 59 bulan, tidak ada hubungan antara asupan energi dengan kejadian wasting p=0.061, tidak ada hubungan antara asupan
protein dengan kejadian wasting p=0.212, tidak ada hubungan antara asupan lemak dengan kejadian wasting p=0.261, ada hubungan antara asupan
karbohidrat dengan kejadian wasting p=0.04. Secara umum asupan makanan tidak mempengaruhi kejadian wasting pada anak balita di Kecamatan
Marioriwawo Kabupaten Soppeng, Makasar.
Menurut penelitian Bahmat et al 2012, ada hubungan yang signifikan antara asupan seng dan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di
Kepulauan Nusa Tenggara. Ada hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dan kejadian stunting pada bayi 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara. Tidak
ada hubungan yang signifikan antara asupan vitamin A dan kejadian stunting pada bayi 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara. Seng dan Zat Besi merupakan
Tabel 4.5 Hubungan variabel independen dengan status gizi balita BBU usia 24-59 bulan di posyandu kelapa gading dan sukapura Jakarta Utara.
Parameter Signifikansi
Odd Ratio Pengetahuan Gizi Ibu
Biaya Pengeluaran Pangan Zat Gizi Energi
Zat Gizi Protein Zat Gizi Lemak
Zat Gizi Karbohidrat Zat Gizi Besi
Zat Gizi Kalsium Zat Gizi Fosfor
Zat Gizi Vitamin A Zat Gizi Vitamin C
Zat Gizi Vitamin D Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu 0.012
0.024 0.314
0.690 0.584
0.584 0.010
0.205 0.434
1 0.124
0.024 0.000
0.721 0.099
0.118 1.667
1.376 1.350
0.741 0.246
0.435 0.663
1 0.373
0.118 0.032
0.774
variabel yang paling kuat mempengaruhi kejadian stunting pada bayi 24-59 bulan di Kepulauan Nusa Tenggara.
4.3.4 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita BBU
Menurut Salimar et al 2009, keluarga dengan ibu berpendidikan lebih tinggi
≥ SLTA mempunyai peluang 1.405 kali memiliki anak balita dengan total asupan energi yang cukup dibandingkan dengan ibu berpendidikan rendah
SLTA. Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan ibu dengan status gizi balita melalui pengukuran BBU di
kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5. Hasil penelitian Tuankotta 2012, menunjukkan adanya hubungan
berbeda secara bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan kecukupan total asupan energi pada anak usia 24-59 bulan, dimana terdapat peluang anak dari ibu
dengan tingkat pendidikan tinggi sebesar 1.968 kali terhadap kecukupan total asupan energi dibandingkan anak dari ibu dengan tingkat pendidikan rendah.
Dengan kata lain anak dari ibu dengan tingkat pendidikan tinggi berpeluang lebih besar untuk mendapatkan kecukupan total asupan energi dibandingkan anak dari
ibu dengan tingkat pendidikan rendah.
4.3.5 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Balita BBU
Hasil uji korelasi Chi-square menunjukkan terdapat hubungan yang tidak nyata p 0.05 antara pekerjaan ibu dengan status kesehatan balita melalui
pengukuran BBU pada kedua wilayah posyandu pada selang kepercayaan 95. Data dapat dilihat pada Tabel 4.5. Hasil penelitian Zahroh 2012 pada wilayah
kerja puskesmas Kecamatan Ciputat Timur menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan gizi ibu tentang gizi buruk adalah
pendidikan p=0.000; r=0.761, umur p=0.024; r=0.254, pekerjaan p=0.000; r= -0.436, pendapatan p=0.004; r=0.323, sedangkan faktor yang tidak
berhubungan dengan pengetahuan ibu tentang gizi buruk adalah pengalaman p=0.343.
4.4 Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Status Gizi
Analisis faktor-faktor yang memengaruhi status gizi anak balita pada keluarga dilakukan dengan uji regresi logistik. Berdasarkan hasil uji kolerasi Chi-
square diperoleh lima variabel yang memiliki hubungan dengan status gizi balita BBU yaitu: 1 tingkat pengetahuan gizi ibu, 2 biaya pengeluaran pangan, 3
tingkat kecukupan zat gizi besi, 4 tingkat kecukupan zat gizi vitamin D dan 5 pendidikan ibu. Dari persamaan model diperoleh koefisien determinasi R
2
sebesar 0.195. Hal ini berarti 19.5 faktor-faktor yang memengaruhi status gizi anak balita melalui pengukuran BBU dapat dijelaskan oleh lima variabel tersebut
yang memiliki hubungan, sedangkan sisanya 80.5 dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diukur seperti misalnya kelengkapan pemberian air susu ibu ASI
saat balita berusia kurang dari dua tahun, makanan pendamping air susu ibu MP ASI, kelengkapan imunisasi, dan kebiasaan tidur siang balita.
5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka didapat kesimpulan: t
erdapat perbedaan yang nyata P 0.05 pada status gizi balita berdasarkan pengukuran BBU antara Posyandu Kelapa Gading dan Sukapura.
Terdapat hubungan yang nyata P 0.05 antara pengetahuan gizi ibu, biaya pengeluaran pangan, asupan besi, asupan vitamin D, dan pendidikan ibu dengan
status gizi balita; Asupan zat gizi energi, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin C, dan pekerjaan ibu tidak berhubungan P 0.05
dengan status gizi balita. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi BBU anak balita pada kedua wilayah posyandu yaitu tingkat pengetahuan gizi
ibu, biaya pengeluaran pangan, tingkat kecukupan zat gizi, dan pendidikan ibu. Variabel independen mempengaruhi sebesar 19.5 status gizi balita pada kedua
wilayah posyandu.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka disarankan untuk mengukur penggunaan energi pada balita dikedua wilayah posyandu.