Kecenderungan Harga Beras di Jawa Barat

Kedua model tersebut sudah memenuhi kriteria model terbaik sehingga dilakukan perbandingan terhadap MSE Mean Squared Error untuk memilih model yang paling baik diantara model alternatifnya. Model ARIMA 2,1,1 merupakan model yang akan digunakan karena mempunyai nilai MSE yang paling kecil diantara model alternatifnya yaitu 123 773. Kriteria model terbaik yang dipenuhi oleh model ARIMA 2,1,1, yaitu: 1. Model Parsimonious, model tentatif yang diperoleh yaitu model ARIMA 2,1,1 sudah menunjukkan bentuk paling sederhana. 2. Banyaknya parameter yang signifikan, hal ini ditunjukkan pada hasil estimasi output dimana p-value koefisien kurang dari 0.05 taraf nyata. 3. Kondisi invertibilitas, ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR dan MA dimana masing-masingnya harus kurang dari 1. Dari hasil estimasi output jumlah koefisien AR adalah -0.0510 dan jumlah koefisien MA adalah -0.6830. 4. Proses iterasi yang konvergen, hal ini ditunjukkan dari pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010 pada hasil estimasi. 5. Residual atau error peramalan bersifat acak, ditunjukkan oleh indikator Box- Ljung Statistic yang lebih besar dari 0.05 taraf nyata. 6. Model memiliki MSE sebesar 218 770 yang relatif kecil dibandingkan dengan model tentatif alternatifnya. Tabel 14 Hasil peramalan harga gula pasir model ARIMA 2,1,1 Tahun Bulan Harga Rpkg Perubahan Harga 2013 Januari 11 595.60 -0.009 Februari 11 440.00 -1.342 Maret 11 593.20 1.339 April 11 533.00 -0.519 Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 11 720.40 11 692.20 11 882.30 11 868.80 12 053.70 12 049.80 12 227.90 12 231.70 1.625 -0.241 1.626 -0.114 1.558 -0.032 1.478 0.031 Rata-rata perubahan harga 0.450 Keterangan: Perubahan harga tehadap harga Desember 2012 Berdasarkan kriteria model terbaik tersebut maka akan dilakukan peramalan time series harga kedelai menggunakan model ARIMA 2,1,1. Peramalan ini dilakukan untuk menganalisis kecenderungan harga gula selama dua belas bulan tahun 2013. Hasil peramalan dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil peramalan terhadap harga gula pasir selama tahun 2013 cenderung berfluktuasi namun dengan selisih harga antar bulan yang relatif kecil. Gula pasir diprediksi mengalami rata-rata perubahan harga per bulan yang positif yaitu sebesar 0.450, sehingga memiliki kecenderungan yang meningkat. Perubahan harga gula pasir yang fluktuatif dan meningkat ini diduga terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan penduduk Jawa Barat yang tinggi dengan keterbatasan produksi gula di Jawa Barat. Keterbatasan produksi terjadi karena tren produksi dalam negeri yang semakin menurun, seiring dengan menurunnya kinerja dan jumlah pabrik gula yang beroperasi Kiha 2012. Produksi gula Jawa Barat hanya mampu memenuhi sekitar 30 dari kebutuhan penduduknya Tabel 8, sedangkan sisanya diperoleh dari daerah lain yaitu Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan impor KPPU 2010. VII PENGARUH FLUKTUASI HARGA KOMODITAS PANGANTERHADAP INFLASI DI JAWA BARAT

7.1 Pengujian Praestimasi Model VAR

Vector Autoregression Pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat dianalisis menggunakan model Vector Autoregression VAR. Sebelum mengestimasi model VAR, terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan, yaitu: 1 uji stasioneritas data; 2 penentuan lag optimal; 3 uji kestabilan model VAR; dan 4 uji kointegrasi. Dalam melakukan analisis model VAR, hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan uji stasioneritas pada variabel yang digunakan. Pengujian stasioneritas didasarkan pada Augmented Dickey-Fuller ADF test menggunakan taraf nyata 5. Pengambilan keputusan untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak adalah dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya. Nilai absolut statistik ADF yang lebih besar daripada nilai kritisnya menunjukkan data yang diamati stasioner, sebaliknya jika nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hasil pengujian stasioneritas variabel menggunakan ADF test ditampilkan pada Tabel 15. Tabel 15 Uji stasioneritas variabel Variabel Level First Difference Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5 Nilai ADF Nilai Kritis MacKinnon 5 Ln_IHKJB -0.039970 -2.928142 -5.609518 -2.928142 Ln_BERAS -1.166515 -2.926622 -5.049726 -2.926622 Ln_GULA -2.633841 -2.929734 -4.015894 -2.929734 Ln_KEDELAI -2.896847 -2.925169 -9.419477 -2.926622 Keterangan: stasioner pada taraf 5 Hasil Uji ADF menunjukkan bahwa pada tingkat level semua variabel memiliki nilai absolut ADF lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon pada taraf 5. Hal ini menunjukkan bahwa pada tingkat level semua variabel yang akan dianalisis belum stasioner, sehingga perlu dilakukan proses pembedaan pertama first differencing. Hasil uji ADF pada tingkat first difference menunjukkan nilai absolut ADF semua variabel yang dianalisis lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf 5. Hal ini menunjukkan semua variabel telah stasioner pada tingkat first difference. Setelah melakukan uji stasioneritas, maka tahapan analisis model VAR selanjutnya adalah penentuan lag optimal. Penentuan lag optimal dapat menggunakan kriteria nilai Akaike Information Criteria AIC maupun Schwarz information Criterion SC. Berdasarkan kriteria AIC, lag optimal yang disarankan adalah lag ke-7 dan berdasarkan kriteria SC adalah lag ke-0 Tabel 15. Penentuan lag optimal yang terlalu panjang akan membuang derajat kebebasan, sementara lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi model yang salah Gujarati 2003. Dengan mempertimbangkan hal itu, penelitian ini tidak memilih lag optimal berdasarkan kedua kriteria tersebut. Penelitian ini menetapkan penggunaan lag optimal ke-3 untuk dapat lebih baik mencakup dinamika variabel. Tabel 16 Hasil penetapan lag optimal Lag LogL LR FPE AIC SC HQ 369.859 NA 1.34e-13 -18.293 -18.124 -18.232 1 381.649 20.633 1.66e-13 -18.082 -17.238 -17.777 2 397.946 25.261 1.68e-13 -18.097 -16.577 -17.548 3 414.617 22.505 1.73e-13 -18.131 -15.935 -17.337 4 427.655 14.994 2.29e-13 -17.983 -15.112 -16.945 5 451.317 22.479 1.98e-13 -18.366 -14.819 -17.083 6 468.917 13.200 2.72e-13 -18.449 -14.224 -16.919 7 499.027 16.560 2.65e-13 -19.151 -14.254 -17.380 Keterangan: lag optimal yang disarankan Langkah berikutnya adalah menguji kestabilan model VAR. Uji kestabilan model VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristics polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil. Kestabilan model VAR tersebut membuat Impuls Response Functions IRF dan Forecast Error Variance Decomposition FEVD yang dihasilkan telah dianggap valid. Uji ini menunjukkan bahwa model VAR telah stabil pada lag optimalnya yaitu lagke-3, dimana semua nilai modulusnya kurang dari satu. Hasil pengujian stabilitas model VAR dapat dilihat pada Lampiran 7.