Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya terhadap Inflasi di Jawa Barat

(1)

ANALISIS FLUKTUASI HARGA KOMODITAS PANGAN

DAN PENGARUHNYA TERHADAP INFLASI

DI JAWA BARAT

LIA NUR ALIA RAHMAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya terhadap Inflasi di Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013 Lia Nur Alia Rahmah NIM H44090016


(4)

LIA NUR ALIA RAHMAH. Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya Terhadap Inflasi di Jawa Barat. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Pangan merupakan hal yang strategis karena merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan disebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pentingnya pangan tidak terlepas dari konsep ketahanan pangan. Arifin (2007) menyebutkan bahwa konsep ketahanan pangan memiliki tiga dimensi yang saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, dan stabilitas harga pangan. Oleh karena itu, ketersediaan pangan tidak hanya dilihat dari aspek keterjangkauan secara fisik saja, tapi juga dari aspek sosial dan ekonomi yaitu adanya stabilitas harga pangan dan keterjangkauan harga pangan oleh daya beli masyarakat.

Untuk mencapai kestabilan harga pangan, diperlukan suatu upaya untuk memperkecil tingkat fluktuasi harga pangan. Namun hal ini tidaklah mudah karena pangan merupakan hasil dari produksi pertanian yang memiliki karakteristik khusus. Penawaran dan permintaan hasil dari produksi pertanian bersifat tidak elastis. Sifat ini menyebabkan perubahan yang sangat besar atas tingkat harga apabila permintaan atau penawaran mengalami perubahan (Firdaus 2009).

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Barat (2012) jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai 43.8 juta jiwa dengan rumah tangga sebanyak 11.8 juta. Jumlah penduduk yang besar tersebut membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup agar stabilitas harga pangan dapat terjaga. Berdasarkan data BPS Jawa Barat (2013), kontribusi inflasi kelompok bahan makanan terhadap inflasi umum di Jawa Barat merupakan yang terbesar yaitu mencapai 0.93% pada tahun 2011 dan 1.43% pada tahun 2012. Besarnya kontribusi harga pangan terhadap inflasi di Jawa Barat dapat berdampak terhadap perekonomian daerah sehingga perlu dikaji lebih mendalam.

Penelitian ini menganalisis harga dari tiga komoditas pangan utama yaitu

beras, kedelai, dan gula pasir. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1) Menjelaskan perkembangan harga komoditas pangan di Jawa Barat; 2) Menganalisis kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang di

Jawa Barat dan; 3) Menganalisis pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari Januari 2009 hingga Desember 2012. Perkembangan harga komoditas pangan dijelaskan menggunakan analisis deskriptif. Kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang dianalisis menggunakan metode peramalan time series ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) dengan perangkat lunak Minitab14. Adapun pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan dianalisis menngunakan model VAR (Vector Autoregression) dengan perangkat lunak Eviews6.


(5)

musiman, harga kedelai memiliki pergerakan fluktuatif, dan harga gula pasir memiliki tren yang meningkat. Dibandingkan dengan harga nasional, harga ketiga komoditas pangan yang dianalisis menunjukkan tingkat harga yang relatif lebih rendah.

Sementara itu, hasil dari analisis kecenderungan harga komoditas pangan di Jawa Barat menunjukkan bahwa selama dua belas periode ke depan (tahun 2013), harga beras dan kedelai di cenderung meningkat sementara itu harga gula pasir berfluktuasi dengan rentang harga yang relatif kecil. Laju perubahan harga beras pada periode tersebut diprediksi sebesar 1.420%, kedelai 0.238%, dan gula pasir 0.450%.

Adapun hasil dari analisis pengaruh harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat menunjukkan ketiga komoditas pangan yang dianalisis berpengaruh positif terhadap IHK Jawa Barat dalam jangka panjang. Analisis IRF (Impulse Response Function) menunjukkan bahwa dalam jangka panjang ketika terjadi guncangan harga komoditas pangan sebesar satu standar deviasi maka akan direspon positif oleh IHK Jawa Barat, responnya terus mengalami peningkatan dan tidak mendekati suatu titik keseimbangan. Hasil analisis FEVD (Forecast Error Variance Decomposition) menunjukkan harga komoditas pangan yang memiliki kontribusi dalam menjelaskan keragaman inflasi di Jawa Barat dari yang paling tinggi ke paling rendah adalah gula pasir, beras, dan kedelai.


(6)

ABSTRAK

LIA NUR ALIA RAHMAH. Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya Terhadap Inflasi di Jawa Barat. Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Jumlah penduduk yang besar tersebut membutuhkan ketersediaan pangan yang cukup agar stabilitas harga pangan dapat terjaga. Berdasarkan data BPS Jawa Barat (2013), kontribusi inflasi kelompok bahan makanan terhadap inflasi umum di Jawa Barat merupakan yang terbesar yaitu mencapai 0.93% pada tahun 2011 dan 1.43% pada tahun 2012. Oleh karena itu, harga pangan menjadi isu yang penting di Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis harga dari tiga komoditas pangan utama yaitu beras, kedelai, dan gula pasir. Data yang digunakan adalah data time series bulanan dari Januari 2009 hingga Desember 2012. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1) Menjelaskan perkembangan

harga komoditas pangan di Jawa Barat menggunakan analisis deskriptif; 2) Menganalisis kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang di

Jawa Barat menggunakan metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) dan; 3) Menganalisis pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat menggunakan model VAR (Vector Autoregression). Hasil dari analisis deskriptif menunjukkan bahwa selama tahun 2009-2012 harga beras, kedelai dan gula pasir memiliki kecenderungan yang meningkat. Analisis kecenderungan harga komoditas pangan menunjukkan bahwa selama dua belas periode ke depan (tahun 2013), harga beras dan kedelai cenderung meningkat sementara itu harga gula pasir berfluktuasi dengan rentang harga yang relatif kecil. Analisis IRF (Impulse Response Function) menunjukkan pada jangka panjang, respon Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Barat terhadap guncangan harga komoditas pangan terus mengalami peningkatan. Analisis FEVD (Forecast Error Variance Decomposition) menunjukkan bahwa harga gula pasir berkontribusi paling besar dalam menjelaskan keragaman inflasi di Jawa Barat, kemudian diikuti oleh harga beras, dan harga kedelai.


(7)

ABSTRACT

LIA NUR ALIA RAHMAH. Analysis of Food Commodity Price Fluctuation and Its Effects on Inflation in West Java. Supervised by ADI HADIANTO.

West Java is the most populous province in Indonesia. That large population need the availability of sufficient food to achieve food price stability. Based on data from BPS Jawa Barat (2013), the contribution of food inflation to general inflation in West Java is the largest, in 2011 reached 0.93% and in 2012 reached 1.43%. Therefore, the price of food is an important issue in West Java. This study analyzes the prices of three main food commodities, namely rice, soybeans, and sugar. The data used are monthly time series data from January 2009 to December 2012. The objectives of this study are: 1) to describe the development of food commodity prices in West Java using descriptive analysis; 2) to analyze trends in food commodity prices in the future in West Java using ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) method and; 3) to analyze the effects of food commodity price fluctuations on inflation in West Java using VAR (Vector Autoregression) model. The results of descriptive analysis show that in 2009-2012 the price of rice, soybeans, and sugar have an upward trend. Trend analysis of food commodity price shows that during the next twelve period (in 2013), the price of rice and soybeans are likely to increase while the price of sugar fluctuates with the price difference relatively small. The IRF (Impulse Response Functions) analysis shows that in the long term, the response of Consumer Price Index (CPI) of West Java towards shocks in food commodity prices continues to increase. The FEVD (Forecast Error Variance Decomposition) analysis shows that the price of sugar contributes the most in explaining the variability of inflation in West Java, followed by rice, and soybean prices.


(8)

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

ANALISIS FLUKTUASI HARGA KOMODITAS PANGAN

DAN PENGARUHNYA TERHADAP INFLASI

DI JAWA BARAT

LIA NUR ALIA RAHMAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(10)

(11)

NIM : H44090016

Disetujui oleh

Nセ@

Adi Hadi nto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh


(12)

Judul Skripsi : Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya terhadap Inflasi di Jawa Barat

Nama : Lia Nur Alia Rahmah NIM : H44090016

Disetujui oleh

Adi Hadianto, SP, M.Si Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Ketua Departemen


(13)

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Fluktuasi Harga Komoditas Pangan dan Pengaruhnya terhadap Inflasi di Jawa Barat”. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

 Kedua orang tua tercinta yaitu Drs. Etom Rustaman dan Yetti Rauf, beserta kedua saudara Egi Maibella dan Mohammad Ichsan yang selalu memberikan didikan, doa, kasih sayang, dan perhatiannya.

 Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

 Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga MA selaku dosen penguji utama dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si selaku dosen perwakilan departemen yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan skripsi ini.  Kantor BKP Jawa Barat, BPS Jawa Barat, BPS Pusat, PSEKP, dan

Kementerian Pertanian yang telah membantu selama pengumpulan data.  Keluarga besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan FEM

IPB khususnya dosen-dosen ESL dan rekan-rekan ESL 46 atas semua arahan, masukan, dan bantuannya.

 Sahabat terdekat yaitu Chintia, Aulia, Pipit, Wina, Dita, Nur dan teman-teman satu bimbingan Abida, Susan, dan Fajar yang selalu memberikan bantuan dan semangat.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, sehingga segala saran dan kritik penulis terima.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan para pembaca.

Bogor, Agustus 2013


(15)

(16)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR . ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pangan ... 8

2.2 Inflasi ... 9

2.3 Keterkaitan Harga Komoditas dan Inflasi ... 11

2.4 Metode Peramalan Time Series ... 12

2.5 Penelitan Terdahulu ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 16

3.1.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran ... 16

3.1.2 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian ... 17

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 19

IV METODE PENELITIAN ... 21

4.1 Jenis dan Sumber Data ... 21

4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 21

4.2.1 Analisis Deskriptif ... 21

4.2.2 Peramalan Time Series ARIMA ... 22

4.2.3 Model VAR ... 26

4.3 Hipotesis Penelitian ... 31

V PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS PANGAN DI JAWA BARAT ... 32


(17)

5.2 Perkembangan Harga Kedelai di Jawa Barat ... 36

5.3 Perkembangan Harga Gula Pasir di Jawa Barat ... 39

VI KECENDERUNGAN HARGA KOMODITAS PANGAN DI JAWA BARAT... 42

6.1 Kecenderungan Harga Beras di Jawa Barat ... 42

6.2 Kecenderungan Harga Kedelai di Jawa Barat ... 45

6.3 Kecenderungan Harga Gula Pasir di Jawa Barat ... 48

VII PENGARUH FLUKTUASI HARGA KOMODITAS PANGAN TERHADAP INFLASI DI JAWA BARAT... 51

7.1 Pengujian Praestimasi Model VAR ... 51

7.2 Estimasi VECM ... 53

7.3 Analisis IRF ... 56

7.4 Analisis FEVD ... 58

VIII SIMPULAN DAN SARAN ... 61

8.1 Simpulan ... 61

8.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

LAMPIRAN ... 66


(18)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Indikator konsumsi Indonesia terpilih tahun 2008-2012 ... 1

2 Indeks umum, inti, harga yang diatur pemerintah, dan barang bergejolak inflasi Indonesia tahun 2009-2012 ... 3

3 Inflasi Jawa Barat menurut kelompok pengeluaran ... 4

4 Laju perubahan dan koefisien keragaman harga komoditas pangan tahun 2009-2012 ... 32

5 Pendugaan produksi dan konsumsi beras di Jawa Barat tahun 2009-2012 ... 36

6 Pendugaan produksi dan konsumsi kedelai di Jawa Barat tahun 2009-2012 ... 37

7 Produksi gula pasir di Pulau Jawa tahun 2007-2012... 40

8 Pendugaan produksi dan konsumsi gula pasir di Jawa Barat tahun 2009-2012 ... 40

9 Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga beras ... 43

10 Hasil peramalan harga beras model SARIMA (0,0,2)(1,1,1)12 ... 44

11 Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga kedelai ... 46

12 Hasil peramalan harga kedelai model ARIMA (3,1,0)... 47

13 Kriteria model ARIMA pada peramalan harga gula pasir ... 48

14 Hasil peramalan harga gula pasir model ARIMA (2,1,1)... 49

15 Uji stasioneritas variabel... 51

16 Hasil penetapan lag optimal ... 52

17 Hasil johansen cointegration test ... 53

18 Hasil estimasi VECM ... 54

19 Hasil analisis impulse response functions ... 58


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Penentuan harga pada keseimbangan permintaan dan penawaran ... 16

2 Fluktuasi harga komoditas pertanian karena perubahan penawaran ... 18

3 Fluktuasi harga komoditas pertanian karena perubahan permintaan ... 19

4 Skema kerangka pemikiran operasional ... 20

5 Perkembangan harga beras di Jawa Barat periode Januari 2009- Desember 2012 ... 33

6 Perkembangan harga beras di Jawa Barat dan beberapa sentra produksi Jawa Barat periode Januari 2010-Desember 2012 ... 34

7 Perkembangan harga beras di Jawa Barat dan Nasional periode Januari 2009-Desember 2012 ... 35

8 Perkembangan harga kedelai di Jawa Barat periode Januari 2009-Desember 2012 ... 36

9 Perkembangan harga kedelai di Jawa Barat dan Nasional periode Januari 2009-Desember 2012 ... 38

10 Perkembangan harga gula pasir di Jawa Barat periode Januari 2009-Desember 2012 ... 39

11 Perkembangan harga gula Pasir di Jawa Barat dan Nasional periode Januari 2009-Desember 2012... 41


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Indeks Harga Konsumen (IHK) umum dan harga komoditas pangan di

Jawa Barat ... 67

2 Uji stasioneritas pada tingkat level... 68

3 Uji stasioneritas pada tingkat pembedaan pertama ... 69

4 Plot ACF dan PACF pada first difference ... 70

5 Hasil peramalan ARIMA ... 71

6 Hasil penetapan lag optimal ... 75

7 Uji stabilitas model VAR ... 75

8 Uji kointegrasi ... 76

9 Hasil estimasi VECM ... 78

10 Hasil analisis impulse response function ... 80


(21)

(22)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan hal yang strategis karena merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Pangan merupakan bagian penting dalam hak asasi manusia seperti tercantum dalam Universal Declaration of Human Right tahun 1948 pasal 25 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan juga disebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap pangan masih cukup besar. Berdasarkan indikator konsumsi terpilih tahun 2008 hingga tahun 2012, proporsi pengeluaran rumahtangga untuk makanan cukup dominan yaitu sekitar 50% (BPS 2013a). Menurut Arifin (2005), semakin besar pangsa pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan maka semakin rendah ketahanan pangan rumah tangga yang bersangkutan. Data indikator konsumsi Indonesia terpilih dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Indikator konsumsi Indonesia terpilih tahun 2008-2012

Indikator Terpilih 2008 2009 2010 2011 2012

1. Persentase pengeluaran rumahtangga untuk makanan

50.17 50.62 51.43 48.96 49.40 2. Persentase pengeluaran

rumahtangga untuk bukan makanan

49.83 49.38 48.57 51.04 50.60

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013a

Pentingnya pangan tidak terlepas dari konsep ketahanan pangan. Arifin (2007) menyebutkan bahwa konsep ketahanan pangan memiliki tiga dimensi yang saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan, aksesibilitas masyarakat terhadap pangan, dan stabilitas harga pangan. Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan, ketersediaan pangan saja tidak cukup. Ketersediaan pangan juga harus


(23)

disertai dengan kondisi harga yang stabil dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan. Hal ini sesuai dengan hasil FAO World Food Summit tahun 2009 bahwa ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi ketika semua orang, setiap saat memiliki akses fisik, sosial dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan makanan mereka dan diutamakan makanan untuk hidup aktif dan sehat (Bapennas 2010). Oleh karena itu, ketersediaan pangan tidak hanya dilihat dari aspek keterjangkauan secara fisik saja, tapi juga dari aspek sosial dan ekonomi yaitu adanya stabilitas harga pangan dan keterjangkauan harga pangan oleh daya beli masyarakat.

Untuk mencapai kestabilan harga pangan, diperlukan suatu upaya untuk memperkecil tingkat fluktuasi harga pangan. Namun hal ini tidaklah mudah karena pangan merupakan hasil dari produksi pertanian yang memiliki karakteristik khusus. Penawaran dan permintaan hasil dari produksi pertanian bersifat tidak elastis. Sifat ini menyebabkan perubahan yang sangat besar atas tingkat harga apabila permintaan atau penawaran mengalami perubahan (Firdaus 2009).

Anindita (2008) menyatakan bahwa harga produk pertanian relatif fluktuatif karena memiliki beberapa sifat, yaitu: (1) Keadaan biologi di lingkungan pertanian, seperti hama, penyakit, dan iklim; (2) Adanya time lags ketika keputusan dalam menggunakan input dan menjual output; (3) Keadaan pasar, khususnya struktur pasar; dan (4) Dampak dari institusi, seperti Bulog, dan komitmen perdagangan. Selain itu Arifin (2005) menyebutkan bahwa fluktuasi harga pangan dan komoditas pertanian umumnya terjadi antarwaktu karena pengaruh iklim dan cuaca (seasonal variations), serta perbedaan waktu tanam dan waktu panen yang berkisar tiga bulan atau lebih. Fluktuasi harga juga terjadi karena pengaruh lokasi dan wilayah produksi dan konsumsi.

Harga pangan yang bersifat fluktuatif ini menimbulkan berbagai dampak. Bagi produsen, harga pangan yang sangat fluktuatif akan menyulitkan prediksi bisnis baik dalam perhitungan rugi laba maupun manajemen risiko. Harga yang demikian seringkali hanya menguntungkan para spekulan terutama para pedagang yang mampu mengelola stok secara baik dan cermat (Kementan 2012). Dampak dari fluktuasi harga pangan tersebut tidak hanya dirasakan oleh produsen pangan,


(24)

tetapi juga oleh konsumen industri. Konsumen industri memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan baku dalam proses produksi. Hal ini menjadi perhatian karena komoditas pangan seringkali menjadi bahan baku pada industri pengolahan.

Selain itu, fluktuasi harga pangan menjadi hal yang penting karena dapat berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat. Peningkatan harga suatu komoditas menyebabkan pendapatan riil turun, sehingga pembeli mengurangi pembelian (Sugiarto et al. 2007). Menurunnya daya beli masyarakat ini menghambat masyarakat dalam mengakses kebutuhan pangan. Apabila hal ini terjadi maka kesejahteraan masyarakat akan berkurang.

Fluktuasi harga pangan juga memberikan pengaruh yang luas terhadap perkonomian makro, yaitu terhadap tingkat inflasi. Harga kelompok pangan yang termasuk ke dalam harga kelompok barang bergejolak (volatile foods) memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap tingkat inflasi. Berdasarkan data BPS (2013b), kontribusi inflasi barang bergejolak (volatile foods) terhadap inflasi umum di Indonesia menduduki urutan kedua setelah inflasi inti (core inflation).

Tabel 2 Indeks umum, inti, harga yang diatur pemerintah, dan barang bergejolak inflasi Indonesia tahun 2009-2012

Tahun Indeks

Umum (%) Inti (%)

Harga yang Diatur Pemerintah (%)

Barang Bergejolak

(%)

2009 2.78 4.28 -3.26 3.95

2010 6.96 4.28 5.4 17.74

2011 3.79 4.34 2.78 3.37

2012 3.73 4.11 2.56 3.79

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013b

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia. Hingga akhir tahun 2011, jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 43.8 juta jiwa dengan rumah tangga sebanyak 11.8 juta (BPS Jawa Barat 2012). Besarnya jumlah penduduk tersebut menyebabkan tingginya kebutuhan Jawa Barat terhadap pangan. Kebutuhan terhadap pangan yang tinggi ini harus diseimbangkan dengan ketersediaan pangan yang cukup agar stabilitas harga


(25)

pangan dapat terjaga. Dengan demikian, stabilitas harga pangan menjadi isu yang penting di Jawa Barat.

Fluktuasi harga pangan telah memberikan pengaruh terhadap perekonomian makro Jawa Barat yang dapat dilihat dari kontribusinya terhadap inflasi. Persentase perubahan harga pangan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap inflasi umum di Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data BPS Jawa Barat (2013), pada tahun 2012 kontribusi inflasi terbesar diberikan oleh kelompok bahan makanan yaitu sebesar 1.43%. Kelompok bahan makanan juga merupakan kelompok pengeluaran dengan kontribusi inflasi terbesar pada tahun 2011 yaitu sebesar 0.93%.

Tabel 3 Inflasi Jawa Barat menurut kelompok pengeluaran

Kelompok Pengeluaran

Inflasi Tahun

2011 (%)

Inflasi Tahun 2012

(%)

Andil Inflasi/ Deflasi Tahun 2011

(%)

Andil Inflasi/ Deflasi Tahun 2012

(%)

Umum 3.10 3.86 3.10 3.86

1. Bahan Makanan 3.53 5.42 0.93 1.43

2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

3.31 6.07 0.62 1.14

3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

3.36 2.47 0.79 0.58

4. Sandang 5.74 2.95 0.26 0.14

5. Kesehatan 3.80 3.20 0.14 0.12

6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

3.02 5.02 0.21 0.36

7. Transport, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

0.92 0.59 0.15 0.90

Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Barat 2013

Besarnya kontribusi perubahan harga pangan terhadap inflasi menyebabkan harga pangan menjadi permasalahan yang penting dalam mengendalikan tingkat inflasi di Jawa Barat. Kemampuan dalam memitigasi gejolak harga komoditas pangan akan menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam pengendalian inflasi (Prastowo et al. 2008). Pengendalian inflasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat. Inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup masyarakat juga turun. Selain itu, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku ekonomi dalam


(26)

mengambil keputusan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, penting dilakukan penelitian mengenai analisis fluktuasi harga komoditas pangan dan pengaruhnya terhadap inflasi di Jawa Barat. Hal ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana perkembangan fluktuasi harga komoditas pangan dan kecenderungannya di masa mendatang serta pengaruhnya terhadap inflasi di Jawa Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Fluktuasi harga pangan telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap inflasi di Jawa Barat. Berdasarkan data BPS Jawa Barat (2013), persentase perubahan harga kelompok bahan makanan telah memberikan kontribusi yang paling besar terhadap inflasi daerah Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2012 kontribusi kelompok bahan makanan terhadap inflasi umum merupakan yang terbesar, yaitu sebesar 1.43%. Kelompok bahan makanan juga merupakan kelompok pengeluaran dengan kontribusi inflasi terbesar pada tahun 2011, yaitu sebesar 0.93%.

Seperti yang telah diuraikan dalam latar belakang, provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia sehingga memiliki kebutuhan terhadap pangan yang tinggi. Selain itu, Jawa Barat juga merupakan daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Barat dari tahun 2008 hingga tahun 2011 adalah sebesar 5.77%, hal ini berada di atas rata-rata laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5.74% (BPS Jawa Barat 2012). Besarnya kontribusi harga pangan terhadap inflasi di Jawa Barat dapat berdampak terhadap perekonomian daerah sehingga perlu dikaji lebih mendalam.

Berdasarkan Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014, komoditas yang perlu menjadi perhatian khusus adalah komoditas pangan utama seperti beras, kedelai, dan gula. Konsumsi masyarakat terhadap ketiga komoditas pangan tersebut merupakan yang paling besar, khususnya di Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan pemantauan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat, dimana ketiga komoditas pangan tersebut termasuk ke dalam komoditas pangan pokok. Oleh karena itu, terjadinya ketidakstabilan harga pada


(27)

beras, kedelai, dan gula pasir akan berdampak terhadap inflasi daerah. Penelitian ini membatasi analisisnya pada ketiga komoditas pangan tersebut.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perkembangan harga komoditas pangan di Jawa Barat dan kecenderungannya di masa mendatang. Penjelasan mengenai perkembangan harga komoditas pangan dilakukan untuk menjelaskan kondisi fluktuasi ketiga harga komoditas pangan pada periode penelitian yaitu bagaimana kecenderungan dan pola datanya, serta perbandingannya terhadap harga di tingkat nasional. Adapun analisis kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang dilakukan menggunakan analisis peramalan time series. Hal tersebut dilakukan untuk menghasilkan peramalan harga komoditas pangan di beberapa periode ke depan sehingga dapat dilakukan analisis terhadap kecenderungannya.

Setelah melakukan analisis fluktuasi harga komoditas pangan dan kecenderungannya di masa mendatang, maka hal penting selanjutnya yang ingin diketahui pengaruhnya terhadap inflasi di Jawa Barat. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh harga ketiga komoditas pangan yang diteliti terhadap inflasi, respon inflasi terhadap guncangan harga ketiga komoditas pangan tersebut, dan mengetahui komoditas manakah yang berpengaruh dominan terhadap inflasi di Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena upaya pengendalian inflasi daerah membutuhkan informasi komoditas apa yang memiliki pengaruh terhadap pergerakan inflasi. Setelah diketahui komoditas apa yang memiliki pengaruh besar, diharapkan upaya pengendalian inflasi daerah dapat dilakukan secara lebih efektif.

Berdasarkan pemaparan di atas, permasalahan yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perkembangan harga komoditas pangan di Jawa Barat?

2. Bagaimana kecenderungan harga komoditas pangan di Jawa Barat di masa mendatang?

3. Bagaimana pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat?


(28)

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan :

1. Menjelaskan perkembangan harga komoditas pangan di Jawa Barat.

2. Menganalisis kecenderungan harga komoditas pangan di Jawa Barat di masa mendatang.

3. Menganalisis pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah:

1. Komoditas pangan yang diteliti adalah komoditas beras, kedelai, dan gula pasir. Berdasarkan Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014, ketiga komoditas tersebut termasuk ke dalam komoditas pangan utama.

2. Data harga komoditas beras, kedelai, dan gula pasir merupakan data harga di tingkat konsumen.

3. Data inflasi yang digunakan adalah data Indeks Harga Konsumen (IHK) umum Provinsi Jawa Barat dengan tahun dasar 2007.


(29)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pangan

Berdasarkan Undang Undang No 18 tahun 2012 tentang pangan pasal 1 ayat 1, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Ketiga komoditas yang dianalisis yaitu beras, kedelai, dan gula pasir telah memenuhi pemaparan yang disebutkan dalam Undang-Undang sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga komoditas tersebut termasuk ke dalam kelompok pangan.

Pentingnya pangan menjadikan pangan sebagai kebutuhan di dalam suatu negara yang mutlak harus dipenuhi. Selain itu pangan juga memegang peranan penting dan strategis di Indonesia berdasarkan pada pengaruh yang dimilikinya secara sosial, ekonomi, dan politik. Arifin (2005) menyebutkan bahwa stabilitas harga menjadi salah satu dimensi yang penting dalam ketahanan pangan. Hal ini dikarenakan harga dapat menimbukan konsekuensi ekonomi, politik, dan sosial kemasyarakatan.

Ketidakstabilan harga pangan terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran pangan. Sujai (2011) menyebutkan bahwa permintaan akan komoditas pangan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi masyarakat dan peningkatan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat. Sementara itu di sisi penawaran, komoditas pangan dan pertanian sangat rentan terhadap gangguan baik kondisi iklim dan alam, keterbatasan dan peralihan fungsi lahan pertanian maupun kondisi geopolitik internasional. Hal ini berakibat sering terganggunya penawaran komoditas pertanian. Perkembangan permintaan yang cukup tinggi dan terus meningkat tanpa diikuti dengan perkembangan penawaran yang seimbang akan mengakibatkan kenaikan harga untuk mencapai keseimbangan baru.


(30)

Adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran pangan memerlukan suatu kebijakan stabilisasi harga komoditas pangan. Dawe (2001) menyebutkan tiga jenis keuntungan dari kebijakan stabilisasi harga komoditas pangan, yaitu: (1) Melindungi petani selaku produsen dari penurunan harga sehingga mereka dapat berlaku lebih efisien; (2) Melindungi konsumen kelas menengah ke bawah yang berpendapatan rendah (poor consumers) dari gejolak peningkatan harga sehingga kebijakan ini dapat menjadi salah satu bentuk social safety net; dan (3) Menciptakan kondisi makroekonomi yang lebih stabil sehingga mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi.

2.2 Inflasi

Inflasi merupakan salah satu indikator ekonomi makro yaitu suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terjadi secara terus menerus (kontinyu). Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi: (1) kenaikan harga; (2) bersifat umum; dan (3) berlangsung terus-menerus. Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi daripada harga periode sebelumnya. Bersifat umum maksudnya kenaikan harga tersebut menyebabkan harga-harga secara umum naik. Selain itu kenaikan harga tersebut tidak terjadi dalam waktu sesaat, namun terjadi secara terus menerus (Rahardja dan Manurung 2008).

Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkannya, Putong (2003) membagi inflasi menjadi dua:

1. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation), adalah inflasi yang timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, di pihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment). Akibatnya adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap, maka harga akan naik. Dan bila hal ini berlangsung secara terus-menerus akan mengakibatkan inflasi yang berkepanjangan.

2. Inflasi desakan biaya (cost push inflation), merupakan inflasi yang disebabkan karena turunnya produksi akibat naiknya biaya produksi. Dengan adanya kenaikan biaya produksi, maka dua hal yang yang bisa dilakukan oleh


(31)

produsen, yaitu menaikkan harga produknya dengan jumlah penawaran yang sama, atau harga produknya naik karena penurunan jumlah produksi.

Inflasi yang terjadi di Indonesia seringkali memiliki pola tertentu yang terjadi secara berulang. Wibowo (2005) menyebutkan pola umum inflasi nasional Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Naik, pada bulan Ramadhan dan akhir atau awal tahun (Desember-Januari) 2. Naik-turun, pada awal atau akhir sekolah (Mei-Agustus) dan liburan sekolah 3. Turun, pada puncak musim panen padi (Februari-Mei) dan panen gandum

(Agustus-Oktober)

Sementara itu gangguan terhadap pola inflasi tahun kalender disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

1. Resesi/ proses transisi (politik, ekonomi, dan sebagainya) 2. Gangguan kemanan di dalam negeri/ luar negeri

3. Pergeseran Lebaran/ Ramadhan

4. Bencana dan musim yang tidak normal (hujan terlambat, musim kering terlalu lama, dan sebagainya)

Angka inflasi dihitung berdasarkan angka indeks yang dikumpulkan dari beberapa macam barang yang diperjualbelikan di pasar dengan masing-masing tingkat harga. Angka indeks yang memperhitungkan semua barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen pada masing-masing harganya disebut sebagai indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan BPS (2012a), formula perhitungan IHK menggunakan rumus Modified Laspeyers adalah:

In = �

�−1 �−1 0

0 0

x 100 dimana:

In = Indeks bulan n Pn = Harga pada bulan n Pn-1 = Harga pada bulan n-1 P0 Qo = Nilai konsumsi tahun dasar Pn-1Q0 = Nilai konsumsi bulan n-1


(32)

Sedangkan laju inflasi bulanan dihitung dengan rumus: In = IHKn– IHKn-1 x 100%

IHKn-1 dengan:

In = Inflasi bulan n IHKn = IHK bulan n IHKn-1 = IHK bulan n-1

Perhitungan Inflasi di Indonesia dilaksanakan meliputi 774 jenis barang dan jasa dan dikelompokkan menjadi tujuh kelompok utama, yaitu: (1) bahan makanan; (2) makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; (3) perumahan; (4) sandang; (5) kesehatan; (6) pendidikan, rekreasi, dan olahraga; dan (7) transportasi dan komunikasi.

2.3 Keterkaitan Harga Komoditas dan Inflasi

Furlong dan Ingenito (1996) mengatakan bahwa harga komoditas dapat dijadikan sebagai leading indicators inflasi. Alasannya adalah pertama, harga komoditas mampu merespon secara cepat shock yang terjadi dalam perekonomian secara umum, seperti peningkatan permintaan (aggregate demand shock). Kedua, harga komoditas juga mampu merespon terhadap non-economic shocks seperti banjir, tanah longsor dan bencana alam lainnya yang menghambat jalur distribusi dari komoditas tersebut.

Hasil estimasi yang dilakukan oleh Furlong dan Ingenito (1996) dengan menggunakan pendekatan vectorautoregression (VAR) dan rolling regression menyimpulkan bahwa harga komoditas mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan inflasi, walaupun koefisiennya mengalami penurunan. Pergerakan harga komoditas pangan atau pertanian akan selaras dengan perkembangan harga barang secara keseluruhan, walaupun besarannya akan berbeda. Respon harga komoditas yang cepat tersebut dapat memberikan sinyal bahwa kenaikan harga-harga barang lainnya akan menyusul sehingga tekanan inflasi meningkat.

Cutler (2005) melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara harga komoditas dan harga konsumen di China dan Hongkong. Hasil estimasi menggunakan pendekatan Vector Autoregression (VAR) menunjukkan perubahan


(33)

harga komoditas non bahan bakar dapat dijadikan sebagai dasar memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK). Kenaikan harga komoditas non bahan bakar mempengaruhi peningkatan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK).

2.4 Metode Peramalan Time Series

Pada metode peramalan deret waktu (time series), pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel. Sasaran metode time series adalah mengidentifikasi pola data historis dan mengekstrapolasi pola ini untuk masa mendatang. Dalam model time series nilai suatu variabel di masa mendatang mengikuti pola data variabel tersebut pada waktu sebelumnya (Bowerman dan O’Coneell 2007).

Menurut Hanke (2005) faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik peramalan time series adalah identifikasi dan pemahaman tentang pola sejarah dalam data. Jika pola tren, siklus, atau musiman sudah diketahui, maka teknik peramalan dapat dipilih. Teknik-teknik tersebut yaitu:

1. Teknik Peramalan untuk Data Stationer

Teknik yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan peramalan pada data stasioner adalah metode naif, metode rata-rata sederhana, rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial linier Holt sederhana, dan model rata-rata terintegrasi bergerak autoregresif (ARIMA) atau metode Box-Jenkins.

2. Teknik Peramalan untuk Data dengan Kecenderungan (trend)

Teknik yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan peramalan pada data trend adalah rata-rata bergerak, pemulusan eksponensial linier Holt, regresi linier sederhana, kurva pertumbuhan, model eksponensial, dan model rata-rata terintegrasi bergerak autoregresif (ARIMA) atau metode Box-Jenkins.

3. Teknik Peramalan untuk Data Musiman

Teknik yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan peramalan pada data musiman terdiri dari dekomposisi klasik, sensus X-12, pemulusan eksponensial Winter, regresi berganda, dan model ARIMA.


(34)

4. Teknik Peramalan untu Data Siklik

Teknik yang dapat dipertimbangkan untuk melakukan peramalan pada data siklik adalah dekomposisi klasik, indikator ekonomi, model ekonometrik, regresi berganda, dan model ARIMA.

Berdasarkan uraian di atas, Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) adalah teknik yang dapat dipertimbangkan pada semua jenis pola data. Model ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan data sekarang untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Model ARIMA mensyaratkan pola data yang stasioner. Apabila data tidak stasioner maka dapat dilakukan diferensiasi yaitu untuk mentransformasi data asli menjadi data stasioner. Alasan utama penggunaan model ARIMA karena gerakan variabel-variabel ekonomi yang diteliti seperti pergerakan nilai tukar, harga saham dan inflasi, seringkali sulit dijelaskan oleh teori-teori ekonomi (Widarjono 2009). Dengan mempertimbangkan hal tersebut, maka untuk menganalisis kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang akan digunakan metode peramalan time series menggunakan model ARIMA.

2.5 Penelitian Terdahulu

Prastowo et al. (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh distribusi dalam pembentukan harga komoditas dan implikasinya terhadap inflasi. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa komoditas pangan (volatile foods) mempunyai peranan yang penting karena sumbangannya yang cukup signifikan dalam pembentukan inflasi. Tekanan gejolak harga kelompok volatile foods lebih dipicu oleh supply shocks, mengingat permintaan komoditas tersebut yang umumnya merupakan kebutuhan pokok cenderung stabil. Sumber supply shock tersebut umumnya terkait dengan kelangkaan pasokan karena siklus produksi, gangguan cuaca atau musim, serangan hama penyakit, dan gangguan distribusi. Metode yang digunakan adalah model ekonometrika regresi linier berganda. Adapun persamaan dengan penelitian ini adalah kesamaan topik yaitu harga komoditas pangan dan implikasinya terhadap inflasi. Sedangkan perbedaanya penelitian ini lebih memfokuskan terhadap distribusi pangan dari komoditas yang diteliti, yaitu beras, minyak goreng, gula pasir, daging sapi, dan cabe merah.


(35)

Arjakusuma (2009) melakukan penelitian mengenai analisis inflasi regional di Indonesia dengan menggunakan metode VAR (Vector Autoregression). Penelitian tersebut bertujuan menganalisis dampak dari perubahan harga minyak dan beras dunia terhadap Indeks Harga Konsumen (IHK) masing-masing kota di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guncangan harga beras paling mempengaruhi tingkat inflasi di regional Indonesia secara keseluruhan. Terdapat kesamaan tujuan dengan penelitian ini yaitu menganalisis dampak dari perubahan harga terhadap IHK menggunakan metode VAR. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian ini hanya menganalisis satu harga komoditas pangan, yaitu beras.

Sementara itu, penelitian pengaruh sektor komoditi beras terhadap inflasi bahan makanan dilakukan oleh Widiarsih (2012). Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak harga dasar gabah yang ditetapkan oleh pemerintah, jumlah impor beras, dan jumlah produksi beras nasional terhadap stabilitas ekonomi makro yang diinterpretasikan dengan inflasi bahan makanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel harga dasar gabah berpengaruh signifikan terhadap inflasi bahan makanan baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Penelitian ini menggunakan metode Error Corection Model (ECM). Terdapat kesamaan dengan salah satu tujuan penelitian ini, yaitu menganalisis dampak harga pangan terhadap inflasi. Namun terdapat perbedaan yaitu harga pangan yang digunakan adalah harga di tingkat produsen. Selain itu dampaknya dilihat terhadap inflasi bahan bakan makanan, bukan inflasi umum.

Pada penelitian sebelumnya, sudah cukup banyak peneliti yang melakukan peramalan terhadap harga pangan dengan menggunakan metode ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Namun pada penelitian sebelumnya, kebanyakan peramalan hanya dibatasi pada satu komoditas pangan. Zacky (2007) melakukan peramalan harga beras IR II tingkat konsumen di beberapa kota besar di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi pola data secara keseluruhan untuk lima kota besar yang dianalisis memiliki kecenderungan trend yang meningkat. Untuk peramalannya, perbandingan nilai MSE dari beberapa teknik peramalan time series memberikan alternatif pilihan teknik terbaik, yaitu : teknik ARIMA untuk Kota Yogyakarta dan Denpasar; teknik


(36)

SARIMA untuk Kota Jakarta; dan teknik pemulusan eksponensial ganda untuk Kota Bandung dan Surabaya. Selain itu, Stato (2007) melakukan peramalan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Jakarta. Dari metode peramalan time series yang diuji, metode ARIMA (Box-Jenkins) merupakan metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ.


(37)

III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran

Berdasarkan teori ekonomi mikro, harga terbentuk dari keseimbangan kurva permintaan dan kurva penawaran. Hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin rendah harga suatu komoditas, semakin banyak jumlah komoditas tersebut yang diminta, apabila variabel lain konstan (Lipsey 1995). Keadaan suatu pasar dikatakan dalam keadaan keseimbangan atau equilibrium apabila jumlah komoditas yang ditawarkan para produsen (petani, nelayan, dan peternak) atau penjual sama dengan jumlah yang diminta oleh para konsumen atau pembeli pada tingkat harga tertentu. Dengan demikian, harga dan jumlah komoditas yang diperjualbelikan dapat ditentukan dengan melihat keadaan keseimbangan dalam suatu pasar (Rahim dan Hastuti 2008).

Sumber: Rahim dan Hastuti 2008

Gambar 1 Penentuan harga pada keseimbangan permintaan dan penawaran

Pada Gambar 1 permintaan suatu komoditas ditunjukkan oleh garis P2D dan penawarannya ditunjukkan P0S. Kedua kurva ini saling bertemu membentuk

Harga P2

P0

E

Jumlah S

0

D Q


(38)

keseimbangan di titik E. Dimana pada titik keseimbangan ini, harga keseimbangan adalah P1 dan jumlah keseimbangannya sebesar Q. Jika konsumen memiliki kemampuan membayar sebesar 0QEP2 dan jumlah yang dibayar sebesar adalah 0QEP1 maka akan ada surplus konsumen sebesar P1EP2. Dari sisi produsen jumlah yang dibayarkan konsumen merupakan penerimaan. Jika biaya produksi sebesar 0QEP0, maka terdapat surplus untuk produsen sebesar P1EP0.

3.1.2 Fluktuasi Harga Komoditas Pertanian

Faktor yang menyebabkan fluktuasi harga komoditas pertanian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fluktuasi penawaran dan fluktuasi permintaan (Firdaus 2009).

1. Fluktuasi Penawaran

Penawaran dan permintaan barang-barang pertanian bersifat inelastis. Ada beberapa faktor yang menyebabkan penawaran barang-barang pertanian bersifat inelastis, yaitu (1) Barang pertanian sangat tergantung oleh faktor alam dan dihasilkan secara musiman (2) Kapasitas memproduksi sektor pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan. Tingkat produksi sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berada di luar kemampuan para petani untuk mengendalikannya. Pada umumnya produksi hasil pertanian selalu berubah-ubah dari satu musim ke musim lainnya. Perberubah-ubahan musim dipengaruhi oleh cuaca, iklim, dan faktor alamiah lain, seperti banjir dan hujan yang terlalu banyak atau kemarau yang terlalu panjang. Serangan hama dan penyakit juga dapat mempengaruhi hasil produksi pertanian. Permintaan akan barang-barang pertanian yang inelastis menyebabkan harga mengalami perubahan yang sangat besar jika penawaran hasil pertanian mengalami perubahan. Ilustrasi mengenai fluktuasi harga komoditas pertanian karena perubahan penawaran ditampilkan dalam Gambar 2.


(39)

Sumber: Firdaus 2009

Gambar 2 Fluktuasi harga komoditas pertanian karena perubahan penawaran 2. Fluktuasi Permintaan

Permintaan barang pertanian bersifat inelastis. Dalam jangka panjang disebabkan elastisitas pendapatan dari permintaan barang-barang pertanian rendah, yaitu kenaikan pendapatan hanya menimbuklan kenaikan yang kecil atas permintaan. Dalam jangka pendek inelastis karena sebagian besar barang-barang hasil pertanian merupakan barang-barang kebutuhan pokok yang harus digunakan setiap hari. Meskipun harganya naik tajam jumlah yang sama harus tetap dikonsumsi. Sebaliknya, pada saat harga merosot, konsumsi tidak banyak bertambah karena kebutuhan konsumsi yang relatif tetap.

Setiap perekonomian tidak selalu mencapai tingkat kegiatan yang tinggi, ada kalanya mengalami resesi dan kemunduran dan ada kalanya kegiatan ekonomi mencapai tingkat yang tinggi. Perubahan tersebut akan mempengaruhi permintaan barang dan jasa, termasuk hasil pertanian. Perubahan permintaan yang disebabkan oleh naik turunnya kegiatan ekonomi ini akan menimbulkan perubahan harga. Ketidakstabilan penawaran barang pertanian yang diikuti dengan ketidakelastisan permintaannya menyebabkan perubahan harga yang sangat besar apabila terjadi perubahan permintaan. Ilustrasi mengenai fluktuasi harga komoditas pertanian karena perubahan permintaan ditampilkan dalam Gambar 3.

E1 E0

S1 S0

P1 P0 Harga

Q0 Q1


(40)

Sumber: Firdaus 2009

Gambar 3 Fluktuasi harga komoditas pertanian karena perubahan permintaan

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Fluktuasi harga komoditas pangan di Jawa Barat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kondisi perekonomian makro, yaitu melalui inflasi. Perkembangan harga komoditas pangan dijelaskan dengan metode analisis deskriptif. Penggunaan metode ini dilakukan untuk membantu menguraikan peristiwa pada data yang dianalisis. Kecenderungan harga komoditas pangan dianalisis menggunakan metode peramalan time series ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average). Peramalan harga dilakukan untuk periode dua belas bulan ke depan. Kedua tujuan tersebut menghasilkan informasi fluktuasi harga komoditas pangan di Jawa Barat pada periode penelitian dan di masa mendatang.

Setelah fluktuasi harga komoditas pangan dianalisis, kemudian dilakukan analisis pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan tersebut terhadap inflasi di Jawa Barat dengan menggunakan model VAR (Vector Autoregression). Analisis pada model ini meliputi analisis Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Analisis IRF digunakan untuk mengetahui respon inflasi Jawa Barat terhadap guncangan harga komoditas pangan yang dianalisis. Analisis FEVD digunakan untuk mengetahui kontribusi harga komoditas pangan dalam menjelaskan keragaman Inflasi di Jawa Barat. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 4.

D1

E1 E0

S0

P1 P0 Harga

Jumlah D0


(41)

Gambar 4 Skema kerangka pemikiran operasional Inflasi

Fluktuasi Harga Komoditas Pangan di Jawa Barat

Pengaruhnya terhadap Inflasi

Kecenderungan Harga Komoditas Pangan di Masa Mendatang

Model VAR (Vector Autoregression) Perkembangan Harga

Komoditas Pangan

Peramalan Time Series ARIMA Analisis Deskriptif

Respon Inflasi terhadap Guncangan Harga Komoditas Pangan dan Kontribusi Harga

Komoditas Pangan dalam Menjelaskan Keragaman Inflasi

Informasi Fluktuasi Harga pada Periode Penelitian dan Kecenderungannya di Masa


(42)

IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder time series bulanan pada periode Januari 2009 hingga Desember 2012. Data sekunder berupa perkembangan harga pangan bulanan di tingkat konsumen merupakan rata-rata harga dari 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat. Data tersebut diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Barat bidang Distribusi dan Harga Pangan. Selain itu, data Indeks Harga Konsumen (IHK) bulanan diperoleh dari Berita Resmi Statistik yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat. Berbagai data penunjang juga diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Pusat dan Kementerian Pertanian, studi literatur, internet, dan bahan bacaan yang sesuai dengan topik penelitian untuk lebih memperdalam bahasan.

4.2 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan perangkat lunak Minitab 14 dan Eviews 6. Pertimbangan penggunaan program tersebut adalah karena sesuai dengan metode yang digunakan dan lebih mudah dalam pengoperasiannya. Adapun metode yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian ini adalah analisis deskriptif, metode peramalan time series ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average), dan model VAR (Vector Autoregression).

4.2.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan perkembangan harga komoditas pangan di Jawa Barat. Santoso (2002) menyatakan bahwa analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan berbagai karakteristik data. Analisis deskriptif pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan pengungkapan informasi relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk lebih ringkas, sederhana dan tentunya lebih informatif yang pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran.


(43)

Kelebihan metode ini adalah metode yang paling sederhana, tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar atribut. Pada penelitian ini, analisis deskriptif dijelaskan dengan bantuan tabel dan grafik.

Grafik yang ditampilkan merupakan plot data terhadap waktu pada periode penelitian. Dari hasil plot data tersebut, maka dapat diketahui pola datanya, apakah data tersebut memiliki pola data horisontal, tren, siklikal, maupun musiman. Selain itu, dari grafik tersebut dapat dilakukan penguraian atau pemberian keterangan-keterangan mengenai suatu peristiwa atau keadaan yang terjadi pada data yang dianalisis.

4.2.2 Peramalan Time Series ARIMA

Analisis kecenderungan harga komoditas pangan di Jawa Barat menggunakan metode peramalan time series ARIMA (Auto Regressive Integrated Moving Average). Metode ini dianalisis menggunakan bantuan perangkat lunak Minitab 14. Menurut Widarjono (2009), ARIMA terbagi atas model AR (auto regressive), MA (moving average), ARMA (auto regressive moving average), dan ARIMA (auto regressive integrated moving average). Persamaan model-model tersebut adalah :

a. Model Autoregressive (AR)

Model AR menunjukkan model nilai prediksi variabel dependen Yt hanya merupakan fungsi linier dari sejumlah Yt aktual sebelumnya. Secara umum bentuk model umum Autoregresif (AR) dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

Yt = β0+ β1Yt-1+ β 2Yt-2+...+βpYt-p+et ………...(1)

dimana :

Yt = variabel dependen

Yt-1, Yt-2 = kelambanan (lag) dari Y

p = tingkat AR

Residual dalam persamaan (1) tersebut, sebagaimana model OLS mempunyai karakteristik nilai rata-rata nol, varian konstan, dan tidak saling berhubungan.


(44)

b. Model Moving Average (MA)

Model ini menyatakan bahwa nilai prediksi variabel dependen Yt hanya dipengaruhi oleh nilai residual periode sebelumnya. Secara umum, bentuk model dari Moving Average (MA) dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Yt=

α

0 +

α

1e1 +

α

2et-1 +

α

3et-2 + … +

α

qet-q………...(2)

dimana :

Yt = variabel dependen

et = residual

et-1, et-2,et-q = kelambanan (lag) dari residual

q = tingkat MA

c. Model Autoregressive - Moving Average (ARMA)

Seringkali perilaku suatu data time series dapat dijelaskan dengan baik melalui penggabungan antara model AR dan model MA. Model gabungan ini disebut Autoregressive - Moving Average (ARMA). Secara umum bentuk model dari ARMA dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

Yt = β0+ β1Yt-1 + β2Yt-2 + … + βpYt-p + α0et+ α1et-1+ α2et-2+ … + αqet-q…....(3)

d. Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Jika data time series yang digunakan tidak stasioner dalam level maka perlu dibuat stasioner pada tingkat diferensi (difference). Model dengan data yang stasioner melalui proses differencing ini disebut model ARIMA. Notasi model ARIMA adalah sebagai berikut:

ARIMA (p,d,q) dimana:

p = orde AR q = orde MA

d = tingkat pembedaan (differencing)

Berdasarkan Juanda dan Junaidi (2012), suatu ARIMA (p,1,q) dengan Wt = Yt - Yt-1 memiliki persamaan model ARIMA sebagai berikut:

Wt = β0 + β1Wt-1 + β2Wt-2 + ... + βpWt-p + et + α1et-1 + α2et-2 + ... + αqet-q...(4) dimana:


(45)

et = residual

et-1, et-2,et-q = kelambanan (lag) dari residual

Pola data yang memiliki unsur musiman, secara khusus dapat menggunakan model seasonal ARIMA. Unsur musiman dapat dihilangkan dengan seasonal differencing. Dengan demikian, secara umum notasi model ARIMA yang diperluas dengan memperlihatkan unsur musiman adalah sebagai berikut :

SARIMA (p,d,q)(P,D,Q)L dimana :

(p,d,q) = merupakan bagian non seasonal (P,D,Q) = merupakan bagian seasonal L = banyaknya periode dalam setahun p = menunjukkan orde AR

q = menunjukkan ordo MA

d = tingkat pembedaan (differencing)

Model ARIMA dapat dilakukan melalui empat tahapan yaitu identifikasi, estimasi dan pengujian, evaluasi serta penerapan model (Hanke 2003).

1. Identifikasi Model

Tahapan ini melakukan identifikasi terhadap tiga hal, yaitu terhadap pola data, apakah terdapat unsur musiman atau tidak. Kedua, identifikasi terhadap kestasioneran data, dan yang ketiga identifikasi terhadap pola Autocorrelation Function (ACF) dan Partial Autocorrelation Function (PACF). Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Menentukan serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Berdasarkan Juanda dan Junaidi (2012), hal ini dapat dilihat secara grafis ataupun dilakukan pembuktian dengan uji akar unit yang dalam hal ini menggunakan uji ADF (Augmented Dickey Fuller). Secara grafis, apabila data berfluktuasi disekitar suatu nilai tengah yang tetap dari waktu ke waktu maka data dapat dikatakan sudah stasioner pada nilai tengah dan ragamnya. Pembuktian dengan uji ADF menghasilkan kesimpulan bahwa jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati adalah stasioner dan jika sebaliknya maka data tidak


(46)

stasioner. Apabila data yang digunakan dinyatakan tidak stasioner, maka dilakukan pembedaan (differencing) data asli hingga data bersifat stasioner. Pembedaan dilakukan dengan mengurangkan data periode t dengan data periode sebelumnya (t-1).

b. Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial dibandingkan dengan distribusi untuk berbagai model ARIMA yang sesuai. Umumnya, jika autokorelasi secara ekponensial melemah menjadi nol berarti terjadi proses AR dan jika autokorelasi melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Sedangkan jika keduanya melemah, berarti terjadi proses ARMA. Untuk mengidentifikasi derajat proses atau ordo (nilai p dan q) dapat dilihat dengan menghitung jumlah koefisien autokorelasi (untuk MA) dan autokorelasi parsial (untuk AR) yang secara signifikan berbeda dari nol.

2. Estimasi dan Pengujian Model

Pada tahap estimasi, pertama-tama dihitung nilai estimasi awal untuk parameter-parameter dari model tentatif, kemudian dengan menggunakan program komputer melalui proses iterasi diperoleh nilai estimasi akhir. Pemilihan model ARIMA yang digunakan didasarkan pada nilai (Mean Squared Error) MSE terkecil.

3. Evaluasi Model

Setelah diperoleh persamaan model tentatif, dilakukan uji diagnostik untuk memastikan model sudah sesuai dengan kriteria model terbaik. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan signifikansi serta hubungan-hubungan antara parameter. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima atau tidak memenuhi syarat, maka model harus diperbaiki. Model terbaik didasarkan pada enam kriteria dalam model ARIMA (Firdaus 2006), yaitu: 1). Model Parsimonious, yaitu model yang diperoleh menunjukkan bahwa

model relatif sudah dalam bentuk paling sederhana.

2). Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Hal ini dapat dilihat dari nilai ρ-value koefisien yang kurang dari 0,05 (taraf nyata).


(47)

3). Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR atau MA dimana masing-masingnya harus kurang dari satu.

4). Proses iterasi harus konvergen. Bila terpenuhi maka pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010.

5). Residual atau error peramalan bersifat random, ditunjukkan oleh indikator Box-Ljung Statistic yang lebih besar dari 0.05 (taraf nyata).

6). Model harus memiliki MSE (Mean Squared Error) yang kecil. 4. Peramalan

Setelah didapat model yang sudah memenuhi kriteria model terbaik dan memiliki MSE relatif lebih kecil dibandingkan dengan model alternatifnya, maka peramalan terhadap beberapa periode dapat dilakukan.

4.2.3 Model VAR (Vector Autoregression)

Pengaruh fluktuasi harga komoditas pangan terhadap inflasi di Jawa Barat dianalisis menggunakan model Vector Autoregression (VAR). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Eviews 6. Model VAR dibangun ketika seringkali teori ekonomi belum mampu menentukan spesifikasi yang tepat. Misalnya teori terlalu kompleks sehingga simplifikasi harus dibuat atau sebaliknya fenomena yang ada terlalu kompleks jika dijelaskan dengan teori yang ada. Dengan demikian VAR adalah model non struktural atau merupakan model tidak teoritis (Widarjono 2009). Ketika kita mempunyai beberapa variabel di dalam data series maka kita perlu menganalisis saling ketergantungan antarvariabel tersebut. Vector Autoregression (VAR) merupakan salah satu model yang mampu menganalisis hubungan saling ketergantungan variabel time series tersebut.

Keunggulan dari metode VAR antara lain (Firdaus 2011):

1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks (multivariat) sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu.

2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan.


(48)

3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antarvariabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen.

4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan semu (spurious variable endogenity dan exogenity) di dalam model ekonometrik konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah.

Selain keunggulan yang dimiliki, Gujarati (2003) mengemukakan beberapa kelemahan VAR sebagai berikut:

1. Lebih bersifat ateoretik mengingat pendekatan VAR tidak memanfaatkan informasi terlebih dahulu sehingga model menjadi tidak struktural.

2. Kurang sesuai untuk analisis kebijakan karena lebih menitikberatkan pada peramalan (forecasting).

3. Penentuan banyaknya lag yang dianggap optimal dapat menimbulkan permasalahan mengingat data yang diamati harus relatif banyak.

4. Semua variabel dalam VAR yang belum stasioner harus ditransformasikan terlebih dahulu agar stasioner.

5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterprestasikan.

Menurut Widarjono (2009), jika data dalam model VAR adalah stasioner pada tingkat level maka kita mempunyai model VAR biasa (unrestricted VAR). Sebaliknya jika data tidak stasioner pada level tetapi stasioner pada proses diferensi data, maka kita harus menguji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Apabila terdapat kointegrasi maka model yang kita punya adalah model Vector Error Correction Model (VECM). Model VECM ini merupakan model terestriksi (restricted VAR) karena adanya kointegrasi yang menunjukkan adanya hubungan jangka panjang antar variabel di dalam sistem VAR. Apabila data stasioner pada proses diferensi namun variabel tidak terkointegrasi disebut model VAR dengan data diferensi (VAR in difference).

Secara umum model persamaan VAR ordo p dengan n peubah tak bebas pada waktu t dapat ditulis sebagai berikut (Enders 2004):


(49)

dimana:

p = jumlah lag dalam persamaan

Yt = vektor peubah tak bebas (Y1.t, Y2.t, Yn.t) berukuran n x 1 A0 = vektor intersep berukuran n x 1

Ai = matriks parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1,2,...p t = vektor sisaan ( 1t, 2t,…… nt) berukuran n x 1

Dalam penelitian ini akan dianalisis hubungan antara harga komoditas pangan yang diteliti, yaitu beras, kedelai, dan gula pasir dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) Jawa Barat Barat menggunakan model VAR (Vector Autoregression). Semua data yang digunakan adalah dalam bentuk logaritma natural. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam menganalisis Impulse Respon Function (IRF) maupun Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Model penelitian dapat ditulis sebagai berikut:

�� �

�� �

�� �

�� � �

=

�10

�20

�30

�40

+

� � � �

� � � �

� � � �

� � � �

�� �−�

�� �−�

�� �−�

�� � �−� +

�1�

�2�

�3�

�4�

....(6) dimana:

lnIHKt = Indeks Harga Konsumen (IHK) pada waktu t lnBERASt = harga beras pada waktu t

lnKEDELAIt = harga kedelai pada waktu t lnGULAt = harga gula pada waktu t

t = error term (sisaan)

i = kelambanan (lag)

Adapun tahapan-tahapan dalam melakukan analisis model VAR adalah: 1. Uji Stasioneritas Data

Langkah pertama mengestimasi model VAR adalah dengan melakukan uji stasioneritas data. Pengujian stasioneritas data ini dilakukan dengan menguji akar unit (unit root) dalam model. Pengujian stasioneritas data sangat penting jika data yang digunakan dalam bentuk time series. Hal ini karena data time series pada umumnya mengandung akar unit dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Data yang tidak stasioner atau memiliki akar unit, jika dimasukkan dalam pengolahan statistik maka akan menghasilkan


(50)

fenomena yang disebut dengan regresi palsu (spurious regression). Fenomena ini terjadi ketika suatu persamaan yang diestimasi memiliki signifikansi yang cukup baik, namun demikian secara esensi tidak memiliki arti (Ariefianto 2012).

Cara yang dapat digunakan untuk mengetahui kestasioneran data adalah pengujian akar-akar unit, salah satunya dengan metode Dickey-Fuller (DF) (Juanda dan Junaidi 2012). Misalkan model persamaan time series adalah: Yt= ρYt-1+ t...(7)

dimana ρ adalah parameter yang diestimasi dan diasumsikan white noise. Dengan mengurangkan kedua sisi persamaan tersebut dengan Yt-1 maka akan didapat persamaan:

∆Yt= Yt-1 + t...(8)

dimana ∆ merupakan pembedaan pembedaan pertama (first difference), dan = (ρ-1), sehingga hipotesis yang diuji adalah: H0: = 0 dan hipotesis alternatif H1: < 0.

Model pengujian akar unit yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Hipotesis yang diuji pada uji ADF adalah apakah H0: = 0 dengan hipotesis alternatif H1: < 0. Jika nilai absolut ADF statistiknya lebih besar dari MacKinnon Critical Value maka hipotesis nol yang menyatakan bahwa data tidak stasioner ditolak terhadap hipotesis alternatifnya dengan kata lain menolak H0, yang berarti data stasioner.

2. Penentuan Lag Optimal

Panjangnya lag variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel yang lain di dalam sistem VAR. Penentuan panjangnya lag optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria seperti Akaike Information Criteria (AIC), Schwartz Information Criteria (SIC), Hannan-Quin Criteria (HQ), Likelihood Ratio (LR), maupun dari Final Prediction Error (FPE). Penentuan lag optimal yang terlalu panjang akan membuang derajat kebebasan, sementara itu lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi model yang salah (Gujarati 2003).


(51)

3. Uji Stabilitas Model VAR

Uji stabilitas model VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya kurang dari satu maka model VAR tersebut dianggap stabil. Selain itu, analisis Impulse Responses dan Variance Decomposition menjadi valid. (Firdaus 2011).

4. Uji Kointegrasi

Berdasarkan Firdaus (2011), uji kointegrasi bertujuan untuk menentukan apakah variabel-variabel yang tidak stasioner terkointegrasi atau tidak. Konsep kointegrasi yaitu kombinasi liniear dari dua atau lebih variabel yang tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpretasikan sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. Uji kointegrasi dijadikan dasar penentuan apakah estimasi yang digunakan memiliki keseimbangan jangka panjang, sehingga diketahui apakah metode VECM (Vector Error Corection Model) dapat digunakan atau tidak. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Johansen Cointegration Test. Dalam metode ini, jika trace statistic lebih besar dari critical value maka persamaan tersebut terkointegrasi.

5. Vector Error Corection Model (VECM)

Model VECM digunakan di dalam model VAR non struktural apabila data time series tidak stasioner pada level, tetapi stasioner pada data diferensi dan terkointegrasi sehingga menunjukkan adanya hubungan teoritis antar variabel. Berdasarkan Juanda dan Junaidi (2012), spesifikasi VECM merestriksi hubungan perilaku jangka panjang antarvariabel yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan-perubahan dinamis di dalam jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek.


(52)

Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada first difference atau I(1). VECM kemudian memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Spesifikasi model VECM secara umum dalam bentuk persamaan menurut Enders (2004) adalah :

∆Yt = μ0x+ μ1xt + ΠxYt-1+ ∑ Γk∆yt-i+ t...(9) dimana:

Yt = vektor yang berisi variabel dalam penelitian

μ0x = vektor intercept

μ1x = vektor koefisien regresi t = tren waktu

Πx = αxβ’ dimana β’ mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang Yt-1 = variabel in-level

Γk = matriks koefisien regresi k-1 = orde VECM dari VAR

t = error term

4.3 Hipotesis Penelitian

Penelitian mengenai analisis fluktuasi harga komoditas pangan dan pengaruhnya terhadap inflasi di Jawa Barat ini memiliki hipotesis yaitu harga beras, kedelai, dan gula pasir berpengaruh positif terhadap inflasi di Jawa Barat.


(53)

V

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS PANGAN

DI JAWA BARAT

Perkembangan harga komoditas pangan di Jawa Barat dapat dijelaskan melalui laju perubahan harga dan besarnya koefisien keragaman selama periode penelitian. Rata-rata perubahan harga beras, kedelai, dan gula pasir pada tahun 2009 hingga tahun 2012 memiliki nilai yang positif. Hal ini menunjukkan kecenderungan harga ketiganya yang meningkat selama periode penelitian. Harga masing-masing komoditas meningkat dengan laju perubahan harga sekitar 1% kecuali untuk kedelai (meningkat 0.633% ). Komoditas yang memiliki rata-rata perubahan harga terbesar adalah gula pasir yaitu sebesar 1.052%, sedangkan yang memiliki rata-rata perubahan harga terkecil adalah kedelai yaitu sebesar 0.633%. Fluktuasi harga komoditas pangan dapat diamati dari besaran koefisien keragaman. Harga beras relatif paling berfluktuasi dengan besar koefisien keragaman sebesar 15.192%, sementara harga kedelai relatif lebih stabil dibanding komoditi lainnya dengan koefisien keragaman sebesar 7.278%.

Tabel 4 Laju perubahan dan koefisien keragaman harga komoditas pangan tahun 2009 -2012

Komoditas Perubahan Harga (%) Koefisien

Keragaman 2009 2010 2011 2012 2009 - 2012

Beras 0.755 2.334 0.378 0.608 1.024 15.192

Kedelai 0.068 -0.357 1.025 1.747 0.633 7.278

Gula 2.659 1.037 -0.477 1.124 1.052 13.177

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat 2013 (diolah)

Pada analisis selanjutnya, dilakukan analisis dekriptif untuk menjelaskan perkembangan harga masing-masing komoditas pangan di Jawa Barat. Untuk mempermudah penjelasan digunakan bantuan grafik. Grafik yang ditampilkan merupakan plot data terhadap periode waktu, yaitu Januari 2009 hingga Desember 2012. Dari grafik tersebut dilakukan penguraian atau pemberian keterangan dari data yang dianalisis. Hal ini berfungsi untuk menerangkan suatu keadaan, gejala, ataupun persoalan yang terjadi pada data yang dianalisis.


(54)

5.1 Perkembangan Harga Beras di Jawa Barat

Selama tahun 2009-2012 harga beras di Jawa Barat berfluktuasi dengan selisih antara harga tertinggi dengan harga terendah sebesar Rp 3 057. Harga tertinggi dicapai pada tingkat harga Rp 8 104/kg yang terjadi pada Februari 2012, sedangkan harga terendah adalah sebesar Rp 5 048/kg yang terjadi pada periode Januari 2009. Harga rata-rata dicapai pada tingkat harga Rp 6 431/kg. Perkembangan harga beras di Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 5.

Sumber: Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat 2013

Gambar 5 Perkembangan harga beras di Jawa Barat periode Januari 2009-Desember 2012

Perkembangan harga beras di Jawa Barat selama tahun 2009-2012 menunjukkan kecenderungan yang meningkat dengan pola musiman. Hal ini ditunjukkan dengan rata-rata perubahan harganya yang bernilai positif (1.024%) dan mengikuti pola berulang kurang dari satu tahun. Pola musiman pada data harga beras diduga dipengaruhi oleh musim panen. Peningkatan harga terjadi pada puncaknya ketika musim paceklik atau tidak ada panen, kemudian kembali mengalami penurunan ketika memasuki musim panen raya. Di Jawa Barat musim panen raya tersebut disebut dengan musim panen rendeng, yang terjadi pada bulan Februari hingga April. Jadwal panen tersebut dapat berubah karena perubahan pergantian musim yang selanjutnya akan mempengaruhi musim tanam selanjutnya (musim tanam gadu)1.

1

Karakteristik Inflasi di Jawa Barat. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A976E6E4-D5F2-449CA41813C1E511A6FD/10289/Boks5.pdfDiakses pada tanggal 11 Mei 2013.

5000 5500 6000 6500 7000 7500 8000 8500 Ja n -09 M ar -09 M ei -09 Jul -09 S ep -09 N o p -09 Ja n -10 M ar -10 M ei -10 Jul -10 S ep -10 N o p -10 Ja n -11 M ar -11 M ei -11 Jul -11 S ep -11 N o p -11 Ja n -12 M ar -12 M ei -12 Jul -12 S ep -12 N o p -12 H ar ga (R p/ kg)


(1)

Lampiran 9 Hasil estimasi VECM

Vector Error Correction Estimates Date: 05/27/13 Time: 08:59

Sample (adjusted): 2009M05 2012M12 Included observations: 44 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]

CointegratingEq: CointEq1 LNIHKJB(-1) 1.000000 LNBERAS(-1) -0.272254 (0.07121) [-3.82313] LNGULA(-1) -0.157082 (0.08868) [-1.77142] LNKEDELAI(-1) -0.101998 (0.13398) [-0.76129]

C -0.107364

(1.12558) [-0.09539]

Error Correction: D(LNIHKJB) D(LNBERAS) D(LNGULA) D(LNKEDELAI) CointEq1 -0.063474 0.097025 -0.062746 -0.281920

(0.01632) (0.16194) (0.17885) (0.29851) [-3.88832] [ 0.59915] [-0.35083] [-0.94444] D(LNIHKJB(-1)) 0.528076 4.621673 2.055692 -2.820904 (0.18018) (1.78736) (1.97400) (3.29470) [ 2.93086] [ 2.58575] [ 1.04138] [-0.85619] D(LNIHKJB(-2)) -0.273387 -1.609502 0.299570 2.731194 (0.20196) (2.00349) (2.21270) (3.69309) [-1.35364] [-0.80335] [ 0.13539] [ 0.73954] D(LNIHKJB(-3)) -0.145661 0.938346 -1.213887 0.237488 (0.18566) (1.84177) (2.03408) (3.39498) [-0.78455] [ 0.50948] [-0.59677] [ 0.06995] D(LNBERAS(-1)) -0.010509 0.214430 -0.176358 -0.351220 (0.01889) (0.18742) (0.20699) (0.34548) [-0.55623] [ 1.14411] [-0.85201] [-1.01662] D(LNBERAS(-2)) -0.018001 -0.128725 -0.005684 -0.035141 (0.01792) (0.17779) (0.19636) (0.32773) [-1.00440] [-0.72403] [-0.02895] [-0.10723] D(LNBERAS(-3)) -0.014113 -0.184149 -0.136273 -0.043033 (0.01777) (0.17625) (0.19465) (0.32488) [-0.79437] [-1.04484] [-0.70010] [-0.13246] D(LNGULA(-1)) -0.004815 -0.180279 0.156738 0.064085


(2)

79

(0.01566) (0.15535) (0.17157) (0.28637) [-0.30744] [-1.16045] [ 0.91353] [ 0.22379] D(LNGULA(-2)) -0.003092 0.009091 0.434215 -0.124171 (0.01416) (0.14050) (0.15518) (0.25900) [-0.21832] [ 0.06471] [ 2.79821] [-0.47943] D(LNGULA(-3)) -0.004396 0.124337 -0.325704 -0.189047 (0.01606) (0.15928) (0.17592) (0.29361) [-0.27381] [ 0.78061] [-1.85148] [-0.64387] D(LNKEDELAI(-1)) -0.019441 -0.019888 -0.056126 -0.610178 (0.01015) (0.10066) (0.11118) (0.18556) [-1.91585] [-0.19756] [-0.50484] [-3.28835] D(LNKEDELAI(-2)) -0.018327 0.013226 -0.043237 -0.461392 (0.01115) (0.11063) (0.12218) (0.20392) [-1.64338] [ 0.11955] [-0.35388] [-2.26256] D(LNKEDELAI(-3)) -0.017500 0.179461 -0.003448 -0.405760 (0.01004) (0.09958) (0.10998) (0.18356) [-1.74329] [ 1.80215] [-0.03135] [-2.21049] R-squared 0.470009 0.400327 0.379542 0.307080 Adj. R-squared 0.264851 0.168196 0.139364 0.038853 Sum sq. resids 0.000381 0.037491 0.045729 0.127389 S.E. equation 0.003506 0.034776 0.038407 0.064104 F-statistic 2.290961 1.724571 1.580256 1.144852 Log likelihood 194.0198 93.05940 88.68928 66.15014 Akaike AIC -8.228173 -3.639064 -3.440422 -2.415916 Schwarz SC -7.701026 -3.111917 -2.913275 -1.888769 Mean dependent 0.003519 0.009892 0.009410 0.003120 S.D. dependent 0.004089 0.038130 0.041401 0.065387 Determinant resid covariance (dof adj.) 4.65E-14

Determinant resid covariance 1.15E-14

Log likelihood 456.4687

Akaike information criterion -18.15767


(3)

Lampiran 10 Hasil analisis

Impulse Response Function (IRF)

Period LNIHKJB LNBERAS LNGULA LNKEDELAI

1 0.003506 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.005656 0.000209 6.04E-05 -0.000748 3 0.006004 0.000426 0.000224 -0.001370 4 0.005111 0.000605 0.000563 -0.001651 5 0.004026 0.001126 0.001330 -0.000559 6 0.003870 0.001664 0.002068 0.000134 7 0.004686 0.002182 0.002582 0.000267 8 0.005726 0.002546 0.002822 4.37E-06 9 0.006220 0.002867 0.003098 1.32E-05 10 0.006137 0.003145 0.003474 0.000170 11 0.005924 0.003499 0.003980 0.000434 12 0.005963 0.003925 0.004485 0.000691

Lampiran 11 Hasil analisis

Forecast Error Variance Decomposition

(FEVD)

Period S.E. LNIHKJB LNBERAS LNGULA LNKEDELAI

1 0.003506 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 2 0.006700 98.64962 0.097201 0.008140 1.245042 3 0.009113 96.73087 0.271460 0.064593 2.933082 4 0.010610 94.56086 0.525416 0.328795 4.584925 5 0.011495 92.83174 1.406743 1.619124 4.142390 6 0.012416 89.27468 3.001262 4.162226 3.561833 7 0.013698 85.05773 5.003240 6.974214 2.964820 8 0.015325 81.91365 6.756028 8.961765 2.368562 9 0.017069 79.30676 8.266545 10.51743 1.909260 10 0.018736 76.55910 9.679488 12.16835 1.593063 11 0.020356 73.32039 11.15465 14.12998 1.394989 12 0.022044 69.84193 12.68211 16.18799 1.287963


(4)

81

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat, pada tanggal 30 Juli 1991.

Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Drs. Etom

Rustaman dan Yetti Rauf. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar

Negeri Polisi 4 Bogor, lulus pada tahun 2003. Setelah itu, penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 8 Bogor, lulus pada tahun 2006

sebagai lulusan terbaik. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Atas Negeri 1 Bogor dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama,

penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan

Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan

organisasi di dalam kampus. Penulis pernah menjadi anggota

Sharia Economics

Student Club

(SES-C) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) pada tahun 2011

dan 2012. Selain itu, penulis tercatat pernah menjadi asisten praktikum Mata

Kuliah Ekonomi Umum dan aktif di kepanitiaan kegiatan mahasiswa serta

menjadi peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar

bidang ilmu penulis. Semasa kuliah, penulis juga pernah mengikuti Program

Kreativitas Mahasiswa (PKM) Gagasan Tertulis (GT) bertemakan

Green Banking


(5)

(6)