Perkembangan Harga Beras di Jawa Barat

Tabel 7 Produksi gula pasir di Pulau Jawa tahun 2007-2012 Tahun Produksi Laju Perubahan 2007 1582692 - 2008 1632631 3.155 2009 1411983 -13.515 2010 1373037 -2.758 2011 1358753 -1.040 2012 1650153 21.446 Sumber: Dewan Gula Indonesia 2013 Adapun pada tahun 2009-2012 tingkat konsumsi gula pasir di Jawa Barat mencapai 300 ribu ton. Sementara itu, produksinya hanya berkisar 100 ribu ton. Hal ini mengakibatkan kekurangan ketersediaan gula pasir di Jawa Barat. Produksi gula pasir di Jawa Barat hanya mampu memenuhi sekitar 30 kebutuhan penduduknya, sedangkan sisanya berdasarkan KPPU 2010 diperoleh dari daerah lain yaitu Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan impor. Pendugaan produksi dan konsumsi gula pasir di Jawa Barat ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8 Pendugaan produksi dan konsumsi gula pasir di Jawa Barat tahun 2009- 2012 Tahun Produksi ton Konsumsi ton Selisih Produksi dan Konsumsi ton 2009 95 448 337 282 -241 834 2010 108 563 331 083 -222 520 2011 91 820 333 960 -242 140 2012 109 501 329 952 -220 451 Rata-rata 101 333 333 069 -231 736 Sumber: Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian 2013 diolah Keterangan: Produksi gula diperoleh dari total hasil hablur pabrik gula di Jawa Barat Konsumsi gula diperoleh dari rata-rata konsumsi gula pasir per kapita per tahun dikali jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun berlaku Perkembangan harga gula pasir di Jawa Barat dan nasional ditampilkan pada Gambar 11. Harga kedelai nasional berasal dari rata-rata harga gula pasir di 33 provinsi. Secara umum, grafik harga gula Jawa Barat dan nasional saling berhimpitan. Hal ini menunjukkan harga gula Jawa Barat dan harga gula nasional memiliki pola dan pergerakan yang sama karena struktur pasar industri gula yang bersifat oligopoli. Berdasarkan KPPU 2010, produsen gula pasir hingga distributornya hanya dikuasai oleh beberapa pemain besar saja oligopolistik. Pasokan gula kristal putih di dalam negeri sebagian besar berasal dari enam pelaku usaha saja. Hal ini diperkuat oleh data dari DGI 2013, dimana hanya terdapat sembilan pabrik gula yang jumlah produksi gulanya berada di atas rata- rata produksi pabrik gula Indonesia. Sumber: Badan Ketahanan Pangan Jawa Barat dan Kementerian Pertanian 2013 Gambar 11 Perkembangan harga gula pasir di Jawa Barat dan nasional periode Januari 2009-Desember 2012 6000 7000 8000 9000 10000 11000 12000 13000 14000 Ja n -09 M ar -09 M ei -09 Jul -09 S ep -09 N o p -09 Ja n -10 M ar -10 M ei -10 Jul -10 S ep -10 N o p -10 Ja n -11 M ar -11 M ei -11 Jul -11 S ep -11 N o p -11 Ja n -12 M ar -12 M ei -12 Jul -12 S ep -12 N o p -12 H ar ga R p kg Harga Gula Jawa Barat Harga Gula Nasional VI KECENDERUNGAN HARGA KOMODITAS PANGAN DI JAWA BARAT Dalam menganalisis kecenderungan harga komoditas pangan di masa mendatang dilakukan peramalan time series yaitu dengan model ARIMA Autoregressive Integrated Moving Average. Peramalan time series menggunakan model ARIMA meliputi beberapa tahapan, yaitu identifikasi model, estimasi model, evaluasi model, dan peramalan. Sebelum semua tahapan tersebut dilakukan, data yang akan diramalkan harus dalam keadaan stasioner. Apabila data belum stasioner pada tingkat level maka perlu dilakukan proses pembedaan terlebih dahulu.

6.1 Kecenderungan Harga Beras di Jawa Barat

Kecenderungan harga beras dianalisis dengan melakukan peramalan time series ARIMA selama dua belas bulan ke depan dari periode penelitian. Plot data harga beras terhadap waktu pada Gambar 5 menunjukkan bahwa data harga beras memiliki pola musiman sehingga untuk menganalisis kecenderungannya digunakan model seasonal ARIMA p,d,qP,D,Q L . Gambar 5 juga menunjukkan data tidak berfluktuasi disekitar suatu nilai tengah yang tetap dari waktu ke waktu. Secara grafis, hal tersebut menunjukkan bahwa data harga beras belum stasioner. Stasioneritas data ini juga dibuktikan oleh uji Augmented Dickey-Fuller ADF menggunakan software Eviews 6. Hasil uji ADF menyatakan bahwa probabilitas data sebesar 0.8142. Probabilitas data yang berada diatas taraf nyata 5 tersebut menunjukkan bahwa data harga beras tidak stasioner sehingga perlu dilakukan proses pembedaan pertama first differencing. Hasil pembedaan pertama secara grafis sudah menunjukan pola data yang berfluktuasi di sekitar nilai tengah. Selain itu, pada uji ADF didapatkan probabilitas data sebesar 0.0001 sehingga data dapat dikatakan sudah stasioner. Setelah data sudah stasioner, maka selanjutnya dilakukan tahapan identifikasi model. Identifikasi model dilakukan untuk mencari model tentatif yang memenuhi kriteria model terbaik. Model tentatif dapat diperoleh dari identifikasi terhadap perilaku ACF Autocorrelation Function dan PACF Partial Autocorrelation Function. Pengamatan terhadap perilaku ACF menunjukan pola dying down. Perilaku PACF menunjukkan pola cut off setelah lag ke-1 dan koefisien korelasi tidak signifikan pada lag musiman. Kedua perilaku ACF dan PACF tersebut menurut Gaynor dan Kirpartrik dalam Firdaus 2011 menghasilkan model non seasonal-autoregressive dengan derajat p adalah 1. Model tentatif yang akan diestimasi adalah model SARIMA 1,0,01,1,1 12 dan model SARIMA 0,0,21,1,1 12 . Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga beras dapat dilihat Tabel 9. Tabel 9 Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga beras Model ARIMA Parameter Koefisien Parameter P- Value Iterasi Ljung-Box MSE Lag ke- P- value SARIMA 1,0,01,1,1 12 Konstanta AR 1 SAR 12 SMA 12 357.700 0.7663 -0.9471 0.7125 0.000 0.000 0.000 0.003 Konvergen 12 24 0.655 0.323 36 813 SARIMA 0,0,21,1,1 12 Konstanta SAR 12 MA1 MA 2 SMA 12 1339.20 -0.7376 -1.1527 -0.9311 0.7901 0.000 0.001 0.000 0.000 0.002 Konvergen 12 24 0.096 0.067 28 216 Kedua model tersebut sudah memenuhi kriteria model terbaik sehingga digunakan perbandingan terhadap MSE Mean Squared Error untuk memilih model yang paling baik diantara model alternatifnya. Model SARIMA 0,0,21,1,1 12 merupakan model yang akan digunakan karena mempunyai nilai MSE yang lebih kecil dibandingkan dengan model alternatifnya, yaitu 28 216. Berikut ini adalah kriteria model terbaik dari model SARIMA 0,0,21,1,1 12 : 1. Model Parsimonious, model tentatif yang diperoleh yaitu model SARIMA 0,0,21,1,1 12 sudah menunjukkan bentuk paling sederhana. 2. Banyaknya parameter yang signifikan, hal ini ditunjukkan pada hasil estimasi output dimana p-value koefisien kurang dari 0.05 taraf nyata. 3. Kondisi invertibilitas, ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR dan MA dimana masing-masingnya harus kurang dari 1. Dari hasil estimasi output jumlah koefisien AR adalah -0.7376 dan jumlah koefisien MA adalah -1.2937. 4. Proses iterasi yang konvergen, hal ini ditunjukkan dari pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010 pada hasil estimasi.