Tabel 19 Hasil analisis impulse response functions
Periode LNIHKJB
LNBERAS LNGULA
LNKEDELAI 1
0.003506 0.000000
0.000000 0.000000
2 0.005656
0.000209 6.04E-05
-0.000748 3
0.006004 0.000426
0.000224 -0.001370
4 0.005111
0.000605 0.000563
-0.001651 5
0.004026 0.001126
0.001330 -0.000559
6 0.003870
0.001664 0.002068
0.000134 7
0.004686 0.002182
0.002582 0.000267
8 0.005726
0.002546 0.002822
4.37E-06 9
0.006220 0.002867
0.003098 1.32E-05
10 0.006137
0.003145 0.003474
0.000170 11
0.005924 0.003499
0.003980 0.000434
12 0.005963
0.003925 0.004485
0.000691
7.4 Analisis
Forecast Error Variance Decomposition FEVD
Forecast Error Variance Decomposition FEVD digunakan untuk mengetahui prediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap
perubahan suatu variabel tertentu. Analisis ini ingin mengetahui prediksi kontribusi presentase harga komoditas pangan yang dianalisis dalam menjelaskan
keragaman IHK Jawa Barat pada dua belas periode ke depan dari periode penelitian tahun 2013. Selain itu juga dapat diketahui komoditas pangan mana
yang paling dominan memengaruhi Inflasi di Jawa Barat. Hasil FEVD selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil analisis forecast error variance decomposition
Periode LNIHKJB
LNBERAS LNGULA
LNKEDELAI 1
100.0000 0.000000
0.000000 0.000000
2 98.64962
0.097201 0.008140
1.245042 3
96.73087 0.271460
0.064593 2.933082
4 94.56086
0.525416 0.328795
4.584925 5
92.83174 1.406743
1.619124 4.142390
6 89.27468
3.001262 4.162226
3.561833 7
85.05773 5.003240
6.974214 2.964820
8 81.91365
6.756028 8.961765
2.368562 9
79.30676 8.266545
10.51743 1.909260
10 76.55910
9.679488 12.16835
1.593063 11
73.32039 11.15465
14.12998 1.394989
12 69.84193
12.68211 16.18799
1.287963
Berdasarkan hasil FEVD dapat disimpulkan bahwa pada periode pertama, keragaman IHK Jawa Barat hanya disebabkan oleh guncangan IHK Jawa Barat itu
sendiri, yaitu sebesar 100. Namun, mulai periode ke-2 tampak variabel-variabel lain mulai memengaruhi keragaman IHK Jawa Barat. Pada periode ke-6,
kontribusi IHK Jawa Barat dalam menjelaskan keragaman IHK Jawa Barat itu sendiri masih dominan, yaitu sebesar 89.275. Adapun harga gula menjelaskan
keragaman IHK Jawa Barat pada urutan ke-2, yaitu sebesar 4.162. Harga kedelai dan beras juga tampak mulai memiliki peranan dalam menjelaskan
keragaman IHK Jawa Barat, masing-masing sebesar 3.562 dan 3.001. Pada akhir periode ke-12, kontribusi IHK Jawa Barat dalam menjelaskan
keragaman IHK Jawa Barat itu sendiri semakin berkurang, yakni sebesar 69.842. Kontribusi harga gula dan harga beras dalam menjelaskan keragaman
IHK Jawa Barat semakin meningkat, yaitu sebesar 16.188 dan 12.682. Berbeda dengan kedua harga pangan tersebut, kontribusi harga kedelai cenderung
menurun dan sedikit pengaruhnya terhadap keragaman IHK Jawa Barat. Pada periode ke-12 kotribusinya hanya sebesar 1.288.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, gula pasir dan beras memberikan kontribusi yang cukup besar dan terus mengalami peningkatan dalam menjelaskan
keragaman IHK Jawa Barat. Adapun kedelai memberikan kontribusi yang paling kecil diantara kedua komoditas lainnya, dimana kontribusinya mengalami
penurunan. Kontribusi harga gula pasir dan beras yang dominan diduga karena komoditas tersebut merupakan komoditas yang dikonsumsi secara langsung oleh
masyarakat. Hal ini mengakibatkatkan nilai konsumsi kedua komoditas tersebut menjadi relatif lebih besar dibandingkan dengan kedelai yang sebagian besar
dikonsumsi secara tidak langsung yaitu dalam produk turunan. Terdapat beberapa alasan yang diduga menyebabkan harga gula pasir
memiliki pengaruh yang dominan dalam menjelaskan keragaman inflasi di Jawa Barat. Diantaranya yaitu karena adanya efek pengganda peningkatan harga gula
terhadap peningkatan harga produk makanan dan minuman jadi, dimana gula pasir merupakan salah satu bahan baku dalam pembuatan beberapa produk
tersebut. Pengaruh dominan harga gula pasir terhadap inflasi di Jawa Barat juga dapat dilihat dari rata-rata perubahan harga dan koefisien keragaman gula pasir
selama periode penelitian yang cukup besar diantara kedua komoditas lainnya
yang dianalisis. Rata-rata perubahan harga gula pasir pada periode penelitian adalah sebesar 1.052 dengan koefisien keragaman sebesar 13.177 Tabel 4.
Setelah harga gula pasir, harga beras merupakan harga pangan yang memberikan kontribusi terbesar kedua dalam menjelaskan keragaman IHK Jawa
Barat. Beras adalah komoditi strategis yang merupakan makanan pokok penduduk Jawa Barat. Oleh karena itu, beras memiliki nilai konsumsi yang paling besar
dibandingkan dengan kedua komoditas lainnya. Rata-rata perubahan harga beras pada periode penelitian adalah kedua terbesar setelah gula pasir, yaitu 1.024
dengan koefisien keragaman sebesar 15.192 Tabel 4. Kedelai memberikan kontribusi yang paling kecil diantara kedua
komoditas lainnya, dimana kontribusinya mengalami penurunan selama dua belas periode ke depan. Hal ini terjadi karena data harga kedelai yang dianalisis
pengaruhnya terhadap inflasi adalah harga kedelai segar di tingkat konsumen, sedangkan kedelai merupakan komoditas yang sebagian besar dikonsumsi dalam
produk turunannya. Rata-rata perubahan harga kedelai dan koefisien keragaman pada periode penelitian adalah yang paling kecil diantara kedua komoditas lainnya
yaitu sebesar 0.633 dan 7.278 Tabel 4.