Perkembangan Harga Kedelai di Jawa Barat

Autocorrelation Function. Pengamatan terhadap perilaku ACF menunjukan pola dying down. Perilaku PACF menunjukkan pola cut off setelah lag ke-1 dan koefisien korelasi tidak signifikan pada lag musiman. Kedua perilaku ACF dan PACF tersebut menurut Gaynor dan Kirpartrik dalam Firdaus 2011 menghasilkan model non seasonal-autoregressive dengan derajat p adalah 1. Model tentatif yang akan diestimasi adalah model SARIMA 1,0,01,1,1 12 dan model SARIMA 0,0,21,1,1 12 . Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga beras dapat dilihat Tabel 9. Tabel 9 Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga beras Model ARIMA Parameter Koefisien Parameter P- Value Iterasi Ljung-Box MSE Lag ke- P- value SARIMA 1,0,01,1,1 12 Konstanta AR 1 SAR 12 SMA 12 357.700 0.7663 -0.9471 0.7125 0.000 0.000 0.000 0.003 Konvergen 12 24 0.655 0.323 36 813 SARIMA 0,0,21,1,1 12 Konstanta SAR 12 MA1 MA 2 SMA 12 1339.20 -0.7376 -1.1527 -0.9311 0.7901 0.000 0.001 0.000 0.000 0.002 Konvergen 12 24 0.096 0.067 28 216 Kedua model tersebut sudah memenuhi kriteria model terbaik sehingga digunakan perbandingan terhadap MSE Mean Squared Error untuk memilih model yang paling baik diantara model alternatifnya. Model SARIMA 0,0,21,1,1 12 merupakan model yang akan digunakan karena mempunyai nilai MSE yang lebih kecil dibandingkan dengan model alternatifnya, yaitu 28 216. Berikut ini adalah kriteria model terbaik dari model SARIMA 0,0,21,1,1 12 : 1. Model Parsimonious, model tentatif yang diperoleh yaitu model SARIMA 0,0,21,1,1 12 sudah menunjukkan bentuk paling sederhana. 2. Banyaknya parameter yang signifikan, hal ini ditunjukkan pada hasil estimasi output dimana p-value koefisien kurang dari 0.05 taraf nyata. 3. Kondisi invertibilitas, ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR dan MA dimana masing-masingnya harus kurang dari 1. Dari hasil estimasi output jumlah koefisien AR adalah -0.7376 dan jumlah koefisien MA adalah -1.2937. 4. Proses iterasi yang konvergen, hal ini ditunjukkan dari pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010 pada hasil estimasi. 5. Residual atau error peramalan bersifat acak, ditunjukkan oleh indikator Box- Ljung Statistic yang lebih besar dari 0.05 taraf nyata. 6. Model memiliki MSE sebesar 28 216 yang relatif kecil dibandingkan dengan model tentatif alternatifnya. Berdasarkan kriteria model terbaik tersebut, maka akan dilakukan peramalan time series harga beras menggunakan model SARIMA 0,0,21,1,1 12 . Peramalan ini dilakukan untuk menganalisis kecenderungan harga beras selama dua belas bulan ke depan tahun 2013. Hasil peramalan time series harga beras dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil peramalan harga beras model SARIMA 0,0,21,1,1 12 Tahun Bulan Harga Rpkg Perubahan Harga 2013 Januari 7 559.39 -4.292 Februari 7 623.57 0.849 Maret 7 855.02 3.036 April 7 885.85 0.392 Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 7 622.38 7 707.63 8 098.34 8 523.29 8 584.05 8 629.67 8 792.30 9 304.80 -3.341 1.118 5.069 5.247 0.713 0.531 1.885 5.829 Rata-rata perubahan harga 1.420 Keterangan: Perubahan harga tehadap harga Desember 2012 Hasil peramalan harga beras selama tahun 2013 menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Perubahan harga beras tiap bulannya hampir selalu mengalami perubahan yang positif, dimana rata-rata perubahan harga per bulan diprediksi sebesar 1.420. Walaupun berdasarkan data pada Tabel 5 produksi beras di Jawa Barat telah mencukupi kebutuhan konsumsinya, namun variansi harga akan tetap terjadi mengikuti musim panen. Variansi harga membesar pada saat musim tanam dan mengecil pada saat musim panen. Selain itu, sebagai daerah penghasil beras terbesar di Indonesia dengan arus keluar- masuk beras yang cukup aktif, harga beras relatif lebih tinggi dan fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kisaran harga di tiap level distribusi menjadi lebih besar ketika arus keluar masuk beras semakin aktif BI 2008. Hal tersebut diduga mengakibatkan rata-rata perubahan harga beras di Jawa Barat pada tahun 2013 mengalami laju perubahan yang positif.

6.2 Kecenderungan Harga Kedelai di Jawa Barat

Kecenderungan harga kedelai dianalisis dengan melakukan peramalan time series ARIMA selama dua belas bulan ke depan dari periode penelitian. Berdasarkan plot data harga kedelai terhadap waktu pada Gambar 8 terlihat bahwa data harga kedelai tidak memiliki pola musiman sehingga untuk melihat kecenderungannya digunakan model ARIMA p,d,q. Gambar 8 menunjukkan data berfluktuasi disekitar suatu nilai tengah yang tetap dari waktu ke waktu. Secara grafis, hal tersebut menunjukkan bahwa data harga kedelai stasioner. Untuk membuktikan kestasioneran data dilakukan uji Augmented Dickey-Fuller ADF. Hasil uji ADF menyatakan bahwa probabilitas data sebesar 0.0753. Probabilitas data yang berada diatas taraf nyata 5 tersebut menunjukkan bahwa data harga kedelai tidak stasioner sehingga perlu dilakukan proses pembedaan pertama first differencing. Hasil pembedaan pertama secara grafis sudah menunjukan pola data yang berfluktuasi di sekitar nilai tengah. Selain itu, pada uji ADF didapatkan probabilitas 0.0000 sehingga data dapat dikatakan sudah stasioner. Setelah data sudah stasioner, maka selanjutnya dilakukan tahapan identifikasi model. Identifikasi model dilakukan untuk mencari model tentatif yang memenuhi kriteria model terbaik. Model tentatif dapat diperoleh dari identifikasi terhadap perilaku ACF Autocorrelation Function dan PACF Partial Autocorrelation Function. Pengamatan terhadap perilaku ACF menunjukan pola sine wave. Perilaku PACF menunjukkan pola cut off setelah lag ke-3 Lampiran 4. Pengamatan terhadap perilaku ACF dan PACF menghasilkan model tentatif yang akan diestimasi yaitu ARIMA 1,1,0, ARIMA 3,1,0, dan ARIMA 0,1,1. Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga kedelai dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kriteria model ARIMA terbaik pada peramalan harga kedelai Model ARIMA Parameter Koefisien Parameter P- Value Iterasi Ljung-Box MSE Lag ke- p- value ARIMA 1,1,0 Konstanta AR 1 48.54 -0.3284 0.503 0.024 Konvergen 12 24 36 0.070 0.080 0.199 242 595 ARIMA 3,1,0 Konstanta AR 1 AR 2 AR 3 66.90 -0.4525 -0.3177 -0.3277 0.332 0.003 0.044 0.029 Konvergen 12 24 36 0.618 0.854 0.952 218 770 ARIMA 0,1,1 Konstanta MA 1 31.22 0.5785 0.292 0.000 Konvergen 12 24 36 0.476 0.496 0.696 221 689 Ketiga model tersebut sudah memenuhi kriteria model terbaik sehingga untuk memilih model mana yang akan digunakan dapat dilakukan perbandingan terhadap MSE Mean Squared Error. Model ARIMA 3,1,0 merupakan model yang akan digunakan karena mempunyai nilai MSE yang paling kecil diantara model alternatifnya yaitu 218 770. Kriteria model terbaik yang dipenuhi oleh model ARIMA 3,1,0, yaitu: 1. Model Parsimonious, model tentatif yang diperoleh yaitu model ARIMA 3,1,0 sudah menunjukkan bentuk paling sederhana. 2. Banyaknya parameter yang signifikan, hal ini ditunjukkan pada hasil estimasi output dimana p-value koefisien kurang dari 0.05 taraf nyata. 3. Kondisi invertibilitas, ditunjukkan oleh jumlah koefisien AR dan MA dimana masing-masingnya harus kurang dari 1. Dari hasil estimasi output jumlah koefisien AR adalah -1.0979. 4. Proses iterasi yang konvergen, hal ini ditunjukkan dari pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010 pada hasil estimasi. 5. Residual atau error peramalan bersifat acak, ditunjukkan oleh indikator Box- Ljung Statistic yang lebih besar dari 0.05 taraf nyata. 6. Model memiliki MSE sebesar 218 770 yang relatif kecil dibandingkan dengan model tentatif alternatifnya. Berdasarkan kriteria model terbaik tersebut maka akan dilakukan peramalan time series harga kedelai menggunakan model ARIMA 3,1,0. Peramalan ini dilakukan untuk menganalisis kecenderungan harga kedelai selama