1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal capital market adalah pasar yang menyediakan sumber pembelanjaan dengan jangka waktu yang relatif panjang, yang diinvestasikan
pada barang modal untuk menciptakan dan memperbanyak alat-alat produksi dan akhirnya meningkatkan keuntungan perusahaan Latumaerissa, 2011:314. Pasar
modal sebagai pasar dari berbagai instrumen keuangan sekuritas jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan yang
dapat menunjang sekaligus menjadi salah satu indikator terpenting dalam mendukung kemajuan perekonomian suatu negara. Dalam melaksanakan
fungsinya, pasar modal menjadi penghubung bagi pihak yang mempunyai kelebihan dana investor dan pihak yang membutuhkan dana emiten dalam
tranksaksi pemindahan dana. Bagi investor, pasar modal dapat memberikan alternatif investasi yang lebih variatif sehingga memberikan peluang untuk meraih
keuntungan yang lebih besar. Bagi emiten, pasar modal dapat memberikan sumber pendanaan lain untuk melakukan kegiatan operasional termasuk ekspansi usaha
selain kredit perbankan. Modal yang diperjualbelikan dalam pasar modal terbagi menjadi dua, yaitu Debt Capital atau modal hutang dan Equity Capital atau
modal ekuitas Gitosudarmo dan Basri, 2002:239. Obligasi merupakan salah satu jenis modal hutang yang diperjualbelikan
dalam pasar modal. Obligasi adalah surat hutang jangka menengah - panjang yang
2
dapat dipindahtangankan yang berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok
hutang pada waktu yang telah ditentukan kepada pihak pembeli obligasi tersebut Latumaerissa, 2011:353. Obligasi menarik bagi investor dikarenakan kelebihan
dalam hal keamanannya bila dibandingkan dengan saham, yaitu 1 volatilitas saham lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi sehingga daya tarik saham
berkurang, dan 2 obligasi menawarkan tingkat return yang positif dan memberikan pendapatan yang tetap.
Investor yang rasional dalam membuat keputusan investasi membutuhkan informasi. Investor seringkali menggunakan informasi yang diumumkan kepada
publik karena informasi tersebut mempunyai sinyal mengenai prospek perusahaan di masa yang akan datang. Investor obligasi memerlukan informasi yang dapat
dijadikan acuan dalam mengkomunikasikan keputusan investasinya, sehingga informasi keuangan suatu entitas bisnis yang berkualitas sangat diperlukan
sebagai pertanggungjawaban atas pengelolaan dana yang ditanamkan. Seorang investor yang akan membeli obligasi hendaknya tetap memperhatikan default risk,
yaitu peluang dimana emiten akan mengalami kondisi tidak mampu memenuhi kewajiban keuangannya gagal bayar. Menurut Manurung dkk. 2008
menyatakan bahwa “obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah, biasanya mendapatkan peringkat obligasi investment grade level A, dikarenakan
pemerintah dianggap akan mampu untuk melunasi kupon dan pokok hutang saat obligasi jatuh tempo. Namun obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan corporate
bonds, terdapat default risk, yang bergantung pada kesehatan keuangan
3
perusahaan emiten”. Untuk menghindari risiko tersebut, investor harus memperhatikan beberapa hal, salah satunya adalah peringkat obligasi bond
rating perusahaan emiten. Informasi peringkat obligasi bertujuan untuk menilai kualitas kredit dan
kinerja dari perusahaan penerbit. Peringkat ini dinilai sangat penting bagi investor karena dapat dimanfaatkan untuk memutuskan apakah obligasi tersebut layak
untuk dijadikan investasi serta mengetahui tingkat risikonya. Peringkat obligasi juga penting karena memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan
sinyal tentang probabilitas default hutang perusahaan. Peringkat hutang juga berfungsi membantu kebijakan publik untuk membatasi investasi spekulatif para
investor institutional seperti bank, perusahaan-perusahaan asuransi dan dana pension. Kualitas suatu obligasi dapat dimonitor dari informasi peringkatnya.
Proses pemeringkatan obligasi nantinya akan berguna untuk menilai kinerja perusahaan dari berbagai faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
berhubungan dengan informasi keuangan suatu perusahaan. Di Indonesia, terdapat dua lembaga pemeringkat sekuritas hutang, yaitu PT. PEFINDO Pemeringkat
Obligasi Indonesia dan PT. Kasnic Rating Indonesia. Namun dalam penelitian ini lebih mengacu pada PT. PEFINDO, dikarenakan perusahaan-perusahaan lebih
banyak menggunakan PT. PEFINDO sebagai agen pemeringkat obligasi perusahaan mereka dibandingkan PT. Kasnic Rating Indonesia. Berdasarkan
informasi peringkat obligasi, investor dapat mengetahui return yang akan diperoleh sesuai dengan risiko yang dimiliki obligasi tersebut. Peringkat obligasi
yang diberikan oleh agen pemeringkat dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
4
investment grade AAA, AA, A, dan BBB dan non investment grade BB,B, CCC, dan D. Peringkat obligasi tersebut, dapat dijadikan sebagai penilaian bagi
investor yang dapat dipercaya, objektif dan bersifat independen serta memberikan tingkat keamanan dan kredibilitas obligasi yang tinggi.
Akan tetapi, terdapat beberapa kejadian yang menimbulkan suatu pertanyaan apakah selamanya peringkat obligasi yang dinilai oleh agen
pemeringkat di Indonesia tersebut akurat dan dapat diandalkan. Beberapa diantaranya terjadi pada kasus peringkat obligasi Bank Global yang diberikan oleh
PT Kasnic Credit Rating Indonesia Kasnic. Pada Juli 2003, Kasnic memberikan peringkat A- untuk obligasi subordinasi subordinat Bank Global sebesar 400
miliar rupiah. Namun setelah BI mengumumkan secara resmi tentang status Bank Global pada 8 Desember 2004, Kasnic langsung menurunkan peringkat obligasi
subordinasi tersebut menjadi BBB-. Kemudian, atas pengumuman BI mengenai pembekuan izin Bank Global pada 13 Desember 2004, Kasnic menurunkan
peringkat obligasi subordinasi secara drastis menjadi D default. Fenomena peringkat obligasi dapat dilihat juga pada kasus salah satu
emiten Mobile 8 Telekom Tbk dimana pada tahun 2010 perusahaan ini telah gagal memenuhi kewajiban membayar bunga ke-12 serta bunga dan denda ke-9
untuk obligasi Mobile 8 yang terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sehingga menyebabkan perusahaan tersebut tidak memiliki dana yang cukup
untuk membayar obligasinya. Masalah gagal bayar obligasi ini bukan pertama kali yang terjadi, pada Maret 2009 BEI juga melakukan suspense saham FREN
maupun obligasinya seiring perusahaan tersebut tidak membayar bunga
5
obligasinya sebesar Rp. 675 milyar. Dengan adanya gagal bayar tersebut, PEFINDO menurunkan peringkat obligasi perusahaan tersebut menjadi ‘D’ dari
‘CC’. Menurut Chan dan Jagadeesh 1999 dalam Linandarini, 2010:18
menyatakan bahwa “salah satu alasan mengapa pemeringkat obligasi yang dikeluarkan oleh agen pemeringkat tersebut bias karena agen pemeringkat tidak
melakukan monitor terhadap kinerja perusahaan setiap hari. Dengan demikian agen pemeringkat hanya dapat menilai setelah terjadinya suatu peristiwa yang
menyebabkan perubahan peringkat”. Selain itu, tidak terdapat penjelasan lebih lanjut dari agen pemeringkat bagaimana informasi keuangan dan non keuangan
dapat digunakan dalam mempengaruhi peringkat obligasi perusahaan di Indonesia.
Penelitian mengenai rasio keuangan dan non keuangan di Indonesia masih banyak dihubungkan dengan harga saham ataupun kinerja perusahaan. Sejumlah
penelitian yang meneliti pengaruh peringkat obligasi di Indonesia masih jarang dilakukan. Hal ini disebabkan karena keterbatasan data obligasi serta pengetahuan
para investor terhadap obligasi. Wansley et al. 1992 dalam Linandarini, 2010:19 menyatakan bahwa “sebagian besar perdagangan obligasi dilakukan
melalui pasar negosiasi over the counter market dan secara historis tidak terdapat informasi harga yang tersedia pada saat penerbitan atau saat penjualan.
Dengan tidak tersedianya informasi tersebut membuat pasar obligasi menjadi tidak semeriah pasar saham”.
6
Hingga saat ini masih belum ada kepastian dari lembaga-lembaga pemeringkat yang ada mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
pemeringkatan sebuah obligasi. Beberapa penelitian mengenai peringkat obligasi telah dilakukan dan memiliki hasil yang beragam seperti penelitian yang
dilakukan oleh Magreta dan Nurmayanti 2009, Linandarini 2010, Maharti 2011, Adrian 2011, Yohanes 2012 dan Onji 2013. Ketidakkonsistenan pada
faktor-faktor yang memengaruhi peringkat obligasi inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan verifikasi ulang mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap peringkat obligasi. Penelitian ini nantinya akan membahas seberapa besar pengaruh rasio
keuangan dan non keuangan terhadap peringkat obligasi pada perusahaan- perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
menggunakan objek penelitian terbaru dari tahun 2010-2012. Peneliti memilih industri manufaktur dikarenakan industri ini merupakan industri yang
mendominasi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI dimana lebih dari 40 perusahaan yang listed di BEI adalah industri
manufaktur. Dengan demikian, industri ini menjadi salah satu pelaku terpenting dalam mendukung perekonomian sebuah negara. Penelitian ini nantinya akan
menguji beberapa variabel rasio keuangan yang meliputi rasio likuiditas dengan proksi yaitu Quick Ratio QR dengan rumus Current Asset-inventoryCurrent
Liabilities, rasio leverage dengan proksi yaitu Debt to Asset Ratio DAR dengan rumus Total LiabilitiesTotal Asset, rasio profitabilitas dengan proksi yaitu Net
Profit Margin NPM dengan rumus Earning After Interest and TaxSales, dan
7
rasio produktivitas dengan proksi yaitu SalesTotal Asset. Dan variabel rasio non keuangan yang meliputi umur obligasi maturity bond dan reputasi auditor.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti
tertarik mengadakan penelitian dengan judul ”Analisis Pengaruh Rasio Keuangan dan Non Keuangan Terhadap Peringkat Obligasi pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI ”.
1.2 Rumusan Masalah