Usulan Perbaikan Bangku Kerja Masinis Untuk Meningkatkan Kenyamanan Kerja Masinis di PT. KAI Divre I Sumatera Utara

(1)

USULAN PERBAIKAN BANGKU KERJA MASINIS UNTUK

MENINGKATKAN KENYAMANAN KERJA MASINIS DI PT.

KAI DIVRE I SUMATERA UTARA

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

INDRI LESTARI SINUHAJI

080403179

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian tugas sarjana ini. Penulisan laporan penelitian tugas sarjana ini merupakan kewajiban akademis dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Penulis melaksanakan Penelitian Tugas Sarjana di PT. KAI Divre 1 Sumatera Utara yang merupakan salah satu perusahaan bergerak di bidang usaha transportasi perkeretaapian, dengan judul “Usulan Perbaikan Bangku Kerja Masinis Untuk Meningkatkan Kenyamanan Kerja Masinis di PT. KAI Divre I Sumatera Utara”.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, karena pengetahuan dan pengalaman penulis yang masih terbatas. Oleh karena itu penulis mengharharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan laporan ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan agar laporan penelitian tugas sarjana ini dapat memberikan manfaat yang baik bagi kita semua.

Medan, Mei 2013


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian laporan ini. Pada kesempatan ini, penulis mencoba untuk menyebutkan pihak atau nama dalam lembaran ucapan terima kasih ini.

1. Kedua orang tua penulis Bapak G. R. Sinuhaji dan Ibu R. br Bangun serta kepada saudara penulis Brema Sinuhaji, Yesie Sinuhaji, dan Egie Sinuhaji yang selalu dengan tulus memberikan doa, perhatian yang besar, dorongan semangat yang luar biasa, dan materi kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

2. Ketua Departemen Teknik Industri FT USU, Ir. Khawarita Siregar, MT. 3. Sekretaris Departemen Teknik Industri FT USU, Ir. Ukurta Tarigan, MT. 4. Dosen Pembimbing I, Ir. Mangara M. Tambunan M.Sc. dan juga selaku

Koordinator Tugas Sarjana yang telah banyak membimbing dan mengajarkan ilmu ergonomic serta memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

5. Dosen Pembimbing II, Ir. Nazlina, MT yang telah banyak membimbing dan mengajarkan ilmu ergonomi serta memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini.

6. Pimpinan serta seluruh staf dan karyawan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara khususnya kepada Manajer Sarana,


(8)

Pembimbing lapangan (Pak Rahmat) dan masinis-masinis kereta api Medan yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian.

7. Pegawai jurusan Teknik Industri (Kak Dina, Bang Mijo, Bang Ridho, Bang Nurmansyah, Kak Rahma dan Kak Ani) yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.

8. Sahabat-sahabat tersayang: Nanda Novery, Geovanny, Anita Brahmana, Eko Agusta, Fernando Sianturi, Ines Purba. Teman-teman seperjuangan: Citra Marpaung, Dinda, Afrina, Rizvan, Zulfida, Amel, Revi, dan angkatan 2008 Transferan lainnya yang tidak bisa diucapkan satu persatu serta angkatan 2007 dan adik-adik 2010 yang telah banyak memberi dukungan berupa doa, motivasi, dan selalu memberikan masukan dalam pengerjaan Tugas Akhir ini. I love u all 

9. Teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membantu menyelesaikan Tugas Akhir ini: Zein, Ope, Nixon, Adra, Willy, Fauzy, dan Valex. God bless

Medan, Mei 2013


(9)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

ABSTRAK ... xvii

I PENDAHULUAN ... I-1 1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian ... I-3 1.3.1.Tujuan Penelitian ... I-3 1.3.2.Sasaran Penelitian ... I-3 1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-4 1.6. Sistematika Penulisan ... I-5


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1 2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-5 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-6 2.3.1. Struktur Organisasi ... II-6 2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-9

III LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Masinis ... III-1 3.2. Keluhan Muskuloskeletal ... III-2 3.3. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-4 3.4. Rapid Entire Body Assessment (REBA) ... III-6 3.5. Anthropometri ... III-12 3.5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengukuran

Antropometri ... III-13 3.5.2. Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data

Antropometri ... III-15 3.5.3. Pengujian Keseragaman Data ... III-16 3.5.4. Uji Kecukupan Data ... III-18 3.5.5. Uji Kenormalan Data ... III-18


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.5.6. Aplikasi Antropometri Dalam Perancangan Fasilitas

Kerja ... III-19 3.6. Lingkungan Kerja ... III-22 3.6.1. Pengaruh Kebisingan di Tempat Kerja ... III-22 3.6.2. Pengaruh Temperatur Udara di Tempat Kerja ... III-25 3.7. Teknik Pengambilan Sampel ... III-27 3.7.1. Ukuran Sampel ... III-31

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Lokasi Penelitian ... IV-1 4.2. Rancangan Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Instrumen Penelitian ... IV-1 4.5. Jenis dan Sumber Data ... IV-2 4.6. Populasi dan Sampel ... IV-3 4.6.1. Populasi ... IV-3 4.6.2. Sampel ... IV-3 4.7. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4 4.7.1. Definisi Operasional Variabel ... IV-5


(12)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.7.2. Variabel Penelitian ... IV-6 4.8. Pengolahan Data ... IV-7 4.9. Analisis dan Pemecahan Masalah ... IV-7 4.10. Kesimpulan dan Saran ... IV-7

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Data Operator ... V-1 5.2. SOP (Standard Operation Procedure) Masinis ... V-1 5.3. Keluhan Musculoskeletal ... V-5 5.4. Postur Kerja Masinis ... V-12 5.5. Pengukuran Dimensi Antropometri ... V-18 5.5.1. Uji Keseragaman Data ... V-22 5.5.2. Uji Kecukupan Data ... V-27 5.5.3. Uji Kenormalan Data ... V-28 5.5.4. Perhitungan Persentil ... V-35 5.5.5. Prinsip Perancangan Data Antropometri ... V-36 5.6. Layout Lokomotif Kereta Api ... V-41 5.7. Pengukuran Data Lingkungan Kerja ... V-42 5.7.1. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Temperatur Udara ... V-44 5.7.2. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Tingkat Intensitas Bunyi .. V-45


(13)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Keluhan Musculoskeletal... ... VI-1 6.2. Analisis Postur Kerja Aktual... ... VI-2 6.3. Analisis Bangku Kerja Masinis Aktual... ... VI-2 6.4. Usulan Perbaikan Bangku Kerja Masinis... ... VI-3 6.5. Analisis Hasil Rancangan Bangku Kerja Masinis... ... VI-11 6.6. Analisis Lingkungan Kerja Aktual Lokomotif... VI-14 6.6.1. Analisis Kondisi Temperatur Udara Aktual Pada

Lokomotif (˚C) ... VI-14 6.6.2. Analisis Kondisi Tingkat Intensitas Bunyi Aktual

Pada Lokomotif (dB)... VI-16

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

3.1. Skor Batang Tubuh REBA ... III-6 3.2. Skor Leher REBA ... III-7 3.3. Skor Kaki REBA ... III-7 3.4. Tabel A (Penilaian Tubuh Bagian A) REBA ... III-8 3.5. Skor Lengan Atas REBA ... III-8 3.6. Skor Lengan Bawah REBA ... III-9 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA ... III-9 3.8. Tabel B (Penilaian Tubuh Bagian B) REBA ... III-9 3.9. Skor Beban REBA ... III-10 3.10. Skor Coupling REBA ... III-10 3.11. Skor C REBA ... III-10 3.12. Skor Aktivitas REBA ... III-11 3.13. Nilai Level Tindakan REBA ... III-11 3.14. Jenis Persentil dan Perhitungan Dalam Distribusi Normal ... III-16 3.15. Skala Intesitas Kebisingan ... III-24 5.1. Rekapitulasi Kuesioner Standard Nordic Qustionnaire (SNQ) ... V-7 5.2. Rekapitulasi Hasil Keluhan Tiap Bagian Tubuh ... V-10 5.3. Nilai Level Tindakan REBA Kanan ... V-15 5.4. Nilai Level Tindakan REBA Kiri ... V-17 5.5. Hasil Penilaian Postur Kerja Masinis ... V-17


(15)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.6. Hasil Pengukuran Dimensi Antropometri Masinis ... V-19 5.7. Data Dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) ... V-22 5.8. Data Dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) Revisi I ... V-24 5.9. Rekapitulasi Perhitungan Uji Keseragaman Data ... V-26 5.10. Rekapitulasi Perhitungan Uji Kecukupan Data ... V-28 5.11. Uji Kenormalan Data dengan Chi-Square Menggunakan

Software SPSS 17.0... V-29 5.12. Perhitungan Persentil 5, Persentil 50, dan Persentil 95 untuk

Seluruh Dimensi Antropometri ... V-36 5.13. Data Hasil Pengamatan Temperatur dan Tingkat Intensitas

Bunyi Pada Lokomotif... V-43 5.14. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Temperatur Udara ... V-44 5.15. Rekapitulasi Hasil Pengukuran Tingkat Intensitas Bunyi ... V-45 6.1. Hasil Penilaian Postur Tubuh Masinis ... VI-2 6.2. Perbandingan Ukuran Usulan Rancangan Bangku Kerja dengan

Bangku Kerja Aktual ... VI-10 6.3. Kondisi Temperatur Udara Aktual Pada Lokomotif ... VI-14 6.4. Kondisi Aktual Tingkat Intensitas Bunyi Pada Lokomotif ... VI-17


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT.Kereta Api Indonesia Divre I Sumatera

Utara ... II-8 3.1. Standard Nordic Questionnaire... III-5 3.2. Postur Batang Tubuh REBA ... III-6 3.3. Postur Leher REBA ... III-7 3.4. Postur Kaki REBA... III-7 3.5. Postur Lengan Atas REBA ... III-8 3.6. Postur Lengan Bawah REBA ... III-8 3.7. Postur Pergelangan Tangan REBA... III-9 3.8. REBA Assessments Worksheet ... III-12 3.9. Distribusi Normal Dengan Data Antropometri Persentil 95-th .... III-15 4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-5 4.2. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-8 5.1. Sop Petugas Lokomotif Menghidupkan Mesin Kereta

Api ... V-2 5.2. SOP Masinis Saat Akan Mulai Dinas ... V-3 5.3. SOP Masinis Saat Perjalanan Kereta Api ... V-4 5.4. Keluhan Musculoskeletal Masinis Divre I Sumatera Utara ... V-6 5.5. Elemen Gerakan Masinis Pada Saat Menggunakan Rem ... V-12 5.6. Elemen Gerakan Masinis Saat Mengemudikan Trotle Handle .... V-12


(17)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

5.7. Elemen Gerakan Masinis Pada saat Menggunakan Pembersih

Kaca ... V-13 5.8. Penilaian REBA Kanan Elemen Gerakan Menggunakan Rem .... V-14 5.9. Penilaian REBA Kiri Elemen Gerakan Menggunakan Rem ... V-16 5.10. Sebaran Data Dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) ... V-24 5.11. Sebaran Data Dimensi Tinggi Siku Duduk (TSD) Revisi I... V-26 5.12. Layout Lokomotif Kereta Api ... V-41 5.13. Titik Pengukuran Temperatur dan Tingkat Intensitas Bunyi ... V-44 6.1. Bangku Kerja Masinis Aktual ... VI-3 6.2. Usulan Rancangan Bangku Kerja Masinis ... VI-4 6.3. Usulan Bangku Kerja Masinis Pandangan Depan ... VI-5 6.4. Usulan Bangku Kerja Masinis Pandangan Kanan ... VI-6 6.5. Usulan Bangku Kerja Masinis Pandangan Kiri ... VI-7 6.6. Usulan Bangku Kerja Masinis Pandangan Belakang ... VI-8 6.7. Usulan Bangku Kerja Masinis Pandangan Atas ... VI-9 6.8. Usulan Bangku Kerja Masinis Pandangan Bawah ... VI-9 6.9. Simulasi Usulan Rancangan Bangku Kerja Masinis Pandangan

Depan ... VI-12 6.10. Simulasi Usulan Rancangan Bangku Kerja Masinis Pandangan


(18)

DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)

GAMBAR HALAMAN

6.11. Simulasi Usulan Rancangan Bangku Kerja Masinis Pandangan

Kiri ... VI-10 6.12. Analisis Keluhan Musculosceletal Setelah Perbaikan

Rancangan ... VI-14 6.13. Posisi Peletakan Sirkulasi Udara Pada Lokomotif ... VI-16 6.14. Earplugs... VI-18


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

L-1 Nama-Nama Masinis dan Asisten Masinis L-2 Standard Nordic Questionnaire (SNQ) L-3 Postur Kerja Masinis


(20)

ABSTRAK

PT. KAI merupakan perusahan BUMN yang memiliki keunggulan di bidang alat transportasi massal, yaitu kereta api. Pada PT. KAI Divre I Sumatera Utara melakukan upaya pergantian lokomotif, dari lokomotif yang biasa digunakan yaitu lokomotif BB (lokomotif bergandar 2-2 jadi total penggeraknya ada 4 as roda atau memiliki 8 roda) menjadi lokomotif CC (lokomotif bergandar 3-3 jadi total penggeraknya ada 6 as roda atau memiliki 12 roda) dengan daya angkut yang jauh lebih banyak. Hal yang menjadi alasan pergantian lokomotif adalah jalur kereta api yang ada di Sumatera Utara sudah dilakukan pergantian dan mampu dilalui oleh lokomotif CC. Permasalahan yang timbul dari pergantian Lokomotif BB ke CC adalah penyesuaian masinis terhadap lokomotif CC terutama penyesuaian terhadap bangku kerja masinis, temperatur udara, dan tingkat intensitas bunyi didalam lokomotif. Hal yang paling bermasalah dalam penyesuaian tersebut adalah rancangan bangku kerja masinis. Rancangan bangku kerja masinis sangat penting untuk ditinjau, dikarenakan bangku kerja yang ada saat ini tidak sesuai dengan dimensi antropometri masinis di Divre I Sumatera Utara. Sehingga masinis Divre I Sumatera Utara merasa tidak nyaman pada saat mengemudikan kereta api.

Penelitian dilakukan dengan menyebarkan Standard nordic quetionnaire

(SNQ) kepada 47 masinis untuk mengetahui bagian-bagian tubuh yang paling sering merasakan keluhan sangat sakit pada masinis. Dari hasil penyebaran SNQ didapat keluhan sangat sakit terdapat pada tubuh leher bagian atas, lengan bawah kanan, dan bokong. Dimensi anthropometri yang digunakan dalam perancangan bangku kerja yaitu tinggi siku duduk (TSD), panjang lengan bawah (PLB), tinggi polipteal (TPo), tinggi bahu duduk (TBD), lebar bahu (LB), tinggi mata duduk (TMD), lebar kepala (LK), dagu ke puncak kepala (DPK), Pantat ke polipteal (PP), Lebar pinggul (LP).

Bangku kerja yang diusulkan adalah adanya penambahan penyangga tangan, sandaran pada kepala, dan alas pada bangku kerja masinis sehingga masinis merasa nyaman pada saat mengemudikan kereta api dan usulan rancangan bangku kerja masinis dirancang sesuai dengan dimensi antropometri masinis Divre I Sumatera utara. Sehingga dapat meningkatkan kenyamanan masinis pada saat mengemudikan kereta api.

Kata Kunci: Bangku Kerja Masinis, Kenyamanan Kerja, Standardnordic


(21)

ABSTRAK

PT. KAI merupakan perusahan BUMN yang memiliki keunggulan di bidang alat transportasi massal, yaitu kereta api. Pada PT. KAI Divre I Sumatera Utara melakukan upaya pergantian lokomotif, dari lokomotif yang biasa digunakan yaitu lokomotif BB (lokomotif bergandar 2-2 jadi total penggeraknya ada 4 as roda atau memiliki 8 roda) menjadi lokomotif CC (lokomotif bergandar 3-3 jadi total penggeraknya ada 6 as roda atau memiliki 12 roda) dengan daya angkut yang jauh lebih banyak. Hal yang menjadi alasan pergantian lokomotif adalah jalur kereta api yang ada di Sumatera Utara sudah dilakukan pergantian dan mampu dilalui oleh lokomotif CC. Permasalahan yang timbul dari pergantian Lokomotif BB ke CC adalah penyesuaian masinis terhadap lokomotif CC terutama penyesuaian terhadap bangku kerja masinis, temperatur udara, dan tingkat intensitas bunyi didalam lokomotif. Hal yang paling bermasalah dalam penyesuaian tersebut adalah rancangan bangku kerja masinis. Rancangan bangku kerja masinis sangat penting untuk ditinjau, dikarenakan bangku kerja yang ada saat ini tidak sesuai dengan dimensi antropometri masinis di Divre I Sumatera Utara. Sehingga masinis Divre I Sumatera Utara merasa tidak nyaman pada saat mengemudikan kereta api.

Penelitian dilakukan dengan menyebarkan Standard nordic quetionnaire

(SNQ) kepada 47 masinis untuk mengetahui bagian-bagian tubuh yang paling sering merasakan keluhan sangat sakit pada masinis. Dari hasil penyebaran SNQ didapat keluhan sangat sakit terdapat pada tubuh leher bagian atas, lengan bawah kanan, dan bokong. Dimensi anthropometri yang digunakan dalam perancangan bangku kerja yaitu tinggi siku duduk (TSD), panjang lengan bawah (PLB), tinggi polipteal (TPo), tinggi bahu duduk (TBD), lebar bahu (LB), tinggi mata duduk (TMD), lebar kepala (LK), dagu ke puncak kepala (DPK), Pantat ke polipteal (PP), Lebar pinggul (LP).

Bangku kerja yang diusulkan adalah adanya penambahan penyangga tangan, sandaran pada kepala, dan alas pada bangku kerja masinis sehingga masinis merasa nyaman pada saat mengemudikan kereta api dan usulan rancangan bangku kerja masinis dirancang sesuai dengan dimensi antropometri masinis Divre I Sumatera utara. Sehingga dapat meningkatkan kenyamanan masinis pada saat mengemudikan kereta api.

Kata Kunci: Bangku Kerja Masinis, Kenyamanan Kerja, Standardnordic


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kereta api adalah saran gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di yang berjalan sendiri) dan rangkaia kendaraan lainnya). Rangkaian kereta atau gerbong tersebut berukuran relatif luas sehingga mampu memuat penumpang maupun barang dalam skala besar. Karena sifatnya sebagai angkutan massal efektif, beberapa negara berusaha memanfaatkannya secara maksimal sebagai alat transportasi utama angkutan darat baik di dalam kota, antarkota, maupun antarnegara.

PT. KAI merupakan perusahan BUMN yang memiliki keunggulan di bidang alat transportasi massal, yaitu kereta api. Pada PT. KAI Divre I Sumatera Utara melalukan upaya pergantian lokomotif, dari lokomotif yang biasa digunakan yaitu lokomotif BB (lokomotif bergandar 2-2 jadi total penggeraknya ada 4 as roda atau memiliki 8 roda) menjadi lokomotif CC (lokomotif bergandar 3-3 jadi total penggeraknya ada 6 as roda atau memiliki 12 roda) dengan daya angkut yang jauh lebih banyak. Hal yang menjadi alasan pergantian lokomotif adalah jalur kereta api yang ada di Sumatera Utara sudah dilakukan pergantian dan mampu dilalui oleh lokomotif CC.


(23)

Permasalahan yang timbul dari pergantian Lokomotif BB ke CC adalah penyesuaian masinis terhadap lokomotif CC terutama penyesuaian terhadap bangku kerja masinis, temperatur udara, dan tingkat intensitas bunyi didalam lokomotif. Hal yang paling bermasalah dalam penyesuaian tersebut adalah rancangan bangku kerja masinis.

Rancangan bangku kerja masinis sangat penting untuk ditinjau, dikarenakan bangku kerja yang ada saat ini tidak sesuai dengan dimensi antropometri masinis di Divre I Sumatera Utara. Sehingga masinis Divre I Sumatera Utara merasa tidak nyaman pada saat mengemudikan kereta api.

1

Bangku kerja masinis perlu disesuaikan dengan dimensi antropometri masinis Divre I Sumatera Utara, agar dapat memberikan kenyamanan kerja pada Menurut penelitian Agung Kristanto dan Dianasa Adhi Saputra pada jurnal sebelumnya, dengan tidak adanya fasilitas kerja yang sesuai dan sikap kerja yang salah ini akan menjadi penyebab turunnya produktivitas dan terjadinya masalah-masalah pada tubuh pekerja. Dengan adanya penelitian tersebut diharapkan mampu menghasilkan desain kursi dan dapat memperbaiki posisi kerja operator, serta mengurangi kelelahan sehingga produktivitas kerja akan tercapai dan pekerja merasa Efektif, Nyaman, Aman, Sehat dan Efisien (ENASE) dalam bekerja. Dengan penerapan antropometri ukuran tubuh manusia dalam merancang fasilitas meja dan kursi pada stasiun kerja pemotongan ternyata dapat berpengaruh dalam merubah posisi serta kenyamanan kerja operator.

1

Agung Kristanto, Dianasa Adhi Saputra.2011. Perancangan Meja dan Kursi Kerja yang Ergonomis Pada Stasiun Kerja Pemotongan Sebagai Upaya Peningkatan Produktivitas. Jurnal Ilmiah Teknik Industri


(24)

masinis. Maka perlu dirancang bangku kerja yang ergonomis terhadap masinis PT. KAI terutama pada Divre I Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun masalah yang dihadapi adalah bangku kerja masinis yang tidak sesuai dengan antropometri masinis Divre I Sumatera Utara yang menyebabkan kerja masinis menjadi kurang nyaman.

Berkenaan dengan itu, maka perlu dilakukan perancangan bangku kerja yang sesuai dengan dimensi tubuh masinis di Divre I Sumatera Utara.

1.3. Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan rancangan bangku kerja yang sesuai dengan dimensi anthropometri masinis Divre I Sumatera Utara untuk meningkatkan kenyamanan masinis dalam bekerja.

1.3.2. Sasaran Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian maka sasaran penelitian ini adalah merancang bangku kerja untuk meningkatkan kenyamanan kerja masinis di Divre I Sumatera Utara.

1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian


(25)

1. Penelitian hanya dilakukan pada kereta api Divre I Sumatera Utara.

2. Pengukuran dimensi antropometri dilakukan pada masinis kereta api Divre I Sumatera Utara.

3. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan antropometri statis

SedangkanAsumsi yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini antara lain:

1. Kegiatan masinis berjalan lancar dimana semua fasilitas tidak mengalami kerusakan/gangguan.

2. Kondisi kerja yang diamati tidak berubah selama penelitian.

3. Tingkat kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95% dan tingkat ketelitiannya adalah 5%.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh perusahaan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah: 1. Memberikan masukan bagi perusahaan jasa perkereta apian dalam perbaikan

bangku kerja yang ergonomis pada ruang kerja masinis kereta api sehingga dapat meningkatkan kenyamanan kerja masinis.

2. Menjadi sarana bagi penulis dalam latihan untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perkuliahan dan membandingkan antara teori yang diperoleh dengan permasalahan pada perusahaan Kereta Api Indonesia khususnya Divre I Sumatera Utara.

3. Sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian ini.


(26)

1.6. Sistematika Laporan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap yang terbagi menjadi 7 bab dimana pada masing-masing bab akan dijelaskan secara garis besar untuk memudahkan pembaca mengerti penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan dari penelitian ini adalah tidak sesuainya desain bangku kerja masinis dengan anthropometri masinis Indonesia, rumusan masalah adalah bangku kerja masinis yang tidak sesuai dengan anthropometri yang menyebabkan kerja masinis kurang efektif, tujuan penelitian untuk mendapatkan rancangan bangku kerja yang sesuai anthropometri Indonesia, manfaat penelitian untuk memberikan masukan bagi PT.KAI dalam perbaikan bangku kerja masinis, dan sistematika laporan penelitian.

BAB II Gambaran Umum Perusahaan. Bab ini berisi sejarah dan gambaran umum perusahaan, struktur organisasi dan manajemen perusahaan serta proses produksi yang berlangsung.

BAB III Landasan Teori. Bab ini berisi kumpulan teori yang digunakan untuk dapat mendapatkan solusi dari permasalahan yang ada secara garis besar yang berhubungan dengan, aktivitas masinis, display dan control, keluhan

musculoskeletal, REBA (Rapid Entire Body Assessment), antropometri, tingkat

intensitas bunyi/kebisingan, temperatur udara dan teknik pengambilan sampel. BAB IV Metodologi Penelitian. Bab ini berisi tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.


(27)

BAB V Pengumpulan dan Pengolahan data. Bab ini berisi data yang telah dikumpulkan pada saat dilakukan penelitian, yang dapat menunjang penelitian ini. Diantaranya gambaran umum PT. Kereta Api (Persero) Divre Sumut, pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan pihak PT. KAI, pengumpulan data melalui pengukuran dimensi tubuh, pengukuran temperatur dan tingkat intensitas bunyi.

BAB VI Analisis dan Pemecahan Masalah. Pada bab ini berisi penjelasan mengenai data hasil pengolahan dan juga dilakukan analisis usulan perbaikan bangku kerja masinis.

BAB VII Kesimpulan dan Saran. Pada bab yang terakhir ini berisi kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini dan saran yang dapat digunakan untuk penelitan selanjutnya dan perbaikan.


(28)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen pada tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh “Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij” (NV NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada tanggal 10 Agustus 1867.

Keberhasilan swasta, NV NISM membangun jalan KA antara Kemijen - Tanggung, yang kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan kota Semarang-Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan rel antara 1864-1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 Km, tahun 1870 menjadi 110 Km, tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi 1.427 Km dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 Km. Selain di Jawa, pembangunan jalan KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatera Utara (1886), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), bahkan tahun 1922 di Sulawasi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar--Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan,


(29)

meskipun belum sempat dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga di pulau Bali dan Lombok, pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA. Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 Km. Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang Iebih 901 Km raib, yang diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk pembangunan jalan KA di sana. Jenis jalan rel KA di Indonesia semula dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh) dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa pendudukan Jepang (1942 -1943) sepanjang 473 Km, sedangkan jalan KA yang dibangun semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah-Cikara dan 220 Km antara Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro-Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang mempekerjakan 27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya bertebaran sepanjang Muaro- Pekanbaru.

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamir-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan KA yang tergabung dalam “Angkatan Moeda Kereta Api” (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tanggal 28 September 1945. Pembacaan pernyataan sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperbolehkan campur


(30)

tangan lagi urusan perkeretaapi-an di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya “Djawatan Kereta Api Republik Indonesia” (DKARI) yang kemudian namanya dipersingkat dengan Djawatan Kereta Api (DKA), hingga tahun 1950. Institusi tersebut berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1963 dengan PP. No. 22 tahun 1963, kemudian dengan PP. No. 61 tahun 1971 berubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA). Perubahan kembali terjadi pada tahun 1990 dengan PP. No. 57 tahun 1990 status perusahaan jawatan diubah menjadi perusahaan umum sehingga PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kerata Api (Perumka). Perubahan besar terjadi pada tahun 1998, yaitu perubahan status dari Perusahaan Umum Kereta Api menjadi PT Kereta Api (Persero), berdasarkan PP. No. 19 tahun 1998. Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1990 dialihkan bentuknya menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 No. 16; Tambahan Lembaran Negara No. 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi Undang-Undang 25 Pengalihan bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api dinyatakan bubar pada saat pendirian Perusahaan Perseroan (Persero) tersebut dengan ketentuan bahwa segala hak dan kewajiban, kekayaan serta pegawai Perusahaan Umum (Perum). Kereta Api yang ada pada saat pembubarannya beralih kepada Perusahaan Perseroan (Persero) yang bersangkutan. Pendirian PT. Kereta Api Indonesia (Persero)


(31)

didirikan dengan Akte tertanggal 1 Juni 1999, Nomor 2, dibuat dihadapan Imas Fatimah, SH., Notaris di Jakarta.

Perkeretaapian Indonesia pada awal kemerdekaan hanyalah berstatus sebagai salah satu bagian dari Departemen Perhubungan dengan nama jawatan kereta api Indonesia. Dalam perkembangannya instansi ini kemudian diubah menjadi perusahaan jawatan. Sejak itulah badan-badan usaha milik negara di Indonesia terkelompok dalam apa yang disebut Perjan, Perum dan Persero. Sedangkan struktur susunan organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

terdiri dari:

1. Kereta Api Pusat di Bandung 2. Divisi Sarna Bandung

3. Divisi Usaha Pendukung di Bandung 4. Divisi Pelatihan di Bandung

5. Divisi Angkutan Perkotaan di Bandung 6. Divisi Regional I Sumatera Utara di Medan 7. Divisi Regional II di Padang

8. Divisi Regional III Sumatera Selatan di Palembang 9. Daerah Operasional

a. Daerah Operasi 1 di Jakarta b. Daerah Operasi 2 di Bandung c. Daerah Operasi 3 di Cirebon d. Daerah Operasi 4 di Semarang e. Daerah Operasi 5 di Purwokerto


(32)

f. Daerah Operasi 6 di Yogyakarta g. Daerah Operasi 7 di Madiun h. Daerah Operasi 8 di Surabaya i. Daerah Operasi 9 di Jember

Proses perubahan PERUMKA sehingga menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) melalui keputusan Presiden atau Kepres Nomor 39/1999, 1 Juni 1999 PERUMKA secara resmi berubah menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengoperasikan kelas Bisnis, Eksekutif, Ekonomi dan kelas khusus secara komersil pada Kereta Api.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara bergerak di bidang usaha transportasi perkeretaapian, adapun bidang usaha perusahaan yaitu penjualan atau pemasaran jasa angkutan berupa:

1. Angkutan Penumpang

Jenis angkutan penumpang meliputi: a. KA Penumpang Ekonomi

b. KA Penumpang Bisnis c. KA Penumpang Eksekutif 2. Angkutan Barang

PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara melayani distribusi BBM dari Depo Pertamina Labuan menuju dua tempat, yaitu Kisaran sejauh 149 km dan Siantar sejauh 174 km. Stamformasinya masing-masing 15


(33)

gerbong ketel jenis KKW untuk distribusi ke Siantar dan 12 gerbong ketel KKW untuk distribusi ke Kisaran. Gerbong yang digunakan gerbong ketel jenis KKW atau KKRU dengan kapasitas muat 30 ton. PT Kereta Api Indonesia (Persero) juga menyediakan layanan angkutan barang cair. Minyak CPO, PKO dan Lateks dapat diangkut dengan kereta api menggunakan gerbong ketel jenis KKW. Demikian juga dengan biji sawit, bisa diangkut dengan gerbong tertutup jenis TTW. Keunggulan lain yang ditawarkan yaitu proses pengangkutan langsung dari Kebun/Pabrik dengan tersedianya jalur/sepur simpang dan pengiriman ke Belawan langsung ke tempat pembongkarannya di Ujung Baru. Pembongkaran langsung ke tangki penampungan. Beberapa perusahaan penghasil CPO yang telah menjalin kerjasama angkutan barang menggunakan kereta api antara lain : PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III, PTPN IV, PT Musim Mas, PT Smart, PT PHG (Permata Hijau Group), dan PT Asian Agri Culture.

2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan/ keterkaitan antar setiap bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara memiliki struktur organisasi garis dan staf (line and staff organization) yang sesuai dengan kondisi


(34)

perusahaan. Struktur organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(35)

Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara

VP DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA DEPUTY VP MANAGER

SDM & UMUM MANAGER

HUKUM MANAGER

HUMASDA

MANAGER

KEUANGAN MANAGER ASSET

UPT BALAI YASA PUB

ASS. MANAGER SDM ASS. MANAGER DOKUMEN & KERUMAHTANGGAAN UPT GUDANG PERSEDIAAN PUB ASS. MANAGER AKUNTANSI ASS. MANAGER KEUANGAN ASS. MANAGER KAS BESAR ASS. MANAGER PENAGIHAN MANAGER SARANA ASS. MANAGER PROGRAM ANGGARAN SARANA ASS. MANAGER PERAWATAN KERETA & GERBONG

ASS. MANAGER PERAWATAN LOKOMOTIF & KRD

JUNIOR MANAGER INSPECTOR

UPT DEPO

MANAGER JALAN REL DAN

JEMBATAN

ASS. MANAGER PROGRAM ANGGARAN JLN. REL & JEMBATAN

ASS. MANAGER FASILITAS SARANA PEMELIHARAAN JJ &

EVALUASI ASS. MANAGER KONSTRUKSI JALAN

REL & JEMBATAN

JUNIOR MANAGER INSPECTOR

UPT RESORT JALAN REL JEMBATAN MANAGER KOMERSIL ASS. MANAGER PEMASARAN ANGKUTAN PENUMPANG ASS. MANAGER CUSTOMER CARE ASS. MANAGER PEMASARAN ANGKUTAN BARANG ASS. MANAGER SISTEM INFORMASI ASS. MANAGER PELAYANAN MANAGER OPERASI SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU

SENIOR SUPERVISOR OPERATOR RADIO SENIOR SUPERVISOR PENGENDALIAN OPKA JUNIOR MANAGER INSPECTOR UPT CREW KA SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU

SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU SENIOR SUPERVISOR RENC.EV & TU

SENIOR SUPERVISOR PENGENDALIAN

SARANA SENIOR

SUPERVISOR RENC.EV & TU

JUNIOR MANAGER PUSDAL OPKA MANAGER SINYAL, TELEKOMUNIKASI DAN LISTRIK ASS. MANAGER PROGRAM ANGGARAN SINTELIS ASS. MANAGER PERAWATAN TELEKOMUNIKASI & LISTRIK ASS. MANAGER PERAWATAN SINYAL JUNIOR MANAGER INSPECTOR UPT. RESORT SINTELIS ASS. MANAGER ANGGARAN ASS. MANAGER PENGGAJIAN AASS.MANAGER BANGUNAN ASS.MANAGER TANAH UPT POST UPT STASIUN


(36)

2.3.2. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab

Adapun pembagian tugas dan tanggung jawab pada masing-masing jabatan yang ada di PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara yaitu:

1. Vice President

Vice President Divre I Sumatera Utara bertanggung jawab atas tercapainya visi

dan misi perusahaan yang diselenggarakan melalui divisi regional di wilayah geografisnya yaitu:

a. Target pendapatan dan efisiensi

b. Keselamatan, pelayanan, sarana/prasarana perkeretaapian

c. Terselanggaranya proses peningkatan kualitas secara berkelanjutan

d. Melaksanakan program CSR (Coorporate Social Responsibility), pelestarian cagar budaya dan kelestarian lingkungan

e. Optimalisasi sumber daya perusahaan

f. Terkendalinya operasi perjalanan KA, keamanan dan ketertiban

g. Terkendalinya aktivitas operasi pelayanan konsumen, penjualan dan customer care

h. Efektivitas penyelenggaraan kerjasama/kemitraan dengan pihak eksternal 2. Deputy VP

Deputy VP memiliki tugas pokok untuk mengkoordinasi seluruh unit kerja dari bagian operasional dan berfungsi mengawasi serta memberikan arahan bagi para


(37)

staffnya yaitu manajer dan menyampaikan tujuan perusahaan. Deputy VP membawahi beberapa manager yaitu:

a. Manajer HUMASDA (Hubungan Masyarakat Daerah)

Manajer HUMASDA bertanggung jawab secara langsung kepada Deputy VP. Adapun tugas dan tanggung jawabnya yaitu:

1. Merumuskan dan menjabarkan strategi kebijakan yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang ditetapkan Kantor Pusat

2. Mengelola informasi dan komunikasi di dalam perusahaan/internal dan menjalin hubungan dengan media massa diluar perusahaan/eksternal

3. Melaksanakan program CSR di wilayahnya b. Manager Hukum

Berfungsi melaksanakan kegiatan protokoler, tata usaha, pengadaan alat dan kelengkapan keperluan kantor, pencatatan barang-barang inventaris kantor, pengaturan akomodasi perkantoran, pengurusan wisma/mes, pengarsipan surat menyurat, dan peraturan-peraturan perkeretaapian dan pelaksanaan batuan hukum.

c. Manajer SDM dan Umum

Berfungsi melaksanakan kebutuhan administrasi dan sistem informasi sumber daya manusia serta melaksanakan pengendalian, pembinaan, pelatihan, sertifikasi dan evaluasi kinerja, manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:


(38)

2. Asisten manajer Dokumen dan kerumahtanggaan 3. Asisten manajer Penggajian

d. Manajer Keuangan

Manajer keuangan dibantu oleh para Asisten manajer dalam bidang administrasi antara lain keuangan, akuntasi, dan anggaran, dan Kas Besar yang mempunyai fungsi masing–masing untuk memperlancar jalannya roda perputaran perusahaan di bidang administrasi yang diatur oleh ketetapan-ketetapan serta keputusan- keputusan perusahaan.

e. Manajer Sarana

Berfungsi di bidang pemeliharaan serta menyediakan dan armada bagi setiap sarana yang diperlukan dalam kegiatan operasi dan digunakan demi kelancaran perjalanan Kereta Api yang dikepalai oleh Manajer Sarana dan dibantu oleh beberapa asisten manager seperti:

1. Asisten manajer Program Anggaran Sarana 2. Asisten manajer Perawatan Lokomotif dan KRD 3. Asisten manajer Perawatan Kereta dan Gerbong f. Manajer Jalan Rel dan Jembatan

Berfungsi dalam pengendalian mutu, pemeliharaan serta pemeriksaan jalan atau jembatan yang akan dilintasi kereta api yang dipimpin oleh manajer Jalan dan Jembatan dan dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:


(39)

2. Asisten manajer Konstruksi Jalan, Rel dan Jembatan

3. Asisten manajer Fasilitas Sarana Pemeliharaan dan Evaluasi

g. Manajer Sinyal dan Telekomunikasi

Berfungsi di bidang pengendalian mutu serta prasarana sinyal dan telekomunikasi. manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu: 1. Asisten manajer Program Anggaran Sintelis

2. Asisten manajer Perawatan Sinyal

3. Asisten manajer Perawatan Telekomunikasi dan Listrik h. Manajer Operasi dan Pemasaran

Berfungsi merencanakan perjalanan kereta api sehingga pelanggan yang menggunakan jasa kereta api dapat menikmati perjalanan sampai ditujuan dengan aman dan tentram, manajer ini dibantu oleh beberapa Asisten Manajer yaitu:

1. Asisten manajer Program Perjalanan Kereta Api 2. Asisten manajer Pengendalian Operasi Kereta Api 3. Asisten manajer Pemasaran dan Bina Pelanggan 4. Asisten manajer Keamanan dan ketertiban i. Manajer Asset

Berfungsi dibidang pengendalian mutu serta pengolahan dan pemeliharaan harta tetap milik PT. Kereta Api (Persero) serta memberdayakan lahan


(40)

ataupun tanah dan bangunan, manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer Tanah 2. Asisten manajer Bangunan

j. Manajer Komersil

Berfungsi menangani urusan pemasaran angkutan penumpang maupun barang, mengatur masalah akses informasi bagi penumpang kereta api dan melayani keluhan dan kritikan dari penumpang. Manajer ini dibantu oleh beberapa asisten manajer, yaitu:

1. Asisten manajer pemasaran angkutan penumpang 2. Asisten manajer pemasaran angkutan barang 3. Asisten manajer customer care

4. Asisten manajer pelayanan 5. Asisten manajer sistem informasi Tugas dan Tanggung Jawab adalah:

a. Menjalankan kebijakan Direktur Utama PT. Kereta Api indonesia (persero) dalam memimpin PT. Kereta Api Indonesia (persero) divisi regional Sumatera Utara & NAD, dengan pedoman kepada peraturan, ketentuan perusahaan, anggaran pendapatan dan anggaran biaya serta ketentuan lainnya yang dijalankan secara efektif dan efisiensi serta bertanggung jawab atas manajemen bulanan.


(41)

b. Di dalam melaksananakan tugasnya yang telah ditentukan oleh Direksi, Pengawasan dilaksanakan secara langsung.

c. Menjalankan kerjasama yang baik dengan semua karyawan dalam hubungan tugas yang berhubungan dengan perusahaan.

d. Menyelenggarakan administrasi umum kereta api dalam arti kata seluas-luasnya.

e. Membuat perencanaan material dan melaksanakan pengadaan, baik yang diusahakan sendiri dan mengawasi penggunaannya, memelihara serta menjaga keamanan.

f. Menggunakan karyawan secara efektif dan efisiensi serta mengusahakan penataran serta pendidikan karyawan agar menjadi terampil.

g. Membuat laporan-laporan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.

h. Memanfaatkan penemuan-penemuan baru dengan berpedoman kepada kebijaksanaan demi kepentingan perkembangan perusahaan.

i. Memelihara hubungan kerja sama yang baik dengan pegawai instansi pemerintah dan masyarakat guna mencapai tujuan perusahaan.

Wewenang adalah sebagai berikut:

a. Berwenang mengambil keputusan yang bersifat rutin dan tidak principal serta tidak menyimpang dari kebijaksanaan Direksi PT Kereta Api indonesia (Persero).


(42)

BAB III

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas landasan teori yang dijadikan pedoman dalam penelitian Tugas Akhir ini diantaranya adalah aktivitas masinis, keluhan

musculoskeletal, REBA (Rapid Entire Body Assessment), antropometri, tingkat

intensitas bunyi/kebisingan, temperatur udara dan teknik pengambilan sampel.

3.1. Masinis2

Masinis adalah seorang pengemudi lokomotif. Adapun syarat-syarat untu menjadi masinis adalah sebagai berikut:

1. Tidak seorangpun boleh diserahi kewajiban untuk mengemudika lokomotif sebagai masinis sebelum ia bekerja sebagai calon masinis selama dua tahun, atau sebelum ia bekerja satu tahun di Balai Yasa bagian pesawat-pesawat diesel ditambah satu tahun bekerja sebagai calon masinis atau juru motor.

2. Selanjutnya dalam perjalanan percobaan dan pada waktu pemeriksaan ia harus membuktikan bahwa ia:

a. Cukup paham dalam mengemudikan dan memelihara lokomotif.

b. Mempunyai kecakapan bekerja sebagai tukang tempa dan tukang bubut, pandai memperbaiki kerusakan –kerusakan kecil yang sering kali terdapat pada lokomotif.

2


(43)

c. Mempunyai pengetahuan cukup tentang undang-undang dan peraturan-peraturan Perusahaan Jawatan Kereta Api dan tentang pemakaina motor-diesel.

d. Pandai membaca dan menulis.

3. Seorang masinis harus mempunyai tinggi badan paling sedikit 1,60 meter.

4. Akhirnya ia diperiksa mengenai ketajaman penglihatan dan pendengarannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku bagi masinis yang harus mengemudikan sendiri suatu lokomotif.

5. Apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan , maka diberikan sebagai tanda kecakapan oleh Kepala Dinas Traksi dan Material (KT).

6. Masa pelajaran dua tahun, dalam keadaan luar biasa dapat dikurangi sebanyak 6 bulan oleh Direktur Utama Perusahaan Jawatan Kereta Api (Dirma).

7. Seorang masinis tidak boleh jalan (dinas menjalani suatu kereta api), sebelum ia paham benar tentang keadaan lintas yang dilewati kereta api.

3.2. Keluhan Muskuloskeletal 3

Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon.

3

Tarwaka.dkk, Ergonomi Untuk keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas, Uniba Press, Surakarta, 2004, p.117-120


(44)

Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebanan dihentikan.

2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih berlanjut.

Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi oleh beberapa penyebab, diantaranya adalah :

1. Peregangan otot yang berlebihan.

Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan beban yang berat.

2. Aktivitas berulang

Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekana akibat beban kerja secara terus-menerus tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.


(45)

3. Sikap kerja tidak alamiah.

Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal.

4. Faktor penyebab skunder.

Faktor skunder yang juga berpengaruh terhadap keluhan muskuloskeletal adalah tekanan, getaran dan mikroklimat.

5. Penyebab kombinasi

Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari

3.3. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)4

Ada beberapa cara dalam melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Salah satunya adalah melalui Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Melalui kuesioner ini dapat diketahui bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), Agak Sakit (AS), Sakit (S) dan Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan

4


(46)

menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 2.1. maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.

(Sumber : Gempur Santoso, Ergonomi : Manusia, Peralatan dan Lingkungan)

Gambar 3.1. Standard Nordic Questionnaire

NO JENIS KELUHAN TINGKAT KELUHAN Tidak

Sakit

Agak Sakit

Sakit Sangat Sakit

0 Sakit kaku di leher bagian atas 1 Sakit kaku di leher bagian bawah 2 Sakit di bahu kiri

3 Sakit di bahu kanan 4 Sakit lengan atas kiri 5 Sakit di punggung 6 Sakit lengan atas kanan 7 Sakit pada pinggang 8 Sakit pada bokong 9 Sakit pada pantat 10 Sakit pada siku kiri 11 Sakit pada siku kanan 12 Sakit pada lengan bawah kiri 13 Sakit pada lengan bawah kanan 14 Sakit pada pergelangan tangan

kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan kanan

16 Sakit pada tangan kiri 17 Sakit pada tangan kanan 18 Sakit pada paha kiri 19 Sakit pada paha kanan 20 Sakit pada lutut kiri 21 Sakit pada lutut kanan 22 Sakit pada betis kiri 23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada pergelangan kaki kiri 25 Sakit pada pergelangan kaki

kanan

26 Sakit pada kaki kiri 27 Sakit pada kaki kanan


(47)

3.4. Rapid Entire Body Assessment(REBA)5

Rapid entire body assessment(REBA)merupakan suatu metode penilaian

postur untuk menilai faktor risiko gangguan tubuh keseluruhan. Untuk masing-masing tugas, dinilai faktor postur tubuh dengan penilaian pada masing-masing-masing-masing grup yang terdiri atas 2 grup yaitu:

1. Grup A yang terdiri dari postur tubuh kiri dan kanan dari batang tubuh (trunk), leher (neck), dan kaki (legs).

2. Grup B yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan tangan (wrist).

Pada masing-masing grup diberikan suatu skala postur tubuh dan suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan coupling.

Grup A:

a. Batang tubuh (trunk)

Gambar 3.2. Postur Batang Tubuh REBA Tabel 3.1. Skor Batang Tubuh REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Posisi normal 1

+1 jika batang tubuh berputar/miring ke

samping 0-200 (ke depan dan belakang) 2

<-200 atau 200-600 3

>600 4

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

5


(48)

b. Leher (neck)

Gambar 3.3. Postur Leher REBA Tabel 3.2. Skor Leher REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-200 1 +1 jika leher berputar/miring ke samping

200- fleksi dan ekstensi 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

c. Kaki (legs)

Gambar 3.4. Postur Kaki REBA Tabel 3.3. Skor Kaki REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

Kaki tertopang, bobot tersebar

merata, jalan atau duduk 1 +1 jika lutut antara 30

0

-600 +2 jika lutut >600 (tidak

untuk duduk) Kaki tidak tertopang, bobot tidak

tersebar merata, postur tidak stabil 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari batang tubuh,leher, dan kaki maka skor untuk grup A dapat dilihat pada Tabel 3.4.


(49)

Tabel 3.4. Tabel A (Penilaian Tubuh Bagian A) REBA

Batang Tubuh

Leher

1 2 3

Kaki Kaki Kaki

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6

2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7

3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8

4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9

5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Grup B:

a. Lengan atas (upper arm)

Gambar 3.5. Postur Lengan Atas REBA Tabel 3.5. Skor Lengan Atas REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

200 (ke depan dan belakang) 1

+1 jika bahu naik

+1 jika lengan berputar/bengkok -1 jika bersandar, bobot lengan

ditopang atau sesuai gravitasi >200 (ke belakang) atau 200

-450 2

450-900 3

>900 4

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

b. Lengan bawah (lower arm)


(50)

Tabel 3.6. Skor Lengan Bawah REBA

Pergerakan Skor

600-1000 1

<600 atau >1000 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

c. Pergelangan tangan (wrist)

Gambar 3.7. Postur Pergelangan Tangan REBA Tabel 3.7. Skor Pergelangan Tangan REBA

Pergerakan Skor Skor Perubahan

0-150 (ke atas dan bawah) 1 +1 jika pergelangan tangan menyimpang atau berputar >150 (ke atas dan bawah) 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan, maka skor untuk grup B dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Tabel B (Penilaian Tubuh Bagian B) REBA

Lengan Atas

Lengan Bawah

1 2

Pergelangan Tangan Pergelangan Tangan

1 2 3 1 2 3

1 1 2 2 1 2 3

2 1 2 3 2 3 4

3 3 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8

6 7 8 8 8 9 9

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Pertimbangan lain yang harus diperhitungkan untuk penilaian REBA adalah skor beban dan coupling. Skor beban mempengaruhi skor grup A dimana nilai pada tabel A di jumlahkan dengan skor beban. Skor coupling mempengaruhi skor grup B


(51)

dimana nilai pada tabel B dijumlahkan dengan skor coupling. Skor untuk beban dapat dilihat pada Tabel 3.9, sedangkan skorcoupling dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.9. Skor Beban REBA

Pergerakan Skor Skor Pergerakan

<5 kg 0

+1 jika kekuatan cepat

5-10 kg 1

>10 kg 2

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Tabel 3.10. Skor Coupling REBA

Coupling Skor Keterangan

Baik 0 Kekuatan pegangan baik

Sedang 1 Pegangan bagus tapi tidak ideal atau coupling cocok dengan bagian tubuh

Kurang baik 2 Pegangan tangan tidak sesuai walaupun mungkin Tidak dapat

diterima 3

Kaku, pegangan tangan tidak nyaman, tidak ada pegangan atau coupling tidak sesuai dengan bagian tubuh

Skor C REBA merupakan matriks perpotongan antara skor pada grup A dan skor pada grup B. Skor C REBA akan menentukan level resiko postur kerja. Skor C REBA dapat dilihat pada Tabel 3.11.

Tabel 3.11. Skor C REBA

Skor Grup B

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

S k o r G r u p A

1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7

2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8

3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8

4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9

5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9

6 6 6 6 6 8 8 9 9 10 10 10 10

7 7 7 7 7 9 9 9 10 10 11 11 11

8 8 8 8 8 10 10 10 10 10 11 11 11

9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12

10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12

11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12


(52)

Untuk menentukan level tindakan REBA diperlukan skor aktivitas yang mempengaruhi skor C dimana skor akhir diperoleh dari penjumlahan skor C dengan skor aktivitas. Skor aktivitas dapat dilihat pada Tabel 3.12.

Tabel 3.12. Skor Aktivitas REBA

Aktivitas Skor Keterangan

Postur statik +1 Satu atau lebih bagian tubuh statis/diam Pengulangan +1 Tindakan berulang-ulang

Ketidakstabilan +1 Tindakan menyebabkan jarak yang besar dan cepat pada postur (tidak stabil)

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Nilai level tindakan REBA dapat dilihat pada Tabel 3.13.

Tabel 3.13. Nilai Level Tindakan REBA

Skor REBA Level Risiko Level Tindakan Tindakan

1 Dapat diabaikan 0 Tidak diperlukan

2-3 Kecil 1 Mungkin diperlukan

4-7 Sedang 2 Perlu

8-10 Tinggi 3 Segera

11-15 Sangat tinggi 4 Sekarang juga

Sumber : Hand Book of Human Factors Engineering “ Stanton, dkk”, 2004

Level tindakan 0 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu tidak diperlukan tindakan perbaikan atau dalam level aman. Level tindakan 1 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu mungkin diperlukan perbaikan. Level tindakan 2 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu memerlukan perbaikan tapi tidak dalam waktu dekat. Level tindakan 3 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu memerlukan perbaikan segera dalam waktu dekat. Level tindakan 4 menunjukkan bahwa untuk elemen gerakan tertentu memerlukan perbaikan sekarang juga dimana level risiko kerja sudah sangat tinggi atau berbahaya.


(53)

Penilaian skor akhir postur kerja dapat dilihat pada work sheet REBA pada Gambar 3.8. berikut.

Sumber : reba.pdf (September 2010 pukul 21.00 WIB)

Gambar 3.8. REBA Assessments Worksheet

3.5. Antropometri6

Pengertian antropometri menurut Stevenson (1989) dan Eko Nurmianto (1991) adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia yaitu ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah perancangan (design). Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi-dimensi yang tepat dan berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan atau menggunakan

6


(54)

produk tersebut. Maka perancangan produk harus mampu mengakomodasikan dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut hingga populasi terkecil.

Secara umum sekurang-kurangnya 90% - 95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai suatu produk haruslah mampu menggunakannya dengan selayaknya. Pada dasarnya peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasi seluruh range atau jangkauan ukuran tubuh dari populasi yang akan memakainya.

3.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Antropometri

Manusia pada umumnya berbeda-beda bentuk dan dimensi ukuran tubuhnya. Ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:

a. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar,seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu sejak awal kelahirannya sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan olehA.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun, sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus bertambahtinggi sampai usia23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita).


(55)

Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cenderung berubah menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan. b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar

dibandingkan dengan wanita,terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.

c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku,bangsa ataupun kelompok etnik akan memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu dengan yang lainya.

d. Posisi tubuh (posture). Sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi tubuh dikenal dua cara pengukuran yaitu pengukuran dimensi struktur tubuh dan pengukuran dimensi fungsional tubuh.

e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu, dan lain-lain). f. Tebal/tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda

akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orang akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.

g. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi seperti ini.


(56)

3.5.2. Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri

Untuk penetapan data antropometri, pemakaian distribusi normal akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata dan simpangan standar dari data yang ada. Dari nilai yang ada tersebut, maka persentil dapat ditetapkan sesuai dengan tabel probabilitas distribusi normal. Persentil adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut. Sebagai contoh persentil 95-th akan menunjukkan 95% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran tersebut, sedangkan persentil 5-th akan menunjukkan 5% populasi akan berada pada atau di bawah ukuran itu. Dalam antropometri, angka 95-th akan menggambarkan ukuran manusia yang terbesar dan persentil 5-th sebaliknya akan menunjukkan ukuran terkecil. Diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasikan 95% dari populasi yang ada, maka diambil rentang persentil 2,5-th dan 97,5-th sebagai batas-batasnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9.

Xrata-rata

95%

2,5% 2,5%

Persentil 2,5-th

Persentil 97,5-th 1,96σx

N(Xrata-rata,σx)

1,96σx


(57)

Pemakaian nilai persentil yang umum diaplikasikan dalam perhitungan data antropometri dapat dijelaskan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14. Jenis Persentil dan Perhitungan dalam Distribusi Normal

Persentil Perhitungan

1 – St X - __ 1,325σx 2,5 – th X - __ 1,96σx

5 – th X - __ 1,645σx 10 – th X - __ 1,28σx

50 – th X__

90 – th X__+ 1,28σx

95 – th X__+ 1,645σx 97,5 – th X__+ 1,96σx

99 – th X__+ 1,325σx

Wignjosoebroto, Sritomo. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu

3.5.3. Pengujian Keseragaman Data7

Uji keseragaman data meliputi menghitung nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan minimum dengan menggunakan persamaan seperti di bawah ini. a. Nilai rata-rata

n X n

X ... X X

X__= 1+ 2+ + n=∑ n

Dimana:

__

X = Nilai rata-rata

X = Jumlah pengamatan ke n n 7

Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana dan Jann H. Tjakraatmadja. Teknik dan Tata Cara Kerja.


(58)

n = Banyak pengamatan ke n b. Nilai standar deviasi

(

)

1 n

X X

σ i

− −

=

Dimana : σ = Standar deviasi Xi = Data ke – i

__

X = Nilai rata-rata

n = Banyak pengamatan ke n c. Nilai maksimum dan minimum

Nilai maksimum dan minimum merupakan nilai terbesar dan nilai terkecil yang diperoleh dari data hasil pengukuran.

d. Batas kontrol

Uji keseragaman data digunakan untuk pengendalian proses bagian data yang ditolak atau tidak seragam karena tidak memenuhi spesifikasi. Apabila dalam satu pengukuran dimensi terdapat satu atau lebih data yang tidak seragam atau dengan kata lain tidak berada dalam batas kontrol maka akan langsung ditolak dan dilakukan revisi data dengan cara mengeluarkan data yang berada di luar batas kontrol tersebut dan melakukan perhitungan kembali.

BKA =

__

X + kσ BKB =

__

X - kσ

Dimana : __

X = Nilai rata-rata


(59)

k = Harga indeks tingkat kepercayaan, yaitu:

Tingkat kepercayaan 0 % - 68 % harga k adalah 1 Tingkat kepercayaan 69 % - 95 % harga k adalah 2 Tingkat kepercayaan 96 % - 100 % harga k adalah 3

3.5.4. Uji Kecukupan Data8

Uji kecukupan data digunakan untuk menganalisis jumlah pengukuran apakah sudah representatif, dimana tujuannya untuk membuktikan bahwa data sampel yang diambil sudah mewakili populasi.Untuk melakukan uji kecukupan data digunakan persamaan berikut: 2 2 2 ) ( / '           = ∑ ∑ ∑ X X X N s k N

Dimana: N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan N = Jumlah pengamatan yang dilakukan k = Indeks tingkat kepercayaan

s = Tingkat ketelitian Dengan ketentuan:

Jika N’ < N, maka jumlah data pengamatan sudah mencukupi. Jika N’ > N, maka jumlah data pengamatan belum mencukupi.

8

Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana dan Jann H. Tjakraatmadja. Teknik dan Tata Cara Kerja.


(60)

3.5.5. Uji Kenormalan Data

Uji kenormalan data merupakan uji kesesuaian antara frekuensi hasil pengamatan dengan frekuensi yang diharapkan, yang tidak memerlukan anggapan tertentu tentang bentuk distribusi populasi dari mana sampel diambil. Uji kenormalan data digunakan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal

Untuk menetapkan kenormalan,kriteria yang berlaku adalah sebagai berikut. a. Tetapkan taraf signifikansi uji misalnya α= 0.05

b. Bandingkan p dengan taraf signifikansi yang diperoleh

c. Jika signifikansi yang diperoleh >α, maka sampel berasal dari populasi yangberdistribusi normal

d. Jika signifikansi yang diperoleh <α, maka sampel bukan berasal dari populasi yangberdistribusi normal

3.5.6. Aplikasi Antropometri dalam Perancangan Fasilitas Kerja

Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang akan mengoperasikannya,


(61)

maka prinsip-prinsip yang harus diambil dalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu seperti diuraikan berikut ini :

a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran yang ekstrim.

Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 (dua) sasaran produk, yaitu:

1. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan rata-ratanya. 2. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari

populasi yang ada).

Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk atau fasilitas kerja akan menetapkan nilai persentil 5-th untuk dimensi maksimum dan persentil 95-th untuk dimensi minimumnya.

b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang ukuran tertentu.

Disini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Contoh yang paling umum dijumpai adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa diubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Dalam kaitannya untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel, semacam ini maka data antropometri yang umum diaplikasikan adalah rentang nilai persentil5-th sampai dengan 95-th. c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata.


(62)

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Masalah pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali yang berada dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan dibuat untuk yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi yang memiliki ukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri.

Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa saran/rekomendasi yang bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah seperti berikut :

1. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut.

2. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut, dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data structural body

dimension atau functional body dimension.

3. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut. Hal ini lazim dikenal sebagai "marketsegmentation", seperti produk mainan untuk anak-anak, peralatan rumah tangga untuk wanita, dan lain-lain.

4. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti misalnya apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) atau ukuran rata-rata.

5. Pilih persentase populasi yang harus diikuti, 90-th, 95-th, 99-th atau nilai persentil yang lain yang dikehendaki.


(63)

6. Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan selanjutnya pilih/tetapkan nilai ukurannya dari tabel data antropometri yang sesuai. Aplikasikan data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves), dan lain-lain.

3.6. Lingkungan Kerja

3.6.1. Pengaruh Kebisingan di Tempat Kerja

Kebisingan adalah bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki oleh telinga kita. Tidak dikehendaki, karena dalam jangka panjang bunyi-bunyian tersebut dapat merusak pendengaran, mengganggu ketenamgan bekerja, dan dapat menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penyelidikan, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian.

Ada tiga aspek yang menentukan kwalitas suatu bunyi yang bisa menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu : lama, intensitas, dan frekuensinya. Makin lama telinga kita mendengar kebisingan makin buruk akibatnya bagi kita, diantaranya pendengaran yang makin berkurang.

Kebisingan diatas batas-batas normal (85 dB; desibel = satuan kepekaan suara) perlu disisihkan dari tempat-tempat kerja guna mencegah kemerosotan syaraf karyawan, mengurangi keletihan mental, dan meningkatkan moral kerja.


(64)

- Bagian-bagian bergerak dari seluruh mesin, perlengkapan, dan peralatan harus senantiasa diberi minyak pelumas dan gemuk.

- Cegah penggunaan mesin-mesin yang menimbulkan kebisingan diatas 95 dB. - Pergunakan peredam getaran seperti tegel akustik, karet, dan barang-barang lain

yang sejenis.

- Sumber-sumber getaran harus diisolasi. Misalnya , hendaknya generator diletakkan didalam tanah

- Permukaan tembok dan langit-langit sedapat mungkin dilapisi dengan tegel akustik

- Lengkapi karyawan yang bekerja di tempat-tempat sumber kebisingan diatas 95 dB dengan alat penyumbat telinga

Telah jelas bagi kita bahwa kondisi lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap keadaan kerja manusia maka manusia sebagai makhluk yang paling sempurna tidak luput dari kekurangan, dalam arti kata segala kemampuannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari faktor pribadinya (intern) atau mungkin dari pengaruh luar (ekstern). Salah satu faktor yang datang dari luar dan akan dibahas dalam kesempatan ini ialah lingkungan kerja dimana manusia melaksanakan kegiatannya. Adalah suatu kenyataan bahwasannya lingkungan kerja berpengaruh terhadap hasil kerja manusia. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik dan akan tercapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik, sebaliknya bisa


(65)

dikatakan, bahwa suatu kondisi lingkungan kerja yang baik, manusia dapat melaksanakan kegiatannya dengan optimal, dengan sehat, aman dan selamat.

Ketidakberesan lingkungan kerja dapat terlihat akibatnya dalam waktu yang lama. Lebih jauh lagi, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak tentunya. Tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif.

Suatu kondisi lingkungan kerja yang baik tidak bisa ditemukan dengan begitu saja, tetapi harus melalui tahapan-tahapan percobaan, dimana setiap kemungkinan dari kondisi tersebut diuji pengaruhya terhadap kemampuan manusia.

Sebagaimana yang kita ketahui terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja diantaranya temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, warna dan bau-bauan.

Tabel 3.15. Skala Intesitas Kebisingan

Desibel (dB) Batas Dengar Tertinggi

Menulikan 120

110 100

Halilintar Meriam Mesin Uap

Sangat hiruk 100

90 80

Jalan hiruk-pikuk

Perusahaan sangat gaduh Pluit polisi


(66)

Tabel 3.15. Skala Intesitas Kebisingan (Lanjutan)

Desibel (dB) Batas Dengar Tertinggi

Kuat 80

70 60

Kantor gaduh

Jalan pada umumnya Radio

Perusahaan

Sedang 60

50 40

Rumah gaduh Kantor umumnya Percakapan kuat Radio perlahan

Tenang 40

30 20

Rumah tenang Kantor perorangan Auditorium

Percakapan

Sangat tenang 20

10 0

Suara daun-daun Berisik

Batas dengar terendah

3.6.2. Pengaruh Temperatur Udara di Tempat kerja9

Manusia selalu berusaha mempertahankan keadaan normal tubuh dengan sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga dapat menyesuaikan dengan perubahan

9


(67)

yang terjadi diluar tubuhnya. Tubuh manusia menyesuaikan diri karena kemampuannya untuk melakukan proses konveksi, radiasi, dan penguapan juka terjadi kekurangan atau kelebihan yang membebaninya. Tetapi, kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan temperatur luar jika perubahannya tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin terhadap temperatur normal ± 24 °C.

Temperatur udara lebih rendah dari 37°C berati temparatur udara ini dibawah kemampuan tubuh unutk menyesuaikan diri (35% dibawah normal), maka tubuh manuasia akan mengalami kedinginan, karena hilangnya panas tubuh yang sebagian besar diakibatkan oleh konveksi dan radiasi, juga sebagian kecil akibat penguapan. Sebaliknya jika temperatur udara terlalu panas dibanding temperatur tubuh, maka tubuh akan menerima panas akibat konveksi dan radiasi yang jauh lebih besar dari kemampuan tubuh untuk mendinginkan tubuhnya malalui sistem penguapan. Hal ini menyebabkan temperatur tubuh menjadi ikut naik dengan tingginya temperatur udara. Temparatur yang terlalu dingin akan mengakibatkan gairah kerja menurun. Sedangkan temperatur udara yang terlampau panas, akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh dan menimbulkan ketidaknyamanan pada seseorang.

Metode terbaik untuk menentukan apakah tekanan panas di lingkungan kerja menyebabkan gangguan kesehatan adalah dengan mengukur suhu inti tubuh manusia yang bersangkutan. Normal suhu inti tubuh adalah 37° C, mungkin mudah dilampaui dengan akumulasi panas dan konveksi, konduksi, radiasi dan panas metabolisme. Apabila rerata suhu inti tubuh pekerja >38° C, diduga terdapat pemaparan suhu


(68)

lingkungan panas yang dapat meningkatkan suhu tubuh tersebut. Selanjutnya harus dilakukan pengukuran suhu lingkungan kerja.

Menurut Sutalaksana, dkk (1979) berbagai tingkat temperatur akan memberikan pengaruh yang berbeda-beda sebagai berikut:

a. 49 °C: Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas tingkat kemampuan fisik dan mental.

b. ± 30°C: Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan, timbul kelelahan fisik.

c. ± 24 °C: Kondisi optimum.

d. ± 10 °C: Kelakuan fisik yang extrem mulai muncul.

Harga-harga diatas tidak mutlak berlaku untuk setiap orang karena sebenarnya kemampuan beradaptasi tiap orang berbeda-beda, tergantung di daerah bagaimana dia biasa hidup. Orang yang biasa hidup di daerah panas berbeda kemampuan beradaptasinya dibandingkan dengan mereka yang hidup di daerah dingin atau sedang.

3.7. Teknik Pengambilan Sampel10

Setelah jumlah sampel yang akan diambil dari populasi telah ditentukan, selanjutnya pengambilan sampel pun harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan dalam bentuk teknik sampling. Ada tiga hal pokok dalam pengambilan sampel dari populasi, yaitu :

10


(69)

a. populasi yang terhingga dan tak terhingga

b. pengambilan sampel secara probabilitas dan yang nonprobabilitas

c. pengambilan sampel dengan membagi bagi dulu populasi menjadi beberapa bagian yang disebut subpopulasi sehingga subpopulasi menjadi relatif homogen atau heterogen.

Pada teknik sampling terdapat dua metode teknik sampling yang umum digunakan dalam suatu penelitian, yaitu:

1. Probability Sampling.

Probability sampling adalah suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana

setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Probability sampling dapat dibagi menjadi:

a. Simple Random Sampling

Ada tiga cara pengambilan sampel dengan simple random sampling : 1. Cara Undian

Cara ini memberi nomor-nomor pada seluruh anggota populasi, lalu secara acak dipilih nomor-nomor sesuai dengan banyaknya jumlah sampel yang dibutuhkan.

2. Cara Tabel Bilangan Random

Prinsip pemakaiannya adalah pertama-tama memberi nomor pada setiap anggota populasi. Lalu gunakan jumlah digit pada tabel acak dengan digit populasi. Pemakaian pada tabel, pilih salah satu nomor dengan cara acak, gunakan dua digit terakhirnya, cocokkan dengan nomor pada sampel frame.


(70)

3. Cara Sistematis/ Ordinal

Cara ini merupakan teknik untuk memilih anggota sampel melalui peluang dan ‘sistem’ tertentu dimana pemilihan anggota sampel setelah dimulai dengan pemilihan secara acak untuk data pertama dan berikutnya setiap interval tertentu.

b. Stratified Random Sampling

Populasi yang dianggap heterogen menurut suatu karakteristik tertentu terlebih dahulu dikelompok-kelompokkan dalam beberapa subpopulasi, sehingga tiap subpopulasi yang ada memiliki anggota sampel yang relatif homogen. Lalu dari tiap subpopulasi ini secara acak diambil anggota sampelnya.

c. Cluster Sampling

Pengambilan sampel dengan cara ini hampir sama dengan stratified random

sampling. Bedanya jika cara stratifikasi mengakibatkan adanya subpopulasi

yang unsur-unsurnya homogen, sedangkan dengan cara kluster unsur-unsurnya heterogen. Selanjutnya pada masing-masing kluster, dipilih sampel secara random sebanyak yang dibutuhkan. Pengambilan sampel kluster ini kadang dikaitkan dengan pengambiolan sampel wilayah, sebab dalam pelaksanaanya sering dikaitkan dengan letak geografis.

2. Non Probability Sampling.

Dengan cara ini semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel, karena misalnya ada bagian tertentu secara sengaja tidak dimasukkan dalampemilihan untuk mewakili populasi. Cara ini juga


(71)

sering disebut sebagai pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan karena dalam pelaksanaannya digunakan pertimbangan tertentu oleh peneliti. Non probability

sampling dapat dibagi menjadi:

a. Convinience Sampling

Sampling ini nyaris tidak dapat diandalkan, tetapi biasanya paling murah dan

cepat dilakukan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa saja yang mereka temui. Hasilnya dapat menunjukkan bukti-bukti yang cukup berlimpah, sehingga prosedur pengambilan sampel yang lebih canggih tidak diperlukan lagi.

b. Judgement Sampling

Cara ini sama dengan purposive sampling, dapat dipakai, misalnya kita ingin mengetahui pendapat karyawan tentang produk yang akan dibuat. Peneliti telah beranggapan bahwa karyawan akan lebih banyak tahu daripada orang lain, sehingga peneliti telah melakukan pertimbangan. Cara ini lebih cocok dipakai pada saat tahap awal studi eksploratif.

c. Quota Sampling

Jika riset akan mengkaji suatu fenomena dari beberapa sisi, maka responden yang akan dipilih adalah orang-orang yang diperkirakan dapat menjawab semua sisi itu.


(72)

Merupakan teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain untuk dijadikan sampel lagi, begitu seterusnya sehingga jumlah sampel terus menjadi banyak.

e. Purposive Sampling

Dalam hal ini, pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut-paut dengan karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya.

3.7.1. Ukuran Sampel

Pada dasarnya pengambilan jumlah sampel tergantung pada kondisi populasinya. Apabila populasinya sangat homogen, maka pengambilan sampel secukupnya saja. Akan tetapi bila kondisi populasinya sangat heterogen, maka pengambilan sampel harus memperhatikan bahwa tiap tingkatan populasi harus terwakili.

Yang perlu diperhatikan bahwa pengambilan sampel harus melebihi banyaknya variabel yang akan diukur pada populasi tersebut. Ada beberapa macam cara untuk mengetahui ukuran sampel yang diambil sebagai perwakilan dari suatu populasi. a. Pendapat Slovin

Menurut slovin, jumlah sampel yang dapat diambil adalah:

2

1 Ne N n

+ = Dimana :


(73)

n = ukuran sampel, N = ukuran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir, biasanya 0,02.

b. Pendapat Gay

Menurut gay, ukuran minimum sampel yang dapat diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan. Misalnya:

1. Metode deskriptif, minimal 10% dari populasi 2. Metode deskriptif-korelasional, minimalm 30 subjek

3. Metode experimental minimal 15 subjek tiap kelompok percobaan. c. Pendapat Kracjie

Kracjie juga membuat suatu daftar seperti Slovin, hanya untuk a sebesar 5% dan jumlah populasi N mulai dari sebesar 10 sampai 100.000. Bersadarkan N dan a tersebut dihasilkan besar sampelnya. Karena prinsipnya sama dan ternyata besar sampel dari pendapat Kracjie dan Slovin hamper sama besar, maka penulis tidak menjelaskan lebih lanjut.

d. Pendapat Harry King

Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan nomogram dan jumlah populasi


(74)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada PT. Kereta Api Indonesia Divre 1 Sumatra Utara yang bergerak di bidang transportasi darat dimana objek yang diteliti adalah bangku kerja masinis. Perusahaan ini berlokasi pada Jl. Prof. H.M. Yamin SH No.14, Medan, Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2012 – Mei 2013.

4.2. Rancangan Penelitian11

Jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian terapan (applied

research). Suatu jenis penelitian yang diarahkan kepada pengambilan tindakan

(corrective action).

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian yang diamati adalah bangku kerja masinis dan subjek penelitian adalah masinis PT. Kereta Api Indonesia Divre I Sumatra Utara.

4.4. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk membantu dalam pengumpulan data. Instrumen yang digunakan yaitu :

11


(75)

1. SNQ (standard nordic quetionnaire)

SNQ (standard nordic quetionnaire) digunakan untuk mengetahui keluhan

musculoskeletal dari masinis.

2. Panduan wawancara

Berisi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika melakukan wawancara dengan masinis.

3. Kamera digital

Digunakan untuk mengambil foto ruang kerja masinis. 4. Meteran

Digunakan untuk mengukur ruang kerja masinis. 5. Kursi Antropometri

Digunakan untuk mengukur dimensi tubuh masinis.

5. Spreading Calipers

Digunakan untuk mengukur dimensi antropometri kepala masinis. 6. 4 in 1 Enviromental

Digunakan untuk mengukur temperatur udara dan tingkat intensitas bunyi di lokomotif Kereta Api Medan.

4.5. Jenis dan Sumber Data

Adapun beberapa jenis data yang dikumpulkan dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:


(76)

1. Data primer

Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran secara langsung selama melakukan penelitian, yaitu:

a. Data dimensi antropometri masinis.

b. Data temperatur udara dan tingkat intensitas bunyi lokomotif. 2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pimpinan atau karyawan untuk mendapatkan informasi dan data yang

berhubungan dengan penelitian, yaitu sejarah perusahaan, ruang lingkup bidang usaha, struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, jam kerja, pada PT. Kereta Api Indonesia Divre 1 Sumatra Utara.

4.6. Populasi dan Sampel 4.6.1. Populasi

Populasi merupakan sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan dari objek penelitian. Adapun yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah masinis PT. KAI Divre I Sumatera Utara yang berjumlah 54 orang. Yang terdiri dari 30 masinis dan 24 asisten masinis.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)