LatarSetting Novel Pandangan Gorin 5 etika dalam Masyarakat Jepang

masyarakat, merosotnya kekuatan berbagai pengikat norma-norma sosial sehingga menimbulkan bentuk perilaku menyimpang serta ketergantungan masyarakat terhadap pihak lain sebagai akibat system intervensi pembangunan yang kurang proporsional. Dalam dimensinya yang bersifat fisik, efek samping dari proses pembangunan antara lain berupa masalah yang berkaitan dengan pencemaran dan kelestarian lingkungan. Hal ini menjadi masalah karena dalam jangka pendek akan membawa pengaruh pada keindahan, kerapian, keberhasilan, dana terutama pada kesehatan masyarakat. Sedangkan dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kelangsungan proses pembangunan itu sendiri. Perubahan yang terjadi melalui proses pembangunan seringkali merupakan perubahan yang dipercepat dalam rangka mengatasi keterbelakangan dan kemiskinan sesegera mungkin. Dengan demikian, dapat dipahami apabila pembangunan juga akan menyebabkan perubahan lingkungan.

2.3 LatarSetting Novel

Latar atau setting adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa atau waktu berlangsungnya tindakan. Jadi, peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam latar tempat dan waktu Pradopo dalam Sangidu, 2007:139. Latar dalam karya sastra UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak harus berbentuk realitas yang bersifat objektif, tetapi dapat juga berbentuk realitas yang bersifat imajinatif. Latar di dalam Novel “Grotesque” karya Natsuo Kirino meliputi setting tempat dan setting waktu. Latar tempat yang dimaksud adalah Tokyo yang merupakan ibukota Jepang, sedangkan latar waktunya adalah sekitar tahun 2002. Selain itu, terdapat latar tempat yang lainnya, yaitu sebuah Perguruan Q, disanalah kedua tokoh ini menimba ilmu, dan mendapatkan perlakuan yang berbeda sebagai kelompok ‘orang luar’ yang menjadi awal timbulnya permasalahan.

2.4 Pandangan Gorin 5 etika dalam Masyarakat Jepang

Dalam masyarakat Jepang pada umumnya tidak mempercayai satu ajaran agama. Melainkan mempercayai banyak Tuhan, tetapi semuanya bersifat dasar, Anezaki dalam Situmorang, 2009:105. Tetapi di dalamnya yang paling dominan adalah pengaruh budhist dan ajaran Konfusius dan Shintois. Sifat Jepang yang menonjol adalah peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat. Besarnya peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat sebenarnya tidak hanya terdapat pada bangsa Jepang, karena pada umumnya terdapat juga pada umat manusia yang belum terkena pengaruh individualisme. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Akan tetapi di Jepang wujudnya lebih kuat dan nyata. Dalam bermasyarakat, bangsa Jepang lebih memberatkan pada berkelompok daripada individu. Dr. Nakane Chie dalam bukunya Japanese Society, membedakan antara kerangka frame dengan attribut dalam posisi individu di dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan “kerangka” di sini adalah lingkungan dimana itu berada atau dalam kelompoknya, sedangkan attribut adalah tempat individu berada. Di Jepang, kerangka lebih penting daripada attribut. Peranan kelompok yang lebih tinggi daripada individu, tidak hanya berlaku untuk anggota kelompok,tetapi juga pimpinan kelompok. Bagi orang Jepang, hidup hanya akan berarti apabila berada dalam kelompok. Hidup sendiri, terlepas dari kelompok adalah satu penderitaan besar, ibarat sikap seekor gajah solitaire yang ditinggalkan oleh gerombolannya. Sebab itu, seorang akan senantiasa menjaga diri agar diakui dan diterima sebagai anggota kelompok, dan menjaga loyalitasnya dengan kelompok. Hubungan antar anggota dalam kelompok adalah berdasarkan senioritas. Hubungan antara kohai yunior dengan senpai senior amat penting. Di samping itu ada dōryō yaitu anggota dengan senioritas yang sama. Penentuan status ini amat penting dalam masyarakat Jepang hingga sekarang. Di satu pihak bisa menimbulkan kekakuan rigidity, tetapi di pihak lain menghilangkan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keragu-raguan dan menjamin keadaan yang tertib tanpa banyak gejolak. Setiap orang tahu dimana posisinya terhadap orang lain, dan kapan ia akan meningkat dalam tingkatan kelompok. Sebab sistem senioritas ini tidak berarti bahwa yang di atas tetap memegang pimpinan, walaupun ia yang tertua. Pada saatnya ia harus meninggalkan tempatnya sebagai pimpinan untuk memberikan tempat kepada yang lebih muda dan yang berangsur-angsur akan menjadi tua. Kemudian ia sendiri beralih dari status pimpinan menjadi penasehat.

2.5 Riwayat Hidup Natsuo Kirino dan Karya-Karyanya