Definisi Novel TINJAUAN TERHADAP NOVEL, SOSIOLOGI SASTRA, SETTING

BAB II TINJAUAN TERHADAP NOVEL, SOSIOLOGI SASTRA, SETTING

NOVEL, PANDANGAN GORIN 5 ETIKA DALAM MASYARAKAT JEPANG, DAN RIWAYAT HIDUP NATSUO KIRINO

2.1 Definisi Novel

Menurut Ensiklopedia Indonesia, novel yang sama artinya dengan roman adalah jenis prosa rekaan yang cukup panjang tanpa meyangkut pautkan pengisahan tokohnya apakah sejak lahir sampai mati ataukah hanya satu episode saja dari kehidupannya. Panuti Sudjiman dalam Rustapa, 1990:4 menyatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang dan menyuguhkan tokoh-tokoh yang menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun. Kedua sumber itu tidak bertentangan maksudnya. Keduanya menyatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang dan menyuguhkan tokoh tanpa menyebutkan apakah tokoh yang tampil itu dikisahkan sejak lahir sampai mati atau tidak. Hanya di dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa roman itu sama dengan novel maksudnya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Di dalam novel dapat diperoleh pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Maksudnya, novel memberi gambaran tentang tokoh-tokoh, peristiwa, dan latarnya secara fisik, seolah-olah dapat dilihat, diraba, serta didengar. Novel juga menghadirkan pengetahuan tentang hal-hal yang tidak dapat dilihat, dipegang, atau didengar, melainkan dirasakan oleh batin yang semua itu diperoleh secara tersirat dari gambaran tokohnya, dari peristiwanya, dari tempat yang dilukiskan atau waktu yang disebutkan. Dari sekian banyak bentuk sastra seperti essai, puisi, cerita pandek, dan sebagainya, novel-lah yang paling diminati. Novel merupakan karya yang paling popular di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak beredar karena daya komunikasinya yang luas pada masyarakat. Sebuah novel mengisahkan tokoh-tokoh, melukiskan latar tempat dan waktu tokoh itu bergerak, menampilkan serangkaian peristiwa yang terjadi berkaitan erat dengan perkembangan tokoh pelakunya. Di samping itu, novel berisi rekaan yang sering kali mirip gambaran dunia nyata, sehingga pembaca novel dapat mengerti dan dapat menerima apa yang dilukiskan dalam novel itu berdasarkan pengetahuannya tentang dunia nyata. Membandingkan dunia rekaan dengan dunia nyata merupakan kegiatan berpikir. Ini jelas ada unsur pendidiknya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Ada yang berpendapat bahwa novel merupakan cermin masyarakat. Pendapat ini ada benarnya dan ada pula tidak benarnya. Yang membenarkan pendapat ini berasumsi bahwa novel atau cerita rekaan itu memberikan bayangan tentang apa yang terjadi dalam masyarakat pada suatu zaman walaupun tokoh-tokohnya bukan tokoh yang sesungguhnya. Misalnya Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Dalam kenyataan peristiwa itu memang ada, tetapi peristiwa dalam cerita tidak sama persis dengan yang ada dalam kenyataan karena pengarang telah memperkaya cerita itu dengan imajinasinya. Jika sama benar yang diceritakan pengarang cerita dengan peristiwa yang disampaikannya, maka tulisan itu bukan cerita lagi melainkan laporan peristiwa. Sebaliknya, orang yang berpendapat bahwa novel atau cerita rekaan bukan cermin masyarakat berasumsi bahwa cerita itu semata-mata berisi imajinasi pengarang. Jadi, apa yang diceritakan pengarang sama sekali tidak ada kaitannya dengan dunia nyata Rustapa, 1990:7. Novel dapat memberi dampak positif bagi pembacanya karena novel itu memberikan manfaat pendidikan dan hiburan. Akan tetapi, tidak sedikit novel yang memberikan dampak negatif, misalnya novel yang di dalamnya terdapat adegan-adegan yang kasar atau adegan yang dapat menimbulkan dorongan seksual kepada pembaca. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.1 Unsur Intrinsik Novel

Dalam sebuah novel terkandung unsur-unsur struktur yang membentuk novel tersebut. Unsur-unsur struktur novel tersebut adalah tema, penokohan, alur, latar, gaya bahasa, dan sudut pandang.

A. Tema

Bila seorang pengarang mengemukakan hasil karyanya, sudah tentu ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Sesuatu yang menjadi persoalan atau pemikirannya itulah yang disebut tema. Tema ibarat dasar pada sebuah bangunan. Tema merupakan dasar segala penggambaran tokoh, penyusunan alur, dan penentuan latar. Tema tidak dituliskan secara eksplisit. Kita dapat menentukan tema novel setelah kita membaca kedeluruhan cerita. Jadi tema tidak dapat dilihat secara konkret, tetapi harus dipikirkan dan dirasakan, baru dapat disimpulkan Rustapa, 1990:11. Tema merupakan ide pokok atau permasalahan utama yang mendasari jalan cerita novel. Biasanya dalam menyampaikan tema, pengarang tidak berhenti pada pokok persoalannya saja. Akan tetapi, disertakan pula pemecahannya atau jalan keluar menghadapi persoalan tersebut. Hal ini tentu sangat bergantung pada pandangan pengarang, itulah yang disebut amanat atau pesan Suroto, 1989:89 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

B. Penokohan

Yang dimaksud penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana perilaku tokoh-tokoh tersebut. Ini berarti ada dua hal penting, yang pertama berhubungan dengan teknik penyampaian, sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut secara wajar. Apabila penggambaran tokoh kurang selaras dengan watak yang dimilikinya atau bahkan sama sekali tidak mendukung watak tokoh yang digambarkan, jelas akan mengurangi bobot ceritanya Suroto, 1989:92-93. Dalam melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita dikenal tiga macam cara, yaitu: 1. Secara analitik, pengarang menjelaskan atau menceritakan secara terinci watak tokoh-tokohnya. Misalnya, A adalah seorang yang kikir dan dengki. Hampir setiap hari bertengkar dengan tetangga dan istrinya hanya karena masalah uang. Ia mudah sekali marah. 2. Secara dramatik, pengarang tidak secara langsung menggambarkan watak tokoh-tokohnya dengan cara misalnya: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. Melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh. b. Pengarang mengemukakan atau menampilkan dialog antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. c. Pengarang menceritakan perbuatan, tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian. 3. Gabungan cara analitik dan dramatik, disini antara penjelasan dan dramatik harus saling melengkapi.

C. Alur

Dalam sebuah novel ada rangkaian peristiwa yang saling berhubungan secara erat dan dasar hubungan itu adalah sebab akibat dan hubungan itu sangat logis. Rangkaian peristiwa yang demikian itu disebut alur Rustapa, 1990:20 Secara tradisional plot cerita prosa disusun berdasarkan urutan sebagai berikut: 1. Perkenalan 2. Pertikaian 3. Perumitan 4. Klimaks 5. Peleraian UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada dasarnya, alur dapat digolongkan berdasarkan susunan atau urutannya, kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan susunan atau urutannya, alur dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Alur maju Yaitu, alur yang peristiwanya disusun secara kronologis. Dimulai dari perkenalan, kemudian peristiwa itu bergerak, keadaan mulai memuncak, diikuti dengan klimaks dan diakhiri dengan penyelesaian 2. Alur Mundur Yaitu, alur yang urutan peristiwanya dimulai dari peristiwa terakhir kemudian kembali pertama, peristiwa kedua, dan seterusnya sampai kembali lagi ke peristiwa terakhir tadi. Dalam susunan alur yang demikian biasanya pengarang mulai dengan menampilkan peristiwa sekarang, kemudian pengarang menceritakan masa lampau tokoh utama yang mengakibatkan sang tokoh terlibat dalam peristiwa yang sekarang terjadi. Sedangkan berdasarkan kualitatif, alur dibedakan menjadi 2, yaitu: 1. Alur rapat, yaitu: alur yang terbentuk apabila alur pembantu mendukung atau memperkuat alur pokoknya. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Alur longgar, yaitu: alur yang terbentuk apabila alur pembantu tidak mendukung alur pokok. Alur rapat dan alur longgar hanya mungkin terjadi pada roman atau novel. Sebab hanya dalam kedua jenis prosa itulah pengarang memiliki kebebasan untuk mengembangkan peristiwa-peristiwa sampingan yang membentuk alur sendiri Suroto, 1989:90 Sedangkan berdasarkan kuantitatif, alur dibedakan menjadi 2 yaitu: 1. Alur Tunggal, yaitu: alur yang hanya terjadi pada sebuah cerita yang memiliki sebuah jalan cerita saja. Disini pengarang tidak membentuk alur lain yang berasal dari peristiwa sampingan. Jadi yang diceritakan peristiwa pokoknya saja. 2. Alur Ganda, yaitu: alur yang terjadi pada cerita yang memiliki alur lebih dari satu.

D. Latar

Yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana terjadinya peristiwa. Sudah tentu latar yang dikemukakan, yang berhubungan dengan sang tokoh atau beberapa tokoh Suroto, 1989:94. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Latar berfungsi sebagai pendukung alur atau perwatakan. Gambaran situasi yang tepat akan membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan. Untuk dapat melukiskan latar yang tepat, pengarang harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keadaan atau waktu yang akan digambarkannya. Hal itu dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, buku, atau informasi dari orang lain.

E. Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah unsure lain yang terpenting dalam karya sastra. Di dalam sebuah cerita, seorang pengarang tentu berharap agar buah pikirannya dapat dipahami dan dinikmati pembacanya. Oleh karena itu, melalui imajinasinya pengarang berupaya memilih kata-kata yang ditata dalam rangkaian kalimat yang sederhana. Ia memadukan kata demi kata sehingga tercipta bahasa yang indah dan dapat menarik minat pembaca. Dengan kata lain, seorang pengarang menggunakan gaya bahasa tersendiri di dalam menyusun karyanya Rustapa, 1990:49

F. Sudut Pandang

Unsur berikutnya yang harus mendapat perhatian adalah pusat pengisahan. Pengarang sebagai pencipta karya sastra harus dapat mengemukakan UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ceritanya supaya dapat meyakinkan pembaca. Apakah ia berada di luar cerita atau terlibat di dalamnya. Masalah ini sebenarnya menyangkut cara pengisahan cerita oleh pengarang. Dari sudut pandang mana cerita itu dikemukakan Rustapa, 1990:42

2.1.2 Unsur Ekstrinsik Novel

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar tubuh karya sastra itu sendiri. Seperti yang telah dikemukakan di depan bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi penciptaan karya sastra. Unsur-unsur tersebut meliputi latar belakang kehidupan pengarang, keyakinan dan pandangan hidup pengarang, adat istiadat yang berlaku saat itu, situasi politik, persoalan sejarah, ekonomi, pengetahuan agama dan lain-lain Suroto, 1989:138. Unsur ekstrinsik untuk tiap bentuk karya sastra sama. Unsur ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial yang tampaknya menjadi latar belakang penyampaian tema dan amanat cerita. Seorang pengarang yang baik akan selalu mempelajari segala macam persoalan hidup manusia. Hal ini berkaitan dengan misi seorang pengarang yang selalu berhubungan dengan manusia dan seluk-beluknya. Seorang pengarang yang kurang mengetahui dan kurang bisa UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menyelami kehidupan manusia dan keunikannya hanya akan menghasilkan sebuah karya yang hambar dan janggal. Pengetahuan yang tidak kalah penting bagi seorang pengarang adalah ilmu jiwa. Dengan ilmu jiwa yang cukup memadai maka ia akan mampu menampilkan perwatakan yang pas. Dengan pengetahuan ilmu jiwa, pengarang akan menggambarkan gerak dan tingkah laku yang cocok dengan jiwa dan batinnya. Tidak hanya itu saja yang perlu diketahui, pengetahuan sosial budaya suatu masyarakat, seluk-beluk kehidupan masyarakat modern pun perlu dipelajari. Kesimpulannya, semua aspek kehidupan manusia dimana saja dan kapan saja perlu diketahui guna menunjang keberhasilan sebuah cerita. Selain unsur-unsur yang datangnya dari luar diri pengarang, hal-hal yang sudah ada dan melekat pada kehidupan pengarang pun cukup besar pengaruhnya terhadap terciptanya suatu karya sastra Suroto, 1989:139.

2.2 Defenisi Sosiologi Sastra