65
lebih besar dari nilai alpha p0.01, maka H diterima. Sebaliknya, jika
nilai signifikansi lebih kecil dari nilai alpha p0.01, maka H ditolak.
Berikut adalah hasil uji analisis korelasi:
Tabel 24 Hasil Uji Analisis Korelasi
Variabel N
R R
2
Sig. 2-tailed
Keluasan Informasi 60
0.210 0.044
0.107 Konformitas
60 0.210
0.044 0.107
Berdasarkan tabel di atas, nilai korelasi yang diperoleh sebesar 0.210 dengan nilai signifikansi sebesar 0.107 p0.01. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara keluasan informasi dengan konformitas.
D. Pembahasan
Melalui hasil analisa korelasi antar variabel, diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0.210 dengan nilai signifikansi sebesar 0.107 p0.01.
Dengan demikian, hipotesa yang menyatakan bahwa ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas ditolak. Hal ini berarti bahwa tidak
ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas. Hasil uji korelasi tersebut bertolak belakang dengan teori konformitas
oleh Sears et al.1985 yang menyatakan bahwa kurangnya informasi merupakan faktor yang mempengaruhi konformitas. Hal ini berarti bahwa
66
meskipun individu memiliki informasi atau pengetahuan yang luas, individu akan tetap melakukan konformitas. Hal ini juga menunjukkan ada faktor lain
yang mempengaruhi konformitas. Mengingat mayoritas masyarakat Indonesia menganut kolektivisme,
ada kemungkinan perilaku konformitas pada mahasiswa dipengaruhi oleh kebudayaan kolektivisme. Soepomo dalam Atmaja, 2011 menjelaskan
bahwa kolektivisme adalah suatu konsep yang menjunjung kekeluargaan, dan kesatuan hidup bersama dalam masyarakat. Ketika konsep tersebut muncul
dalam diri individu, ini menunjukkan mulai terbentuknya rasa ketergantungan. Alhasil, kemerdekaan sebagai pribadi akan lenyap, dan tergantikan oleh sikap
menuruti kehendak mayoritas. Atmaja, 2011 Pada kebudayaan Timur yang kolektif ini, tampak bahwa konformitas
disebabkan oleh konsep kolektivisme yang tertanam pada masyarakat Indonesia, sehingga keluasan informasi menjadi tidak memiliki hubungan
dengan konformitas. Hal ini berbeda dengan kebudayaan Barat yang individualistik, di mana keluasan informasi memiliki pengaruh terhadap
konformitas seperti teori yang dikemukakan oleh Sears et al. 1985. Individualisme memandang manusia sebagai individu yang memiliki
kehendak bebas. Individualisme juga dipahami sebagai konsep yang mementingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum. Masyarakat
Barat memandang hak individu sebagai jaminan yang mutlak. Masyarakat
67
individualistik akan melakukan konformitas demi memenuhi kepentingan pribadi, yaitu dengan memperluas pengetahuan yang dimiliki. Hal ini berbeda
dengan kolektivis yang melakukan konformitas untuk menjaga kekerabatan dengan kelompoknya.
Melalui hasil analisa deskriptif data penelitian, dapat dilihat bahwa konformitas rata-rata subjek penelitian tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa mahasiswa semester awal masih melakukan konformitas. Hasil ini juga sesuai dengan hasil-hasil penelitian mengenai konformitas Sumarlin, 2008;
Nadhirah, 2008 yang dilakukan sebelumnya, yang mengungkapkan bahwa remaja akhir masih melakukan konformitas.
Hal ini dikarenakan remaja akhir ingin menjaga hubungan dekat dengan teman sebayanya, dan kebersamaan dalam kelompok. Remaja
akhirmasih memiliki pandangan bahwa kelompok dapat memenuhi kebutuhannya, di antara lain yaitu kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan
akan suatu identitas. Remaja akhir juga masih perduli akan pengakuan kelompok terhadap dirinya. Santrock 2003 mengemukakan bahwa remaja
akan merasa sedih bila dijauhi atau dikucilkan oleh kelompok, maka penerimaan dari kelompok masih dianggap penting oleh remaja akhir. Hal
tersebut menyebabkan remaja akhir melakukan konformitas terhadap teman sebaya atau kelompoknya. Santrock, 2002; Santrock, 2003
68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Melalui hasil penelitian dan pembahasan, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara keluasan informasi dengan konformitas p0.01. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara keluasan informasi dengan konformitas.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa Semester Awal
Berdasarkan hasil analisa deskriptif data yang menunjukkan bahwa mahasiswa semester awal memiliki tingkat konformitas yang tinggi, maka
mahasiswa semester awal disarankan untuk mengembangkan kemandirian. Memperluas keluasan informasi saja tidak cukup untuk menurunkan tingkat
konformitas pada individu, namun juga perlu disertai perubahan pola pikir tentang
kekerabatan. Kemandirian
dapat dilakukan
dengan tidak
selalumenuruti kehendak mayoritas. Atmaja 2011 juga berpendapat bahwa individu akan sulit mencapai tujuan pribadinya jika terus-menerus menuruti
kehendak mayoritas.